BAB
7
Mikail
menggandeng tangan Lana dengan formal ketika memasuki restaurant. Sang kepala restaurant
sendiri yang menyapa mereka dan mengantarkan mereka berdua ke meja yang sudah
disiapkan.
Mikail
tampak akrab dengan kepala restaurant itu, dan Lana melihat kepala restaurant, seorang
lelaki Perancis dengan logat Perancis yang kental. Sesekali Mikail berbicara
dalam bahasa Perancis yang lancar dan tersenyum menanggapi perkataan kepala restaurant
itu.
Dari
informasi yang pernah didapat Lana, ayah Mikail adalah orang Italia dan ibunya
keturunan Perancis. Mungkin ini sebabnya Mikail lancar berbahasa Perancis, meskipun
itu bukan urusannya. Lana cepat-cepat mengalihkan pikirannya dari Mikail.
Ketika
kepala restaurant itu pergi, Mikail menarikkan kursi untuk Lana dan duduk di depan
Lana,
“Restaurant
ini milik ibuku,” Mikail menatap kepergian kepala restaurant itu, “Francoise adalah
asisten ibuku sejak lama, dia mencintai restaurant ini seperti mencintai hidupnya”
Lana
terdiam menatap Mikail. Orangtua Mikail juga telah meninggal, itu yang dia tahu,
tetapi entah kenapa, informasi tentang orang tua Mikail itu tersimpan rapat,
jauh sekali hingga tidak ada seorangpun yang bisa menggalinya.
Seorang
pelayan datang dan Mikail memesan lagi dalam bahasa Perancis yang fasih. Ketika
hidangan pembuka datang, Lana terpesona dengan tampilannya, Mikail menjelaskan
bahwa makanan itu adalah L'imperial de saumon marine yang ternyata adalah filet
salmon asap. Ditemani dengan Creme, potongan jeruk citrus, dan Roti Baggue. Penyajiannya
begitu indah, seperti hamparan padang pasir di atas piring lengkap dengan suasana
eksotisnya.
Lana
menyuap untuk pertama kalinya dan mendesah, merasakan crème itu meleleh di mulutnya
dan menciptakan cita rasa yang bercampur baur antara rasa manis dan kelembutan
yang nikmat.
Tak
disadarinya bahwa Mikail menatap ekspresinya itu dengan tatapan kelaparan. Suasana
hati Mikail luar biasa buruknya, hasratnya yang tidak terlampiaskan membuatnya frustrasi
luar biasa. Dia amat sangat ingin meledak… di dalam tubuh Lana.
Mikail
memesan anggur Chardonnay sebagai teman makan mereka, sambil berharap malam ini
Lana sedikit mabuk sehingga mengendorkan pertahanannya. Tetapi pikiran bercinta
dengan Lana dalam kondisi perempuan itu mabuk sama sekali tidak menyenangkannya.
Dia ingin perempuan itu sukarela, melingkarkan pahanya di tubuhnya, ketika
tubuh mereka bersatu. Saat itu akan datang pada akhirnya, kalau Mikail mau
bersabar dan menundukkan perempuan keras ini pelan-pelan.
Hidangan
utama datang, yakni Parmentier de canard et son bouquet de verdure, hidangan
daging bebek yang dipanggang hingga cokelat muda dan berminyak bersama dengan kentang
lembut yang dihancurkan, dan disajikan bersama semangkuk salad. Rasanya luar
biasa lezat dengan paduan bumbu-bumbu yang tidak biasa dan khas, membuat Lana
terpesona akan citarasa masakan khas perancis ini. Pantas saja restaurant ini dianugerahi
lima bintang.
“Kau
menyukainya?,” dalam cahaya lampu yang temaram, Mikail tampak lebih lembut.
Garis kejam di bibirnya tampak memudar dan itu membuatnya tampak lebih santai.
Lana
ingin membantah, tetapi tidak ingin merusak suasana indah ini. Terkurung selama
berminggu-minggu di dalam kamar terkutuk itu dan sekarang entah kenapa Mikail berbaik
hati membawanya keluar – meskipun dengan pengawalan ketat – Lana sempat melirik
ke arah pengawal-pengawal
Mikail
yang berdiri seperti biasa di akses pintu keluar.
