“Cinta dan penghianatan hanyalah dibatasi oleh satu garis
penghalang yang bernama : kesetiaan”
7
Lelaki tampan hanya tersenyum tenang, tampak sedikit geli menghadapi kehebohan
Joshua yang menyambutnya. Dia melirik
ke arah Celia dan menganggukkan kepalanya
dengan sopan ke arah Celia, membuat Celia
menyadari bahwa dia telah terpesona
kepada lelaki itu. Memang
Azka tampan dan tetap nomor satu baginya, tetapi Azka sangat jarang tersenyum, sedangkan lelaki ini,
dia begitu murah senyum dan tampak sangat tulus secerah matahari,
“Sepertinya kau dan nona ini menghadapi masalah. Mungkin aku bisa membantu.”
Joshua melirik
Celia masih tersenyum
lebar, ‘”Ini
Eric, dia
adalah salah satu investor butik dan salon kami. Kau tidak keberatan Celia kalau Eric membantumu?”
Siapa yang tidak keberatan kalau dibantu berdiri oleh lelaki setampan itu? Celia berpikir bahwa kadang-kadang
berpura-pura lumpuh ada untungnya juga...
“Celia ingin membuat gaun pernikahan yang indah, Eric. Kami sedang akan mengukur gaunnya.”
Eric melemparkan pandangan dalam ke arah
Celia,
“Sayang sekali kau sudah akan menikah, aku iri
kepada lelaki
beruntung itu.” Gumamnya penuh arti membuat pipi
Celia merona.
Joshua menepuk pundak Eric sambil tertawa, “Jangan merayu
Celia, Eric.
Dia
sudah punya tunangan dan akan menikah, mungkin kau bisa mengalihkan sasaranmu kepada gadis lain.”
Eric tampak tidak mempedulikan perkataan Joshua, dia masih memandang tajam ke arah Celia. Ia lalu mendekat dan mengulurkan tangannya lembut,
“Aku akan membantumu berdiri, maafkan ya.” Bisiknya lembut di
dekat telinga Celia, “Sini, letakkan tanganmu di pundakku.”
Celia merasakan jantungnya berdebar keras,
aroma maskulin itu langsung melingkupinya, membuatnya bergetar.
Dengan tangannya yang kuat, Eric
menarik Celia berdiri,
lalu menopang pinggangnya. Tangan Celia berpegangan erat
ke pundak Eric, lalu melingkarkan lengannya di sana, sementara
itu dia berakting sekuat tenaga
untuk melemaskan kakinya, menumpukan beban tubuhnya di pundak Eric.
“Nah tunggu sebentar, kami akan mengukurnya.” Para pegawai Joshua
mulai mengukur. Proses itu cukup singkat. Dan kemudian setelah Joshua selesai, Eric mendudukkan Celia lagi
di kursi rodanya dengan lembut. Lelaki itu menyelipkan kartu namanya yang bernuansa hitam dan keemasan di jemari Celia,
“Hubungi aku, kapanpun
itu. Aku
akan dengan senang hati membuang semua urusanku demi dirimu.” Bisiknya pelan, lalu berdiri
tegak, mengatakan sesuatu tentang pekerjaan
kepada
Joshua, kemudian melambaikan tangannya dan melangkah pergi.
Sementara itu Celia
masih menggenggam erat-erat kartu nama di tangannya itu dengan terpesona.
⧫⧫⧫
Siang itu Sani sedang berjalan ke minimarket di ujung jalan dari apartemennya ketika dia melihat Keenan
di dalam minimarket yang ia tuju.
Lelaki itu sedang membeli rokok, dan langsung menoleh ketika pintu terbuka lalu tersenyum lebar ketika melihat Sani,
“Hai kita bertemu lagi.”
Sani tersenyum menatap wajah yang sama
persis dengan Azka namun dalam versi yang berbeda ini, “Halo Keenan, apa yang kau lakukan di sini?” Sani melirik ke arah cafe di ujung jalan, bukankah di sana juga ada rokok? Kenapa Keenan malahan berkeliaran di tempat ini? “Aku membeli rokok.” Keenan tergelak, “Kau mau membeli apa?”
“Hanya beberapa bahan makanan.” Sani mengangguk sambil tersenyum lalu
melangkah menuju rak-rak tempat penjualan mie instant. Dia mengira Keenan akan pergi dari supermarket itu setelah mendapatkan rokoknya, tetapi rupanya tidak, lelaki itu mengikutinya.
