16
Rafael
melangkah menelusuri areal
pemakaman ini, yang amat sangat
dikenalnya. Tadi di tempat parkir, dia melihat mobil Victoria di sana. Jadi adiknya
dan Elena memang benar- benar sedang ada di sini. Dia sering sekali kemari.
Meletakkan bunga di atas makam Ayah Elena, kemudian menghabiskan waktu
berjam-jam di sana untuk meminta maaf. Memohon ampun kepada ayah dan ibu Elena.
Langkahnya terhenti ketika melihat dua sosok yang sangat familiar
di kejauhan, itu, Elena dan Victoria, Rafael mempercepat langkahnya untuk
kemudian menemui Victoria yang sedang berseru panik sambil berusaha membimbing
Elena yang berjalan tertatih-tatih.
“Ada apa?” Rafael bertanya cepat, dan ketika melihat
keadaan Elena dia sudah tahu apa yang akan terjadi, bahkan sebelum Victoria menjelaskannya.
“Air ketubannya pecah.” Victoria menjerit panik, “Kita harus
segera membawanya ke rumah sakit, Rafael!”
Rafael berdebar. Oh astaga. Elena akan segera melahirkan,
dan mereka masih di sini, di tengah areal pemakaman yang luas, yang harus
ditempuh dengan jalan kaki beberapa ratus meter lebih sebelum mencapai parkiran
mobil. Tetapi Rafael tidak sempat berpikir, dengan sigap dipeluknya Elena dan
diangkatnya ke dalam gendongannya.
“Berjalanlah dulu ke mobil, aku akan menyusul.” Rafael
memerintahkan Victoria yang segera berlari untuk mengambil mobilnya. Dengan
langkah cepat, Rafael setengah berlari sambil mengangkat Victoria, sambil tetap
berhati-hati agar tidak menabrak batu-batu nisan yang berjajar.
“Maafkan aku Rafael.. aku tidak tahu kalau sekarang
saatnya.”
“Tidak
apa-apa sayang, Bertahanlah
ya, aku akan membawamu ke rumah sakit.”
Elena berpegangan erat di tubuh Rafael yang sedang
berjalan cepat. Lelaki itu tampak sedikit terengah. Tentu saja, dengan usia
kehamilannya yang sembilan
bulan ini, Elena sangat berat, dan Rafael menggendongnya
sambil setengah berlari.
Beberapa lama kemudian, mereka sampai ke areal
parkiran, Victoria sudah
menunggu di ujung
paling dekat dengan pintu
penumpang belakang yang terbuka. Rafael langsung masuk
dan menutup pintunya.
Lalu Victoria melajukan kendaraannya
menuju rumah sakit terdekat.
“Bagaimana
keadaanmu Elena?” Victoria
berteriak sambil melirik dari kaca mobil.
“Dia bertahan.” Rafael yang menjawab karena Elena sedang
mengerang merasakan kontraksi, sementara itu ban mobil berdecit karena Victoria
menghindari pengendara yang menyalip dari sebelah kiri, “Fokus ke jalan, Vicky!”
Rafael merasakan cengkeraman erat Elena di lengannya
ketika Elena mengalami kontraksi. Jarak kontraksinya makin dekat dan Rafael
makin cemas.
“Tarik napas dalam-dalam Elena.” Rafael mengingatkan
Elena cara menarik
napas, seperti yang
pernah diajarkan kepada mereka
ketika mengikuti latihan persiapan kelahiran beberapa waktu
lalu. “Nah begitu,
hembuskan pelan, tarik napas lagi. Sebentar lagi kita sampai.”
“Maafkan aku Rafael....aku ...” Elena menarik napas
panjang, di sela kontraksinya, “Aku tidak tahu akan melahirkan sekarang, kalau
tahu, aku akan diam saja di rumah.”
Rafael tersenyum frustasi, “Selama ini aku menahanmu di
rumah supaya ketika kau melahirkan aku bisa dengan cepat membawamu ke rumah
sakit, tetapi bayi ini rupanya punya maunya
sendiri. Bertahanlah Elena.”
Rafael menggenggam tangan Elena
ketika kontraksi itu
datang lagi, ‘Kita
sudah hampir sampai.”