Lana
menganggukkan kepalanya. Dia memang sangat menikmati semua ini, bukan hanya makanan
– meskipun makanan di rumah Mikail tidak kalah nikmatnya – tetapi bisa makan dengan
pemandangan bebas, bukan pintu kamar dan ruangan yang selalu terkunci sangat
menyenangkannya.
“Bagus,”
Mikail bergumam puas, lalu memanggil pelayan untuk menghidangkan hidangan penutup,
dan kopi, “Aku ingin gencatan senjata”
Lana
mengalihkan pandangan tertariknya pada hidangan penutup yang baru datang itu.
Itu adalah crème brûlée, hidangan cantik dari krim yang dibakar di permukaan atasnya
sehingga membentuk lapisan karamel renyah tapi lembut di bagian bawahnya.
“Gencatan
senjata?,” ketika menyadari arti dari kata-kata Mikail, Lana waspada
sepenuhnya.
“Aku
akan memperlakukanmu dengan baik, bukan sebagai tawanan, tetapi sebagai kekasihku.
Menurutku kita bisa menjalin hubungan kerja sama yang cukup baik”
Lana
tergoda. Bukan, bukan tergoda menjadi kekasih Mikail. Tetapi tergoda akan janji
itu, bahwa Mikail tidak akan memperlakukannya sebagai tawanan, yang berarti
akan melonggarkan keamanan ketat yang selama ini menjaganya.
Itu
berarti kesempatannya untuk melarikan diri akan… Mikail sepertinya bisa membaca
pikiran Lana dari raut wajahnya, bibirnya mengetat marah dan lelaki itu menggeram,
“Lupakan
saja!,” dengan marah Mikail melempar serbetnya, lalu berdiri, “Norman!”
Dengan
cepat Norman menyiapkan mobil Mikail, dan Lana mendapati dirinya ditarik pergi
meninggalkan rumah makan itu.
***
Dalam
kegelapan sosok itu mengawasi, kabel rem mobil itu sudah berhasil dipotongnya.
Susah memang, mengingat pengawal-pengawal Mikail selalu siaga. Tetapi jangan
panggil dia Jackal , nama samarannya di dunia gelap yang cukup populer sebagai
pembunuh bayaran paling ahli.
Potongannya
sudah diatur dengan rapi, ketika diperiksa sekarang pun tidak akan ada yang menyadarinya.
Tetapi seiring dengan berjalannya mobil, dan kira-kira 10 kilometer dari sini,
tepat ketika mereka memasuki area pinggiran kota dengan jalan berliku dan pohon
besar di kiri kanannya menuju rumah Mikail…. Kabel itu akan putus. Jackal terus
mengawasi sampai mobil itu berjalan dan menghilang di tikungan, lalu tersenyum
jahat, sekarang saatnya menagih bayarannya kepada Franky yang menyedihkan.
***
Ketika
mereka dalam perjalanan pulang, suasana hati Mikail tampaknya lebih buruk dari sebelumnya.
Lana mengernyit menatapnya. Apakah Mikail selalu melalui hari-harinya dengan marah-marah
seperti ini? Lelaki itu pasti akan mati muda, pikirnya dengan puas.
Perjalanan
itu berlangsung sedikit lama dan Lana mengantuk mungkin karena pengaruh anggur
dan makanan tadi, Lana mulai memejamkan mata dan godaan untuk tidur terasa
sangat nikmat.
“Lana!!,”
teriakan itu mengejutkan Lana membuatnya terperanjat kaget, ketika sadar dia
merasakan dirinya ada dalam dekapan Mikail, didekap dengan begitu kuat hingga
merasa sakit. Seluruh tubuh Mikail melingkupinya seolah melindunginya. Melindunginya
dari apa…..?
Sekejap
kemudian, mereka berguling dan benturan keras mengenai kepalanya, membuat semuanya
gelap dan Lana tidak ingat apa-apa lagi.
***
“Bagaimana
dia?,” Mikail menyeruak di antara kerumunan perawat itu. Para perawat di ruangan
lain tampak mengejarnya karena luka di lengannya belum selesai dibalut, Dokter
dan perawat yang menangani Lana menoleh serentak dan sedikit terpana ketika
menyadari bahwa di pintu ruangan gawat darurat itu, berdiri sosok lelaki yang
luar biasa tampan, mengenakan kemeja putih yang penuh darah, dan tampak begitu
marah.
