12
Perkataan Edo itu membuat Elena terperanjat kaget,
wajahnya memucat,
“Apa katamu?”
“Aku tidak asal bicara Elena, aku mempunyai bukti.” Edo
mengeluarkan berkas-berkas dari tasnya. “Kau tentu punya beberapa pertanyaan,
kenapa kau bisa
dengan mudahnya masuk ke
perusahaan milik Rafael,
kenapa dia dengan mudahnya menikahimu....semuanya ada
alasannya. Rafael adalah orang
yang sama, yang
mobilnya menabrak
mobil ayahmu hingga tewas sepuluh tahun lalu.”
“Apa?” Elena sebenarnya sudah bisa mencerna seluruh
perkataan Edo. Benaknya sudah menemukan kesimpulan dari apa yang
dikatakan Edo. Tetapi
hatinya berteriak, menolak untuk percaya begitu saja.
“Kau ingat kan? Orang yang menabrak ayahmu itu juga
bernama Rafael, anak pengusaha kaya yang lolos begitu saja karena mereka mempunyai
banyak uang.” Edo memberondong Elena
dengan semua informasi,
“Rafael yang kau
nikahi itu adalah Rafael yang
sama, anak kaya yang mabuk dan mengebut, lalu menerobos lampu merah dan
menabrak ayahmu yang tidak bersalah.”
“Tidak... tidak mungkin...”
“Aku sudah menyelidikinya untukmu.” Edo membuka berkas-berkasnya dan menunjukkannya kepada Elena dengan bersemangat, “Lihat
artikel koran ini. Ini beberapa artikel yang aku cetak dari data history di
perpustakaan nasional, artikel- artikel ini membahas tentang kecelakaan
yang dialami oleh ayahmu dan Rafael, lihat di sini, disebutkan, ‘Putra milyuner
bernama Rafael Alexander’ Kau pikir ada berapa milyuner yang bernama Rafael
Alexander di negara ini? Kau harus mengerti Elena, semua ini adalah rencana
gila Rafael Alexander, dia mungkin
ingin menguasaimu ke
dalam pernikahan entah dengan tujuan apa. Yang pasti, selama
ini dia membohongimu.”
Ingatan Elena melayang
ke masa samar sepuluh tahun lalu.
Ketika dia sedang
berduka luar biasa,
atas kematian ayahnya yang
tidak adil, disusul
oleh kematian ibunya
yang sakit sejak ditinggalkan ayahnya. Elena sebatang kara di dunia
dan merasa benci
kepada lelaki bernama
Rafael, anak orang kaya yang telah menghancurkan hidup keluarga
kecilnya. Kemudian lelaki itu datang dengan sombongnya ke rumahnya,
membawa bunga. Dan
Elena menyerangnya, dia
tidak ingat masa itu, dia tidak
memperhatikan wajah lelaki itu, yang diingatnya adalah dia melampiaskan seluruh
kemarahan dan kebenciannya kepada lelaki yang membunuh ayahnya. Dan kemudian
lelaki itu pergi. Tidak pernah muncul lagi di dalam kehidupannya. Rafael
Alexander..... suaminya?
Jantungnya berdegup dengan kencang dan tangannya mulai
gemetaran. Oh Astaga. Seharusnya dia menyadarinya. Nama mereka sama. Dan sikap
Rafael seharusnya membuatnya curiga. Lelaki itu terburu-buru menikahinya, untuk
apa? Rafael mengatakan mencintainya, dan sekarang Elena ragu. Elena meragukan
semuanya. Karena semuanya hanyalah kebohongan.
“Rafael sudah mengatur semuanya Elena. Malam itu aku
dijebak. Alice sendiri yang mengatakan kepadaku bahwa Rafael menyuruhnya membuatku
mabuk dan merayuku. Dia ingin memisahkan kita berdua.” Suara Edo terdengar muak,
“Sepertinya dia memiliki obsesi terpendam untuk memilikimu. Dan rupanya dia
berhasil. Karena dia berhasil menikahimu Elena. Tetapi aku mencari tahu dan aku
menemukan rahasia ini. Kau hanya diperalat Elena, dan lelaki itu membohongimu.”