“Setelah
ini, maukah
kau
jalan denganku?
Kita
bisa duduk, minum bersama, dan mengobrol.”
Sani mengernyit, Keenan tidak sedang berusaha mendekatinya
bukan? Karena Sani sama sekali tidak melihat
ada hal yang lebih dari pertemanan di mata Keenan.
“Kita bisa
berbicara di
cafe.”
Gumam Sani
akhirnya,
memilih tempat yang paling aman.
“Jangan di cafe.” Keenan langsung menyela, “Azka akan membunuhku.”
“Apa?”
“Keenan mengangkat bahunya, “Kalau kau belum
sadar, Azka kan
sudah mengincarmu
untuk
menjadi
miliknya, dan kalau sampai dia
tahu aku mendekatimu, dia
akan membunuhku.” Keenan tergelak, “Meskipun rasanya pasti menyenangkan untuk membuat Azka jengkel dan memancing kemarahannya keluar.”
“Apa?” Sani menatap Keenan dengan bingung, ada apa di antara dua saudara ini? Kenapa mereka tampak tidak akur?
“Aku tahu Azka
sedang mengejarmu, dan biasanya kalau dia
mengejar seseorang dia akan melakukannya dengan kekuatan
penuh. Dan
aku
tertarik
kepadamu karena tidak pernah sebelumnya Azka
bertindak begitu intens pada
seorang perempuan.” Keenan mengedipkan matanya
menggoda, “Kau pasti perempuan yang istimewa, jadi
maukah kau melewatkan sedikit waktumu untuk makan siang denganku, dan mungkin kita
bisa
berbagi cerita. Aku ingin lebih mengenal calon kakak iparku
dan
kau
mungkin
bisa tahu kisah-kisah tentang Azka
yang hanya kami yang tahu, seperti kisah masa kecil kami misalnya.”
Sani merenung, rasanya tidak ada ruginya kalau dia menerima ajakan
makan siang Keenan, meski tampaknya selalu bersikap sesukanya, Keenan tampak
baik hati. Lagipula dari siapa lagi dia bisa lebih mengenal Azka kalau bukan dari orang terdekatnya, saudara kembarnya?
⧫⧫⧫
Tempat yang dipilih Keenan adalah rumah makan sederhana di belokan perempatan, yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki
dari
apartemen Sani. Kompleks apartemennya
adalah kompleks perkantoran yang menjadi satu dengan kompleks perbelanjaan, karena itulah suasana cukup
ramai di waktu makan siang itu.
Sani memesan kue-kue kecil
yang tampak menarik
berada di
etalase ditemani
oleh
lemon
squash yang menyegarkan. Sementara Keenan memesan seporsi
besar
nasi goreng dan langsung menyantapnya dengan lahap.
“Aku lapar.” Keenan tertawa melihat
senyum
geli Sani ketika melihatnya makan dengan begitu lahap.
“Kau bisa
makan di Garden Cafe, bukankah itu milikmu juga?”
Dari
cerita Azka dulu, dia
mengatakan
bahwa Garden Cafe
adalah warisan dari orangtua mereka beserta perusahaan lain-lain. Jadi
Sani menyimpulkan bahwa perusahaan itu pasti dimiliki Azka
dan Keenan bersama. Sani entah kenapa merasa bisa mudah akrab
dengan Keenan. Tidak seperti Azka yang lembut, tenang dan menyimpan aura misterius di dalam dirinya, Keenan lebih ceria, mudah tertawa dan menguarkan
aura yang cerah. Sama
seperti ketika bersama Azka, beberapa perempuan banyak yang tidak mampu menahan diri untuk menoleh dua kali
sambil mengagumi ketampanan Keenan.
“Garden Cafe bukan milikku.” Keenan menelan suapan terakhirnya dan meneguk sodanya dengan bahagia, “Semuanya
sudah menjadi milik Azka.”
“Bagaimana bisa?”
Keenan tertawa, “Ayah kami mewariskan semuanya
kepada kami berdua, tetapi tentu saja aku tidak mau melanjutkan usaha
ayah kami sebagai bisnisman.
