Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Bab 15

The Biggest Mistake

Revel tdk akan pernah mengerti apa yg ada di dalam pikiran seorang wanita, apalagi
motivasi yg mendorong mereka untuk melakukan sesuatu. Satu menit dia melihat Ina
sedang tersenyum padanya ketika dia mempersembahkan lagu favoritnya dari single
terbarunya, menit selanjutnya Ina sudah menangis tersedu2. Reaksi pertama yg terlintas di
dalam pikirannya adalah kekecewaan karena Ina membenci lagu itu, tp ketika Revel
menanyakan hal ini sambil masih memeluknya, Ina menggeleng sbelum melanjutkan
tangisnya.
Revel melirik jam tangannya dan dia tahu bahwa dia harus membuat Ina berhenti menangis
karena sebentar lagi kru bandnya akan tiba. Dia lebih baik makan rujak dgn cabe rawrit
sepuluh biji daripada ditemukan sedang memeluk wanita yg sedang menangis. Terutama klo
wanita itu adalah istrinya, karena nanti mereka akan menyangka bahwa dialah penyebab
knapa istrinya menangis. Knapa orang slalu berpikiran buruk tentangnya, dia tdk tahu.
“Ina, you gotta tell me what’s wrong,” pinta Revel sehalus mungkin ketika tangis Ina sudah
reda, tetapi Ina tetap diam sribu bahasa.
“Did I do something wrong?”
Pertanyaan ini membuat Ina mendorong Revel dan sambil menggenggam lengan atasnya dia
berkata dgn pelan tp jelas, “Saya suka lagu kmu.”
Tanpa disangka2 Ina meraih tangan kanan Revel dan meletakkan diatas dadanya. “Saya bisa
ngerasain apa yg kmu rasakan waktu kmu menulis lagu ini disini.”
Kata2 itu membuat jantung Revel berhenti berdetak. Ina menatapnya dalam sambil berkata,
“Just let it go. Apapun itu yg menahan kmu untuk betul2 live your life. Untuk bisa bahagia.
Let it go. Jangan bebankan hati kmu lagi dgn semua yg suadh lewat.” Ina meletakkan telapak
tangannya keatas jantung Revel ketika mengatakan ini.
HOLY MOTHER OF GOD! Dia betul2 tahu makna lagu itu. Revel tdk tahu apakah dia harus
merasa marah karena sudah menunjukkan kelemahannya dihadapan Ina atau merasa
bahagia karena pertama kalinya ada orang yg betul2 mengerti dirinya selain papa. Revel
mencoba menjauhkan tubuhnya dari sentuhan Ina, tetapi Ina menolak melepaskan
tangannya yg masih ada didalam genggamannya. Knapa... oh, knapa harus Ina yg bisa
melakukan ini pada dirinya dan bkan wanita lain?
Seakan2 kata2 yg diucapkan belum cukup membuat Revel limbung, kata2 Ina selanjutnya
membuatnya habis tdk berdaya lagi di hadapan perempuan ini.
“Mama kmu sayang kmu, Rev, lebih dari apapun. Dia nggak mengharapkan kmu menyayangi
dia sedalam dia menyayangikmu, tp dia berharap kmu setidak-tidaknya mau memaafkan
semua kesalahannya.”
Revel merasa sperti sedang berada di bawah mikroskop dibawah tatapan Ina, dia tdk bisa
menyembunyikan apapun darinya, dan itu membuatnya takut stengah mati. Sekali lagi dia
mencoba menarik tangannya, tetapi Ina justru mengeratkan genggamannya. Dan hilanglah
semua kontrol pada diri Revel. Dia menarik tangannya dgn paksa lalu memegang kepala Ina
di antara kedua tangannya, memaksanya mendongak. Sebelum Ina sadar apa yg sedang
terjadi, Revel sudah menciumnya. Betul2 menciumnya dgn dalam dan lidah yg merajalela.
Dia ingin memberi Ina pelajaran karena telah mencapuri urusan orang lain yg tdk ada
sangkupautnya dgn dirinya. Membuat Ina takut, dan dgn begitu mengerti bahwa topik
tentang hubungannya dgn mamanya adalah off limits.
