BAB
13
Lana
mundur dengan tidak nyaman. Membiarkan Mikail Raveno masuk ke rumahnya sama seperti
membiarkan iblis menguasai kehidupannya. Tetapi tidak ada pilihan lain. Mereka
harus berbicara, panjang lebar. Dan mereka tidak mungkin berbicara di ambang
pintu seperti ini.
Lana
memiringkan tubuhnya mempersilahkan Mikail masuk ke rumahnya yang mungil tetapi
indah itu. Mikail langsung duduk di sofa cokelat itu, tampak nyaman, kemudian
melepaskan kacamata hitamnya dan meletakkan di meja,
“Apa
yang kau rencanakan di hari ulang tahunmu?,” Mikail mengedarkan pandangannya ke
sekeliling ruangan.
“Tidak
ada,” Lana punya cheese cake strawberry di kulkasnya. Tapi itu untuk dia makan
sendiri nanti malam.
Tanpa
gangguan Mikail.
Mikail
menatap Lana seolah mengukur-ukur, “Aku bisa mengadakan pesta untukmu”
“Aku
tidak butuh pesta darimu”
“Hmm,”
Lelaki itu mendesah, lalu ketika menatap Lana, tatapannya berubah serius, “Kau
tahu kan kenapa aku kemari?”
Lana
mengangguk, “Dan sebelum kau katakan maksudmu, aku ingin membuat penawaran baru
untukmu”
“Penawaran?,”
Mikail mengangkat alisnya, “Oke jelaskan”
“Aku
akan mengembalikan semua uang yang pernah kau berikan kepada ayahku”
“Lana,”
Mikail terkekeh, “Utang itu begitu besar hingga kau mungkin hanya bisa menggantinya
dengan tubuhmu. Tidak.
Aku
menolak penawaranmu. Dan kau…,” mata Mikail berubah sensual, “Kau akan menjadi isteriku
sebentar lagi sesuai perjanjian”
***
“Aku
bukan barang yang bisa dibeli seenaknya, dan kenapa kau begitu santai?? Ini masalah
pernikahan bukan jual beli perusahaan”
“Aku
hanya ingin kau menjadi isteriku,” Mikail bersedekap, menatap Lana yang mulai emosi,
“Itu sudah kutetapkan sejak awal mula”
“Kenapa?,”
Lana tidak bisa menahan suara tajam di lidahnya, “Karena kau ingin menjadikanku
boneka pengganti Natasha?”
Wajah
Mikail mengeras ketika Lana menyebut nama Natasha, bibirnya mengetat, “Jangan
hubung-hubungkan dia dengan ini semua”
“Bagaimana
aku bisa tidak menghubungkan?,” Lana sudah menahan diri, tetapi suaranya meninggi,
“Semua ini karena wajah ini, karena wajah
yang sama dengan almarhumah isterimu! Kau tidak bisa menganggapku sebagai
penggantinya Mikail! Kami orang yang berbeda, dan aku menolak diperlakukan seperti
itu!”
“Aku
tahu kalian orang yang berbeda,” Mikail berdiri di depan Lana, siap
berkonfrontasi, “Percayalah, aku benar-benar tahu, karena gairah semacam ini, tidak
pernah kurasakan dengan siapapun!”
Lelaki
itu meraih Lana ke pelukannya dan langsung mencium bibirnya. Dengan lembut. Tidak
memaksa seperti biasa, dengan pelan dia menguak bibir Lana, mencicipinya pelan pelan
kemudian melumatnya lembut. Lidahnya menelusuri seluruh bibir Lana dan kemudian
bermain-main dengan lidah Lana, mencecapnya habis-habisan. Ketika akhirnya ciuman
itu selesai mereka sama-sama terengah-engah,
“Apakah
pada akhirnya kau mengakui kalau kau merindukanku?”
“Dalam
mimpimu, Mikail Raveno,” Lana menjawab dengan ketus, membuat Mikail terkekeh geli.
“Kita
adalah pasangan yang sangat cocok,” Mikail mendekatkan tubuh Lana ke tubuhnya,
dalam rangkuman dadanya, “Kaitkan kakimu di kakiku”
Lana
menatap Mikail dengan cemas, “Apa yang sedang kau coba lakukan Mikail?”
“Lakukan
saja sayang,” jemari Mikail menyentuh paha Lana. Mungkin sudah waktunya mereka
berhenti berkata-kata dan berkomunikasi dengan bahasa nonverbal yang sudah
sangat mereka kuasai.
Jemari
Mikail membimbing agar paha Lana melingkarinya, “Aku ingin menunjukkan padamu,
bahwa kau tidak akan diperlakukan sebagai boneka. Kau bukan boneka, boneka hanya
untuk dipajang di dalam rak. Aku ingin kau berada di tanganku, untuk disentuh, dipuaskan
dan dimiliki dengan cara yang kusuka.
Lana
terkesiap, merasakan jemari Mikail menyelusup ke balik roknya dan menyentuh
bagian tubuhnya yang paling sensitif.
