15
Elena tertegun. Dalam diamnya. Dia menolehkan kepalanya
dan menatap Rafael. Lelaki itu sedang menunduk, tidak menatap Elena, matanya
menerawang oleh pikirannya sendiri.
“Kau tahu bagaimana perasaanku waktu itu?” Rafael tersenyum
pahit, “Aku datang dengan segala kesombongan dan kepongahanku.... merasa
berkuasa dan punya
segalanya, merasa bisa membeli permintaan maaf dari seseorang. Tetapi
aku salah. Kau membuatku sadar ketika itu. Ketika kau mengatakan bahwa aku
adalah manusia hina yang tidak punya harga diri, yang berlindung di balik kekuasaan
ayahku.....kau sangat benar.” Rafael menghela napas, “Aku pulang dengan
kesadaran penuh, seperti ditampar untuk disadarkan....”
Lelaki itu menatap Elena dengan pandangan penuh
kesakitan. “Tetapi aku
berusaha Elena, aku
berusaha supaya aku bisa berdiri
di depanmu, dengan harga diri. Aku berusaha sekuat tenaga. Aku mendirikan
perusahaanku itu sebagai pembuktianku kepadamu. Perusahaan itu sama sekali
tidak menerima campur tangan ayahku, aku memulainya dari nol......” Rafael menghela napas,
“Dan aku memang
membohongimu. Aku mengawasimu sejak awal, jangan salah paham Elena, aku
sama sekali tidak punya maksud buruk.. Aku... aku hanya ingin menjagamu, aku
tahu kau sebatang kara karena aku... dan aku merasa bertanggung jawab untuk
itu...” Rafael tersenyum pahit, “Ya. Aku mengatur pendidikanmu, semua beasiswa itu..
semua kuusahakan, asrama itu juga bagian dari rencanaku, Ibu Rahma adalah pegawai
mamaku....tetapi aku
tidak melakukannya untuk menguasaimu,
aku melakukannya untuk menjagamu. Memastikan
kau baik-baik saja. Kurasa jauh di dalam hatiku, aku ingin menjadi pahlawan untukmu.” Elena
tercenung mendengar penjelasan Rafael. Ini sama persis dengan
apa yang dikatakan Donita,
dan juga
yang lainnya. Apakah selama ini
dia terlalu menutup diri? Sehingga tidak mau melihat apa yang sebenarnya
merupakan kenyataan. Apakah selama ini dia terlalu diselimuti oleh kebencian
dan prasangka? Hingga tidak mau membuka hatinya?
Elena sadar bahwa apa yang dilakukan Rafael demi
kebaikannya. Elena ingat betapa mudahnya hidupnya. Pendidikannya yang lancar, tempat
tinggalnya yang menaunginya, dan sosok seorang ibu yang menjaganya, Ibu Rahma.
Semuanya disediakan oleh Rafael.
“Tujuan awalku adalah
supaya kau bisa
melanjutkan masa depanmu dengan
baik. Setelah itu aku berniat melepasmu, pergi dengan diam-diam
sehingga kau tidak pernah tahu ada aku di balik semua skenario itu.” Rafael
menyambung, sambil menatap wajah Elena dengan lembut, tahu kalau Elena
mendengarkan, “Kuberi kau
pekerjaan di perusahaan
itu, karena kau mempunyai hak di sana. Perusahaan itu bisa berdiri
karena kau. Karena itu kupikir, tempatmu adalah di sana. Aku pikir kita
bisa melanjutkan hubungan
kerja dengan baik, sebagai atasan dengan bawahan. Lalu kuharap
kau akan menemukan jodoh yang baik, menikah, lalu hidup bahagia
selama-lamanya.”
Elena menatap Rafael tajam, “Kalau begitu, kenapa kau
menikahiku, Rafael?”
“Karena aku tidak bisa menipu diriku sendiri.” Rafael
tertawa pahit, seolah mengejek dirinya. “Tanpa sadar aku jatuh cinta kepadamu.
Kau telah menjadi semacam obsesi yang merenggut hatiku. Membuatku merindukanmu.
Semua wanita- wanita itu...” Rafael menatap Elena dalam-dalam, “Wanita- wanita
seperti Luna, mereka ada untuk menggantikanmu. Aku memang tak berperasaan.”