Elena terpaku dengan
wajah memucat. Matanya berkaca-kaca, tetapi dia berusaha untuk
tetap tenang. Ditatapnya Edo
tanpa ekspresi.
“Terima kasih Edo atas informasi yang kau berikan.” Reaksi
tenang ini tentulah bukan yang diharapkan oleh Edo. Lelaki ini mengira Elena
akan menangis kemudian dia bisa memeluknya
dan menghiburnya, membuat
Elena jatuh ke dalam jeratnya lagi. Tetapi Elena begitu
tenang meski wajahnya pucat pasi dan matanya berkaca-kaca,
“Kau tidak apa-apa Elena sayang?” Edo berusaha meraih jemari
Elena, tetapi Elena menghindarinya.
“Aku tidak apa-apa Edo, terima kasih atas informasi yang
kau berikan kepadaku. Aku juga berterimakasih karena kau begitu perhatian dan mencemaskanku.”
Elena menghela napas panjang. “Setelah ini aku harap kita tidak akan bertemu
lagi.”
“Apa?” Edo terperanjat,
setengah berdiri karena kaget, “Kenapa kau berkata begitu
Elena? Tidak tahukah kau kalau
aku sangat mencintai
dan mencemaskanmu? Lalu
apa yang akan kau lakukan
sekarang? Apakah kau akan kembali kepada suamimu yang jelas-jelas sudah
menipumu?”
Elena memasang wajah
datar, “Urusanku dengan suamiku akan kami selesaikan nanti.
Maafkan aku Edo.”
“Kau bisa pergi bersamaku.” Edo mengubah strateginya
menjadi memohon, “Kumohon
Elena, lelaki itu
sudah menipumu. Kau bisa
meninggalkannya dan pergi bersamaku.
Aku akan menjagamu. Aku bersumpah.”
Elena
menggelengkan kepalanya dan
tersenyum meminta maaf kepada Edo, “Perasaanku kepadamu sudah mati
Edo... mungkin juga perasaan itu sebenarnya tidak pernah ada.” Elena menatap
Edo dengan pandangan
sedih, “Maafkan aku Edo.”
Edo terdiam lama dan menatap Elena dalam-dalam, mencoba
mencari sesuatu yang bisa menunjukkan kalau Elena berubah pikiran. Tetapi wajah
Elena tetap datar dan dia tidak menemukan apa-apa.
Akhirnya dia menghela
napas panjang, “Kurasa
aku harus menyerah.” Elena mengangguk, mengulangi permintaan maafnya,
“Maafkan aku Edo, kau lelaki yang sungguh baik, dan aku yakin, kau akan menemukan
orang yang tepat untukmu nanti.”
Edo menghela napas lagi,
sepertinya membawa beban yang sangat berat, “Aku hanya ingin kau
bahagia Elena.” Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya, “Sebaiknya kutinggalkan
berkas-berkas ini di sini, kalau-kalau
kau ingin membacanya lebih lanjut. Selamat tinggal
Elena.”
Dengan langkah gontai, Edo melangkah meninggalkan Cafe itu.
Meninggalkan Elena yang mulai merasakan pertahanannya runtuh, air mata mulai
mengalir di pipinya, Tetapi dengan cepat dia mengusapnya, menyadari kalau dia
berada di tempat umum.
Dengan cepat dia menelepon supir pribadinya, minta dijemput.
Dia akan pulang, dan menghadapi Rafael.
Ҩ
Dalam
perjalanan pulang
Elena menangis, tertahan. Supir pribadinya berkali-kali
melirik dari kaca spionnya, tetapi tidak berani mengganggu majikannya yang
sedang menangis.
Elena
menangis mengenang semuanya,
mengenang segala kebaikan
dan kelembutan Rafael,
malam pertama mereka,
percintaan-percintaan panasnya dengan Rafael sesudahnya. Semuanya ternyata berdasarkan
atas kebohongan yang dibangun oleh Rafael.
Lelaki itu ternyata menyimpan rahasia mengerikan. Rahasia
yang tak termaafkan. Elena mengingat malam itu. Ayahnya sebenarnya sedang sakit
batuk, tetapi dia tetap berangkat membawa taksi karena butuh uang untuk
membayar uang sekolah Elena, sementara sang ibu juga sedang demam di rumah.