“Ya
sayang… seperti ini… “, Mikail mendesah di telinga
Lana,
ia menyelipkan satu jari dan mencumbu Lana, berusaha sepelan mungkin meski hasratnya
sudah hampir menggelegak,
Lana
terpekik dan mencengkram pundak Mikail dengan erat. Mikail menunduk, tangannya yang
bebas meraih tali atasan Lana dan menurunkannya, untuk membuka jalannya ke
payudara Lana. Saat tangan Mikail menangkup payudaranya, Lana mengigit bibir Mikail,
“Menggigit,
Lana?,” Mikail menyeringai, “Ck…ck…ck,” jari Mikail bergerak lebih dalam lagi.
Gairah
bercampur penentangan berkelebat di mata Lana ketika menatap Mikail, “Kau akan membayar
untuk semua ini, Mikail Raveno”
Mikail
mulai mencium leher Lana, bertanya-tanya apakah Lana tahu betapa menggairahkannya
dirinya dengan bagian atas kemejanya yang terbuka, menampilkan sebagian
payudaranya yang begitu indah. Rambutnya tergerai berantakan di bahu dan sebelah
kakinya melingkari pinggul Mikail dengan lembut. Mendadak Mikail tidak sanggup
menahan diri lagi.
Dan
ia pun bercinta dengan Lana-nya yang cantik. Saat itu juga hingga mereka berdua
sama-sama dibutakan oleh hasrat yang membara.
***
Mikail
mengetatkan pelukannya ke punggung Lana yang setengah tertidur, dipeluknya Lana
yang masih lemas setelah orgasme yang mereka lalui. Lana akan menjadi isterinya.
Bahkan ketika Lana menolak Mikail dengan kata-kata, Mikail tahu bahwa tubuh Lana
tidak akan mampu menolaknya.
“Setelah
ini apakah kau akan menerima lamaranku?”
Lana
terdiam, memejamkan matanya dalam pelukan Mikail. Masih bertanya-tanya mengapa
bercinta dengan seorang pria berbaju lengkap sementara dirinya sendiri telanjang
bisa terasa begitu erotis. Walaupun sekarang ia tidak tahu bagaimana mereka bisa
berakhir di ranjang ini, di tempat tidur ini. Dia sekarang telanjang bulat, tanpa
sehelai benangpun. Pakaiannya bertebaran dari ruang tamu sampai ke lantai di
sebelah.
Mikail
benar-benar serius dengan apa yang dikatakannya. Ini akan menjadi pernikahan tanpa
cinta. Lana memejamkan matanya, setidaknya bukan dari dirinya.
Ketika
mengetahui bahwa Mikail bukanlah penyebab kematian kedua orangtuanya, perasaan
Lana langsung terjun bebas, jatuh ke dalam pesona Mikail yang begitu deras.
Lelaki
ini luar biasa pandai bercinta, dan dia sudah memiliki tubuh Lana. Kalaupun
Lana menolak lamarannya, Lana yakin Mikail tidak akan pernah melepaskannya, apalagi
membiarkannya menjalin hubungan dengan lelaki lain.
“Apakah
kalau aku menolak kau akan memaksaku?,” Lana menyuarakan pertanyaan di dalam pikirannya.
Hening
sejenak, lalu Mikail mengusap punggung Lana dengan lembut,
“Mungkin,”
lelaki itu menghela nafas panjang, “Lana. Aku bukan lelaki baik, mungkin kita akan
menghabiskan hari-hari kita dengan penuh pertengkaran dan meledak-ledak. Tapi kau
harus tahu satu hal, aku akan menjaga isteriku”
Ucapan
itu bagaikan janji, yang diungkapkan di kegelapan kamar itu. Tetapi pertanyaan-pertanyaan
masih berkecamuk di benak Lana. Kalau kau tidak mencintaiku kenapa kau ingin
menikahiku? Bahkan Lana sudah tahu jawabannya. Karena wajahnya, karena dia begitu
mirip dengan kekasih sejati Mikail.
Kalau
Lana mengambil resiko dengan menikahi Mikail, akankah suatu saat nanti Mikail akan
benar-benar memandang wajahnya dan mengakui bahwa itu Lana? Bukan Natasha? Akankah
suatu saat nanti Lana diakui sebagai suatu pribadi yang asli, bukan pengganti dari
siapapun? Resikonya terlalu besar. Tetapi godaan untuk jatuh ke dalam pelukan
iblis ini terlalu menarik untuk dilepaskan.
“Ya
Mikail. Aku bersedia menjadi isterimu”
Mikail
memejamkan matanya dan memeluk Lana erat, “Dan aku berjanji padamu, kau akan
dijaga sebaik-baiknya.
Begitu
saja lamaran itu, tanpa pernyataan cinta yang romantis, tanpa perasaan menggebu-gebu
yang biasanya dimiliki oleh pasangan yang terlibat romansa. Lana tidak pernah membayangkan
bahwa dia akan dilamar dengan cara seperti itu.
***
Pernikahan
itu, karena dilaksanakan dengan gaya Mikail Raveno, menjadi sebuah pesta pernikahan
yang luar biasa mewah. Segalanya yang terbaik. Gaun Lana didatangkan langsung dari
Perancis, makanannya yang paling enak, langsung dari restaurant milik Mikail.
