Sunday, September 27, 2015

NOVEL BIDADARI - BIDADARI SURGA - BAB 34

34
ANGGOTA BARU KELUARGA

LAISA BENAR, waktu dan kesibukan perlahan akan mempu membuatnya melupakan harapan-harapan yang terlanjur tumbuh. Setahun berlalu. Usianya sekarang menjejak 39, Dalimunte 33, Wibisana hampir 31, Ikanuri 30, dan Yashinta 27. Mamak? Entahlah, tidak ada yang tahu persis berapa usia Mamak Lainuri sekarang. Mamak hanya ingat, lahir pas masa-masa pemberontakan revolusioner.

Setahun berlalu, di antara berbagai proses perjodohan Kak Laisa yang berjalan menyakitkan, kabar baik tetap datang silih berganti. Cie Hui mengandung. Itu menjadi berita besar Lembah mereka. Membuat rumah panggung itu buncah oleh kebahagiaan. Sekarang sudah sembilan bulan. Dalimunte dan Cie Hui memutuskan untuk melahirkan di Lembah Lahambay,

"Biar ia menjadi anak lembah ini. Biar ia bisa mencium segarnya udara lembah.... Biar ia bisa menjejakkan kakinya di embun rerumputan...."
Begitu kata Cie Hui riang. Maka sudah seminggu ini mereka pulang ke perkebunan. Menunggu hari H. Sejenak melupakan berbagai riset mutakhir Dalimunte di laboratorium.

Kabar baik kedua adalah: Yashinta akhirnya menyelesaikan pendidikan masternya. Cumlaude. Lulusan terbaik. Ia jelas-jelas mewarisi kecerdasan Dalimunte, meski juga mewarisi tabiat keras-kepala Ikanuri dan Wibisana. Hari ini tiba di kota provinsi setelah penerbangan transit (Hongkong, Singapore dan Jakarta) dari Belanda. Benar-benar kebetulan yang menyenangkan. Mamak dan Dalimunte menjemput di bandara. Sementara Kak Laisa menemani Cie Hui di perkebunan.

Lihatlah, gadis itu terlihat begitu cantik saat keluar dari pintu kedatangan. Wajahnya sedikit memerah di terpa matahari terik. Mengenakan sweater hijau. Dengan syal sewarna Yashinta mirip sudah dengan putri-putri negeri bersalju. Kuncir rambut panjangnya bergoyang-goyang. Sedikit berlari menghambur ke Mamak, berpelukan. Menangis. Dua tahun lebih Yashinta tidak pulang. Hanya telepon. Jadi setelah sekian lama rasa rindu itu menggumpal, pertemuan ini amat mengharukan, Dalimunte mengacak-acak rambut adiknya. Tertawa (sebenarnya menahan rasa harunya).

Mereka tidak langsung berangkat meski Yashinta sudah tiba. Masih menunggu setengah jam lagi. Pesawat dari kota seberang pulau, yang membawa Ikanuri dan Wibisana. Dua sigung nakal itu juga pulang. Kejutan. Benar-benar kejutan saat dua sigung tersebut keluar dari pintu kedatangan. Karena mereka tidak datang hanya berdua.

Ikanuri dan Wibisana sudah punya bengkel besar di kota seberang pulau. Malah menurut Ikanuri beberapa waktu lalu, mereka merencanakan untuk mulai membuat pabrik spare-part, suku cadang. Bisnis dan kehidupan mereka sudah amat matang. Beberapa tahun terakhir, Kak Laisa juga sudah sering bertanya kapan mereka akan menikah. Sama seperti saat menasehati Dalimunte dulu,

"Kalian tidak perlu menunggu kakak, tidak perlu— "

Berbeda dengan Dalimunte yang kisah cintanya diketahui massal satu keluarga (juga satu lembah), Ikanuri dan Wibisana amat tertutup soal ini. Saat itu tidak ada yang tahu, dua sigung nakal itu bahkan telah membuat calon pasangan masing-masing menunggu lebih lama dibandingkan Cie Hui. Tanpa kepastian. Bahkan tanpa kesempatan sedikitpun untuk mengenal keluarga di perkebunan strawberry.

Tidak ada yang pernah menyangka, dua sigung yang dulu amat bebal, keras kepala, dan selalu melawan Kak Laisa, bertahun-tahun terakhir berkutat dengan masalah: tidak akan menikah sebelum Kak Laisa menikah. Bagaimana mungkin Kak Laisa akan dilintas untuk yang kedua dan ketiga kalinya? Itu benar-benar akan menyakiti perasaan Kak Laisa. Maka mereka membuat calon pasangannya menunggu selama tujuh tahun terakhir ini. Dikenalkan pun tidak. Lebih lama dibandingkan Dalimunte dan Cie Hui.

