“Kau menggenggam hatiku dari saat pertama, dan akan selalu
begitu, selamanya.”
EPILOG
“Baiklah aku
akan membantumu di perusahaan, tetapi bukan untuk pekerjaan kantoran. Aku akan melakukan hal-hal yang berhubungan dengan seni, seperti membantu dekorasi restoran dan kamar-kamar di
hotelmu.” Gumam Keenan sambil membanting tubuhnya di sofa Azka.
Azka mencibir,
“Kau bisa melakukannya sejak dulu, tetapi tidak kau lakukan. Kenapa baru sekarang?”
“Karena aku bosan.” Keenan merenung,
“Hidup seperti ini memang menyenangkan pada awalnya, tanpa beban, bisa berbuat semau
kita. Dan bahkan tidak melakukan apa-apa tetapi bisa tetap hidup mewah.” Keenan terbahak, “Tetapi kemudian aku bosan, hidupku terasa hampa, tidak ada tujuan yang bisa kucapai. Aku menjalani hidupku seolah-olah hanya untuk menghabiskan hari, dan tidak bermakna.”
“Hidupmu itu adalah hidup yang
diimpikan banyak orang lain, dan sekarang kau bosan.” Azka menggeleng
- gelengkan kepalanya, “Dasar manusia yang tidak pernah puas.”
Keenan tertawa lagi, sama sekali tidak merasa tersinggung oleh perkataan Azka yang ketus,
“Mau bagaimana lagi, setiap hari aku harus melihatmu dan kemudian melihat diriku. Dan aku menyadari betapa tidak bermaknanya hidupku.”
Azka terkekeh mendengar pengakuan Keenan, “Kenapa?
Apa yang kau lihat dari hidupku?”
“Bahwa kau sangat
bahagia.” Keenan tersenyum, “Bahwa kau mempunyai tujuan hidup yang
paling utama, membahagiakan Sani.
Bahwa kau
merasa bahwa hidupmu begitu berarti sejak Sani ada di sisimu.”
“Aku memang bahagia.” Azka tidak bisa menahan senyum penuh cintanya ketika membayangkan Sani. Mereka
akan menikah sebulan lagi. Seminggu yang lalu Azka melamar
Sani ke kedua orangtuanya, membuat mereka terkejut dan bertanya-tanya.
Tetapi bukan Azka namanya kalau tidak bisa meyakinkan orang lain. Pada akhirnya dia
berakhir
sebagaimenantu kesayangan dan kedua orang tua Sani begitu senang karena dia membantu Sani menyembuhkan luka hatinya.
Dan Azka tidak suka pertunangan yang
lama, pertunangan yang lama hanya menunjukkan ketidaksiapan, keraguan, dan ketidakyakinan. Ketika kita sudah menemukan pandangan sejiwa, saat itu juga kita harus mengikat janji serius dengannya.Kalau
saja boleh, mungkin
minggu ini juga Azka akan
menikahi Sani, mengikuti dorongan hatinya. Tetapi mereka tidak
bisa melakukannya, karena mereka hidup di dalam
masyarakat
bukan
di dunia
mereka sendiri. Selain itu Azka ingin menghormati Sani
dalam pernikahan yang layak dan indah.
Persiapan pesta
sudah dilakukan, semua
akan siap dan sempurna satu bulan lagi, di tanggal yang sudah ditetapkan.
“Aku berusaha mencari bahagia sepertimu di
dalam diriku, tetapi yang
kurasakan hanya kehampaan.” Keenan mencetuskan pikirannya, membuat Azka tergugah
dari lamunannya.
Azka menatap Keenan dengan serius, “Kau hanya perlu menemukan seorang perempuan dan jatuh cinta
kepadanya untuk mengalami seperti aku.”
“Sayangnya aku belum seberuntung dirimu.”
Keenan mengangkat bahunya, “Karena itulah
aku ingin bekerja, membantumu di
perusahaan. Setidaknya aku
bisa mengisi
kekosongan dalam hidupku.”
Azka menepuk pundak adiknya dengan sayang, “Perusahaan ini sudah lama menunggumu untuk bergabung di sini. Kau diterima dengan tangan terbuka di sini.”
⧫⧫⧫
Mereka duduk bersama di cafe itu dengan Sani menatap
laptopnya. Perempuan itu mengernyit dengan serius ketika mengetikkan kata-kata di
sana. Membuat Azka yang bertopang dagu menatapnya terkekeh geli,
“Apakah kau
selalu seperti itu ketika mengetik cerita?
Lupa akan segalanya?”
Sani mengalihkan
pandangan dari laptopnya
dan menatap Azka dengan tatapan mata bersalah,
“Oh.. astaga.. maafkan aku. Aku mengabaikanmu ya?”