Ҩ
Mereka sampai beberapa waktu kemudian dengan kelihaian
Victoria menembus kemacetan jalan raya. Ketika sampai di UGD, Elena ditidurkan di atas ranjang dorong, dan Rafael terus
memegangi tangannya. Sampai Elena dipindahkan ke ruangan melahirkan.
Alat-alat dipasang. Dan alat pemindai detak jantung bayi
disambungkan. Suara keras langsung terdengar, suara degup jantung si bayi yang
mengencang ketika Elena mengalami kontraksi.
Rafael terus menggenggam
tangannya ketika team dokter dan perawat mempersiapkan proses
kelahiran bayi mereka. Dengan lembut digenggamnya tangan Elena, memberikan
semangat,
“Ayo sayang. Kita lahirkan bayi kita ke dunia.”
Ҩ
Helena Alexander lahir dua puluh menit kemudian dengan
tangisan kerasnya yang memekakkan telinga. Dia bayi yang cantik, sehat, dengan
kulit kemerahan dan rambut tebal dan gelap, sedikit ikal seperti rambut
ayahnya.
Dokter memotong tali pusarnya dan para perawat
membersihkannya untuk kemudian menyerahkan bayi yang masih menangis keras itu ke
dalam pelukan ibunya.
Elena berkeringat, setelah
proses melahirkan pertamanya yang
melelahkan. Tetapi dia
bahagia, mendengarkan tangis bayinya yang begitu keras dan sehat, memenuhi ruangan.
Diterimanya tubuh bayinya
yang lembut dan hangat
itu dalam buaiannya,
kepalanya mendongak menatap Rafael yang sedang menatap
anaknya dengan terpesona. Sama-sama takjub. Pengalaman ini luar biasa,
mengantarkan anak mereka lahir ke dunia ini. Mereka menjadi orangtua sekarang,
dari seorang bayi kecil yang tanpa dosa. Tanggung jawab yang membahagiakan
melimpahi pundak mereka, tanggung jawab untuk membahagiakan anak mereka. Buah cinta mereka. Bagaimana
mungkin Rafael bisa melepaskan Elena setelah semua ini?
Elena mendekatkan puting bayi itu ke mulutnya, dan dengan
alami mulut bayi itu mencari-cari, menemukan puting itu, melahapnya dan
menghisapnya. Air susunya memancar deras, melimpahi anaknya.
Rafael menyentuhkan jemarinya
di pipi anaknya, matanya basah tanpa sadar, oleh rasa
haru dan bahagia,
“Dia putri kecilku
yang pintar....” Rafael
berbisik, suaranya tercekat. Tidak tahu harus bilang apa.
Elena tersenyum
kepada Rafael, merasakan betapa
dia mencintai suaminya. Suaminya yang lembut, penyayang, dan mencintainya sepenuh
hati. Betapa kejamnya dirinya, mendera Rafael dengan hukuman kejam, tidak memaafkannya
atas kesalahan masa lalu yang dilakukannya. Rafael sudah menebus dosanya, dia
sudah berusaha. Elena seharusnya membuka hatinya dan memaafkan Rafael dari
dulu.
“Aku mencintaimu, Rafael.” Elena berbisik, membuat Rafael
yang sedang mengamati putrinya yang menyusu terperanjat, di tatapnya Elena
dengan pandangan ragu,
“Apa Elena? Kau tadi bilang apa?”, Rafael sudah
mendengarnya tentunya. Tetapi hatinya terlalu takut untuk percaya. Dia butuh
mendengar sekali lagi....
Elena memberikan senyumannya
yang paling indah untuk
Rafael, dan membuka mulutnya untuk mengulangi pernyataan cintanya kepada lelaki
itu, tetapi para perawat tiba- tiba menyela mereka.
“Permisi Tuan Alex, kami akan membersihkan sang ibu.
Mungkin tuan bisa menunggu di kamar pasien. Kami akan mengantar Nyonya Elena
dan putrid anda ke sana nanti.” Rafael sebenarnya hendak membantah, tetapi
kemudian melihat para perawat
dengan cekatan menyelesaikan
tahap akhir perawatan pasca melahirkan kepada Elena. Dengan diam dia
melangkah mundur dan keluar dari ruangan itu.
Jantungnya masih berdebar. Tidak percaya dengan pernyataan
cinta Elena, ketika dia menemui Victoria dan mamanya yang menunggu dengan cemas
di luar.