Jadi benar apa yang dikatakan oleh Luna. Bahwa Rafael
menganggap Luna sebagai dirinya. Elena yang selalu dipanggil Rafael ketika itu
memang benar dirinya. Sekarang semuanya jelas. “Dan kau dekat dengan Edo di
hadapanku.” Suara Rafael berapi-api. “Aku dibakar cemburu, luar biasa cemburu.
Saat itulah aku menyadari
bahwa aku tidak
akan bisa melepaskanmu untuk
lelaki lain. Aku harus memilikimu untuk diriku sendiri.”
“Jadi benar kata Edo kalau kau menjebaknya.”
“Aku menyuruh Alice merayunya. Ya aku mengakuinya.” Rafael
tersenyum sinis mengingat Edo, “Tetapi yang terjadi selanjutnya adalah murni
kesalahan Edo sendiri, Kalau dia benar-benar menjaga hatinya dan mencintaimu,
dia tidak akan jatuh ke dalam pelukan Alice. Aku hanya menunjukkan
kepadamu betapa lemahnya
Edo sesungguhnya. Betapa kau akan menyesal kalau menyerahkan hatimu
kepadanya.”
Elena menyadari bahwa perkataan Rafael ada benarnya juga,
“Kau menyelamatkanku.”
“Ya. Aku menyelamatkanmu. Dan
kemudian menjebakmu untuk menjadi milikku. Aku akan mengakui semuanya
kepadamu Elena, supaya tidak ada lagi kebohongan di antara
kita. Aku memang
menjebakmu. Semua kulakukan agar aku bisa menikahimu.
Menjadikanmu istriku, milikku. “ Dengan lembut Rafael menggenggam jemari Elena,
“Kau tidak tahu betapa bahagianya aku ketika menyematkan cincin ini di jarimu.
Aku mencintaimu Elena.”
Elena menghela napas panjang, tidak mampu menjawab. Rafael
menatap Elena, kemudian melepaskan genggaman tangannya dan berdiri.
“Tetapi aku tahu semua penjelasanku tidak ada gunanya
lagi. Di atas semua itu, kenyataannya tetaplah ada di antara kita. Bahwa aku
adalah pembunuh ayahmu, dan bahwa dosaku tidak akan pernah termaafkan. Aku bisa
mengerti itu.” Rafael memalingkan muka, “Hanya kumohon, jangan tinggalkan aku
dulu, demi bayi kita. Setidaknya sampai anak kita lahir. Setelah itu aku berjanji
tidak akan menahanmu. Aku akan melepaskanmu,
aku akan memberikanmu perceraian.
Kau boleh menjaga bayi kita, aku mungkin akan meminta izin untuk bisa
memperoleh sedikit waktu supaya aku bisa berperan sebagai ayah dalam hidupnya.
Selebihnya aku tidak akan mengganggumu lagi.”
Rafael menundukkan kepalanya, dan mengecup dahi Elena. “Istirahatlah
sayang, kau harus banyak istirahat dan menenangkan pikiranmu. Dokter bilang pendarahan
itu terjadi karena kau tegang dan kelelahan....Aku … aku akan kembali nanti.”
Dengan cepat dia memutar tubuhnya dan melangkah pergi meninggalkan kamar itu.
Elena merasakan basah di wajahnya. Tetapi dia tidak
menangis. Ditatapnya pintu tempat Rafael menghilang. Apakah ini air mata Rafael?
Apakah lelaki itu menangis untuknya?
Ҩ
Rafael duduk dalam gelap, terdiam. Kamar itu temaram oleh cahaya
remang-remang dari luar. Sudah jam tiga dini hari. Dan dia masih belum bisa tidur. Ditegakkannya tubuhnya. Menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana Elena
sedang tertidur lelap. Seharian ini Rafael
menunggui Elena di rumah sakit. Dan sekarang
dia tidur di
atas sofa besar
yang ada di kamar itu. Rafael menyandarkan tubuhnya,,
dan duduk dalam diam di atas sofa
Dia telah menawarkan kesepakatan itu. Kesepakatan untuk
melepaskan Elena setelah bayinya lahir. Tetapi hati kecilnya mengejeknya.