Namun sejak kejadian perjodohan yang urung itu. Calon pasangan mereka yang mulai serius memaksa. Bahkan orang tua masing-masing juga ikutan meminta kepastian, hari ini, benar-benar kejutan. Lihatlah, Ikanuri dan Wibisana datang bersama Wulan dan Jasmine. Berjalan bersisian di pintu kedatangan bandara, mendekat. Membuat Dalimunte,Mamak, dan Yashinta tercengang. Dua sigung itu akhirnya memutuskan memperkenalkan Wulan dan Jasmine.
Maka lebih tercengang lagi saat ikanuri dan Wibisana bilang mereka sudah saling mengenal sejak masih kuliah.
"Kalian tidak memberitahu kami soal hubungan kalian sudah selama itu?" Dahi Dalimunte terlipat, menggelengkan kepala.
"Waktu Kak Ikanuri dan Kak Wibisana wisuda dulu, kenapa Yash tidak dikenalkan sekalian?" Yashinta menyela.
Wibisana hanya mengangkat bahu. Ikanuri memegang stir mobil modifikasi hanya tertawa kecil.Maka perjalanan enam jam menuju perkebunan benar-benar menjadi tidak terasa. Banyak sekali potongan romantisme Dalimunte dan Cie Hui. Wulan dan Jasmin tipikal gadis yang menyenangkan. Cantik. Berpendidikan. Dari keluarga yang terhormat. Mereka berdua masih sepupu satu sama lain. Ikanuri dan Wibisana meski bukan saudara kembar, tapi kesamaan diantara mereka melebihi kembar identik. Bukan hanya soal wajah dan tampilan
fisik yang sama (hanya dibedakan bekas luka di pelipis), cerita asmara mereka juga mirip. Mengenal Wulan dan Jasmine di hari yang sama. Menyampaikan perasaan di hari yang sama. Menghabiskan waktu bersama di hari yang sama. Di kejar orang tua Wulan dan Jasmine di hari yang sama (karena mereka jahil bergaya pemuda benua amerika latin, bermain gitar, bernyanyi keras-keras di depan pintu rumah Wulan dan Jasmine saat menyatakan perasaan). Dan berbagai kesamaan lainnya.

Cerita-cerita itu membuat perjalanan menuju perkebunan strawberry ramai. Ramai oleh celetukan Yashinta.
"Dulunya Yash pikir, tidak akan ada wanita di dunia ini yang menyukai Kak Ikanuri dan Kak Wibisana. Ternyata masih ada ya—"
Yashinta nyengir, menggoda. Dan seperti biasa, tangan Ikanuri terangkat, bersiap menjitak. Senja tiba, langit jingga, mobil balap modifikasi itu pelan memasuki hamparan perkebunan

strawberry.

Satu minggu berjalan meriah. Penuh seruan jahil nan menggoda Yashinta. Seruan Kak Laisa yang senang melihat Wulan dan Jasmine. Penjelasan-penjelasan. Meski di sana-sini bercampur dengan ketegangan. Cemas. Dan Rusuh. Cie Hui melahirkan di hari kelima mereka berkumpul. Lebih cepat lima hari dari jadwal.
"Ini pasti gara-gara Yash terlalu banyak tertawa, anaknya jadi tak sabaran ingin keluar." Ikanuri berlarian menghidupkan mobil, Dalimunte terhuyung menggendong Cie Hui. Dibantu Wibisana.

Mereka sedang makan malam, seperti biasa ramai, jadi benar-benar terperanjat saat Cie Hui merintih kesakitan. Ikanuri meneriaki Wulan dan Jasmine untuk menyiapkan peralatan bayi (yang sudah disiapkan Kak Laisa beberapa hari lalu). Dalimunte berseru jengkel, lupakan soal popok dan sebagainya itu, Cie Hui sudah amat kesakitan, bayi itu menendang-nendang kuat, meronta. Buat apa pula coba popok bayi saat ini?

Maka malam itu juga mobil balap modifikasi Ikanuri dan Wibisana melesat keluar dari halaman rumah panggung. Tidak seperti waktu Yashinta dulu sakit parah, lereng itu sekarang mudah saja didaki. Dan jelas tidak seperti wakru Yashinta sakit dulu, di kampung atas (jika masih layak disebut kampung), sudah ada puskesmas, lengkap dengan dokter dan bidan. Kesanalah mereka bergegas membawa Cie Hui.

Intan. Itu nama pemberian Kak Laisa. Sejak kecil Intan memang sudah terlihat bakatnya. Tidak sabaran. Keras kepala. berisik. Suka mencari perhatian. Meski cerdas dan banyak akal. Lahir setelah keras kepala tidak mau keluar-keluar juga. Setelah dua jam berkutat dengan bukaan tujuh. Hampir saja Bidan menyerah. Hampir saja menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit di kota kabupaten untuk operasi caesar, bayi perempuan itu akhirnya nongol begitu saja. Seperti sengaja membuat yang lain bete. Panik. Langsung menangis kencang. Membuat cair seluruh ketegangan.

Dalimunte tidak pernah melihat Mamak sebahagia ini. Gemas, menciumi wajah merah cucu tersayang, Intanl. Tersenyum riang sambil memperbaiki tudung kepala. Rambut Mamak sudah memutih. Tapi lihatlah, wajahnya seperti lebih muda sepuluh tahun. Intan benar-benar menguasai perhatian seluruh anggota keluarga. Dalimunte menghela nafas dalam. Kak Laisa benar, dulu dia tidak seharusnya menunggu begitu lama untuk menikah. Mamak meski tidak pernah bilang, selalu merindukan menimang cucu-cucunya. Intan membuat rumah panggung itu lebih ramai. Lebih hidup. Teriakannya setiap pagi (atau setiap minta susu) membuat rusuh yang lain.
Berebutan menggendong.

Maka seperti sudah mengerti saja, kalau lagi dicuekin, bayi kecil itu akan mulai sibuk menangis keras-keras. Sengaja benar.


NOVEL BIDADARI - BIDADARI SURGA - BAB 35

No comments:

Post a Comment