Ingatannya melayang ke masa sepuluh tahun yang lalu,
========================
“Ayah akan tetap
berangkat?” Elena menyerahkan segelas teh
panas kepada ayahnya,
menatap cemas ayahnya yang
terbatuk-batuk tanpa henti.
Ayahnya sudah tua tetapi
tidak bisa berhenti merokok. Sekarang paru-parunya yang ikut menua tidak bisa
menanggung kalau harus berkubang asap setiap hari, sehingga membuat ayahnya
batuk-batuk setiap saat.
Sang ayah
tersenyum dan menatap
Elena dengan lembut. Elena
adalah puteri satu-satunya. Dan anaknya itu sungguh cemerlang di sekolahnya.
Dia berjuang mati-matian untuk
menyekolahkan anaknya itu,
setidaknya Elena harus lulus SMU
sehingga bisa mencari
pekerjaan yang lebih
baik, masa depan yang lebih baik. Tidak seperti dirinya.
Uangnya sudah habis, kemarin untuk mengobatkan istrinya ke
dokter dan membeli beberapa liter beras dan kebutuhan makanan di rumah. Dan besok Elena harus
membayar uang sekolah.
Mereka sudah terlambat membayar
beberapa kali dan sekolah sudah mengeluarkan surat peringatan. Kalau sampai Elena tidak
membayar lagi, dia akan dikeluarkan dari sekolahnya.
Ini malam minggu.
Pasti ramai dan banyak yang
akan menggunakan jasa taxinya.
Uang pendapatannya bisa
dia pinjam dulu untuk membayar uang sekolah Elena. Besok dia akan berputar
seharian mencari pelanggan untuk mengganti uang setorannya itu kepada perusahaan
Taksi.
“Uang ayah masih kurang untuk membayar sekolahmu, nak.
Ayah akan mencari beberapa pelanggan malam ini. Malam ini pasti ramai. Badan
ayah tidak apa-apa kok.” Lelaki itu tersenyum lalu mengusap rambut Elena dengan
penuh sayang, “Jagalah ibumu baik-baik ya.”
Dan kemudian ayahnya
pergi, Elena masih mengamati
kepergian ayahnya waktu itu, melangkah melalui gang sempit di depan, menuju
perusahaan taksi tempat taksinya diparkir.
Tubuh ayahnya sedikit bungkuk dan menua sebelum waktunya, karena
beban hidup. Dan
Elena mengamati punggung ayahnya yang
makin jauh dan menghilang di ujung gang
dengan menahan
pedih. Betapa inginnya
dia segera dewasa, bisa mencari uang
sendiri sehingga bisa membantu kedua orang tuanya.
Tak diduganya itu adalah saat terakhir dia melihat
ayahnya. Dini hari, pintunya
diketuk oleh tetangga dan
beberapa orang yang mengabarkan bahwa ayahnya meninggal karena kecelakaan.
Ditabrak oleh pengemudi mabuk tak bertanggung jawab yang menerobos lampu merah.
Ayahnya pulang sudah menjadi jenazah yang tak bernyawa. Dalam peti mati yang disegel rapat. Bahkan Elena tidak boleh melihat jenazah ayahnya di
saat terakhirnya...
Dan saat itu ketika pemakaman ayahnya. Elena berjanji
dalam hati. Dia tidak akan pernah memaafkan orang yang membunuh ayahnya....
========================
Rafael Alexander adalah pembunuh ayahnya. Orang yang dia
nikahi, yang dia kira dia cintai dan mencintainya adalah pembunuh ayahnya...
Lelaki itu merekayasa semuanya. Menjebak Elena ke
dalam sebuah pernikahan yang entah
dengan tujuan apa. Semua
kebaikannya, semua kata-kata
cintanya. Semua
itu penuh kebohongan dan kepalsuan.
Ҩ
Rafael menyetir dalam perjalanan pulang, penuh tekad. Dia
membawa seikat bunga mawar dan sekotak cokelat mahal berbungkus kertas keemasan
dan berpita merah.
