Monday, September 7, 2015

Endesor - Bab 7

Segitiga Tak Mungkin

Arai, Weh, dan Mak Birah, bagiku seperti bangunan
segitiga tak mungkin, impossible triangle Oscar Reutersvard
dengan dimensi yang susah diterjemahkan, dengan sudut-
sudut yang mengandung anomali. Mak Birah, seorang
protagonis, amat menghargai kehidupan dan menganggapnya
sebagai perayaan kebesaran Allah. Sebaliknya Weh, sang
antagonis, mengutuki hidupnya sendiri. Baginya, kelahiran
adalah keputusan aklamasi tanpa negosiasi dan selamatlah
manusia yang tak pernah lahir. Sedangkan Arai, ketika
orang yang senasib dengannya tersuruk-suruk,
ia malah memperlihatkan jiwa besar,
lebih dari siapa pun.
Hari ini, di kelas, Lone Ranger
itu menggenggam tanganku
kuat-kuat. Ia terpesona pada
benda yang dibawa guru sastra
SMA kami, Pak Balia.
eBook oleh Nurul Huda Kariem MR.
MR. Collection's
"La originalidad consiste en volver al origen, Antoni Gaudi,
maestro mozaik, Barcelona 1877."
Dengan gaya teatrikal, Pak Balia memikat murid-muridnya
sambil mengelus benda itu—seekor iguana dari tanah
liat replika karya Gaudi.
"Orisinalitas berarti kembali pada bentuk orisinal."
Kulit iguana itu ditempeli ratusan mozaik berwarnawarni
dari pecahan kecil porselen: piring, kendi, tempayan,
dan ubin. Unik, ganjil, artistik.
"Murid-muridku, berkelanalah, jelajahi Eropa, jamah
Afrika, temukan mozaik nasibmu di pelosok-pelosok dunia.
Tuntut ilmu sampai ke Sorbonne di Prancis, saksikan
karya-karya besar Antoni Gaudi di Spanyol."
Kalimat itu adalah letupan pertama angan-angan yang
menggelisahkan kami sepanjang waktu. Pungguk merindukan
bulan! Tapi kepribadian Arai membuatku selalu
berada di puncak Everest semangatku.
"Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpimimpi
itu," katanya. Esoknya Arai menumpang truk ke
Tanjong Pandan. la terbanting-banting di dalam bak, berdiri
di celah tong-tong timah, hanya untuk membeli poster
Jim Morrison.
"Penyanyi kesayanganku, Kal!" Arai bangga memamerkan
poster itu. Tak tampak lelah di matanya.
"Mengapa Jim Morrison, Rai?"
"Karena aku akan berjumpa dengannya, walau hanya
pusaranya, di Prancis!"
Andrea Hirata 34
Arai yakin pada Jim Morrison, yakin pada Prancis,
dan yakin pada pujaan hatinya Zakiah Nurmala, perempuan
yang selama tiga tahun di SMA ditaksirnya, dan selama
tiga tahun itu pula ia ditolak. Tak pernah kujumpai
orang segigih Arai.
EDENSOR
Suatu ketika, pada bulan puasa, kami harus pulang karena
ayahku sakit. Tak ada kendaraan yang dapat ditumpangi.
Kami berjalan kaki, tiga puluh kilometer dari kota tempat
SMA kami berada.
Matahari membara, tepat di atas kepala. Panas menjerang
tanpa ampun, aspal meleleh. Perutku kosong, kerongkongan
kering. Aku melangkah seperti rangka kayu yang
reyot. Pandangan berkunang-kunang. Kami kehausan dan
menderita dehidrasi, bahkan sudah tak lagi berkeringat.
Aku tak sanggup, waktu melewati danau aku ingin membatalkan
puasaku.
"Jangan," sergah Arai tersengal-sengal.
la membopongku. Kami melangkah terseret-seret.
Aku tak mampu bertahan. Kembali melewati danau, aku
mendesak ingin minum.
"Jangan," sergah Arai.
"Jangan, Tonto, jangan menyerah."
Arai menaikkan tubuhku ke atas punggungnya. la memikulku.
Langkahnya limbung, terseok-seok berkilo-kilo
meter. la istirahat sebentar, lalu memikulku lagi. Napasnya
35
meregang satu per satu, hidungnya mendengus-dengus seperti
hewan disembelih. Tumitnya mengucurkan darah karena
terjepit jalinan kasar sepatu karet ban mobil. la melangkah
terus, terhuyung-huyung. Tak sedikit pun ia mau
menyerah.
Sampai di rumah, aku terkapar tak berdaya. Arai tersenyum.
Aku menatap matanya dalam-dalam. Tiba-tiba

Prancis rasanya dekat saja.



No comments:

Post a Comment