Karena tahu bahwa Rafael tidak akan mungkin melakukannya. Melepaskan Elena
tidak mungkin dilakukannya, apalagi melepaskan Elena bersama bayi mereka.
Apakah aku harus memaksakan kehendakku kepada Elena lagi? Rafael
merenung. Pada akhirnya Elena akan lari, dia tidak akan bahagia. Rafael harus belajar
menerima apa yang diinginkan Elena. Meskipun itu menyakitkan untuknya.
Mungkinkah hati Elena bisa diluluhkannya? Hatinya bertanya- tanya, putus asa.
Apakah dia cukup berharga untuk dipertimbangkan kembali oleh Elena?
Ҩ
“Aku akan pulang bersamamu ke rumah.” Elena bergumam di
pagi harinya. Menatap Rafael dengan datar. “Seperti yang kau minta.”
Rafael menoleh dan tidak bisa menahan binar kebahagiaan di
matanya, “Kau benar-benar akan melakukannya?”
“Tetapi hanya demi bayi ini. Seperti katamu, sampai bayi
ini lahir. Setelah itu kita akan membicarakan langkah selanjutnya.”
Istrinya masih tidak mau memaafkannya. Binar kebahagiaan
itu surut dari mata Rafael. Tapi tidak apa-apa, setidaknya Elena mau ikut pulang
bersamanya. Dan dia masih punya waktu beberapa bulan untuk mengubah pikiran
Elena.
“Aku akan menjagamu dan
anak kita.”
Rafael mengucapkan janji itu dengan sungguh-sungguh.
Ҩ
Tiga hari setelahnya, kondisi Elena sudah membaik dan dia
diperbolehkan pulang. Elena pulang ke rumah Rafael, dan semua sudah disiapkan
di sana. Dia belum membicarakan pengaturan kamar untuk mereka berdua. Elena berpikir
untuk tidur di kamar tamu. Tetapi para pelayan menempatkan pakaiannya di kamar
Rafael. Elena akan membicarakannya dengan
Rafael nanti. Siangnya,
Victoria datang untuk merayakan kepulangannya, dia membawa boneka
beruang raksasa dan bunga ke rumah.
“Maafkan aku tidak
menengok ke rumah
sakit. Aku phobia rumah sakit. Mama menitip salam,
dia harus terbang kembali ke Spanyol,
kondisi aunty kami menurun
dan mama ingin ada di sana untuk merawatnya.” Victoria menatap perut
Elena dengan hati-hati. “Apakah
kau dan calon keponakanku baik-baik saja?”
Elena tersenyum. Victoria sangat lugas dan lucu. Elena
mungkin bisa berteman baik dengannya.
“Dia baik-baik saja.” Elena mengusap perutnya dengan
sayang, “Terima kasih atas bunga dan bonekanya ya.”
“Aku mulanya bingung
ingin membelikan apa,
tanpa sadar aku sudah menenteng boneka beruang besar ini keluar dari
toko.” Victoria tertawa. “Ngomong-ngomong di mana kakak?”
Elena melirik ke lantai dua, “Rafael sedang mandi.”
“Oh.” Victoria tersenyum lembut, “Kakakku pasti bahagia
setengah mati, terima kasih Elena.”
Victoria
pasti tidak tahu
kesepakatan antara Elena dengan Rafael,
Elena membatin. Mungkin
perempuan itu berpikir bahwa
Elena sudah
memaafkan Rafael dan mau kembali kepadanya.
“Dia seperti orang gila ketika kau pergi.” Victoria bergumam lagi,
“Pulang hanya beberapa
jam, lalu pergi berputar-putar mengelilingi
seluruh kota, mencarimu,
putus asa untuk menemukanmu. Dan itu berlangsung setiap hari.” Victoria
menarik napas sedih. “Aku takut kalau dia akan jatuh sakit.... tetapi untunglah.
Semua sudah baik adanya.” Dengan lembut
Victoria menatap Elena,
“Terima kasih sudah memaafkan kakakku. Rafael hidup dengan
menanggung beban yang begitu berat,
menghukum dirinya sendiri. Merasa tidak pantas bahagia. Setidaknya kau telah
membuatnya berani merasakan kebahagiaan untuk dirinya sendiri.”
