Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Part 24

The Decision

Dengan sesopan mungkin agar tdk membuat Luna histeris dan menangis sperti ketika dia
pertama kali datang menemuinya, Revel berkata, "Luna, saya sarankan kmu bicara dgn
Dhani tentang keadaan Raf, supaya dia bisa bantu kmu. Dhani itu bapaknya Raf, klo dia tahu
Raf sakit, dia pasti akan bantu. Saya nggak akan bisa slalu available untuk kmu."
Luna yg berusaha menghindar ketika tahu alasan knapa Revel mendatangi rumahnya, tetapi
tdk berhasil, berkata dgn nada yg terdengar sedikit panik, "Hah? Kmu nih ngomong apa sih?
Aku nggak ngerti. Kmu tahu kan klo Rafael memerlukan kmu, klo aku perlu kmu."
"Dokter Koay kan sudah bilang klo Ref akan baik2 saja, bahwa kmu cuma harus lebih
menjaga dia supaya dia nggak jatuh sakit."
"Tapi, Rev.." Luna berusaha membantah.
"Luna.. saya sudah janji membantu kmu semampu saya, dan saya sudah mencapai tahap
kemampuan saya. Tdk ada lagi yg bisa saya lakukan untuk kmu," ucap Revel setenang
mungkin.
"Kmu nggak bisa ninggalin aku begini, Rev," teriak Luna. Dari tatapan matanya Revel tahu
bahwa Luna akan mulai histeris lagi.
Revel menggenggam bahu Luna dan mengguncangkannya. "Lun, tenang, Lun. Kmu nggak
sendirian. Kmu ada mama kmu dan Dhani, yg juga bisa membantu kmu klo saja kmu minta
baik2 dari mereka."
"Tapi aku perlu kmu Rev. Please, jgn tinggalin aku sendirian."
"Luna... kmu tahu kan klo sayaini care sama kmu? Tp saya sudah menikah, dan saya cinta
istri saya." Luna kelihatan sedikit terkejut ketika mendengar kata2 Revel. Jangankan Luna,
Revel sendiri juga terkejut ketika mendengar kata2 itu keluar dari mulutnya. Tp dia sudah
tdk bisa membohongi dirinya lagi. Dia memang mencintai Ina. Entah knapa dia baru
menyadarinya sekarang, tp dia tdk akan rela melepaskan ide ini sekarang atau sampai
kapanpun.
Melihat wajah Luna yg masih kelihatan tdk percaya. Revel menambahkan, "Hubungan saya
dgn istri saya jd terganggu karena hubungan saya dgn kmu. Dan thanks karena foto yg sudah
tersebar melalui tabloid, dia pasti menyangka bahwa saya selingkuh dgn kmu. Dia mungkin
berencena meninggalkan saya, as we speak. Saya nggak akan bisa memaafkan diri saya
sendiri klo itu sampai terjadi."
"Gimana bisa kmu lebih memilih dia daripada aku? Dia nggak ada apa2nya klo dibandingkan
denganku," teriak Luna frustasi.
Diluar sangkaan Luna, Revel malah tertawa terbahak2 mendengar komentar ini. Revel tdk
tahu knapa dia justru tertawa mendengar Luna menghina satu2nya wanita yg pernah
dicintainya, daripada memaki2nya. Mungkin karena rasa kangennya kepada Ina, wajahnya,
senyumnya, suaranya, leluconnya, bibirnya dan tubuhnya yg hangat. Kombinasi dari semua
ini slalu membuatnya merasa sperti laki2 paling beruntung di seluruh dunia karena bisa
memilikinya. Dan dia hanya memerlukan waktu satu detik untuk mengambil keputusan
terbesar yg pernah dia buat sepanjang hidupnya.
