“Pengorbanan adalah memberi,
di dalamnya ada cinta
yang
menguasai.”
9
Azka meninggalkan rumah Celia dengan marah. Marah besar. Berani-beraninya Celia mengancamnya seperti itu, padahal Celia sendiri telah mengkhianatinya bersama Eric. Apakah
Celia pikir Azka tidak akan tahu? Apakah Celia pikir Azka begitu bodohnya?
Dengan kencang dia mengendarai mobilnya, dia butuh bertemu dengan Sani. Di
saat kemarahannya menggelegak
seperti ini, hanya Sani yang bisa menenangkannya.
Ketika sampai di depan cafe, Azka memarkir mobilnya dengan sembrono. Dia tergesa memasuki cafe
itu, hendak mengambil beberapa makanan
kecil untuk dibawa
ke apartemen Sani, tadi dia sudah berjanji untuk datang jam sembilan malam ke sana.
Tetapi kemudian langkahnya tertegun, melihat ke kursi di bagian sudut, tempat favorit Sani ketika duduk, dan
melihat
sosok itu di sana.
Sani? Kenapa dia
ada
disini? Bukankah dia masih sakit?
Azka melangkah mendekat, kerinduannya meluap. Dia ingin memeluk gadis itu ke
dalam pelukannya, untuk menenangkan hatinya dari kemarahannya terhadap Celia.
“Sani, kenapa
kau
ada
di sini? Bukankah kita
janji bertemu di apartemenmu?”
Sani mendongak dan Azka tercekat, tatapan mata Sani kepadanya penuh
kemarahan... kemarahan yang dibalut dengan luka.
Seketika itu juga Azka menyadari bahwa Sani sudah tahu mengenai pertunangannya dengan Celia.
“Kau membohongiku.” Suara Sani bergetar meskipun dia tampak berusaha tergar, Azka melirik ke anggur merah yang dibawa
Sani,
dan
mengernyit.
Perempuan itu sudah menghabiskan lebih dari satu gelas.
“Aku bisa menjelaskannya kepadamu, Sani.”
“Tidak!” Sani menyela dengan keras, lalu tertawa
ironis, “Ironis bukan? Aku meninggalkan tunanganku karena
dia berselingkuh dengan perempuan lain, tetapi sekarang aku malah menjadi selingkuhan dari seorang lelaki yang sudah bertunangan.”
Matanya menyala penuh kemarahan kepada Azka, “Kau sangat kejam, Azka
melakukan ini semua kepadaku.”
“Aku bisa menjelaskannya Sani, semua ini tidak
seperti yang kau kira....”
“Apakah perempuan bernama Celia itu benar-benar tunanganmu?”
Azka tertegun,
lalu memejamkan matanya dengan pedih,
“Ya.”
Air mata mengalir di mata Sani, menuruni pipinya. Dia
tampak amat sangat terluka,
“Apakah... apakah... kau mencintainya?”
Mata Azka menajam. “Apakah aku mencintainya? Tidak. Kau pasti bisa merasakan itu, aku jatuh cinta setengah mati
kepadamu, tidak mungkin aku mencintainya.”
“Apakah pertunangan yang kau lakukan dengan
Celia dulu itu berlangsung atas nama cinta?” Sani
bertanya lagi,
berusaha menghapus air matanya dengan usapan tangannya.
Azka memandang Sani
dengan pedih, tidak mampu berbohong, “Pada mulanya semua atas nama cinta... lalu.”
Hati Sani teriris perih, Azka sama
saja dengan Jeremy, lelaki itu dulu menjalin pertunangan mereka atas nama cinta, kemudian mengkhianatinya begitu saja karena perempuan lain. Oh ya ampun! Teganya Azka
melakukan ini semua kepadanya. Sani tidak mau mendengar apapun dari
Azka, semua ini terlalu menyakitkan untuk dia tanggung,
“Cukup!” Sani menutup telinganya dengan tangan, tidak mau mendengar apapun yang
diucapkan oleh Azka. “Sudah cukup, kau memang penjahat! Semua lelaki sama saja! Mereka
semua ahat!” beberapa mata tampak melirik ke arah
mereka,
tetapi
Sani tidak
peduli.
Dia
terlalu marah dan
sakit
untuk peduli, dia beranjak pergi.
“Aku mencintaimu Sani!”