Aku tidak mau leherku tercekik dasi dan badanku gatal karena kepanasan seharian harus memakai jas yang kaku itu. Karena
itulah, begitu Azka memutuskan untuk mengambil alih
tanggung jawab, aku meminta pencairan seluruh bagianku di
warisan ayah dan melepaskan seluruh kepemilikanku di semua perusahaan ayah.” Keenan mengangkat bahu, “Jadi
Azka
membantuku, mengambil alih
seluruh perusahaan atas namanya dan mencairkan uangku dalam bentuk dana di
bank. Untuk
selanjutnya seluruh perusahaan itu tidak ada urusannya lagi
denganku, termasuk cafe itu.”
Termasuk cafe
itu? Sani merenung, Azka mengatakan
bahwa warisan utama ayah mereka
adalah cafe itu
dan beberapa hal lain. Tapi
dari
nada bicara Keenan, seperti juga yang dikatakan Albert, sepertinya ada sesuatu yang lebih besar di sini entah apa.
“Kau tidak tahu ya.” Keenan dengan cepat membaca
ekspresi Sani, “Apakah Keenan
mengatakan bahwa warisan orang tua kami hanya cafe itu?”
Sani mengangguk menatap Keenan bingung ketika lelaki
itu tertawa terbahak-bahak,
“Oh Astaga, dasar Azka,
mungkin dia
takut kau lari terbirit-birit ketakutan ketika tahu bahwa dia sangat kaya dan berkuasa. Sani, perlu kau tahu, Garden Cafe itu hanyalah setitik kecil dari warisan ayah kami. Di luar itu, Azka memimpin
jaringan besar bisnis kuliner dan perhotelan serta resor-resor mewah di semua
lokasi
strategis
yang tersebar
hampir di seluruh negara ini.” Keenan mengangkat bahu, “Dari warisan
yang dicairkan Azka dalam bentuk uang untukku, sebagai ganti penyerahan hak kepemilikan perusahaan saja aku sudah bisa hidup mewah seumur hidupku tanpa harus memikirkan bekerja,” Senyumnya melebar, “Bayangkan apa yang dimiliki Azka, sejak memegang perusahaan itu,
dia telah mengembangkannya dengan kejeniusannya dan nilai seluruh perusahaan itu sudah menjadi berkali-kali lipat.”
Sani ternganga, dia sama sekali tidak menyangka
informasi ini.
Azka... Azka yang dikenalnya itu ternyata adalah seorang miliarder kaya?
Tiba-tiba
Sani merasa gugup. Selama ini dia
mau
menjalin hubungan dengan Azka karena mereka sama. Sama- sama orang biasa, yang menjalani hidup
dengan biasa pula. Tetapi Sani tidak pernah menyangka kalau Azka adalah bisnisman jenius dengan kehidupan yang
kompleks dan kekayaan yang terdengar menakutkan.
Sani masih mengernyit, menyisakan satu
pertanyaan di benaknya. Kenapa
Azka seolah menutupi keadaannya? Apakah dia takut bahwa Sani adalah perempuan gila
harta? Yang hanya ingin mengincar hartanya?
“Mungkin kau lihat
hubunganku dengan Azka tidak begitu baik.” Keenan bergumam lagi, tidak menyadari pikiran kalut yang berkecamuk di benak Sani, “Kami sebenarnya saling menyayangi, hanya
saja kadangkala
aku
merasa bahwa Azka
menyimpan kemarahan kepadaku.”
“Kemarahan?”
“Ya. Dia baik kepadaku, selalu ada setiap aku membutuhkan selayaknya seorang
kakak. Tetapi ada kalanya aku merasakan dia
marah kepadaku, tetapi menyimpannya dalam-dalam.”
“Kenapa Azka menyimpan kemarahan kepadamu?”
“Karena aku menolak tanggung jawab atas perusahaan
itu
dengan egois.”
Keenan
tersenyum
malu,
“Mau
bagaimana lagi, perusahaan itu bukanlah impianku, aku
seorang seniman, aku memiliki hasrat yang mendalam sebagai pelukis. Jadi aku mengusulkan kepada Azka
supaya menjual saja seluruh perusahaan kami
dan kemudian mengambil mimpi kami masing-masing.”
“Azka menolaknya.” Gumam Sani.