Dengan nada sepelan mungkin, tetapi penuh dgn ancaman, dia berkata, "Luna, Luna.. kmu
nggak akan pernah ngerti saya. Tp Ina mengerti saya. Seluruh Indonesia mungkin mencintai
kmu, tp saya yakin bahwa pendapat mereka akan berubah klo mereka tahu betapa egoisnya
kmu ini. Selama berbulan2, saya sudah dimaki2 oleh media dan masyarakat karena
kesalahan yg kmu buat. Saya tdk akan meminta kmu supaya minta maaf kepada saya karena
kmu sudah selingkuh dgn Dhani sewaktu kita masih pacaran, tp saya minta satu hal kepada
kmu. Selesaikan masalah kmu dgn Dhani. Saya kasih kmu waktu 48jam untuk membersihkan
nama saya dari tuduhan bahwa Raf adalah anak saa, klo pada saat itu kmu masih belum
melakukannya, saya akan menggelar konferensipers dan mengatakan yg sebenarnya."
Mendengar kata2 Revel wajah Luna langsung memucat. Revel menyangka bahwa Luna akan
jatuh pingsan sbentar lagi, tp ternyata wajahnya memucat karena dia sangat marah sampai
terbata2 ketika mengucapkan makiannya. "Da-dasar laki2 ku-kurang ajar. Saya seharusnya
tdk kaget melihat perlakuan kmu kepada saya, semua orang sudah mengingatkan saya
tentang kmu. Kmu tdk pernah menghargai saya selama kita pacaran dan kmu tdk
menghargai saya sekarang. Kmu memang ada isu dgn wanita, Rev. Istri kmu pasti wanita
kurang waras karena mau menikahi laki2 sperti kmu."
Wajah Revel tdk memberikan reaksi apa2 mendengar penghinaan ini, tetapi kata2nya yg
tajam langsung membuat Luna terdiam. "Sekali lagi saya mendengar kmu menjelek2an istri
saya, saya akan menuntut kmu atas dasar merusak nama baik. Ingat Luna.. 48jam, tick tock..
tick tock." Kemudian Revel keluar dari rumah Luna secepat mungkin sbelum perempuan itu
mulai melayangkan lampu meja kearahnya.
***
Ina terbangun dgn jantung yg berdebar2 dan dia membutuhkan beberapa menit untuk
menyadari keberadaannya. Sinar matahari berwarna jingga yg masuk dari jendela
memberitahukannya bahwa hari sudah cukup sore dan dia harus pulang. Pakaian kerja yg
masih menempel pada tubuhnya kini sudah kusut dan ketika dia melirik bantal yg tadi
ditidurinya masih agak basah karena air mata, dia kembali sadar knapa dia berada disini.
REVEL. Nama yg tadinya tdk berarti apa2, kemudian terlalu berarti baginya. Dia seharusnya
memercayai kata2 Tita ketika dia mengatakan bahwa Revel akan menyakitinya. Ina tdk
percaya bahwa dirinya sudah begitu angkuh, begitu confident akan kemampuannya untuk
menghandle Revel, karena jelas2 sekarang dia tdk mampu melakukannya. Ina menguburkan
wajahnya ke dalam kedua tangannya. Revel sudah tdk jujur padanya. Mungkin dia bahkan
tdk pernah berkata jujur sepanjang mereka menikah, tetapi Ina segera membuang pikiran
kotor itu jauh2. Dia slalu percaya pada kata2 Revel, karena dia bukan tipe laki2 tdk jujur, but
then again.. seberapa tahunyakah dia tentang laki2 yg dinikahinya ini?
Perlahan2 Ina menapakkan kakinya di lantai marmer yg dingin dan memaksa dirinya
berjalan menuju kamar mandi. Cermin diatas wastafel menunjukkan seorang wanita yg
kelihatan lelah dan putus asa. Ina mulai menanggalkan pakaiannya dan masuk kedalam
shower. Dia perlu berpikir dan kamar mandi adalah satu2nya tempat dimana dia bisa
melakukannya tanpa ada gangguan dari orang lain.
Ina sudah menaruh kepercayaan, hati dan masa depannya kepada laki2 yg tdk akan mampu
memberikan hal yg sama padanya karena lain dgn dirinya yg sudah jatuh cinta dgn Revel,
Revel tdk pernah jatuh cinta pada dirinya. Ina mencoba mengingat2 apakah Revel pernah
mengucapkan kata "I love you" padanya, dan sadar bahwa Revel tdk pernah
mengucapkannya sekalipun. Selama ini dia sudah salah menginterpretasikan segala
tindakannya yg sbetulnya hanya kepedulian sebagai cinta? Apakah Revel hanya melihatnya
sebagai aset yg harus dijaganya dgn baik karena dgn begitu dia bisa menyelamatkan
kariernya? Dan sekarang, karena kedua hal tersebut sudah tercapai, Revel sudah tdk
membutuhkannya lagi.