Azka menggelengkan
kepalanya, tersenyum lembut,
“Tidak apa-apa, aku senang duduk di sini dan menatapmu.”
Sani cemberut menatap Azka, “Memangnya kau tidak
punya pekerjaan lain ya?”
Azka terkekeh, “Pekerjaan yang paling nikmat di dunia
adalah mengamatimu.” Ekspresi lelaki itu berubah merenung, “Aku ingin mengakui sesuatu
kepadamu.”
Ada rahasia lagi? Tiba-tiba jantung Sani berdebar,
berharap bahwa apapun itu
yang diakui Azka kepadanya adalah sesuatu yang baik.
“Tentang Jeremy.” Azka menatapnya dengan menyesal.
Ada apa dengan Jeremy? Sani merenung, nama itu sudah hampir dilupakannya. Bahkan dia sudah
bisa mengenang
Jeremy dengan senyum samarnya, menganggap Jeremy hanyalah salah satu kesalahan di masa lalunya,
yang membuatnya belajar untuk mengobati diri dan menjadi lebih dewasa.
Azka menghela napas panjang,
“Kau pasti ingat
kan bahwa Jeremy dipindahkan pekerjaannya
ke tempat yang jauh sehingga dia tidak bisa mengganggumu lagi?”
Sani mengangguk dan mengernyitkan keningnya. Dia memang pernah bercerita kepada Azka bahwa Jeremy sudah tidak bisa mengganggunya lagi.
“Well.” Azka menatapnya penuh penyesalan, “Semua itu terjadi atas campur tanganku, aku mendapatkan informasi bahwa Jeremy
ternyata bekerja di salah satu
anak cabangku.
Jadi aku memangil GM-ku di sana
dan memintanya memberikan Jeremy promosi yang bagus sehingga dia tidak sadar bahwa dia ‘dibuang menjauh’ dengan halus.”
Sani ternganga, Azka ada dibalik semua hal itu?
“Kau melakukan semua itu?” Sani menatap Azka
menyadari bahwa lelaki itu tampak malu, dan
dia
kemudian tertawa geli, “Terimakasih Azka.”
“Kau tidak marah kepadaku?” Tanya Azka
pelan.
Sani menggelengkan kepalanya, “Kenapa aku
harus marah kepadamu? Kau membuat hidupku lebih mudah dengan menyingkirkan Jeremy jauh
dari sini. Sungguh Azka, kau adalah penyelamat hidupku.”
Azka terkekeh pelan merasa senang, kemudian dia menatap Sani dengan mesra, “Dan kau juga penyelamat hidupku, Sani.” Jemarinya meraih jari Sani yang mengenakan
cincin di jari manisnya dan mengecupnya lembut, “Aku tidak sabar menunggu sebulan lagi hari pernikahan kita.”
Sani tertawa, “Kau melakukan
semuanya
dengan terburu-buru, tidakkah kau lihat
orangtuaku hampir pingsan karena terkejut
ketika
kau tiba-tiba
melamarku?” Sani tersenyum malu,
“Ibuku bahkan menemuiku diam-diam dan bertanya apakah aku hamil.”
Azka tertawa terbahak-bahak, “Kenapa pernikahan buru-buru selalu dikonotasikan dengan kehamilan?”
“Karena biasanya
itulah
yang terjadi.” Sani
tersenyum malu-malu.
Azka mengangkat bahunya, “Aku hanya ingin lekas memilikimu, secara resmi. Kau menjadi milikku dan aku menjadi milikmu. Itu saja.”
“Dan itu akan terjadi sebulan lagi.” Sani
menatap Azka sambil tersenyum, “Lalu kita akan berakhir dengan happy ending.”
Azka menggelengkan kepalanya, “ Bukan berakhir
sayang, kita baru akan
memulai segalanya, dengan penuh kebahagiaan. Aku, kau, dan calon anak-anak kita nanti.”
Calon anak-anak kita
nanti.....
Sani tersenyum membayangkannya, dia bisa membayangkan dirinya
dan
Azka menggendong
dan menyayangi anak-anak mereka. Dunia di
sekeliling mereka dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka
sudah saling
memiliki
sejak mereka bertatapan dan saling menyapa. Dan segala sesuatunya yang terjadi setelah itu semakin
menyatukan
mereka berdua. Karena mereka memang sudah ditakdirkan untuk bersama.
END
buat kalian yang suka baca novel.. di tunggu ya koment nya... boleh request kug novel yang mw di post in... sekian terimakasih...
BACA NOVEL SANTHY AGATHA LAINNYA
No comments:
Post a Comment