Perempuan-perempuan menatapnya iri dan para lelaki memujinya karena pada
akhirnya bisa membuat Mikail Raveno berlabuh. Semua perempuan pasti memimpikan pesta
pernikahan yang seperti ini, pesta pernikahan yang bagaikan mimpi untuk puteri
di negeri dongeng.
Tetapi
tidak dengan Lana. Tiba-tiba dia dihinggapi ketakutan yang diam-diam melandanya.
Dia sekarang sudah menjadi isteri Mikail Raveno. Tetapi bayang-bayang isteri Mikail
Raveno yang terdahulu, Natasha yang cantik, yang sebenar benarnya ada di hati
Mikail terasa menyesakkan dadanya.
Dan
malam ini, di malam pernikahannya. Lana duduk di tepi ranjang Mikail. Merasakan
perasaan resah yang begitu mengganggu. Apakah aku menyesali ini? Kenapa aku mau
saja dinikahi oleh lelaki arogan ini? Sebegitu besarkah pesona lelaki ini hingga
membuatku rela hanya menjadi boneka pengganti?
Pintu
terbuka dan Mikail masuk, lelaki itu masih memakai jas yang dipakainya untuk
pesta meski dasinya sudah dilepas dan kancing kemeja di bagian atasnya sudah dibuka.
“Kenapa
dahimu berkerut?,” Mikail melepaskan jasnya hanya mengenakan kemeja putih, lalu
berdiri di depan Lana, ‘Kau sudah berganti baju, hmm,” dengan lembut Mikail menghela
pundak Lana supaya berdiri menghadapnya, “Kau tampak lelah, apakah kau ingin
tidur atau..,” tatapan Mikail tampak sensual.
Lana
menatap Mikail dalam-dalam. Apakah hanya gairah yang ada di dalam benak lelaki
ini. Bahkan sampai sekarangpun Lana masih bertanya-tanya apa yang sebenarnya
ada di dalam hati Mikail.
“Aku
ingin membuat pengaturan,” Lana bergumam cepat, sebelum dia kehilangan keberaniannya,
“Tentang pernikahan kita”
“Pengaturan?,”
Mikail mengerutkan kening, tampak tidak senang, “Apa maksudmu?”
“Pengaturan
tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pernikahan kita”
Mata
cokelat Mikail membara, “Kau isteriku Lana, dan aku berhak atasmu”.
“Kau
bilang kau akan menghormatiku dalam pernikahan ini,” Lana menatap Mikail tajam,
“Kalau kau tidak mau berkompromi atas pengaturanku ini aku ….”
“Apa?
Kau akan melarikan diri lagi? Akan mogok makan lagi?,” Mikail melepaskan pegangannya
dari Lana dengan pahit.
Pipi
Lana merona malu, tetapi dia menegarkan diri, “Aku hanya ingin menetapkan beberapa
hal yang membuatku merasa aman”
“Oke,”
desis Mikail, “Cepat katakan apa maumu dan aku akan memilah mana yang bisa
kuterima dan mana yang tidak”
“Pertama,
aku tidak mau dipaksa untuk bercinta denganmu kalau aku tidak mau… apalagi memakai
obat itu” Mikail mengangkat alisnya dan menatap Lana dengan sensual,
“Diterima.
Lagipula sepertinya aku tidak membutuhkan obat itu lagi,” tambahnya penuh arti,
membuat pipi Lana makin merona.
“Kedua
aku ingin hubungan yang saling menghormati, aku akan menjaga kesetiaanku karena
aku isterimu, dan aku mau kau juga”
Mikail
terkekeh, “Diterima,” jemarinya menyentuh pipi Lana lembut, “Kau menjadi posesif
kepadaku, eh?,” godanya.
Lana
berusaha mengabaikan kalimat-kalimat Mikail yang menjurus itu,
“Ketiga,
aku tidak mau dibelikan apapun tanpa persetujuanku,” masih teringat di pikiran Lana
betapa banyaknya baju-baju yang dibelikan Mikail untuknya, belum lagi aksesoris
dan perhiasan-perhiasan mahal yang dibeli Mikail seolah membeli sesuatu yang tidak
berharga. Mikail harus belajar bahwa memperlakukan perempuan dengan baik bukan
berarti melimpahinya dengan harta dan benda.
“Ditolak,”
tatapan Mikail menajam lagi, “Kau isteriku Lana, aku berhak membelikanmu apapun
yang aku mau”
Lana
mengernyit dan menantang mata Mikail, mereka saling bertatapan tajam sampai akhirnya
Lana menyerah,
“Oke…kau
boleh membelikan asal tidak berlebihan” Mikail mengangkat bahunya. “Apakah ini
sudah selesai?
Atau
aku harus menunggu lebih lama untu berlanjut ke babak selanjutnya?”
Pipi
Lana merona dan menatap Mikail dengan waspada, babak selanjutnya?
“Malam pertama kita,” Mikail mengucapkannya lambat
lambat dengan nada yang sangat sensual hingga membuat seluruh tubuh Lana menggelenyar,
“Kau tidak berpikir aku akan melewatkannya
No comments:
Post a Comment