“Kami mendengar tangisannya, bagaimana Elena dan bayinya?” Victoria
berdiri menatap tidak
sabar ke arah kakaknya.
“Keduanya baik-baik saja. Bayinya... putriku sehat dan
begitu cantik.” Rafael tersenyum, lalu menatap adiknya dengan rapuh. “Dia tadi
bilang dia mencintaiku.”
“Apa?”
“Elena tadi bilang dia mencintaiku.” Mata Rafael mulai
basah dan panas, dadanya terasa sesak oleh berbagai perasaan yang bergejolak,
Diusapnya wajahnya dengan
tangan gemetaran. “Dia mencintaiku, Elena mencintaiku.”
Victoria menatap kakaknya dengan haru dan mengerti. Ini
adalah saatnya. Ini adalah ujung penantian Rafael. Lelaki itu hidup dengan
menanggung rasa bersalah sebagai yang tak termaafkan. Beban itu luar biasa
berat di pundaknya, membebaninya setiap saat. Dan sekarang, dengan pernyataan
cinta Elena, berarti
Elena sudah memaafkan
Rafael. Rafael sudah dimaafkan.
Victoria menyadari betapa beban itu telah terlepas sepenuhnya dari pundak
Rafael.
Dengan lembut dipeluknya kakaknya, Rafael tidak menolak pernyataan
kasih sayang itu, dia menyandarkan tubuhnya kepada
adiknya, menumpahkan rasa harunya
yang meluap-luap membuat matanya basah. Sementara sang mama menyusut air
matanya sambil mengusap punggung
Rafael penuh rasa haru.
Ҩ
Ketika Elena diantarkan ke kamar pasien, Rafael sudah menunggu
dengan cemas. Menit-menit berlalu selama Rafael menunggu dan jantungnya berdebar.
Apakah benar yang didengarnya tadi? Ataukah dia salah dengar?
Elena tampak begitu tenang dan nyaman. Putri kecilnya
terlelap dengan kenyang di boks bayi kecil yang diletakkan di samping ranjang.
Dengan hati-hati Rafael melangkah mendekati ranjang dan duduk di tepinya,
“Bagaimana keadaanmu?” dengan lembut diselipkannya sedikit
rambut Elena yang menjuntai ke balik telinganya.
Elena melirik ke
arah bayinya dengan
lembut, lalu menatap Rafael dan
tersenyum, “Aku baik-baik saja.”
“Apakah kau mau mengulangi perkataan yang kau katakan di ruang
melahirkan tadi?” Rafael langsung bertanya, tidak kuat menahan penantian yang
membuat debaran jantungnya makin melaju,
“Perkataan
apa?” Elena mengerutkan keningnya menggoda Rafael. Hal itu membuat
wajah Rafael menjadi pucat.
“Elena.” Rafael mengingatkan
bahwa dia serius,
tahu kalau Elena sedang menggodanya.
Elena tersenyum dan menghela napas, jemarinya menyentuh
kerutan lembut di antara kedua alis Rafael, mengusapnya hingga kerutan itu
hilang, “Aku mencintaimu Rafael Alexander... suamiku.”
“Elena!” Rafael memekik, dan langsung membungkukkan tubuhnya,
memeluk Elena erat-erat penuh kebahagiaan.
Ҩ
Mereka berdiri berdampingan di depan makam kedua orang tua
Elena. Rafael merangkul Elena erat-erat. Dalam keheningan yang syahdu. Setelah
itu, tanpa kata, Rafael meletakkan rangkaian bunga ke makam ayah dan ibu Elena.
“Apa yang kau katakan kepada mereka?” Elena menatap suaminya dengan
lembut, ketika mereka
berjalan pulang melalui areal pemakaman
itu.
Hari ini Helena genap berumur dua bulan. Setiap bulan
mereka mengunjungi makam kedua orang tua Elena dan meletakkan bunga.
Rafael tersenyum dan mengecup dahi Elena dengan lembut, “Kata-kata
yang sama, bahwa aku meminta maaf dan berjanji akan menjaga putri mereka dengan
sebaik-baiknya.”
Elena memeluk Rafael dengan erat, “Kau sudah melakukan
janji itu dengan sangat baik.”
“Dan akan terus kulakukan tanpa mengenal lelah.” Jawab Rafael
lembut.