Azka setengah
berdiri,
berusaha
meraih
lengan Sani dan menahannya. Tetapi Sani yang sudah begitu marah, meraih gelas anggur yang tinggal setengah dan menuang isinya ke wajah Azka,
“Pergi saja ke laut dan buang cintamu itu. Aku tidak pernah menerima cinta dari seorang pengkhianat!” Gumamnya marah, tanpa sadar dia menggenggam gelas itu
dan
melangkah pergi secepat kilat.
Meninggalkan Azka yang masih terpaku di sana, basah oleh anggur yang dituangnya.
“Aduh!” Suara
perempuan
itu
mengagetkannya,
begitupun benturan keras yang dirasakannya. Sani mendongak
dan terpaku karena merasa bersalah, dia telah menabrak seorang perempuan karena kalutnya, dan
gelas anggurnya yang basah, yang dipegang di
tangannya menempel di
gaun putihnya, menimbulkan noda
di
sana,
“Oh maafkan saya.” Perempuan yang menabraknya berucap dengan menyesal, mendongakkan kepala dan menatap
perempuan itu. Perempuan itu sangat cantik, batin Sani dalam hati, dia pasti perempuan
bahagia yang
tidak pernah disakiti oleh laki-laki. “Tidak apa-apa.” Gumam Sani
lembut, menyadari bahwa Azka masih duduk di sana, menatapnya dari kejauhan,
tetapi tidak berusaha mendekatinya
Perempuan cantik itu melirik noda di gaun Sani dan menatap
Sani dengan tatapan bersalah, “Tapi… Noda di baju anda..”
“Tidak apa-apa. Bisa dibawa ke laundry, jangan dipikirkan.” Sani menganggukkan kepala kepada perempuan itu, lalu mengucap permisi dan melangkah pergi.
Sebelum pergi dia meletakkan gelas kosong anggur itu di sebuah meja dekat
pintu. Airmata mengalir di matanya ketika melirik cafe itu untuk terakhir
kalinya sebelum
ia menyeberang menuju apartemennya. Hatinya
hancur lebur, kali ini jauh lebih sakit daripada ketika Jeremy
mengkhianatinya.
Jauh lebih pedih dan menyakitkan
Karena Sani sadar, bahwa dia
sudah mencintai
Azka dengan sangat dalam.
⧫⧫⧫
Albert datang membawakan handuk
untuk Azka.
Azka menerimanya dengan tatapan kosong, menggunakannya untuk mengelap wajah dan rambutnya yang basah oleh anggur.
“Tidak berjalan seperti yang seharusnya ya?” Azka termenung pedih, “Tidak.”
“Lalu apa yang akan kau lakukan setelahnya?”
Pikiran Azka bergejolak. Antara kemarahan yang makin
menggelegak atas kata-kata
Celia kepadanya tadi, bercampur
pada kemarahan ke dirinya sendiri karena dia terlalu lambat dan membuat Sani mengetahui mengenai pertunangan itu sebelum waktunya,
“Aku akan berbuat sesuatu. Nanti.” Gumamnya dingin.
Malam itu, Azka duduk di cafe semalaman, menatap ke arah jendela, ke arah apartemen Sani.
⧫⧫⧫
Dia masih merenung di apartemennya
ketika pintunya
diketuk.
“Masuk.” Gumamnya tak bersemangat.
Pintu itu terbuka dan Keenan melangkah masuk
dengan gaya santainya, dia mengangkat alis melihat Azka yang tampak begitu murung.“Tidak bekerja hari ini?”
Azka melirik Keenan dengan dingin, “Tidak.”
Keenan tersenyum dan mengambil tempat duduk di depan Azka, “Baru kali ini seorang Azka meninggalkan
tanggung jawabnya, karena seorang perempuan.” Gumamnya ringan, membuat Azka
melemparkan tatapan membunuh
kepadanya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Aku memang ingin mampir menengokmu, tetapi beberapa pelayan di bawah tampaknya sedang asyik membicarakan insiden semalam. Dimana seorang
perempuan menumpahkan anggur dari gelasnya ke sang
pemilik cafe.” Keenan terkekeh, “Tidak ada perempuan lain yang berani melakukan itu
padamu, dan kau membiarkannya, Azka. Kecuali Sani.”
Azka hanya terdiam, meneguk kopinya dengan frustrasi.
“Apakah pada akhirnya Sani tahu tentang Celia?”