Malam ini dia akan mengaku kepada Elena.
Dia akan mengaku, lalu menyerahkan semua keputusan di
tangan Elena. Dia akan menjelaskannya sejelas mungkin agar Elena tidak salah paham
dan mengambil kesimpulan
yang salah. Dia akan meyakinkan bahwa semua yang dilakukannya berasal
dari rasa bersalah yang kemudian berkembang menjadi cinta. Pada
akhirnya Elena akan
menghargai kejujurannya, Rafael
yakin itu. Rafael bergantung kepada keyakinan itu.
Sejujurnya dia ketakutan
setengah mati, tidak
tahan kalau harus menghadapi kebencian Elena. Kebencian yang
menghancurkannya. Sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Membuat hatinya hancur
lebur.
Ketika mobilnya diparkir di garasi, dia menatap ke arah
rumah dan jantungnya berdegup kencang. Malam ini adalah malam penentuan.
Diraihnya kotak cokelat dan bunga itu, lalu melangkah memasuki rumah.
Rumah sepi dan
gelap. Rafael mengernyit.
Biasanya Elena sudah menunggunya di ruang tamu, menyambutnya dengan
ceria sambil bercerita tentang harinya lalu menodong Rafael untuk
bercerita tentang harinya
juga. Tetapi rumah terasa
lengang dan sepi.
Para pelayan pasti
sudah tidur di bagian belakang rumah, di mana Elena?
Rafael melangkah menaiki tangga, membuka pintu kamarnya dengan
pelan. Kamar itu
gelap, dan setelah Rafael menyesuaikan
matanya dengan kegelapan ruangan, dia menemukan Elena
duduk di
pinggir ranjang, menatapnya dengan ekspresi yang tidak
terbaca.
“Elena? Kenapa?” Rafael melangkah masuk, dan seperti
biasa berlutut di
depan isterinya, disentuhnya dahi
Elena dengan lembut, “Kau sakit?”
Elena memiringkan kepala, menghindari Rafael, sebuah
gerakan refleks yang sama sekali tidak diduga oleh Rafael, isterinya
menghindari sentuhannya? Kenapa? Apa yang terjadi?
“Elena?”
Ruangan itu gelap. Tetapi tatapan Elena yang ditimpakan
kepada Rafael begitu
tajam, penuh luka. Membuat jantung Rafael berdenyut cemas. “Aku hanya
menginginkan sebuh kebenaran. Jawab pertanyaanku Rafael...” Elena menghela nafas
dalam-dalam, “Apakah kau orang yang menyebabkan kematian ayahku?”
Dunia seakan runtuh di bawah kakinya. Seketika itu juga.
Seakan menelannya dan
membuat rongga dadanya
terasa sesak, sesak yang menyedihkan. Elena sudah tahu. Elena sudah tahu
entah dari siapa, dan dia terlambat.
Apa yang harus dia lakukan? Istrinya ini pasti sekarang
sangat membencinya, menolak sentuhannya. Muak kepadanya. Rafael menundukkan
kepalanya, suaranya keluar penuh kepedihan.
“Ya Elena.”
Jawaban singkat itu sudah cukup. Hati Elena hancur
seketika itu juga. Air mata mengalir deras di pipinya, seluruh pertahanannya
hancur, membuatnya luluh dan tidak berdaya. Jadi semuanya benar. Semua ini
hanyalah kebohongan yang dibangun Rafael. Semua ini hanyalah kepalsuan.
“Kenapa kau membohongiku...” Elena terisak-isak dalam
kepedihan, ‘Kau membohongiku, kau menipuku selama ini... dan aku.. dan aku
bahkan mencintaimu! Oh Ya ampun! Betapa bodohnya aku!”
Elena berdiri, menghindari
kedekatan Rafael dan melangkah ke
dekat jendela, “Teganya kau Rafael!”
Rafael
merasakan kesakitan luar
biasa melihat kesedihan Elena.
Yah. Pada akhirnya yang dilakukannya hanyalah membuat Elena menangis sedih.
Sama seperti sepuluh tahun lalu, yang
bisa dilakukan Rafael
hanyalah menghancurkan kehidupan Elena, membuat perempuan itu menangis.