Mereka melangkah menuju mobil mereka dan melanjutkan
perjalanan pulang dalam keheningan, Suasana terlalu syahdu dan indah untuk
dipecah dengan percakapan.
Sesampainya di rumah, Elena langsung menuju kamar bayi.
Menengok putrinya, Helena sedang tertidur pulas di balik selimut warna pinknya.
Tadi dia sudah menyusui anaknya sebelum meninggalkannya sebentar untuk ke
makam.
Rafael menyusul,
berdiri di belakangnya dan memeluknya lembut, bersama-sama mereka menatap
buah hati mereka yang tertidur dalam damai,
“Dia sangat cantik...seperti ibunya.” Rafael mendesahkan
pujiannya, lalu mengecup leher Elena dari belakang, “Hmmmm kau sangat harum,
aroma bedak bayi...” bisik Rafael mesra.
Elena tertawa. Bekas memandikan anaknya telah meninggalkan
aroma khas bayi di tubuhnya, dengan manja dia membalikkan tubuhnya dan
mendongakkan kepalanya, lalu menatap Rafael menggoda,
“Mau tidur siang?” Rafael mengernyitkan keningnya, menatap
Elena dengan ragu. “Memangnya kau sudah bisa?”
Rafael belum pernah menyentuh Elena sejak pertikaian
hampir setahun yang lalu. Bahkan ketika Elena hamil dia juga tidak menyentuh
Elena, sesuai janjinya. Sampai kemudian Elena melahirkan dan mereka
menyelesaikan permasalahan merekapun, Rafael tetap
tidak bisa bercinta dengan
isterinya karena Elena masih dalam masa pemulihan setelah melahirkan.
Oh. Jangan ditanya betara beratnya perjuangan Rafael hidup
selibat hampir setahun lamanya. Tubuhnya selalu bergairah, apalagi
ketika Elena ada
di sekitarnya. Kejantanannya
selalu menegang keras, seperti sekarang, merindukan kenikmatan murni ketika dia
membenamkan diri di tubuh isterinya yang manis.
Dan ketika melihat isterinya itu menganggukkan kepalanya,
mengisyaratkan persetujuan untuk bercinta, Darah Rafael langsung
menggelegak penuh gairah. Tatapannya berubah membara, diangkatnya Elena
dengan lembut dan dibawanya melalui pintu penghubung menuju kamar.
Dibaringkannya Elena di tempat tidur dan ditindihnya,
tangannya menumpu tubuhnya sehingga
tidak membebankan berat tubuhnya di tubuh Elena, wajah mereka berhadapan.
“Kau ingin cara yang bagaimana?” Rafael berbisik
menggoda, tidak bisa menahan
dirinya untuk menunduk dan
mengecupi bibir Elena yang ranum, “Aku sudah terlalu lama menahan gairahku untukmu,
mungkin aku akan langsung meledak begitu memasukimu.”
Rafael sudah siap. Kejantanannya sudah menonjol keras di
balik celananya, menggesek Elena dengan menggoda ketika dia bergerak. Jemari Rafael
menurunkan gaun Elena dengan lembut.
Memuja tubuh isterinya
yang semakin montok
dan berisi setelah melahirkan, membuat darahnya menggelegak. Rafael
menghindari untuk menyentuh payudara Elena yang ranum, tahu bahwa payudara itu begitu
sensitif karena menyimpan asi untuk putri mereka. Mereka saling menelanjangi
dengan cepat, dan Rafael mendesakkan tubuhnya pelan, menyentuh kewanitaan Elena
dengan kejantanannya dan
menggodanya. Tetapi lelaki
itu masih sempat menatap Elena dan berbisik parau.
“Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?” suaranya serak
oleh gairah tertahan, tetapi
Rafael menahan diri,
takut menyakiti isterinya.
Jawaban Elena berupa senyuman lembut, jemari Elena naik dan mengelus rambut
Rafael, lalu turun, mengusap pundak dan dada Rafael yang keras, kecoklatan dan
telanjang, membuat lelaki itu mengerang. Dan ketika Elena menggerakkan pinggulnya
menggoda, Rafael tidak dapat menahan diri lagi, dengan erangan keras, menyebut nama
isterinya, dia mendesakkan diri, memasuki tubuh Elena.