Azka mengganggukkan
kepalanya,
“Dia
tahu
sebelum saatnya.”
“Sebelum rencanamu untuk menyingkirkan Celia eh?” Keenan melemparkan tatapan mata penuh tanya, ingin
tahu apa sebenarnya
rencana Azka untuk Celia.
Tetapi kemudian dia sadar bahwa Azka tidak ingin menjawab pertanyaannya, “Sudah kubilang kau sangat terkenal, dan
sangat sulit menyembunyikan informasi semacam itu.”
“Aku tahu, aku pikir aku akan punya waktu lebih lama.”
Azka meringis pedih,
“Sani dikhianati oleh tunangannya,
dan dia sekarang menganggap aku sama brengseknya dengan tunangannya itu. Aku sudah berusaha menjelaskan tetapi dia tidak mau mendengarkan aku.”
“Tunggu sampai dia tidak marah lagi.”
“Aku takut dia pergi Keenan, aku takut.... aku... aku tidak akan bisa hidup tanpanya.” Azka membungkuk, meremas rambutnya dengan frustrasi
Dan Keenan duduk di sana, mengamati dengan sedih, merasakan hatinya teriris. Baru kali ini
Azka bersedia
meninggalkan seluruh tanggung jawabnya, demi
mengejar
perempuan yang
dicintainya. Dan saudara kembarnya itu sekarang harus menghadapi kemungkinan untuk patah hati.
⧫⧫⧫
Keenan
berdiri di depan pintu rumah Celia, menunggu.Celia muncul beberapa saat kemudian dan mengernyit
ketika mendongak dan melihat bahwa Keenan yang muncul di sana.
“Ada apa?” Celia tentu saja bingung, tidak
pernah sekejappun dia menyangka bahwa Keenan akan datang menemuinya. Dia pernah berusaha mengejar Keenan dan ternyata lelaki itu
tidak pernah serius kepadanya. Pada akhirnya Celia memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya
kepada Azka, toh wajah mereka sama... Meskipun jauh di dalam hatinya... dia lebih mencintai Keenan, Keenan yang
mudah tertawa, Keenan dengan pakaian santai dan gaya
menggodanya
yang selalu
membuat
Celia
berdebar, dan semua hal
yang sangat bertolak belakang dari Azka. Azka terlalu
serius, terlalu formal, dan terlalu datar.
Tetapi Keenan sepertinya tidak menyimpan perasaan
yang sama. Sehingga Celia harus puas memiliki saudara kembarnya yang sangat mirip dengannya.
Keenan menatap Celia dengan serius, tatapan yang tidak pernah dilihat Celia sebelumnya karena Keenan selalu penuh canda.
“Aku selalu
tahu
bahwa kau tidak
pernah mencintai
Azka.” Keenan bergumam,
membuka percakapan, menatap Celia dalam-dalam, membuat Celia
mengernyit. Ketika Celia
bertunangan dengan Azka, Keenan hanya mengangkat alisnya waktu
itu, tidak menolak tapi juga tidak menyetujui. Padahal
waktu itu
Celia
mengharapkan setitik reaksi kecemburuan dari Keenan, sayangnya ternyata dia
tidak tersimpan sedikitpun di hati Keenan. Lalu setelah kecelakaan
itu, tatapan tidak peduli Keenan kepadanya berubah menjadi tatapan
marah... Ah
dia
tahu
tentang pengkhianatan Celia kepada Azka tentu saja, dan
lelaki itu tampak jijik kepadanya serta berusaha menentang ketika Azka bersikeras melanjutkan
pertunangan itu. Tentu saja Keenan tidak bisa berbuat apapun untuk menghalangi Celia dan Azka, sebentar lagi Celia akan menikah dengan Azka.
“Kau tidak pernah tahu apa yang kurasakan.” Celia
bergumam, mendongak
mentaap
Keenan
yang
masih berdiri dan menunduk ke arahnya,
“Aku tahu.” Tiba-tiba saja
Keenan berjongkok di depannya, membuat matanya sejajar dengan mata Celia, “Aku tahu persis bahwa akulah yang kau cintai.”
Pipi Celia
memerah dan
jantungnya
berdebar mendengar kata-kata Keenan itu. Apa maksud Keenan sebenarnya?