Dia memang jahat, dan sekuat apapun dia mencoba, dia memang tak termaafkan.
“Aku memang jahat Elena. Aku... aku tidak pernah bermaksud
membohongimu. Aku .... aku hanya takut mengungkapkan semua kebenaran kepadamu, takut kau akan
membenciku.” Rafael melangkah mendekati
Elena, mencoba menyentuh dagu Elena,
tetapi perempuan itu menepiskannya. Rafael tidak menyerah, dipegangnya kedua
bahu Elena, cukup lembut tetapi kuat
sehingga Elena tidak
bisa melepaskan dirinya,
“Tatap aku sayang. Lihat aku. Biarpun semuanya hanya
kebohongan. Tetapi cintaku padamu itu nyata. Tidak berartikah itu semua kepadamu?
Aku membohongimu karena aku mencintaimu, karena aku sangat mencintaimu!”
“Aku tidak akan menerima cinta dari lelaki yang membunuh
ayahku!” Elena berteriak, setengah menjerit, tidak tahan menerima pernyataan
cinta Rafael yang bertubi-tubi, membuat
hatinya lemah, “Pernikahan
kita sudah berakhir
Rafael, aku akan pergi.”
“Jangan
Elena!” Mata Rafael
menyala, “Kau sudah berjanji bahwa
kau tidak akan
meninggalkanku, seburuk apapun
keadaan di antara kita. Kau sudah berjanji kepadaku!”
“Janji itu dibuat di atas kebohongan yang kau bangun!”
Elena berteriak marah. “Kau pikir dengan melakukan semua ini aku akan memaafkanmu?
Dengan menipuku? Berpura-pura mencintaiku? Kau pikir aku akan memaafkanmu
karena telah membunuh ayahku?”
“Aku tidak berpura-pura mencintaimu!” suara Rafael
meninggi. “Dan Demi
Tuhan, aku tidak
pernah menuntut maafmu atas
dosaku kepadamu. Tidak Elena, aku tidak pernah menuntut maafmu karena aku tidak
pantas, karena aku menyadari bahwa aku tak termaafkan!”
“Kau memang tidak
termaafkan. Dan bagiku
semua sudah selesai. Aku akan pergi.” Elena melangkah hendak
meninggalkan kamar itu. Tetapi Rafael
menangkap tangannya dengan cepat, menahannya dengan keras.
“Lepaskan aku! Rafael! Kau menyakiti tanganku!” Elena
menjerit berusaha meronta dari pegangan Rafael, tetapi lelaki itu menggenggam
kedua lengannya dengan begitu kuat, pandangan lelaki itu tampak nyalang. “Maafkan
aku Elena. Tetapi aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kau istriku! Kau tidak boleh
meninggalkanku!” Rafael memegang lengan Elena dengan kencang, berusaha
meredakan rontaannya.
“Pernikahan
kita palsu, aku
menganggapnya tidak pernah ada!”
“Teganya kau mengatakan itu!” Mata Rafael menyala marah,
“Lalu kau anggap apa semua hal yang kita lalui kemarin? Malam pertama kita? Percintaan
kita yang panas? Kasih sayang dan cinta yang kita bangun selama ini? Kau anggap
apa itu semua?”
Elena merasa sakit mendengarkan perkataan Rafael itu,
yang mengingatkannya akan
saat-saat indah mereka. Rontaannya sudah
berhenti. Tetapi Rafael
masih mencekal kedua tangannya
dengan kencang, takut dia melarikan diri. Air matanya masih mengalir, air mata
sakit karena pengkhianatan sekaligus kepedihan yang dirasakannya.
“Semua itu sudah musnah Rafael.
Aku membencimu. Amat sangat
membencimu.”
Elena melemparkan kata-kata itu hanya untuk menyakiti Rafael, dan efeknya sungguh
luar biasa. Wajah
Rafael pucat pasi. Ekspresinya
seperti seseorang yang dihancurkan dari dalam.
Lalu pandangan matanya
menjadi kosong. Dia tersenyum pahit.