“Ya tentu saja Azka menolaknya, kakakku itu
terlalu senang memikul tanggung jawab. Dia
saat itu bersekolah untuk menjadi koki profesional sesuai impiannya, dan dengan bodohnya dia
meninggalkannya, demi memikul tanggung jawab di perusahaan itu. Dia menjalaninya
dengan kesadaran
tentu saja, tetapi tetap saja aku merasa dia marah kepadaku.” Keenan mengangkat bahunya, “Mungkin dia melihat betapa bahagianya aku karena meninggalkan tanggung jawabku dan
memilih
mengejar
mimpiku,
mungkin
dia berandai-andai seandainya saja dia bisa melakukan hal yang sama denganku.”
“Tetapi Azka tidak akan pernah bisa.” Sani memahami bagaimana kepribadian Azka, lelaki itu tidak mungkin bisa melakukannya.
“Ya, dia tidak pernah bisa, karena itulah jauh di dalam dirinya ada kemarahan. Kemarahan karena dia yang harus memikul seluruh beban dan tanggung jawab.” Mata Keenan tampak melembut, “Salah satu kelemahan Azka adalah ketika dia dihadapkan pada posisi di
mana dia harus bertanggung
jawab, dia pasti akan mengambilnya tanpa ampun dan kemudian merusak dirinya sendiri.”
⧫⧫⧫
Sani sedang duduk di sofa di dalam apartemennya masih memikirkan kata-kata Keenan tadi. Setelah makan siang Keenan harus langsung pergi karena ada janji
dengan salah seorang temannya, jadi mereka
berpisah, setelah Keenan sempat meminta nomor ponselnya.
Ponselnya berbunyi,
Sani meliriknya dan mengangkatnya ketika melihat nama Kesha di sana.
“Kenapa Kesha, bukankah naskah terakhirnya sudah aku serahkan kepadamu?”
“Hei tidak bolehkah aku menelepon sahabatku dan tidak membahas
masalah
pekerjaan?”
Kesha
tertawa di seberang sana, “Aku ada di dekat-dekat sini, aku mau mampir ke sana.”
Setengah jam kemudian, Kesha sudah ada di dalam apartemennya. Dia membawa dvd terbaru dan dua cup besar popcorn,
itu
adalah
DVD
komedi romantis
yang dibintangi Adam Sandler dan Jennifer Aniston.
Mereka duduk di sofa itu, dan terpesona dengan kisahnya
yang lucu dan romantis. Dan ketika film itu selesai
dengan ending yang manis dan
membahagiakan, tiba-tiba saja Sani mengingat Azka dan bergumam,
“Pemilik café itu...”
Kesha langsung menatapnya dengan tertarik, “Hmmm, Azka? Aku masih penasaran dengan wajahnya, mengingat saudara kembarnya luar biasa tampannya, aku yakin dia pasti tak kalah tampan.” Sani sudah bercerita kepada
Kesha tentang kedekatannya dengan Azka dan Kesha mendorongnya dengan penuh semangat
untuk mencoba membuka hatinya. Kalaupun
tidak berhasil, toh Sani sudah mencoba
menyembuhkan luka lamanya, kata
Kesha waktu itu.
“Yah.” Sani
mengangguk, “Dia ternyata seorang miliarder?”
“Apa?” Kali ini Kesha hampir terlonjak dari duduknya,
“Dan kau tahu itu bukan dari
dirinya sepertinya?”
“Ya. Azka tidak
pernah
menceritakan kepadaku, dia bilang dia
memiliki cafe itu
dan yang lain-lain. Aku bingung kenapa
dia tidak
mengatakan
apapun kepadaku. Apakah
dia tidak percaya kepadaku atau dia
hanyalah orang kaya yang paranoid mendekati perempuan karena takut perempuan itu akan mengincar hartanya?”
“Mungkin Azka akan
menjelaskannya nanti kepadamu, mungkin waktunya belum tepat.” Kesha membuka laptopnya dengan bersemangat, “Sejak
adanya mesin
pencari ini kau hanya
perlu
memasukkan namanya
dan semua berita tentangnya akan keluar. Kalau dia memang seorang miliarder,
dia pasti akan muncul
di
salah satu berita.”
Dengan cekatan Kesha mengetikkan nama “Azka”
dengan keyword tambahan “Garden Cafe.”
Dan sederet berita langsung keluar ketika tombil ‘search’ ditekan.