Keenan mengeluarkan sesuatu
dari
sakunya, sebuah kotak kecil berwarna hitam
dari beludru, dibukanya kotak itu. Isinya sebuah cincin berlian yang begitu indah dan berkilauan,
“Aku mencintaimu Celia,
sudah sedari lama aku memendam perasaan ini. Tapi kau lalu memilih bertunangan
dengan Azka. Aku menunggu lama dan pada akhirnya sadar bahwa kalian berdua tidak pernah saling mencintai. Aku yang mencintaimu,
bukan
Azka. Dan
aku
yakin
kau
juga mencintaiku.”
“Apa?” Celia benar-benar terkejut, bibirnya menganga, matanya berganti-ganti menatap cincin berlian itu dan beralih ke wajah Keenan. Tetapi yang ditemukannya di
wajah Keenan adalah keseriusan yang dalam.
“Kalau kau bersedia, aku akan menghadap Azka
dan mengungkapkan semuanya,
bahwa kita saling mencintai,
bahwa kita
ditakdirkan bersama. Azka akan
mengerti, apalagi aku sangat yakin bahwa dia tidak mencintaimu. Dia
pasti akan memberikan restu kepada kita untuk bahagia bersama.”
Mata Celia tampak berkaca-kaca. Oh astaga. Keenannya! Lelaki yang dicintainya dari awal. Bagaimana mungkin dia
bisa menolaknya? Batinnya
sendiri
sudah mengakui bahwa
dia hanya menggunakan Azka sebagai pelarian, dia mencintai Azka
karena lelaki itu bagaikan perwakilan dari saudara kembarnya, dan yang dicintai oleh Celia sesungguhnya adalah Keenan.
“Kau... kau tidak
sedang mempermainkanku
bukan?” Celia
masih meragu meskipun hatinya
langsung berbunga- bunga melihat senyum lembut Keenan kepadanya,
“Aku? Bercanda? Percayalah padaku, Celia, aku tidak pernah melakukan ini kepada perempuan manapun, tidak pernah sebelumnya. Hanya kau satu-satunya perempuan yang bisa membuatku berlutut dan menawarkan
cincin.
Dan
aku akan mati karena patah hati kalau
kau menolaknya.” Keenan menunjukkan cincin itu lagi dan berubah serius, “Nah, Celia, maukah kau memutuskan pertunanganmu
bersama Azka dan kemudian bersumpah setia untuk menikah denganku?”
Air mata bahagia membanjiri mata Celia, “Ya!” serunya bersemangat, dia
memajukan tubuhnya, memeluk Keenan erat- erat dan
merasa begitu melayang ketika Keenan membalas
pelukannya, “Ya. Keenan, aku bersedia! Aku akan menikah
denganmu!”
Celia tidak melihat
wajah
Keenan
yang begitu pedih ketika memeluknya. Keenan sudah terlalu sering
berbuat egois, memanfaatkan kebaikan hati Azka, membiarkan kakaknya itu bertanggung
jawab
atas semua
hal yang
seharusnya mereka
bagi bersama. Kini giliran Keenan membalas budi, setidaknya dia
bisa mengambil salah satu tanggung jawab Azka yang
paling berat. Pemandangan Azka yang begitu menderita telah mendorongnya
untuk
berbuat ini. Dia bisa dan dia mampu
untuk menolong kakaknya.
Biarlah dia yang mengambil alih tanggung jawab terhadap Celia, dan membiarkan Azka bisa
mengejar cinta sejatinya.
⧫⧫⧫
“Aku harus berbicara denganmu.” Keenan bergumam di pintu, menyadari Sani di dalam sana merasa ragu untuk membukanya.
Keenan berhasil naik ke atas karena resepsionis apartemen mengira bahwa dia adalah Azka, jadi dia membiarkannya masuk. Dan sekarang lelaki itu
sudah berdiri di depan apartemen Sani, ingin memberikan penjelasan.
“Apakah Azka
yang mengirimmu
kemari?”
Tanya Sani dari balik pintu.
“Tidak. Saudaraku itu terlalu menderita untuk berpikir apapun, yang
dia
lakukan hanyalah mengurung diri di apartemennya dan merenung. Tidak makan, tidur ataupun bekerja, kalau terus-menerus begitu aku cemas dia akan mati.”
Keenan mendesah, “Kumohon, biarkan
aku
bicara
denganmu sekali saja, setelah itu aku tidak akan mengganggumu lagi.’