“Bagaimana
dia?!,” sekali lagi Mikail bertanya, dengan nada sedikit berteriak.
Dokter
Teddy, yang bertugas di sana, cukup mengetahui reputasi Mikail yang begitu
kejam dan cepat naik darah – lagipula, lelaki itu adalah pemilik rumah sakit ini.
Dia
menghampiri Mikail dan mencoba menjelaskan,
“Dia
baik-baik saja Tuan Mikail, kami sudah menjahit luka di kepalanya. Tetapi dia
kehilangan banyak darah, dan saat ini kami sedang mencari darah dari penyedia
terdekat….”
“Cari
darah itu…Norman!!,” Mikail berteriak memanggil Norman, yang dari tadi
sebenarnya sudah berdiri di belakangnya, “Dia akan membantu mencari darah untuk
Lana, apa golongan darahnya?”
“AB,”
dokter itu menjawab cepat, tiba-tiba merasa takut akan api yang menyala di mata
berwarna cokelat muda itu.
Mikail
tertegun sejenak, “Ambil darahku, aku juga AB”
“Tuan
Mikail, Anda juga habis terluka karena kecelakaan ini,” Norman menyela cemas.
“Kami
tidak bisa mengambil darah Anda, kondisi Anda tidak memungkinkan,” Dokter itu menyela
tak kalah cepat hampir bersamaan dengan Norman.
Mikail
mengepalkan tangannya marah, “Dengar, ini hanya luka lecet kecil, dan aku ingin
semua perkataanku dituruti, ambil darahku dan selamatkan dia! Dan kalau…,” Mikail
terengah, matanya melirik ke arah tubuh Lana yang terkulai lemas di sana, “Dan
kalau sampai terjadi sesuatu kepadanya, aku akan membuat kalian menerima
ganjarannya,”
gumamnya
dengan nada mengancam yang menakutkan
***
Mikail
duduk di pinggir ranjang dan menatap Lana yang masih tertidur karena pengaruh
obat. Transfusi darah sudah dilaksanakan dan kondisi Lana berangsur membaik.
Kali
ini barulah Mikail merasakan sedikit pusing dan sakit di lengannya yang tersayat
besi mobil yang terguling tiga kali sebelum terhempas ke turunan jalan tadi.
“Kondisinya
sudah membaik,” Norman yang berdiri di sana berusaha memecah keheningan, “Kami sudah
menyelidiki pelakunya”
“Franky,”
Mikail menggeram, dia sudah tahu bahkan sebelum Norman memberitahunya. Bajingan
busuk itu beraniberaninya melakukan ini. Dia tidak tahu apa yang menantinya.
Mikail pasti akan mencincangnya sampai menjadi bubur. ”Kau sudah menemukannya?”
Norman
bergerak sedikit gelisah, “Belum tuan, ketika dia sadar bahwa dia gagal membunuh
Anda, dia langsung melarikan diri entah kemana”
“Cari
dia, temukan lalu bawa dia ke depanku, hidup-hidup,” suara Mikail terdengar mengerikan
dan Norman tahu Mikail sedang sangat marah. Saat ini seharusnya Franky berdoa supaya
dia ditangkap dalam kondis sudah mati, karena kalau Mikail sudah menemukannya dalam
kondisi hidup… Norman tidak berani membayangkan bagaimana jadinya.
“Ada
satu lagi tuan,” Norman tiba-tiba teringat Mikail hanya melirik tidak berminat,
“Apalagi?” “Franky tidak melakukan semuanya sendiri, dia menyewa seorang
pembunuh bayaran yang sangat terkenal di dunia gelap, Jackal.”
Jackal.
Mikail pernah mendengar nama sebutan itu. Jackal adalah pembunuh jenius bermental
psikopat yang sangat keji dan maniak. Dia membunuh korbannya dengan perhitungan
yang sangat matang dan terkadang bisa sangat kejam. Sampai saat ini, tidak ada yang
tahu sosok asli pembunuh itu, mereka semua menyebutnya Jackal karena dia selalu
berhasil membunuh korbannya… sampai sekarang.
“Jackal
terkenal tidak pernah gagal. Dia akan terobsesi kepada korbannya kalau tidak
bisa membunuhnya. Dan sekarang, dia pasti akan mengejar Anda. Anda harus berhati
hati karena sampai saat ini kita tidak tahu siapa dirinya” Mikail menganggukkan
kepalanya. Merasa siap karena marah. Franky dan pembunuh psikopat yang entah
siapa itu telah berani-beraninya melukai Lana, miliknya. Kalau mereka memutuskan
berhadapan dengannya, berarti mereka telah memilih musuh yang salah.