Awalnya memang sedikit susah, mengingat mereka lama
tidak bercinta. Tetapi
Rafael menggoda Elena
dengan dorongan-dorongan pelan sambil mencumbu isterinya, menciumnya di
mana saja, menggoda telinganya yang sensitif, sehingga Elena semakin membuka
dirinya, melumasi Rafael dalam kehangatan yang basah dan membiarkan lelaki itu
memasukinya sepenuhnya. Tungkai
Elena melingkari pinggul suaminya, erat
dan membuka
sepenuhnya, menyerahkan dirinya kepada
suaminya.
Setelah itu Rafael tidak menahan dirinya lagi, dia
menggerakkan tubuhnya dengan ritme yang bergairah, membawa Elena menuju puncak
kenikmatannya. Pelepasan pertamanya setelah sekian lama yang luar biasa
nikmatnya.
Ҩ
Mereka berbaring berpelukan dalam kepuasan yang dalam,
seperti saat-saat bercinta mereka dulu.
“Aku tidak pernah lupa rasanya, rasanya bahkan lebih nikmat dari yang kubayangkan.” Rafael
mengelus paha isterinya dengan
menggoda, lalu menyentuh
kewanitaannya, “Di sini bahkan terasa begitu rapat,
mencengkeramku hingga aku tidak bisa menahan diri.”
Elena mengerang karena gerakan-gerakan Rafael yang intim itu.
Pahanya membuka, membiarkan suaminya mencumbunya dengan jemarinya. Kejantanan
Rafael mengeras lagi, padahal baru beberapa menit setelah mereka meledak dalam
kenikmatan bersama. Elena mendongak dan mendapati Rafael menatapnya dengan
intens dan bergairah, bibirnya membuka. Membuat Rafael tidak bisa menahan diri
untuk melumatnya. Mereka berciuman dengan jemari Rafael masih bermain di pusat
kewanitaan Elena, memainkan titik sensitif di sana dengan begitu ahli, sehingga
Elena terengah dalam kenikmatan, dalam lumatan bibirnya dengan Rafael.
Permainan jemari Rafael sungguh membuat Elena menggila.
Semakin lama semakin cepat, dengan gesekan memutar yang menggoda, menyentuh dan
menstimulasi setiap titik dengan elusan dan sentuhan yang tepat. Elena mengerang
karena bibirnya masih dilumat oleh Rafael. Kenikmatan itu membakarnya, mengalir
bagai aliran listrik dari pusat kewanitaannya ke seluruh tubuhnya. Gerakan
jemari Rafael makin cepat dan
bergairah menstimulasi tubuhnya,
hingga Elena hampir mencapai puncaknya, hampir sampai....
Dan di titik yang tepat, Rafael melepaskan jemarinya, membuat Elena
mengerang karena protes,
dihentikan ketika dia sudah
hampir mencapai puncak orgasmenya.
Rafael tersenyum lembut
dan menatap Elena
yang larut di dalam gairahnya, dia mendesakkan kejantanannya ke pusat kewanitaan Elena yang
sudah sangat basah dan siap,
“Kau bisa menggunakan
ini untuk membuatmu mencapai puncak. Ini milikmu Elena,
gunakanlah untuk memuaskanmu.” Rafael menggeram penuh gairah sebelum menekankan
dirinya dalam-dalam ke tubuh Elena, membuat Elena memekik karena rasa nikmat
yang melandanya.
Rafael menggerakkan tubuhnya lagi, tidak menahan- nahan
diri. Memuaskan dirinya dan istrinya. Napas keduanya terengah dalam pencapaian
orgasmenya. Mereka berdua bergerak lama, dalam ritme yang bergairah, berusaha
memuaskan dahaga akan tubuh mereka satu sama lainnya.
“Oh Ya ampun, Elena, istriku, kau nikmat sekali... kau
nikmat sekali...” Rafael mengerang parau sebelum menekankan tubuhnya dalam-dalam
dan untuk kesekian kalinya meledakkan kenikmatannya di dalam tubuh
isterinya. Membawa Elena ke dalam
ledakan kenikmatan yang sama.
Ҩ
Ketika
Victoria berkunjung keesokan
harinya, dia melihat binar
kebahagiaan di wajah Elena dan Rafael. Dan dia bersyukur dalam hatinya. Kedua orang
ini benar-benar telah berbahagia.