Sani tertegun, hatinya terasa
pedih
mendengar kata-kata
Keenan tentang Azka, tetapi
dia menguatkan hatinya, bukankah dia juga mengalami
kepedihan yang
sama? Dia tidak bisa makan, tidak bisa tidur dan terus-terusan menangis?
Setelah menghela napas
panjang, Sani membuka pintu dan menatap Keenan dengan dingin, “Katakan apapun yang kau mau, lalu pergilah.”
Keenan meringis menerima sikap dingin Sani, “Bolehkah
aku masuk? Ini akan sangat panjang.”
Sani menatap Keenan, lalu pada akhirnya dia memundurkan diri dan membiarkan mereka masuk.
Mereka duduk di sofa, dalam keheningan,
“Well? “ tanya
Sani setelah
beberapa
lama tampaknya Keenan belum ingin mengatakan apapun.
Keenan mendesah, “Aku masih bingung harus memulai dari mana... kita
mulai dari Celia,
tunangan
Azka.” Keenan melirik dan menemukan luka di
mata Sani ketika nama Celia disebut, “Celia dulu mengejarku dan ingin memilikiku. Tetapi tentu saja aku hanya main-main dengannya. Dan
setelah sadar dia tidak bisa memilikiku, dia mengejar Azka. Azka waktu itu masih begitu rapuh sepeninggal orang tua kami, dan Celia menghujaninya dengan perhatian-perhatian hingga
akhirnya Azka menerima Celia. Aku bilang ‘menerima’ karena aku yakin bahwa dari awal, Azka tidak
pernah mencintai Celia. Dia hanya merasa
dia
bisa menerima
Celia di sisinya, itu
saja. Dan kemudian merekapun bertunangan.” Keenan
mengangkat
bahunya, “Aku sedikit terkejut ketika Azka mengambil langkah serius itu bersama Celia, tetapi kemudian aku
sadar, Celia tahu betul kelemahan Azka,
dia tahu
Azka
mudah
merasa
bertanggung
jawab
kepada seseorang
dan dia memanfaatkannya. Mereka
berduapun bertunangan.
Dan semua tampak baik-baik saja. Sampai kemudian pengkhianatan itu terjadi.”
Pengkhianatan? Jantung Sani berdegup kencang, Apakah sebelumnya Azka juga pernah mengkhianati Celia?
“Celia yang mengkhianati Azka.” Keenan bergumam, memahami pertanyaan yang ada
di mata Sani, “Azka sangat sibuk waktu itu,
mengambil alih perusahaan yang diwariskan oleh ayah sehingga dia tidak punya waktu untuk memberikan
perhatian kepada Celia yang manja. Celia yang
manja dan haus kasih sayang akhirnya mencari pelarian kepada pria lain, seorang pria
brengsek bernama Edo. Lelaki itu merusaknya dan meninggalkannya dalam kondisi hamil.”
“Apa?” Sani
terkesiap, menutup mulutnya dengan jemarinya, tidak menyangka akan informasi itu.
“Ya. Dia hamil, dan dia ditinggalkan. Celia menangis, datang kepada Azka, berharap bisa
memanfaatkan sikap tanggung jawab Azka. Tetapi dia
memperoleh yang sebaliknya, dia marah besar, semua itu sudah berada di luar batas toleransi Azka. Sayangnya Celia memilih waktu yang
salah ketika mengaku, dia sedang berada di dalam mobil bersama Azka, dan kemudian mereka mengalami kecelakaan.”
Sani teringat berita yang dibacanya, bahwa Celia
adalah seorang model
yang kemudian berhenti setelah sebuah kecelakaan...
“Celia keguguran. Dan kakinya dinyatakan lumpuh, tidak bisa berjalan lagi selamanya. Azka seperti yang
kau
tahu merasa sangat bersalah dan
kemudian mengambil seluruh tanggung jawab terhadap Celia, dia melanjutkan pertunangan itu. Melanjutkan rencana pernikahan itu meskipun hatinya luar
biasa pedihnya. Seluruh perasaan yang pernah dimilikinya bersama Celia tentu saja sudah musnah, tetapi dia tetap berusaha menjalani apa yang sudah
dijanjikannya, dan dia berusaha tetap setia.”
Oh Ya ampun. Kasihan Azka. Itulah hal yang pertama terlintas di benak Sani. Kasihan Azka... lelaki itu sekali lagi memikul tanggung jawab yang bertentangan dengan
hati nuraninya.