***
Lana
terbangun ketika merasakan lengannya disengat. Dia membuka mata dan bertatapan
dengan wajah muda berkacamata yang sangat tampan dan ramah.
“Ups
aku membangunkanmu,” lelaki itu tersenyum ramah, “Aku sedang menyuntikkan obat
untuk lukamu. Aku sudah berusaha melakukannya selembut mungkin, tetapi sepertinya
aku tak selembut yang kukira”
Lana
mengamati lelaki itu dari jas putih yang dikenakannya,
dia
adalah dokter.
Lelaki
itu mengikuti arah pandangan Lana dan tersenyum, “Perkenalkan, aku Dokter Teddy,
aku dokter yang merawatmu kemarin ketika kau dibawa ke sini, Kepalamu pasti
sakit ya? Kau terbentur cukup keras, aku menjahit 12 jahitan di sana”
“Kecelakaan?,”
Lana berusaha mengingat semuanya-tetapi ingatan terakhirnya hanya sampai pada
teriakan Mikail dan pelukannya yang begitu erat, sebelum semuanya menjadi
gelap.
“Ya
kecelakaan, kata polisi mobil kalian di sabotase dan remnya blong. Mobil kalian
terguling dan kepalamu membentur, untung kami dapat menyelamatkanmu”
“Bagaimana
dengan Mikail?,” Lana bertanya cepat, sabotase itu pasti dilakukan oleh musuh
Mikail yang mendendam kepadanya. Apakah Mikail terluka? Ataukah lelaki itu
sudah mati? Dan kenapa bukannya senang tetapi Lana malahan merasa cemas?
“Maafkan
aku mengecewakanmu,” suara khas itu terdengar dari pintu, “Tetapi aku masih hidup”
Lana
menoleh dan melihat Mikail berjalan memasuki ruangannya, dengan kemeja hitam dan
penampilan yang luar biasa sehat dan tak kelihatan kalau dia baru saja mengalami
kecelakaan. Tanpa sadar Lana mengernyit, menyesal telah mencemaskan Mikail.
Lelaki itu mungkin iblis, jadi susah mati, gumam Lana menyumpah dalam hati.
‘Bagaimana
kondisinya dokter?,” Mikail mengalihkan tatapan matanya dan menatap Dokter Teddy
yang masih berdiri di sana, memeriksa infus Lana.
Senyum
di wajah Dokter Teddy tak pernah pudar hingga Lana menyadari dua lelaki di depannya
ini begitu kontras, yang satu begitu dingin dengan nuansa muram gelap yang
melingkupinya, dan yang satunya tampak begitu cerah, penuh senyum seolah-olah dia
membawa Matahari di atas kepalanya.
“Kondisinya
sudah membaik, tetapi dia masih harus istirahat dan berbaring beberapa hari di
sini. Saya belum bisa merekomendasikan dia dibawa pulang seperti permintaan anda tuan Mikail,” ekspresi Dokter Teddy berubah
serius meskipun masih penuh senyum, “Itu akan berbahaya untuknya, kepalanya
terbentur parah dan goncangan sekecil apapun akan membuatnya mual dan muntah
dan kesakitan.
Anda
tentu tidak ingin hal itu terjadi kepadanya kan?” “Berapa hari sampai dia bisa
normal kembali?,” Mikail membicarakan Lana seolah-olah Lana tidak ada di ruangan
itu.
Dokter
Teddy tampak menghitung,
“Maksimal
tujuh hari, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau kurang dari tujuh hari perkembangannya
sudah membaik, kami akan merekomendasikannya untuk bisa dirawat di rumah” Mikail
tercenung. Tujuh hari, dan Lana berada dalam area publik yang cukup berbahaya.
Otaknya berputar memikirkan keamanan seperti apa yang harus diterapkannya untuk
menjaga Lana. Franky masih dalam pengejaran dan Jackal berada entah dimana,
masih mengincar mereka. Mikail harus menjaga Lana dengan ekstra hati-hati.