Perlahan2 segala sesuatunya mulai terlihat dgn lebih jelas. Ina sadar bahwa selama
beberapa bulan belakangan ini dia sudah diperlakukan sperti seorang idiot. Bahkan ada
kemungkinan bahwa om Danung, Jo, Sita, dan ibu Davina tahu akan rencana Revel, dan itu
membuatnya merasa dikhianati oleh orang2 yg dia pikir adalah teman. Mereka semua pasti
puas tertawa terpingkal2 mengetahui bahwa wanita sepintar dirinya bisa diperdaa oleh
mereka dgn begitu mudahnya. Dan itu adalah hal paling menyakitkan yg pernah dirasakan
olehnya. Ina mematikan shower, meraih handuk, dan melangkah keluar kamar mandi.
Ketukan pada pintu kamar menghentikan gerakan jari2nya g sedang menyisiri rambutnya yg
masih stengah basah.
"Hei, kmu udh bangun. How are you feeling?" ucap Tita sambil melongokkan kepalanya.
"Better," jawab Ina dan mencoba tersenyum.
"Good." Tita melangkah masuk sambil mengangguk2an kepalanya, tdk pasti apa yg harus dia
katakan selanjutnya. Kemudian, "Apa gue perlu telpon keluarga lo?"
Ina menggeleng. Dia perlu menyelesaikan masalah ini sendiri, tanpa ada gangguan dari
siapapun juga, terutama keluarganya. Masalah yg dihadapinya sekarang adalah antara
dirinya dan Revel, dan satu2nya orang yg bisa menjawab semua pertanyaan yg sudah
berputar2 di kepalanya adalah Revel.
"Bisa tolong antar gue pulang?"
"Pulang?" tanya Tita terkejut. "Kemana?"
"Ke rumah," balas Ina yg berjalan menuju pakaian kerjanya yg dia telantarkan diatas tempat
tidur dan mulai mengenakannya kembali.
"Maksud lo rumah Revel?" tanya Tita, tdk percaa dgn kata2 itu. Ina mengangguk.
"Do you think that's a good idea?"
"Gue perlu bicara dgn dia. Gue perlu menyelesaikan masalah ini yg gue yakin pasti cuma
salah paham aja."
"Bagaimana mungkin seorang suami selingkuh karena salah paham?"
Ina mengembuskan napas dgn keras. "Itulah masalahnya. Gue perlu tanya ke Revel apa dia
sedang selingkuh dgn Luna."
"In, mana ada laki2 yg akan mengaku klo mereka sedang selingkuh?itu sebabnya knapa jenis
hubungan sperti itu disebut sebagai selingkuh, karena si istri nggak pernah tahu."
"Apa lo akan antar gue pulang atau gue perlu panggil taksi?"
tegas Ina.
"In..."
"Please Ta. I need to do this, okay," pinta Ina sambil menatap Tita dgn tatapan memohon.
Ina tahu bahwa Tita sama sekali tdk puas dgn keputusannya, tp dia akhirnya mengalah dan
berkata, " Tadi Revel telpon. I think he's on his way. He can take you home."
"Revel is coming?" tanya Ina terkejut. Dia tdk menyangka bahwa Revel akan datang
mencarinya stelah dia pada dasarnya menghindarina selama beberapa hari ini.
"Dia telpon beberapa kali ke HP lo, tp gue nggak angkat. Terus dia telpon kesini.." Tiba2 Tita
berhenti berkata2 dan berjalan dgn cepat menuju jendela yg menghadap ke halaman depan.
Kemudian berteriak, "Gila, he's really here."
Ina pun mengikuti Tita menuju jendela. Dia melihat Revel melompat turun dari Range
Rovernya dan berjalan cepat menuju rumah. Tdk lama kemudian dia mendengar bel rumah
berbunyi.