Spertinya rencananya cukup berhasil karena dia bisa merasakan Ina berusaha menarik diri
dan dia tdk akan membiarkannya lari begitu saja. Ketika Ina mengambil langkah mundur,
Revel mengikuti jejaknya sehingga tubuh Ina terhimpit diantara tubuhnya dan piano. Kedua
tangan Revel melepaskan wajah Ina dan mulai mengeksplorasi tubuh “istrinya”. Ina yg
akhirnya memahami apa yg diinginkan dengannya. Goddam it, this woman is driving him
nuts!
Revel mengalihkan bibirnya dari bibir Ina ke lehernya agar mereka berdua bisa menarik
oksigen ke dalam paru-paru. Tubuh Ina terasa hangat di dalam pelukannya dan Revel ingin
menguburkan seluruh tubuhnya didalam kehangatan yg mengundang itu. Ina beraroma
stoberi dimana-mana. Dia mengambil satu napas dalam2, seakan-akan mencoba
menyimpan aroma itu di dalam kontainer tertutup dan menguncinya. Sebuah alarm di
dalam kepala Revel berbunyi dan memperingatkannya agar menghentikan semua ini. Dia
baru saja akan menjauhkan dirinya dari tubuh Ina ketika merasakan jari2 Ina yg kecil
menyisiri rambutnya dan menarik kepalanya kembali kepada bibirnya. Revel menahan diri
agar tdk menggeram ketika bibir mereka bersentuhan sekali lagi. Mencium Ina adalah
kesalahan terbesar yg dia pernah lakukan sepanjang hidupya, tp dia tdk bis aberhenti.
Tanpa dia sadari, tangan kanannya sudah mengangkat kaus yg dikenakan Ina dan dia bisa
menyentuh kulit perut Ina yg bahkan kebih halus lagi daripada kulit wajahya. Tangannya lalu
menarik pinggang Ina agar lebih dekat dengannya. Ina sama sekali tdk menolak permintaan
ini dan menempelkan seluruh tubuhnya pada tubuh Revel. Membuat lutut Revel jd sperti
marshmellow dan dia harus melepaskan genggamannya pada kepala Ina dan menopang
dirinya dgn meletakkan tangan kirinya pada piano. Dia masih memeluk tubuh Ina yf “Oh! So
kissable”.
Perempuan semacam Ina tdk seharusnya bisa membuatnya kehilangan kontrol dan tdk bisa
berpikir dgn jelas, Yg jelas perempuan sperti Ina tdk seharusnya bisa menciumnya balik
sampai dia kehabisan oksigen, mengeluarkan suara2 provokatif ketika dia mengeksplorasi
lehernya, dan membuatnya lupa akan tujuan utama knapa dia mula2 menciumnya. Dan dgn
kesadaran ini Revel menarik semua bagian tubuhnya dari tubuh Ina. Kemudian dgn susah
payah dia mengambil 5langkah mundur menjauhi Ina agar dia tdk tergoda untuk memulai
lagi apa yg baru saja dia akhiri. Tidak ada yg mengeluarkan sepatah katapun selama
beberapa menit, masing2 sibuk mencoba mengontrol pernapasan mereka.
“Saya...” Revel memulai, tp dia tdk bisa menyelesaikan kalimat tiu karena dia sendiri tdk
tahu apa yg ingn dia katakan. Ina menatapnya dgn penuh antisipasi.
Revel mencoba sekali lagi, “Saya mau..” Dan sekali lagi dia berhenti. Maaannn... this is
harder than I thought, pikir Revel. Apa dia harus minta maaf atas perbuatannya? Tapi toh
Ina membalas ciumannya, itu berarti bahwa dia menikmatinya juga, kan?
Ina mengejutkannya dgn berjalan kearahnya dgn langkah pasti. Otomatis Revel mundur
beberapa langkah. Untuk pertama kalinya di dalam hidupnya< dia takut akan sentuhan
seorang wanita.
“Stop,” ucapnya sambil mengangkat tangannya, meminta Ia tdk mendekatinya lagi.