Elena sedang mengeluarkan kue dari oven dan meletakkannya
di meja dapur untuk mendinginkannya sebelum diiris, bau
harum kue strawberry
dan kelapa memenuhi penjuru ruangan. Elena mendapatkan
resep kue itu dari Alfred ketika mereka berada di pulau itu dan baru sempat
mempraktekkannya sekarang.
“Sepertinya kau berhasil.
Aku pernah mencoba
resep dari Alfred dan hasilnya
berantakan, bagian dalamnya masih mentah.”
Victoria memandang penuh nikmat
ke arah kue itu dan menghirupnya, “Hmmmm dan baunya sangat harum.
Elena tertawa melihat Victoria tampak sudah ingin
mencicipi kue itu, “Harus dibiarkan dingin dulu, kalau tidak lidahmu akan
terbakar.”
“Aku akan mengambil resiko.” Victoria tidak peduli, dia
mengiris kue itu dan mendorongnya ke piring, lalu membawa piring itu sambil
meniup-niupnya.
Rafael sedang menggendong putrinya sambil menggodanya
dengan boneka karet bebek yang bisa berbunyi kalau ditekan. Helena selalu tersenyum
lebar ketika mainan itu berbunyi. Rafael melirik ke arah Victoria dan tertawa
melihat tingkah adiknya. “Biarkan saja lidahnya terbakar Elena, Victoria sangat
menyukai kue kelapa buatan Alfred, dan sepertinya buatanmu tidak kalah
enaknya.” Lelaki itu lalu berfokus menyuapi putri kecilnya sambil menggodanya supaya
si kecil tertawa.
Elena menatap Victoria di sampingnya, dan tersenyum tulus,
“Terima kasih Victoria atas bantuanmu mengantarku ke makam... lalu kau membantuku yang hampir melahirkan.. aku tahu itu
berat untukmu mengingat
pengalaman di masa lalumu...”
“Pengalaman di masa laluku?” Victoria menghentikan
gerakannya meniup-niup kuenya, menatap Elena dengan bingung.
Elena menelan ludahnya gugup.
Bukankah Rafael dulu pernah bilang
kalau Victoria pernah mengalami masa
lalu kelam, dikhianati kekasihnya dan kemudian menggugurkan kandungannya, lalu tidak mau jatuh cinta
lagi, “Eh... Rafael bilang kalau... kalau...”
“Wah.”
Victoria tiba-tiba mengerti
jalan pikiran Elena, dia melirik geli kepada Rafael yang
tiba-tiba tampak pura-pura fokus menggendong puterinya, “Kak Rafael belum menjelaskan
tentang yang satu itu ya.” Sengaja dia mengeraskan suaranya sambil melirik
ke arah Rafael,
dan langsung mendapatkan hadiah pelototan dari kakak
lelakinya. Victoria tiba-tiba tidak bisa menahan tawanya, dia meletakkan piring
kue itu di meja dapur, “Sepertinya memang aku harus mendinginkannya” Victoria lalu
melangkah dan mengambil Helena dari gendongan Rafael, menimangnya
lembut, “Aku akan
mengajak Helena main, sambik menunggu
kuenya dingin.” Lalu dia tertawa, suara tawanya masih
terdengar sampai kejauhan
ketika dia melangkah pergi.
Elena mengamati kepergian Victoria, lalu bersedekap dan menatap
Rafael dengan tatapan menuduh,
“Well?” gumamnya, meminta pengakuan ketika Rafael masih
tidak mengatakan apa-apa. Rafael
mengangkat kepalanya dan menatap Elena dengan tatapan meminta maaf yang meluluhkan
hati,
“Maafkan aku. Tentang yang satu itu aku juga
membohongimu.”
“Jadi Victoria tidak pernah mengalami masa lalu kelam,
keguguran, dan trauma akan percintaan? Dan alasanmu yang mengatakan menikahiku demi tanggung
jawab kepada Victoria itu omong kosong belaka?”.
Rafael mengangkat bahunya, tersenyum menggoda kepada
Elena,. “Aku tidak pernah menikahimu demi tanggung jawab kepada siapapun. Aku
menikahimu karena aku mencintaimu” Suaranya sensual, menggoda Elena supaya
tidak marah kepadanya.