Berita itu kebanyakan dari kolom bisnis dan keuangan, yang memberitakan tentang resort dan hotel-hotel berbintang lima yang tersebar di
negara ini. Yang semuanya dimiliki oleh seorang miliarder muda bernama “Azka Reivaldo”
Sani dan Kesha
ternganga membaca semua informasi itu. Lalu saling berpandangan dengan takjub.
“Sani.” Kesha akhirnya yang
bisa
bergumam,
“Kalau
memilih laki-laki, kau benar-benar tidak tanggung-tanggung.”
⧫⧫⧫
Setelah Kesha
pulang. Sani memutuskan untuk mandi air panas di
bawah pancuran dan bersantai. Naskahnya sudah selesai, dan
dia bisa tenang sebentar sebelum Kesha menyerahkan beberapa koreksian editan yang harus ia revisi.
Dia merasakan nikmatnya mandi air
panas yang menyenangkan di tubuhnya
dan melemaskan badannya yang lelah. Meskipun benaknya masih bertanya-tanya, tetapi Kesha berusaha menenangkan dirinya.
⧫⧫⧫
“Kau menemui Sani bukan?” Azka langsung bergumam ketika
Keenan
membuka
pintu
tempat
tinggalnya.
Lalu
Azka langsung melangkah masuk dengan marah ke dalam rumah.
Sementara itu Keenan masih
memasang wajah santai dan tersenyum mengejek, “Oh Astaga kak, apakah kau menyuruh orang untuk mengikutiku?”
“Bukan kamu.” Wajah
Azka
tampak datar,
“Aku menyuruh
pengawalku
untuk
mengikuti
Sani, dan
dia
bilang Sani makan siang bersama saudara kembarku. Apa
maksudmu
mengajaknya makan siang bersama? Apa yang
kau katakan padanya?”
“Whoa tunggu... akan kujawab satu-satu kak.”
Tetapi kemudian Keenan mengangkat alisnya, “Kalau boleh
aku tahu, kenapa kau menyuruh pengawal untuk mengikuti Sani?”
“Bukan urusanmu.”
“Kalau begitu aku tidak akan mengatakan informasi
apapun
menyangkut
tadi siang.” Keenan
bersedekap,
menantang.
Lama Azka menatap Keenan dengan pandangan tajam, kemudian dia
menghela napas panjang, “Sani punya seorang mantan tunangan yang mengejarnya, dan aku sudah membereskannya agar berada di tempat yang jauh dan tidak bisa mengganggu Sani lagi. Tetapi tentu saja aku tidak mau mengambil resiko, jadi aku
menyuruh pengawalku untuk mengawasi Sani
sementara.”
Keenan menatap Azka dengan tajam, “Pastinya
bukan untuk
berjaga-jaga kalau-kalau
Sani menemui laki-laki
lain selain dirimu bukan?”
Azka tidak membantah, dia hanya
menatap Keenan dengan
tajam,
“Sekarang katakan kenapa
kau menemui
Sani tadi siang.”
“Aku tidak sengaja menemuinya, kami berpapasan di supermarket di ujung jalan.”
“Supermarket?” Azka
menyipitkan matanya.
“Aku sedang
berada
di dekat-dekat situ
dan
membeli rokok.” Gumam Keenan tanpa rasa bersalah.
Azka langsung mencibir, “Rumahmu berada puluhan kilometer dari sana, dan kau membeli rokok di
sana di dekat apartemen Sani, kau pasti punya rencana di otakmu.”
Keenan tertawa, “Oh
astaga kakak, kenapa kau dipenuhi rasa curiga? Aku benar-benar tidak sengaja berada di sana
dan kemudian berpapasan dengan Sani di
dalam supermarket itu. Jadi aku mengajaknya makan
siang bersama.”
“Dan apa saja yang
kau
katakan
kepadanya
selama makan siang itu?”
Keenan tersenyum, “Kalau kau
takut aku mengatakan kepadanya tentang Celia, kau bisa tenang, aku tidak akan mengatakan kepadanya.”
Sebenarnya itulah yang paling ditakutkan oleh Azka. Dia takut Sani mengetahui tentang Celia sebelum dia
sempat membereskan semuanya. Kalau sampai itu terjadi, Sani pasti akan menganggapnya sama seperti Jeremy, seorang lelaki
pengkhianat yang tega mengkhianati perempuan yang menjadi tunangannya. Sani pasti akan benci setengah mati kepadanya kalau sampai dia tahu.