Dokter
Teddy mengangkat bahunya, dan tersenyum pada Lana,
"Baiklah
Lana, saya harus kembali bertugas. Saya yakin Anda akan segera sembuh", senyumnya
yang secerah Matahari memancar lagi, membuat Lana terpesona, bahkan setelah Dokter
Teddy pergi.
Mikail
menatap Lana dan mencibir, "Jangan bermimpi", desahnya kesal. Lana
menatap Mikail dan mengernyit, "Apa maksudmu?"
"Kau
menatap dokter itu dengan tatapan bodoh dan terpesona seperti perawan yang melihat
lelaki pertamanya.....Oh maaf", senyum Mikail benar-benar mengejek, "Aku
lupa kalau kau sudah tidak perawan dan akulah lelaki pertamamu"
Lana
benar-benar marah kepada Mikail, lelaki itu benarbenar perpaduan dari semua
yang dia benci, kurang ajar, tidak sopan, dan menjengkelkan. Mungkin karena itulah
Tuhan menciptakannya dengan kesempurnaan fisik yang luar biasa, untuk mengimbangi
sifat buruknya.
Mikail
duduk di kursi sebelah Lana dan menatap lurus, "Aku ulangi, jangan pernah kau
terpesona pada dokter muda itu, dia pasti dari kalangan keluarga konvensional dan
aku yakin, pendidikan moral dan keluarganya tidak akan menoleransi kau, perempuan
yang sudah dinodai oleh Mikail Raveno"
"Hentikan!!",
Lana menggeram, tak tahan akan kata-kata Mikail yang sepertinya sengaja digunakan
untuk menyakitinya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, seperti ditusuk dengan tongkat
besi. Dia meringis dan memegang kepalanya.
Ekspresi
Mikail langsung berubah, lelaki itu berdiri dari kursinya dan setengah duduk di
ranjang, memeluk Lana,
"Lana?
Kau kenapa? Lana...?"
"Tidak...
Aku tidak apa-apa, maafkan aku, kepalaku cuma sedikit sakit"
"Berbaringlah",
Mikail membantu merapikan bantal-bantal di belakang Lana, lalu dengan pelan membaringkan
Lana di ranjang.
Lana
memejamkan matanya, merasakan denyutan itu mulai mereda, dan mendesah.
"Bagaimana?"
Lana
menarik napas panjang dan membuka mata, menemukan wajah luar biasa tampan itu
menatapnya dengan cemas, benar-benar cemas, bukan sesuatu yang dibuat-buat. Apakah
Mikail benar-benar cemas? Tapi bagaimana mungkin? Bukankah lelaki ini adalah
lelaki kejam yang menghancurkan keluarga dan orangtuanya?
Tapi
ingatan Lana kembali kepada malam kecelakaan itu,
sekarang
terpatri jelas dalam ingatannya kalau Mikail benarbenar merengkuhnya malam itu,
memeluknya erat-erat dan menahan guncangan-guncangan untuk melindunginya.
Mungkin kalau bukan karena dipeluk Mikail, tubuh Lana sudah terlempar, dan
bukan hanya kepalanya saja yang terluka. Malam itu, Mikail jelas-jelas melindunginya.
Tapi, kenapa? Pertanyaan-pertanyaan itu kembali membuat kepala Lana sakit, dia
memejamkan matanya lagi.
Hening
sejenak, kemudian Mikail menghela napas, "Istirahatlah, kalau kau perlu apa-apa,
kau tinggal menekan
tombol
di dekat ranjang."
Dan
kemudian Mikail pergi menutup pintu dengan pelan dari luar.
***
Mikail
menyandarkan tubuhnya di dinding dan memijit dahinya yang berdenyut, dadanya terasa
sakit dan nyeri. Jadi, seperti ini rasanya.... Melihat Lana kesakitan hampir
membuatnya meledak dalam kecemasan, dan itu semua karena musuh-musuhnya yang hendak
mencelakainya,
"Apakah
semua baik-baik saja Tuan?", Norman muncul, dia memang sedang bertugas berjaga
di sana dan cemas melihat Mikail hanya bersandar di pintu, Mikail menoleh, menatap
Norman dan mengernyit, "Ah.. Ya, dia
baik-baik saja, hanya tadi ada serangan di kepalanya, dia kesakitan"
Norman
menganggukkan kepalanya dan merenung. Mikail juga tampak sibuk dengan pikirannya
sendiri,
"Kenapa
tidak Anda katakan saja kepadanya?", gumamnya akhirnya.