Ketika Victoria berpamitan. Mata Elena terasa panas dan
berkaca-kaca, menahan air matanya.
Ҩ
“Tidak apa-apa kan kalau kita tidur sekamar?” Rafael
berkata ketika dia selesai mandi, menemui Elena di ruang keluarga. “Aku
berjanji tidak akan menyentuhmu atau memaksakan hasratku. Aku hanya ingin menjagamu.
Biasanya perempuan hamil sering
pusing, muntah, atau
membutuhkan hal-hal lainnya di tengah malam atau dini hari. Aku ingin
bisa ada dan membantumu kalau aku tidur di sebelahmu.”
Rafael tampak begitu
tulus. Elena membatin. Dia mungkin bisa mempercayai Rafael. Tetapi
dia tidak bisa mempercayai dirinya
sendiri. Bayangan tidur
bersama Rafael lagi setelah
sekian lama membuatnya gemetar. Dan di ranjang itu, ranjang yang sudah tak
terhitung berapa kali banyaknya, menjadi
tempat mereka berdua larut dalam hasrat sensual.
Elena gemetar. Tetapi dia menahan diri. Apa yang dikatakan
Rafael itu bisa diterimanya. Kadang dia memang bangun di
tengah malam, merasa
lapar, atau kehausan
yang luar biasa. Dan memikirkan ada Rafael di sebelahnya membuatnya
merasa tenang.
Ҩ
Malam itu, malam
pertama mereka tidur
bersama setelah sekian lama. Elena berbaring jauh di sudut ranjang yang
lain. Matanya nyalang, tidak bisa tidur. Sementara Rafael yang berbaring di sudut
ranjang yang lain, tidak ada bedanya. Lelaki itu bolak-balik menggerakkan
badannya dengan gelisah, membuat ranjang bergerak-gerak.
Ketika akhirnya Elena berhasil memejamkan matanya, Rafael
yang sedang membalikkan badannya, tanpa sengaja menyentuhkan lengannya ke pundak
Elena,
“Ups maaf”
Elena merasa kesal. Dia gelisah dan tidak bisa tidur, dan
Rafael membuat semuanya makin buruk, “Jangan bergerak- gerak terus...”
Di luar dugaan
Rafael terkekeh, membuat
Elena memutar tubuhnya dan memelototi suaminya itu, “Kenapa kau
tertawa?”
“Karena kita berdua lucu.” Lelaki itu tersenyum simpul.
Dan tiba-tiba dengan gerakan cepat hingga Elena tidak sempat menolaknya, Rafael
merengkuh Elena ke dalam pelukannya, kepala Elena bersandar di rengkuhan lengan
dan dada Rafael,
sementara
lengan Rafael melingkari
pinggang Elena dengan posesif,
“Apa-apaan...”
Elena berusaha melepaskan
diri, tetapi Rafael menahannya
dengan lembut,
“Please Elena. Biarkan aku memelukmu. Aku tidak akan
berbuat lebih. Mungkin
dengan posisi begini
kita bisa tidur lebih
nyenyak. Aku butuh
tidur Elena,
aku kurang tidur beberapa hari ini.”
Karena menungguinya di rumah sakit dan harus tidur di sofa yang
tidak nyaman itu. Elena membatin, sedikit
merasa bersalah. Akhirnya dia terdiam, menikmati gerakan naik turun
napas Rafael yang teratur di pipinya. Dan menikmati suara debaran jantung Rafael,
yang bagaikan musik pengantar tidur untuknya.
Ҩ
Semua wanita hamil di dunia ini pasti menginginkan suami seperti
Rafael. Elena membatin.
Lelaki itu selalu
siap sedia. Menggenggam lengan Elena dengan lembut ketika berjalan. Di
pagi hari ketika Elena lari ke kamar mandi dan memuntahkan makanannya, Rafael
menyusulnya, memijit tengkuknya
dengan lembut,
lalu melap wajahnya
dengan handuk dan air hangat untuk
membuatnya merasa lebih baik. Ketika kembali ke kamarnya, di sana sudah
tersedia teh mint dan biskuit asin untuk mengatasi rasa mualnya. Pun di malam
harinya, ketika Elena terbangun, merasakan
haus, atau lapar. Lelaki itu
langsung terjaga, menuangkan air untuknya, atau mengupaskan apel untuk mengisi perutnya.