Tapi Ina tdk kelihatan tersinggung atau peduli dgn reaksinya karena dia tetap mendekat
hingga punggung Revel menabrak dinding. Panik adalah perasaan selanjutnya yg menyerang
Revel. Dia merasa sperti seekor tikus yg baru saja melihat kedatangan seekor predator ke
dalam kandangnya. Merasa terjebak dan tdk bisa lari kemana2. Revel tersentak ketika
tangan Ina menyentuh wajahnya. Dia tdk pernah merasa sebegini tdk berdayanya
dihadapan seorang wanita. Ketika Ina mendekatkan wajahnya, Revel menutup mataya
karena dia pikir Ina akan menciumnya dan dia tdk akan bertanggungjawab atas apa yg dia
akan lakukan selanjutnya klo itu sampai terjadi. Satu detik.. dua detik.. Kemudian dia
merasakan bibir Ina pada wajahnya, bukan pada bibirnya, tp pada pipi kanannya.
“Goodnight,” ucap Ina pelan dan ketika Revel membuka matanya, dia disambut oleh
senyum pada wajah Ina.
Sebelum Revel bisa memahami apa yg sedang terjadi, Ina sudah meninggalkan studio.
***
Ketika dia membuka matanya, dia tahu bahwa dia sudah tidur lebih lama daripada yg dia
rencanakan. Matahari sudah cukup tinggi dan sinarnya masuk melalui jendela. Dia melirik
beker ya ada disamping tempat tidurnya dan langsung loncat dari tempat tidur menuju
kamar mandi. Stengah jamm kemudian dia sudah keluar dan merasa lebih segar. Dia sedang
berjalan secepat mungkin menuju tangga, ketika melihat Revel bau saja keluar dari kamar
tidurnya. Dia juga kelihatan baru selesai mandi karena rambutnya , masih sedikit basah.
Revel yg sadar bahwa Ina sedang berjalan kearahnya kelihatan terkejut dan menghentikan
langkahnya, kemudian wajahnya memerah dan dia kelihatan siap untuk ngacir saat itu juga
dari hadapan Ina. Tapi spertinya dia kemudian sadar bahwa klo dia melakukan itu maka dia
akan kelihatan supertolol, akhirnya dia memilih nyureng.
Klo pada waktu lain Ina mungkin akan mengomentari reaksi Revel padanya, tp tdk pagi ini.
“Hello, Rev. Bye,Rev,” ucap Ina dan tanpa menungu balasan dari Revel, dia langsung
bergegas menuruni tangga.
Dia berpapasan dgn mbok Nami yg sedang dalam perjalanan menuju lantai atas dan
berkata, “Pagi, mbok.”
Ina bahkan tdk menunggu hingga mesin mobilnya panas sbelum menukar persneling ke D
dan mobil itu keluar dari garasi menuju pintu gerbang. Dia perlu berbicara dgn seseorang
tentang kejadian semalam, dan satu2nya orang yg bisa diajak adalah Tita.
***
“So... Revel gimana? Tanya Tita memotong Tiramisu buatannya.
Mereka sudah selesai makan siang, dan baru akan menikmati pencuci mulut.
“He’s fine. Tadi dia masih di rumah waktu gue keluar,” balas Ina dan duduk di kursi bar di
dapurnya Tita.
“Dia nggak diajak?” tanya Didi dgn polosnya.
Didi adalah adik Tita, yg juga teman Ina. Dia kebetulan sedang datang berkunjung ke rumah
kakaknyahari Sabtu siang ini dgn suami dan anaknya yg baru berumur beberapa bulan.
Scarlett sedang tidur dgn damai di dalam pelukan ibunya. Spertinya Tita menepati janjinya
dgn tdk membeberkan status pernikahan Ina dgn Revel kepada siapapun, bahkan tdk
kepada adiknya yg sangat dekat dengannya. “Dia nggak mau ganggu acara gue katanya,”
jelas Ina. Jelas2 berbohonh, tp Didi spertinya tdk menyadari hal itu.
“Oh,” balas Didi sambil manggut2. Perhatiannya tertuju kepada Tiramisu yg sedang
dipotong oleh Tita.