Mikail
menyentakkan kepalanya, "Apa?"
"Semuanya,
seharusnya dia tahu semuanya. Itu akan membebaskannya dan juga membebaskan
Anda"
Mikail
menggelengkan kepalanya,
"Itu
akan menghancurkan hatinya". Dengan cepat Mikail mengalihkan pembicaraan, "Dokter
bilang dia harus seminggu lagi di sini, kau atur penjagaan di sini, jangan
sampai ada yang lengah. Hanya dokter dan perawat khusus Lana yang boleh masuk
ke ruangan itu, instruksikan pada semuanya" Mikail lalu melangkah pergi,
dan Norman tercenung menatap tuannya itu.
Semua
orang selalu takut pada Mikail. Lelaki itu setampan malaikat, tetapi hatinya sehitam
iblis, begitu kata orang- orang. Semua orang memujanya sekaligus menjaga jarak karena
ketakutan. Yang mereka tidak tahu, kadang-kadang, tuannya itu bisa seperti malaikat
seutuhnya, baik tampilan fisiknya maupun hatinya
***
"Selamat
sore, sepertinya kau sudah lebih sehat". Dokter Teddy menyapa lagi di sore
harinya setelah memeriksa Lana, "Dan kulihat makan malammu masih utuh,
kenapa kau tak memakannya?"
Lana
mengernyit meskipun mencoba tersenyum lemah kepada Dokter Teddy,
"Saya
masih mual dan muntah-muntah dokter"
"Tapi
kau harus tetap makan, aku akan memesankan menu lain untukmu, mungkin sup panas
dan jus buah bisa menggugah seleramu?"
Mau
tak mau Lana tersenyum melihat betapa bersemangatnya Dokter Teddy,
"Terima
kasih dokter" Dokter Teddy menganggukkan kepalanya,
"Aku
cuma tidak menyangka perempuan seperti kau yang menjadi kekasih Tuan Mikail"
Tertegun
Lana mendengar perkataan Dokter Teddy itu, "Apa?"
Wajah
Dokter Teddy memerah karena malu, dia tampak menyesal telah mengucapkan kata-kata
itu,
"Ah
maafkan aku Lana, lupakan aku telah mengucapkannya ya?"
Lana
menggelengkan kepalanya,
"Tidak
apa-apa dokter, semua yang melihat pasti akan menyangka aku adalah kekasih Mikail"
"Apalagi
melihat tingkah Tuan Mikail di ruang gawat darurat kemarin", Dokter Teddy
terkekeh
Lana
mengernyitkan matanya lagi, memangnya apa yang dilakukan Mikail di ruang gawat
darurat kemarin?
Dokter
Teddy sepertinya tahu bahwa Lana bertanya-tanya, dia mengangkat bahunya,
"Jangan
bilang padanya kalau aku membicarakan tentangnya di belakangnya ya, sampai
sekarang aku masih merinding mengingat tatapan membunuhnya ketika mengancam akan
menghabisi semua dokter dan perawat di sini kalau mereka tidak berhasil menyelamatkanmu",
ditatapnya Lana dengan tatapan menyesal, "Sungguh, siapapun yang melihat
kelakuannya kemarin pasti akan mengambil kesimpulan yang sama, bahwa Tuan Mikail
adalah kekasih yang amat sangat mencintai dan mencemaskanmu"
Lana
memalingkan muka, tidak tahu harus berkata apa, masih tidak dipercayainya kata-kata
Dokter Teddy kepadanya,
"Ah
ya, dan sebenarnya dia turut andil dalam menyelamatkan nyawamu"
Ketika
Lana menatap Dokter Teddy dengan bingung, Dokter Teddy mendesah, "hmm. Dia
tidak bilang padamu ya, jangan bilang kalau kau tahu dari aku ya"
"Tahu
tentang apa?"