Dan setelah itu semua, Rafael akan memeluk Elena di atas ranjang, mengusap
punggungnya yang pegal dengan lembut, hingga Elena tertidur dengan nyaman.
Kehamilannya sudah mencapai usia sembilan bulan. Tanpa
terasa mereka menjalani kehidupan perkawinan dengan baik, tanpa ada percikan
pertengkaran di dalamnya. Mereka saling menghargai, saling menghormati, dan
menjaga satu sama lain. Meskipun ada yang berbeda. Rafael tampak formal dan jauh.
Lelaki itu memposisikan dirinya sebagai penjaga dan perawat Elena.
Tidak lebih dari itu. Pelukannya
di malam haripun tidak mengandung
unsur sensual, hanya dilakukannya untuk membuat Elena merasa nyaman. Tidak ada
sentuhan penuh gairah, tatapan membara ataupun bisikan serak bernada sensual.
Rafael benar-benar menepati janjinya.
Pernah di suatu malam, ketika Rafael memeluknya, bayinya
menendang untuk pertama kalinya, mendesak Rafael, membuat lelaki itu memandang
Elena dengan takjub. Jemari mereka saling bertumpukan di perut Elena, merasakan
momen menakjubkan mereka sebagai orangtua untuk pertama kalinya. Malam itu,
mata Rafael berkaca-kaca, dan lelaki itu mengecup bibirnya lembut,
penuh emosi. Tetapi
hanya itu. Setelah
itu Rafael memeluk Elena seperti biasa sampai tertidur.
Elena bisa melihat dengan jelas kasih sayang Rafael untuknya.
Bisa merasakan ketulusan lelaki itu untuknya. Jauh di dalam hatinya, dia
menyayangi suaminya itu. Tetapi di sisi lain, kenyataan tak terelakkan tentang
masa lalu mereka menjadi penghalang. Elena masih belum siap untuk memaafkan
Rafael, atas kebohongannya dan atas kelalaiannya yang menyebabkan kematian
ayahnya. Apakah ayah dan bunya akan marah kepadanya kalau dia memaafkan Rafael?
Elena sering bertanya- tanya seperti itu di dalam hatinya. Merasa takut bahwa
ternyata dia telah mengkhianati keluarganya dengan memberikan kesempatan kepada
Rafael.
Bayi ini sudah akan lahir. Elena mengelus perutnya yang
membesar, dan tersenyum.
Anak mereka akan
lahir dalam waktu dekat, dan
Elena tidak sabar menanti untuk merengkuh bayi itu ke dalam pelukannya.
Tetapi
benaknya terasa berat.
Memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah anak ini lahir.
Ҩ
“Jangan angkat itu.” Rafael meraih keranjang buah kecil
yang dibawa Elena
dengan cekatan, “Demi
Tuhan, Elena duduklah! Tidak usah membantu
apa-apa. Biar Victoria
dan para pelayan yang membereskan semuanya.”
Sambil berdiri di sana dan berkacak pinggang, Rafael
benar-benar tampak seperti seorang arogan yang suka memerintah-merintah orang,
membuat Elena cemberut.
“Rafael, aku bisa membawa diriku sendiri. Dan aku pegal
kau suruh duduk seharian.”
“Kau sedang hamil besar dan tubuh mungilmu itu kelelahan
membawa-bawa perutmu yang begitu besar.” Rafael menatap mengancam,. “Duduk Elena,
atau aku tidak akan mau memijit kakimu lagi.”
Tentu saja itu bohong. Rafael tidak pernah lupa memijit
kaki Elena setiap malam, dengan minyak essensial yang lembut, membantu Elena
menghilangkan pegal-pegalnya karena harus membawa-bawa kandungannya
yang semakin membesar. Rafael juga tidak lupa membantu
mengoleskan minyal zaitun ke perut Elena yang semakin membuncit setiap
malamnya.