“Mbak, yg besar sedikit dong potongannya“ pinta Didi.
“Ini buat kmu apa buat Ervin?” tanya Tita sambil melirk ke halaman belakang, dimana adik
iparnya yg sperti model Calvin Klein itu terlihat sedang melemparkan sebuah boala
American football kepada Reilley, suaminya yg tdk kalah gantengnya.
“Buat akulah. Ervin lagi diet gula dan karbohidrat,”balas Didi.
“Lho, kok Ervin sih yg diet?” tanya Tita sambil nyengir.
Ina menahan tawa ketika melihat betapa tersinggungnya Didi dikomentari sperti itu. “Just
give me the damn cake,” omel Didi.
Dan Tita memberikan potongan besar Tiramisu kepada adiknya. Tiba2 pintu dapur terbuka
dan Ervin dan Reilley yg menggendong Lukas, anaknya yg berumur 3tahun, memasuki dapur
sambil membicarakan suatu software komputer.
“Are we eating cake, babe?” tanya Reilley dan mencium pipi istrinya sesingkat mungkin.
Rupanya Reilley sudah belajar untuk tdk melakukan PDA alias Public Display of Affectin
sperti kebanyakan orang putih klo sedang berada di Indonesia. Ina tersenyum ketika melihat
ini, dan mengalihkan perhatiannya kepada Didi. Ervin mencium kening Scarlett sbelum
kemudian mencium kening Didi dgn mesra. Oke, spertinya Ervin perlu belajar tentang cara
mengontrol PDA-nya dari Reilley. Ina danTita langsung saling pandang dan Tita ,e,utar bola
matanya. Tita berdehem, dan Ervi pun mengangkat bibirnya dari kening Didi dan kelihatan
tersipi-sipu.
“Kalian lagi ngomongin tentang apa sih?” tanya Ervin ingin tahu.
Para wanita yg ada di dapur tdk ada yg menjawab. Reillet yg sadar bahwa kehadirannya tdk
diinginkan langsung bertindak.
“Okay, buddy, since Mommy is still busy, why don’t you hang with me a little bit longer,”
ucap Reilley kepada Lukas yg melingkarkan kedua tangan kecilnya pada leher papanya dgn
kepercayaan penuh. Dan sambil membawa piring kecil dgn potongan besar Tiramisu
diatasnya Reilley nerjalan menuju ruang TV.
“Daniswara, are you coming?” tanya Reilley ketika sadar bahwa Ervin tdk mengikuti
jejaknya.
Ervin kelihatan ingin menetap di dalam dapur dan turut serta dalam pembicaraan para
wanita ketika menyadari bahwa Didi mengalami masalah saat melahap Tiramisu sambil
meggendong Scarlett. Dia pun mengangkat anaknya dari pelukan istrinya dan mengikuti
jejak Reilley.
Betapa nyamannya hubungan kedua wanita ini dgn suami mereka. Ina sadar bahwa inilah
hubungan yg seharusnya ada pada sepasang suami istri, bukan sperti hubungannya dgn
Revel yg penuh dgn pertanyaan dan kesalahpahaman. Itulah yg akan dia dapat dgn menikahi
seseorang yg tdk dia kenal.
“Di, makannya pelan2 bisa,kan?” Suara Tita menyadarkan Ina.
Ketika Ina sedang melamun, rupanya Didi sudah menghabiskan lebih dari stengah Tiramisunya
dan tdk ada tanda2 dia akn berhenti. Ummm, mungkin ada baiknya menikah bukan
karena cinta, karena dgn begitu dia tdk perlu memedulikan tentang ribetnya masa
kehamilan, sakitnya melahirkan, dan capeknya mengurus bayi. Belum lagi harus mengurus
suami dan pekerjaan. Itu juga klo suami kita bukan model laki2 yg suka dikejar2 wanita lain
atau bahkan lebih parah lagi, selingkuh dgn wanita lain, karena dgn begitu, kita akan pusing
7keliling dgn kecemburuan dan kekhawatiran bahwa dia akan meninggalkan kita untuk
wanita lain.