“Dan kalau kau sampai tidak bisa
menjaga mulutmu, aku akan membuatmu menyesalinya Keenan. Meskipun kau
adalah adikku, aku tidak akan segan-segan.”
“Aku takut.” Keenan bergumam mengejek, karena tidak ada satupun ekspresi ketakutan di
wajahnya, bertentangan
dengan kata-katanya. “Kakak, Kalau kau tidak
memberitahukan tentang Celia, cepat atau lambat Sani pasti tahu. Dia
sudah tahu bahwa kau adalah
miliarder kaya, dan kau terkenal. Berita tentang pertunanganmu yang
diselenggarakan dengan begitu mewah waktu itu pasti ada, terselip di
salah satu berita di internet.”
“Kau memberitahukan kepadanya bahwa aku
seorang miliarder?”
suara Azka meninggi, dia
tampak benar-benar marah sekarang.
Keenan memundurkan langkahnya, menjauhi Azka
yang kali ini
tampak
benar-benar berbahaya, “Aku tidak tahu bahwa dia tidak tahu, kukira kau sudah mengatakan kepadanya, Lagipula kenapa kau
merahasiakan statusmu kepadanya? Kenapa kau tidak mau dia
tahu bahwa kau kaya raya? Apakah
kau tidak percaya kepadanya?”
“Bukan karena itu!” Azka berteriak, “Seperti yang kau bilang tadi, karena kalau sampai dia
tahu aku kaya, dia akan mudah mencari informasi tentangku. Dan
dia
bisa menemukan info tentang Celia
sebelum aku bisa membereskan semuanya!”
Keenan tertegun mendengar kata-kata Azka yang terakhir, “Membereskan Celia? Apa maksudmu?”
“Bukan urusanmu.” Azka menatap adiknya dengan dingin, “Kau telah merusak seluruh rencanaku, dan kali
ini aku masih memaafkanmu karena kau adalah adikku. Tetapi ingat ini Keenan, jangan pernah mencoba main-main setitikpun dengan Sani. Dia milikku, kau dengar itu? Dia milikku, dan aku akan menghancurkan siapapun yang
mencoba mencurinya
dariku.” Setelah mengucapkan ancamannya, Azka membalikkan tubuhnya dan meninggalkan rumah
Keenan dengan pintu berdebam di belakangnya.
Sementara itu Keenan menatap kepergian Azka
dengan senyum simpul. Dia
tahu bahwa Azka tidak akan semarah itu kepadanya, dia tahu bahwa jauh di
dalam hatinya kakaknya itu menyayanginya.
Keenan sama sekali tidak pernah tertarik kepada Sani, mungkin dia suka, tetapi
Sani jelas
bukan
tipenya.
Keenan sengaja berpura-pura tertarik kepada Sani hanya
agar Azka tergerak untuk mengejar
Sani lalu berusaha
melepaskan diri dari Celia.
Sudah sejak awal Keenan tidak suka
dengan Celia,
perempuan itu
dulu pernah
mengejarnya, lalu entah kenapa dia kemudian mengejar Azka dan berhasil memilikinya. Keenan merasa
muak
membayangkan pengkhianatan yang dilakukan
Celia kepada kakaknya, dan kemudian merasa benci ketika tahu kakaknya terjebak ke dalam pertunangan itu, yang hanya disebabkan oleh rasa tanggung jawab.
Selama ini kakaknya hanya pasrah, dikalahkan oleh sikapnya yang
begitu
bertanggung jawab.
Dan Keenan harus bisa melepaskan kakaknya dari pertunangan yang dia yakini akan menghancurkan hidup Azka.
Sani adalah kesempatan terbaik Azka
untuk melepaskan diri dan meraih apa yang diimpikannya. Tetapi Azka terlalu lambat dan penuh pertimbangan hingga Keenan takut semua akan terlambat. Jadi Keenan mendorongnya, dengan berpura- pura menyukai Sani juga, lalu mengajak Azka bersaing untuk mendapatkan Sani.
Rencananya berhasil. Azka sekarang mengejar Sani dengan kekuatan penuh. Sekarang Keenan hanya bisa
berdoa, apapun rencana kakaknya untuk menyingkirkan Celia
dari kehidupannya, semoga rencana itu berhasil.
YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 8
No comments:
Post a Comment