Hari ini mereka sedang menyiapkan kamar bayi. Kamar
bayi itu
terletak tepat di
sebelah kamar Rafael
dan Elena, dengan pintu penghubung yang dekat dengan ranjang. Rafael sudah
menyiapkan kamar bayi itu sejak tiga bulan lalu. Mendekorasi, mengganti cat
dinding dan wallpapernya dengan nuansa pink lembut – karena hasil USG menunjukkan
kalau bayi mereka perempuan – dan menyiapkan perabotannya. Ketika Elena memprotes bahwa dia mungkin saja
tidak akan tinggal di rumah Rafael lagi ketika anak ini lahir, Rafael
membungkamnya dengan mengatakan tidak mungkin Elena langsung pergi begitu saja
setelah melahirkan. Elena butuh waktu untuk merawat anaknya, sampai beberapa bulan.
Baru setelah itu mereka bisa membicarakan kesepakatan mereka untuk
berpisah. Elena mendengus dalam hati
ketika teringat betapa dia tidak mampu membantah. Pantas perusahaan Rafael
begitu maju dan pesat, lelaki itu sangat pandai bernegosiasi dan memanipulasi
lawannya. Tadi pagi, perabot terakhir dan yang paling penting datang, sebuah
ranjang bayi. Dari gambar kotaknya,
ranjang itu indah, berwarna putih, sebuah tempat tidur mungil dengan nuansa
pink. Elena bisa membayangkan bayinya
berbaring di sana seperti boneka mungil yang terlelap dalam kedamaian.
Lelaki itu merakit ranjang bayinya sendiri dengan bersemangat,
sibuk sendiri di dalam kamar bayi itu. Sementara itu Victoria datang membawa
berbagai macam boneka hadiahnya, semuanya bernuansa pink dan mengaturnya di
kamar, membuat kamar itu tampak benar-benar seperti kamar bayi.
“Sudah jadi, ayo Elena lihatlah.” Rafael mengajak Elena
berdiri dengan hati-hati, nada suaranya sangat bersemangat, Elena berjalan
dengan Rafael di belakangnya, langkahnya terhenti di ambang pintu, dan
terpesona. Kamar bayi itu sudah siap, begitu indah dan cantik seolah tidak
sabar menunggu bayi mereka yang akan lahir. Satu-satunya yang kurang dari kamar
itu adalah bayi itu sendiri.
“Cantik ya.” Rafael berbisik, berdiri tepat di belakang
Elena dan melingkarkan
lengannya dengan lembut
di perut Elena yang buncit,
menyandarkan tubuh Elena ke dadanya. Dagunya bertumpu di puncak kepala Elena.
Elena menikmati momen indah itu, membiarkan Rafael merangkul tubuhnya
makin erat, “Ya.
Cantik sekali, Bayi
ini pasti akan bahagia terlahir ke dunia ini.”
Mereka berpelukan dalam keheningan, mengagumi keindahan
kamar bayi mereka.
Dan Victoria ada di sana, menatap kedua pasangan itu dari
kejauhan dan mengusap air matanya. Rafael tampak begitu bahagia. Jauh
terlihat bahagia dari masa-masa itu, ketika
dia menanggung dosa masa lalunya dengan sepenuh hati. Dan Victoria
berharap, Rafael bisa bahagia terus selamanya, dengan Elena, dengan keluarga
kecil yang akan dibangunnya
Ҩ
Pagi itu Elena merenung. Dia sudah mengambil keputusan.
Tetapi sebelum itu dia harus melakukan sesuatu. Rafael sedang ada di kantor,
mengurus pertemuan dengan koleganya. Lelaki itu jarang ke kantor selama Elena hamil,
menyerahkan kendali perusahaan di tangan Victoria dan mengurus segala sesuatunya
dari rumah, dia hanya meninggalkan
Elena untuk keperluan
bisnis yang sangat penting dan tidak bisa diwakilkan,
seperti hari ini.
Diraihnya ponselnya dan dia menelepon, suara Victoria
menyahut dengan cepat di sana. “Ya Elena?”
“Apakah kau sedang sibuk?”
“Tidak, Rafael ada di sini sedang meeting. Jadi aku
sedikit leluasa di kantor. Ada apa Elena? Kau baik-baik saja? Kau butuh
bantuan?”
“Aku baik-baik saja Vicky.” Sejak mereka makin akrab,
Elena memanggil Victoria sama seperti cara Rafael memanggilnya. “Tetapi aku minta
bantuan kepadamu, maukah kau mengantarku ke suatu tempat?”