Tetapi Elena bertahan,
dia melemparkan tatapan mencela kepada Rafael, “Kau membuatku
memandang Victoria dengan sedih dan iba selama ini. Teganya kau!” Nadanya
memarahi, tetapi Elena tersenyum, tiba-tiba bisa mengerti betapa menggelikannya kejadian
ini, Rafael menatapnya
dan ikut tersenyum geli, akhirnya mereka tertawa bersama-sama.
Elena mendekat dan memukul lengan Rafael dengan main-main,
“Aku malu sekali pada Victoria.”
“Dia tidak akan
memikirkannya. Aku yakin
dia masih tertawa geli di sana,
menertawakan kita.”
Rafael lalu menarik Elena ke dalam pelukannya.
“Aku telah banyak berbohong kepadamu, dan kemudian
menyakitimu. Mulai sekarang aku berjanji kepadamu. Kau akan mendapatkan kejujuranku, keseluruhan diriku, Nyonya
Rafael Alexander.”
Elena mendongak dalam pelukan Rafael dan tersenyum, “Kau
harus memegang janjimu, kalau tidak kau akan mendapatkan hukuman.” Ancamnya. Mata
Rafael bersinar nakal, “Hmmm... aku
memikirkan ada banyak sekali ‘hukuman’ yang bisa kita praktekkan di atas
ranjang. Mungkin kita bisa memakai pita sutra dan borgol....”
“Rafael.”
Elena menyela Rafael
dengan nada mencela, tetapi senyumnya melebar penuh
cinta.
Rafael tertawa dan mencium bibir Elena dengan lembut, ciuman
itu diperuntukkan untuk luapan kasih sayang, tetapi kemudian bibir Rafael
terlalu menggoda, lelaki itu melumatnya, memainkan bibir
atas dan bawahnya
bergantian dengan hisapan dan
jilatannya. Lalu ketika Elena membuka mulutnya untuk mengerang. Rafael memasukkan
lidahnya dan melumat keseluruhan Elena.
Suara pintu terbuka
membuat Rafael dan
Elena melompat kaget dan memisahkan diri, mereka menoleh ke arah pintu,
Victoria sedang berdiri di sana, menggendong Helena dan rupanya kaget melihat
Rafael dan Elena sedang berciuman. Senyumnya melebar melihat pipi Elena yang
memerah dan Rafael yang tampak salah tingkah.
“Oh Ya Ampun. Kalian sepertinya harus mencari kamar.”
Victoria masih tersenyum lebar
sambil menutup pintu dapur
kembali. Meninggalkan Elena dan Rafael yang berpandangan salah tingkah.
Rafael tersenyum nakal sambil menatap Elena, “Mau ke
kamar?”
“Rafael!”, Elena tertawa mendengar godaan suaminya.
Dibiarkannya suaminya memelukknya dengan sayang dan mengecupinya. Lelaki ini
adalah pahlawannya. Pahlawan yang menanggung
beban berat, tetapi dengan maaf darinya, beban itu sudah
hilang. Dan Elena
berharap mereka akan
hidup bahagia selamanya, seperti kisah-kisah dalam dongeng.
End
marathon dari part 1-16 ini dan hasilnya sungguh MENAKJUBKAN.
ReplyDeletebig thanks and may God always blessing you,❤
Marathon setiap hari 4 bab ❤
ReplyDeleteTamat 1 hari baca nya... keren bet. Novel nya ka... oya, aku salah satu fans berat kka lo.. semua cerita karya ka santhy agatha sudah aku baca dan aku baca ulang lagi. Tpi ngga pernah bosen, tetep aja tiap kali aku baca pasti nangis..good luck ya ka... ><
ReplyDeleteSip.. Chat
ReplyDeleteBaca untuk kesekian kalinya dan tetep baper ❤️❤️
ReplyDeleteMarathon 1 hari 1 malam. Maklum, ada balita. Mata sampe kewer2 ma air mata
ReplyDeleteBaper baca@..
ReplyDeleteCeritanya bagus-bagus. Diulang beberapa kali tetep ga ngebosenin
ReplyDeleteBaca untuk yang kesekian kalinya dan gak pernah bosen
ReplyDeleteSudah 3 buah novel karya mba Santi agatha yg saya baca, dan semuanya bagus, terimakasih mba.. GBU
ReplyDelete