Keenan tersenyum kecut
melihat ekspresi Sani, “Kau merasa kasihan kepadanya bukan? Begitupun aku? Azka
hidup dengan menanggung beban karena kebaikan hatinya dan aku selalu menentang
pertunangannya
dengan
Celia karena aku tidak mau dia menderita.... Apalagi ketika
kemudian dia bertemu kau, Sani.”
Keenan memajukan tubuhnya, “Kau pasti tahu
dan merasakan bahwa Azka benar-benar mencintaimu, dia
tidak pernah selembut itu
dengan perempuan manapun. Dulu dia begitu dingin, tenang dan
pandai menutupi perasaannya, tetapi kepadamu dia sepertinya tidak bisa menahan diri.” Keenan mengamati Sani, “
Kau pasti tidak tahu bahwa Azka mempunyai
rumah sendiri, sebuah
rumah mewah di daerah
elite
yang sangat sejuk
dekat dengan kantor pusat perusahaannya. Tetapi sejak bertemu denganmu, dia memilih untuk selalu pulang ke apartemen di atas cafe yang sederhana yang jauh dari kantornya, selarut apapapun dia pulang dia
selalu berusaha ke sana. Hanya supaya dia bisa berdekatan denganmu.”
Mata Sani terasa panas ketika dia mengingat kebaikan dan kelembutan hati
Azka
kepadanya, melihat betapa sedihnya lelaki
itu ketika pertengkaran mereka
di cafe. Oh astaga, dia tidak tahu kalau seperti ini kisahnya. Kalau saja dia tahu...
Kalau saja dia
tahu dia akan berbuat apa? Tidak mungkin kan dia menerima cinta Azka dan membuat Azka meninggalkan Celia? Batin mereka berdua pasti
akan sama-sama tersiksa,
berbahagia di
atas penderitaan perempuan lain.
Keenan menghela napas panjang, “Sekarang kalian sudah tidak perlu bingung lagi. Aku sudah mengatasi Celia.”
Sani menatap bingung ke arah Keenan, “Mengatasi Celia?
Apa maksudmu?”
Keenan menatap Sani dengan pedih, “Aku sadar bahwa selama ini aku egois, membiarkan Azka menanggung semuanya, aku hampir sama jahatnya seperti Celia, mengetahui kelemahan Azka adalah kebaikan hatinya, dan aku memanfaatkannya...
Tetapi ketika hari itu aku melihat betapa menderitanya Azka, aku tidak tahan. Aku ini adiknya dan adik macam apa yang bisa membiarkan kakaknya menderita padahal tahu bahwa dia bisa berbuat sesuatu?”
“Maksudmu....?” Sani bertanya-tanya, akan
kemana arah dari kata-kata Keenan itu.
“Yang dicintai Celia
sebenarnya adalah aku. Aku tahu persis itu sejak awal mula.” Keenan terkekeh, “Aku mendatangi
Celia pagi ini dan
menawarkan pertunangan, berpura-pura
mencintainya dan memintanya meninggalkan Azka. Perempuan
itu langsung menyambarnya bagaikan ikan hiu yang kelaparan.”
“Astaga
Keenan? Kenapa kau melakukan itu?”
“Karena aku menyayangi Azka, sejak kecil dia selalu menjaga
dan melindungiku, bahkan sampai
dewasapun
dia selalu melakukannya. Sekarang giliranku untuk
membuatnya
bahagia.”
“Tetapi kau tidak benar-benar mencintai Celia..”
“Tidak apa-apa.” Keenan tersenyum, “Aku
sudah mengambil seluruh jatah kebahagiaanku di muka, sekarang giliran Azka
yang mendapatkannya.”
⧫⧫⧫
Sepeninggal Azka,
Sani masih
merenung
kebingungan.
Pada akhirnya dia memberanikan diri, menelepon nomor Azka.
“Halo Sani?” pada deringan pertama telepon itu langsung diangkat, seolah-olah
Azka
memang sedari tadi duduk merenung menatap ponselnya.
“Azka.” Sani
memejamkan matanya, merasa bersalah ketika mendengar nada letih di suara
Azka, lelaki itu menanggung beban berat karenanya, “Aku... bisakah aku ke cafe? Aku ingin bicara.”
YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 10
No comments:
Post a Comment