Victoria mengernyit di seberang sana, “Tentu saja.
Sekarang? Kemana Elena?”
Elena menelan ludahnya, “Iya, sekarang. Aku takut aku keburu
melahirkan dan nanti tidak sempat lagi..... aku ingin kau mengantarku mengunjungi
makam orangtuaku....”
Jeda sejenak, terdengar Victoria menahan napas, tetapi
lalu segera berkata. “Tunggu. Aku jalan ke rumah untuk menjemputmu. Sekarang.”
Ҩ
Rafael menyelesaikan rapat itu dan melangkah menuju ruangan
Victoria, tetapi ruangan itu kosong. Dia mengerutkan keningnya. Di mana Victoria?
Rafael harus segera pulang dan menjaga Elena, jadi dia harus menyampaikan hasil rapat tadi kepada Victoria
sebelum pulang supaya
adiknya itu bisa menindaklanjuti langkah-langkah yang
akan mereka diskusikan bersama.
Karena Victoria tidak ada, Rafael melangkah kembali ke ruangannya. Dia
menghampiri Donita yang
sedang sibuk dengan jadwal meeting. Sejak Rafael
jarang masuk, Donita yang sudah kembali dari cuti melahirkannya mengerjakan
pekerjaan ganda, merangkap sebagai asisten Victoria.
“Kemana adikku?”
Donita mengangkat matanya dari layar komputer, “Oh. Mr. Alex, anda sudah selesai meeting,
tadi Ibu Victoria buru- buru pergi,
dia meminta saya
menyampaikan pesan kepada anda. Dia pergi untuk mengantar Elena,
mengunjungi makam orangtuanya.
Ҩ
Elena berdiri di depan makam ayah dan ibunya yang berdampingan,
dengan susah payah diletakkannya rangkaian bunga yang dibelinya di bawah kedua batu
nisan itu. Dia ingin berlutut dan memeluk
batu nisan itu,
tetapi perutnya yang besar membuatnya tidak bisa melakukannya.
Sementara Victoria berdiri agak jauh, mengawasi dari jarak
yang cukup. Tahu bahwa Elena butuh waktu sendirian bersama makam
orangtuanya, dan memberikan
privasi itu untuk Elena.
Elena menatao makam ayahnya, lalu ibunya berganti- ganti,
dia bergumam dalam hatinya. Melakukan percakapan lembut yang diyakininya tersampaikan
kepada kedua orang tuanya.
Ayah... ibu... aku ada disini. Mungkin kalian bisa
melihatku di atas sana... Aku sedang mengandung, anak ini anak Rafael
Alexander. Ayah dan ibu pasti tahu siapa dia. Dia adalah orang yang bertanggung
jawab atas kematian ayah.....
Elena mengerjap menahan air matanya, Tetapi aku
mencintainya.... ampuni aku.... Aku sangat mencintainya. Dia pria yang baik,
dia memperlakukanku dengan penuh kasih sayang, dan dia sudah berjuang untuk
menebus semua kesalahannya. Aku tahu tidak seharusnya aku mencintainya, tetapi
aku mencintainya.
Elena menghela napas panjang, bergerak sedikit untuk
mengelus kedua batu nisan orang tuanya,
Aku
mencintainya. Dan meski
dulu aku pernah berjanji untuk tidak akan
memaafkannya, aku memaafkannya. Dan semoga, ayah dan ibu juga bisa
memaafkannya....
Elena memejamkan
matanya, merasakan angin semilir lembut yang tiba-tiba
menghembusnya, membuat rambutnya berserakan, dan membuat hatinya terasa damai.
Dia bisa merasakannya. Ketenangan yang luar biasa. Kelegaan yang luar biasa
atas penerimaan itu. Memaafkan Rafael.
Tetapi kemudian rasa nyeri merayapi punggungnya, membuatnya
meringis. Victoria melihat perubahan itu dan mendekati Elena dengan cemas,
“Kenapa Elena?”
Elena menatap ke bawah, air bening itu mengaliri pahanya,
turun ke kakinya dan beberapa menetes ke tanah, dia tahu apa yang terjadi.
“Victoria... air ketubanku... pecah... aku akan segera
melahirkan...”
UNFORGIVEN HERO - BAB 16
No comments:
Post a Comment