“Aku memang pantas untuk dibenci.” Dengan tenang dia
melepaskan cekalannya pada lengan Elena, “Dan kurasa tidak masalah kalau kau
tambah membenciku. Toh kau sudah membenciku.” Lelaki itu melangkah menuju pintu,
dan menatap Elena dengan tajam,
“Kau tidak akan kuizinkan
meninggalkanku. Sampai kau tenang dan
menuruti perkataanku. Aku terpaksa mengurungmu di kamar ini.”
Lalu lelaki itu melangkah pergi meninggalkan kamar.
Elena masih tertegun
di tengah ruangan
mendengar perkataan Rafael ketika
bunyi ‘klik’ terdengar dari pintu. Dia tersadar dan
setengah berlari menuju
pintu. Mencoba membuka pintu itu,
tetapi tidak bisa. Pintunya dikunci dari luar, Rafael benar-benar mengurungnya!
“Buka pintunya!” Elena
berteriak, menggedor-gedor pintu
itu, “Buka pintunya Rafael! Kau jahat! Aku benci padamu!” Elena memukul dan menendang
pintu itu sebagai pelampiasan rasa frustasinya. Pada akhirnya dia kelelahan dan
jatuh terduduk, bersandar di pintu lalu menangis terisak-siak.
Kemarin kehidupannya terasa begitu sempurna dan indah.
Kemarin sepertinya semuanya baik-baik saja. Dan dalam sekejap dia disadarkan
bahwa semuanya tak seindah yang kelihatannya.
Istana kebahagiaan itu
perlahan-lahan runtuh dan hancur,
hanya menyisakan puing-puingnya.
Ҩ
Rafael melangkah berderap meninggalkan kamar Elena,
berusaha menulikan telinganya atas gedoran dan teriakan- teriakan Elena di pintu.
Dia melangkah menuju ruang kerjanya. Duduk di sana dengan segala emosi memuncak
di kepalanya.
Teriakan Elena terngiang-ngiang di telinganya. Pernyataan
bahwa Elena membencinya. Sangat
membencinya. Sama seperti sepuluh
tahun lalu. Pada
akhirnya Elena akan selalu membencinya. Dengan frustasi Rafael memukul tembok ruang
kerjanya sekuat tenaga, membuat buku-buku jarinya terluka, tetapi dia tidak
mempedulikannya. Lelaki itu lalu jatuh terduduk di lantai. Dan menangis
Ini adalah kali
kedua seorang Rafael
Alexander menangis. Dan penyebabnya sama : Elena.
Ҩ
Rafael sebenarnya tidak ingin meninggalkan rumah, dia
sudah bilang kepada Victoria untuk menggantikannya hari itu, karena dia ingin
menjaga Elena. Dia tidak mungkin mengurung Elena terus-terusan. Mereka harus
bicara. Nanti, setelah emosi Elena mereda. Tetapi pagi itu dia menemukan
berkas-berkas didalam map itu di meja ruang tamunya. Berkas itu berisi artikel-
artikel yang memuat berita kecelakaan sepuluh tahun lalu.
Ada yang sengaja memberitahu Elena, untuk merusak
pernikahan mereka. Dan Rafael tahu siapa orangnya. Di dalam map itu terlampir
kartu anggota perpustakaan nasional atas nama Edo. Kurang ajar. Lelaki itu
ternyata masih menjadi duri dalam daging dalam pernikahannya bersama Elena.
Dengan langkah berderap,
Rafael turun dari
mobilnya dan membiarkan supirnya memarkir mobilnya. Kemarahannya bergolak, seluruh
emosi dan frustasinya bertumpuk,
mencari pelampiasan. Langkahnya semakin cepat ketika dia mendekati ruangan
IT Manager, tempat Edo seharusnya berada.
Edo ada di sana. Lelaki itu bahkan tidak sempat mengucapkan
satu patah katapun karena Rafael langsung menerjangnya hingga terjengkang di
lantai dan menghajarnya habis-habisan.
Edo yang meskipun kaget pada
awalnya, mencoba memberontak dan melawan, berhasil melemparkan satu atau dua pukulan
ke bahu Rafael, yang kemudian dibalas dengan pukulan keras yang menohok mukanya,
membuat kepalanya berdentam-dentam. Pada akhirnya, Edo bukan tandingan Rafael
kalau harus bertarung satu lawan satu. Hasil akhirnya sudah bisa ditebak. Edo
kalah, babak belur di lantai dengan wajah penuh lebam.