***
Revel merasa super nervous dalam perjalanan menuju rumah Tita, tp itu tdk ada
bandingannya dgn ketika dia membunyikan bel rumah itu dan dgn harap2 cemas, menunggu
hingga pintu itu dibuka. Dia sudah bertekad untuk memaksa masuk klo Tita tdk
memperbolehkannya bertemu dgn Ina. Dan dia baru saja akan menekan bel itu sekali lagi
ketika pintu rumah terbuka dan Ina berdiri dihadapannya. Revel langsung tdk bisa bernapas.
Ina memang mengenakan pakaian kerjanya, tp lain dari biasanya, pakaian kerja itu kelihatan
kusut, sperti dia mengenakannya untuk tidur. Mata Ina kelihatan sedikit merah sperti habis
menangis dan Revel ingin bertanya knapa rambutnya basah. Namun lebih dari itu semua, yg
dia inginkan adalah menarik Ina kepelukannya dan mengucapkan permohonan maaf
berkali2 sampai Ina memaafkannya, tp dia takut Ina akan menamparnya klo dia melakukan
itu. Sesuatu yg patut diterimanya stelah apa yg dia lakukan kepada Ina.
Dan ketika otaknya bisa memerintahkannya untuk menarik oksigen, satu2nya kata yg keluar
dari mulutnya adalah, "Hei," dan Revel ingin menabrakkan kepalanya ke dinding.
"I want to go home," ucap Ina dan berjalan melewati Revel menuju mobil.
Awalnya Revel hanya bisa menatap punggung Ina dgn bingung, tp kemudian dia sadar dan
segera mengikuti Ina. Ketika dia melirik ke belakang, dia melihat Tita sedang berdiri
diambang pintu sambil bersedekap. Dia spertinya sedang berusaha membolongi kepala
Revel dgn tatapannya. Reilley yg berdiri dibelakang istrinya hanya bisa memberikan tatapan
kasihan pada Revel.
***
Revel tahu bahwa Ina sedang jengkel padanya dan dia tdk tahu cara terbaik untuk
menenangkan Ina. Selama ini dia tdk pernah peduli klo seorang wanita jengkel padanya, tp
dgn Ina, semuanya lain. Dia menyisirkan jari2nya pada rambutnya sbelum berkata, "Bisa kita
bicara? Saya harus menjelaskan semuanya ke kmu."
Ina menoleh, tp tdk berkata2, dia hanya mengangguk kaku. Revel merasa bersyukur ketika
Ina mengangguk dan memulai penjelasannya.
"Saya minta maaf karena kmu harus melihat foto saya dgn Luna di tabloid. Saya menemani
Luna untuk ketemu dokter anak hari itu. Anaknya lahir dgn kondisi kurang sehat, dan Dhani
menolak bertanggung jawab. Luna nggak punya siapa2 yg bisa dimintain tolong, jd dia
datang ke saya dan saa nggak bisa nolak. Saya tahu bahwa saya seharusnya bilang ke kmu
tentang semua ini sbelumna, tp saya pikir saya bisa menyelesaikan masalah ini tanpa harus
melibatkan kmu."
Ina hanya berdiam diri mendengar penjelasannya, membuat Revel khawatir. Dia lebih suka
Ina memaki2nya, bukannya mendiamkannya sperti ini. Dan Revel baru saja akan
mengatakan sesuatu ketika kata2 Ina memotongnya.
"Apa kmu masih punya feeling untuk Luna? Karena klo kmu merasa sperti itu, saya rasa
hubungan kita sebaiknya disudahi saja. Saya nggak pernah harus bersaing dgn wanita lain
untuk seorang laki2, dan saya nggak akan melakukan itu sekarang. Klo kmu mau Luna, saya
nggak akan jadi penghalang. Saya bisa keluar dari rumah kmu dalam 24jam dan kmu akan
bebas melakukan apa saja yg kmu mau."
Mendengar perkataan Ina ini, Revel langsung panik. "No, no, no no... Please don't do that.
Saya sudah nggak punya feeling apa2 untuk Luna. Nggak ada sama sekali."