"Malam
itu kau kehabisan banyak darah, dan Tuan Mikail yang kebetulan golongan darahnya
sama denganmu, memaksa kami mengambil darahnya untukmu. Sebenarnya kami tidak
boleh melakukannya, Tuan Mikail juga baru selamat dari kecelakaan yang sama, tetapi
dia memaksa, dan mengancam. Dan benar apa kata orang, tidak akan ada seorangpun
yang berani melawan apa yang dikatakan oleh Mikail Raveno. Lagipula dia adalah
pemilik rumah sakit ini, perintahnya harus kami laksanakan"
Kejutan
lagi. Lana tidak suka dia harus berhutang nyawa kepada lelaki iblis itu... Tetapi
entah kenapa, perasaan bahwa darah lelaki itu mengalir di pembuluh nadinya
membuat dadanya berdesir oleh suatu perasaan aneh, seolah-olah bagian diri
Mikail sekarang ada di dalam tubuhnya, di dalam dirinya.
Dokter
Teddy menghela napas melihat Lana termenung,
"Ah
seharusnya aku tidak terlalu banyak bicara, kau harus segera beristirahat"
Ketika
Dokter Teddy sudah sampai di pintu, Lana memanggilnya,
"Dokter..."
Langkah
Dokter Teddy berhenti seketika, dia menoleh dan menatap Lana bertanya-tanya,
"Ada
apa Lana? Ada yang bisa kubantu? Apakah kau kesakitan?"
Lana
menggelengkan kepalanya,
"Ah
tidak apa-apa dokter, lupakan saja, terimakasih sudah merawat saya"
Dokter
Teddy tersenyum,
"Aku
hanya melakukan tugasku, tapi sekaligus aku senang kalau pasienku makin membaik".
Ketika
Dokter Teddy pergi, Lana tercenung. Cerita Dokter Teddy tadi membuatnya bingung.
Benarkah itu semua? Bahwa Mikail sangat mencemaskan keselamatannya?
Pikiran
Lana teralihkan oleh kesadarannya bahwa dia saat ini tidak sedang dikurung di rumah
Mikail yang berpenjagaan ketat, dia ada di area publik. Sebuah rumah sakit, dan
itu berarti kesempatannya untuk melarikan diri semakin besar.
Dia
harus melepaskan diri dari cengkeraman Mikail karena dia merasa takut. Ya... Lana
takut semakin lama dia berada di bawah Mikail, pada akhirya dia akan bertekuk
lutut di bawah kaki Mikail, jatuh ke dalam pesonanya. Lana hanya perlu seseorang
untuk menolongnya,,,,bisakah Dokter Teddy menolongnya? Jika Lana meminta tolong
padanya, akankah Dokter Teddy mengerti? Dari perkataannya tadi, tampak jelas
kalau Dokter Teddy menganggap Lana adalah kekasih
Mikail,
Bagaimana jika dia menceritakan yang sebenarnya? Mungkinkah Dokter Teddy jatuh
simpati dan menolongnya? Atau mungkin Dokter Teddy malah melaporkannya pada Mikail,
mengingat rumah sakit ini adalah milik Mikail. Malam itu Lana tertidur dengan mimpi
buruk, di mana Mikail terus menerus mengucapkan ancaman itu di telinganya, bahwa
dia akan membunuh siapapun yang menolong Lana dan siapapun yang lengah hingga
Lana bisa melarikan diri. Kalimat itu terngiang jelas sepanjang malam :
"Kebebasanmu akan digantikan dengan nyawa seseorang, Lana....
***
Norman
melapor pagi-pagi sekali kepada Mikail, "Kami berhasil menangkap
Franky"
Mikail
yang sedang menyesap kopinya langsung membanting gelasnya ke meja, "Hidup-hidup?",
tanyanya sambil menyipitkan matanya. Norman mengangguk,
"Hidup-hidup"
"Bagaimana
kondisinya?"
"Kakinya
sedikit luka, tetapi tidak parah. Dia berusaha melarikan diri dari kami, tetapi
kami berhasil menggagalkannya"
"Bagus,
bawa dia padaku"
***
Sosok
yang selalu berada dalam bayangan gelap itu mengawasi semuanya dari mobil yang
diparkir secara tidak kentara dekat dengan gerbang Mikail.
Bagus.
Mereka sudah menangkap Franky, itu akan mengalihkan perhatian mereka untuk sementara.
Dan dia bisa berbuat apapun yang dia mau untuk menyusun rencana menghabisi
Mikail.... Dan pelacurnya. Jackal tidak pernah gagal membunuh targetnya. Ketika
targetnya terlepas, Jackal akan memburunya sampai mati, dan kali keduanya, dia tak
akan pernah gagal.
***
No comments:
Post a Comment