Rafael menarik kerah baju Edo dengan kasar, kemarahan
menyala di matanya, membuat siapapun yang melihatnya takut. Begitupun Edo, Rafael
seperti ingin membunuhnya, “Jangan pernah berani muncul lagi dalam kehidupanku
dan Elena, aku akan mengawasimu mulai saat ini. Dan aku tidak akan segan- segan
melenyapkanmu.’ Rafael menggeram dengan nada mengerikan penuh
ancaman kepada Edo,
lalu membanting tubuh Edo
yang terkulai ke
lantai, dia melangkah
dengan marah. Sebelum keluar, Rafael menoleh lagi dan menatap Edo
dingin, “Oh ya. Ngomong-ngomong, kau dipecat.”
Setelah itu Rafael meninggalkan ruangan Edo dengan pintu
dibanting
Ҩ
“Kau bisa dituntut atas penganiayaan terhadap anak buah.”
Victoria menempelkan es batu di atas sudut bibir Rafael yang lebam, “Ya Tuhan
kak, kau adalah lelaki paling berkepala dingin yang pernah kukenal, tak kusangka
kau memilih menyelesaikan ini dengan cara barbar.”
Rafael mengernyit dan memegang es batu di sudut bibirnya.
Rasanya sakit. Lelaki sialan itu berhasil memukul bibirnya dalam usahanya
membela diri tadi. Brengsek.
“Edo pantas menerimanya. Dia memberitahu Elena semuanya
dengan tujuan jahat, dan entah racun apa lagi yang dia tanamkan ke dalam
pikiran Elena.” Rafael mendesis marah. “Sekarang isteriku membenciku.”
“Kita kan sudah
menduga ini akan
terjadi Rafael.” Victoria
menarik napas panjang, “Sekarang apa yang akan kau lakukan?”
“Aku akan pulang,
dan menunggu sampai
Elena sudah tenang. Semoga dia
bisa menerima penjelasanku
ketika dia sudah lebih berkepala
dingin.”
“Apakah menurutmu dia akan bisa memaafkanmu?” Rafael mengernyit
sedih, “Aku tidak
tahu. Tetapi aku tidak
bisa melepaskannya, Vicky.
Aku tidak bisa.
Aku terlalu mencintainya untuk
melepaskannya.” Rafael mengusap wajahnya dengan frustasi. “Kalau dia tidak bisa menerimaku, kalau dia tetap berusaha pergi
dariku, aku akan membawanya ke pulau pribadiku dan menahannya di sana. Di sana
dia tidak akan bisa pergi kemanapun.” Gumam Rafael penuh tekad.
“Astaga kak.” Victoria menggeleng-gelengkan kepalanya,
“Kau tidak akan bisa mempertahankan pernikahan atas dasar pemaksaan.”
“Aku tidak tahu
harus bagaimana.” Rafael
menghela napas panjang, “Aku tidak tahu harus bagaimana Vicky. Dia
bilang dia membenciku dan akan meninggalkanku.” Victoria mendekati Rafael dan
menepuk pundaknya lembut untuk memberikan dukungan,
“Pulanglah kak. Mari kita berdoa semoga Elena bisa
melupakan kemarahannya dan memikirkan semuanya dengan logika.”
Ҩ
Ketika sampai ke pintu rumahnya, Rafael disambut oleh
pelayannya yang tergopoh-gopoh menghampirinya dengan cemas.
“Tuan Rafael!”
Firasat buruk langsung memenuhi benak Rafael, “Ada apa?” suaranya
menjadi parau.
“Nyonya Elena tuan,
beliau pergi dari
rumah. Kami sudah mencoba
menahannya. Tetapi ketika salah satu pelayan mengantarkan makanan ke kamarnya,
dia memaksa mengambil kunci kamar. Kemudian pergi meninggalkan rumah...!”
UNFORGIVEN HERO - BAB 13
No comments:
Post a Comment