Melihat Ina masih kelihatan ragu, Revel mencoba mengontrol kepanikannya dan berkata
dgn nada lebih tenang, "Nggak ada wanita lain yg pernah terlintas di dalam pikiran saya
smenjak kita menikah. Soal Luna, saya hanya mencoba membantu seorang teman yg sedang
menghadapi masalah. Itu saja. Saya sudah minta Luna untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri mulai sekarang, dan saya sudah kasih ultimatum ke dia untuk membersihkan nama
saya dalam waktu 48jam, klo tdk saya akan menggelar konferensi pers dan membersihkan
nama saya, tdk peduli bahwa itu akan menghancurkan namanya dan Dhani."
"Klo kmu memang hanya mau membantu Luna, knapa kmu harus melakukan ini dgn
sembunyi2, knapa nggak terus terang dgn saya?" tanya Ina dgn suara pelan.
Revel mengembuskan napas sbelum menjawab, "It's complicated."
Revel tdk tahu knapa dia mengatakan itu, tetapi dia pikir itulah kata2 yg lebih pantas untuk
diucapkan daripada, "Karena saya mencintai kmu... stengah mati dan klo kmu tahu apa yg
sedang saya lakukan, kmu pasti akan mengamuk. Kmu akan meminta saya untuk tdk
membantu Luna, dan saya akan membantah permintaan kmu karena saya merasa bersalah
klo tdk membantunya. Kmu akan merasa tersinggung karena saya lebih mengutamakan
mantan pacar daripada kmu, dan kmu kemungkinan akan meninggalkan saya. Dan saya
nggak tahu apa yg akan saya lakukan klo itu sampai terjadi." Ina belum siap mendengar ini
semua sekarang, terutama kata cinta darinya. Dia akan menunggu untuk mengucapkan
kata2 itu hingga Ina bisa mengambil keputusan apakah dia akan memaafkan dirinya atau tdk
stelah mendengar penjelasannya. Dia tdk mau memaksa Ina untuk memaafkan tindakannya
yg sudah jelas2 menyakitkan hatinya sekarang hanya karena dia mengucapkan kata cinta
padanya.
Ina tdk memberikan reaksi apa2 atas kata2nya, dan stelah 10menit Ina masih berdiam diri,
Revel berkata, "Can you say something?"
"Apa anak Luna akan baik2 saja?" tanya Ina.
"Dia masih perlu check-up stiap 6bulan sekali, dan kesehatannya harus sering dimonitor, tp
dia akan baik2 saja."
"Good."
Revel mengangguk. Kemudian Ina berdiam diri lagi, dan Revel mengucapkan kata2 yg dia tdk
pernah ucapkan sbelumnya kepada wanita manapun juga. "Ina, saya minta maaf untuk
semuanya." Revel melihat Ina mengangguk dan mereka duduk dalam dia selama 1jam
kedepan. Revel mencoba memanuver mobilnya di dalam kepadatan kota Jakarta pada rush
hour. Ina memilih menumpukan perhatiannya pada jendela mobil, sehingga Revel tdk bisa
melihat ekspresi wajahnya ketika seorang pedagang koran yg memegang tabloid dgn
fotonya dan Luna pada cover melewati mobil mereka. Tp Revel tahu bahwa Ina tdk suka
melihat foto itu karena dia segera mengalihkan perhatiannya dari jendela dan menatap
lurus ke depan. Ekspresi pada wajah Ina membuat Revel merasa bersalah, kesal, dan kecewa
pada dirinya karena sudah menaruh ekspresi itu pada wajah Ina.
"Tangan kmu knapa?" tanya Ina tiba2.
"Hah?" tanya Revel balik.
Ina mengulang pertanyaannya sambil menunjuk kepada buku jari tangan kanan Revel masih
kelihatan merah dan sedikit bengkak, hasil adu jotosnya dgn Dhani.
"Oh..," Revel ragu sejenak dan berkata, "it's.. nothing." Sekarang bukanlah saatnya untuk
membuat dirinya kelihatan sperti pahlawan hanya karena dia mau Ina menilainya dgn lebih

positif. Ina tdk mengatakan apa2 lagi hingga mereka sampai di rumah.



Celebrity Wedding - Part 25

No comments:

Post a Comment