Tita dan Didi kemudian menghabiskan satu jam selanjutnya untuk membedah kehidupn
baru Ina dan Revel. Didi sangat ingin tahu kebiasaan harian Revel, yg membuat Ina berpikir
bahwa klo saja Didi tdk cinta mati pada suaminya, dia mungkin akan minta diberi
kesempatan menghabiskan satu hari penuh hanya berdua dgn Revel. Stelah puas dgn
pertanyaannya, Didi kemudian pamit pulang dan Ina akhirnya punya waktu untuk betul2
berbicara dgn Tita.
“Oke,spill,” ucap Tita begitu mobil Didi menghilang dari pandangan.
“Revel nyium gue tadi malam dan gue balas nyium dia,” kata Ina sambil sama2 berjalan
kembali ke dalam rumah.
Lain dari yg diperkirakan Ina, Tita bertanya dgn tenang, “Oke... ciumnya dimana nih? Di
pipi?”
Ina menggeleng. “Di bibir dgn ciuman yg bikin gue nggak bisa berdiri lagi stelah semenit.
Gue nggak pernah dicium kayak begitu sama.. well.. siapapun klo dipikir-pikir.”
Kata2 Ina membuat langkah Tita terhenti. Dia memutar tubuhnya dan memandang Ina.
“Please explain how that can happen.”
Ina kemudian menceritakan kejadia semalam. Berusaha tdk meninggalkan fakta apapun.
Tita hanya menatapnya dgn kening berkerut.
“I know.. I know..” Ina memulai pembelaannya stelah dia selesai bercerita sebelum Tita bisa
mengomentari.
“Bukannya di dalam kontrak ada klausa yg mengatakan bahwa kalian berdua nggak boleh
bersentuhan?” potong Tita.
“I think kata2 yg tepat adalah, ‘Tidak terlibat hubungan seksual dgn satu sama lain atau
orang lain’.”
“Jadi ciuman nggak terhitung?” tanya Tita ragu.
“Secara teknis sih... memang nggak terhitung.”
“Oke.. klo gitu lo nggak usah kelihatan khawatir begini dong. Lo nggak melanggar klausa
dalam perjanjian itu,” tandas Tita dan kembali berjalan.
Ina mencoba mengejar Tita. “Tapi gue ngerasa bersalah,Ta.”
Tita sekali lagi menghentikan langkahnya. “In, gue tahu lo wanita dewasa yg tahu apa yg
benar dan apa yg salah, jd gue rasa gue nggak perlu bilang ke elo apa arti dari kekhawatiran
elo ini.”
“Dia nggak seharusnya mencium gue, dan gue nggak seharusnya ngebalas ciuman dia,” ucap
Ina pelan.
“In, you know I love you right..”
“Why is everyone keep saying that!” potong Ina kesal.
Tita tdk menghiraukan komentar Ina dan melanjutkan, “Apa lo ada rasa lebih terhadap
Revel daripada hanya sebagai business partner?”
“Yes,” desah Ina dan ketika melihat ekspresi pada wajah Tita, “I mean no.” Tentunya Tita dtk
percaya dgn kata2 itu dan Ina tdk bisa menyalahkannya. “Sejujurnya gue mggak tahu, Ta.”
Ina terdiam dan memikirkan perasaannya terhadap Revel, Tita menariknya duduk di kursi
beranda. Ina kemudian menceritakan apa yg dikatakan oleh ibu Davina padanya.
“Well, that’s not fair. Bagaimana dia bisa mengharapkan elo menjaga hati Revel stelah apa
yg sudah dia lakukan kepada anaknya. Dia mestinya yg harus menyelesaikan masalah ini
sama anaknya, bukan menggunakan elo sebagai tameng,” omel Tita.
Kata2 Tita membuat Ina sadar akan apa yg dia harus lakukan. Dia harus membuat Revel dan
mamanya berbicara terang2an tentang apa yg mereka rasakan satu sama lain. Mungkin dgn
begitu mereka akhirnya akan bisa mengusir apapun itu yg membuat hubungan ibu dan anak
yg mereka miliki jadi tdk janggaln lagi. Sbelum Tita mengatakan apa2 lagi, Ina sudah

mencium pipinya dan bergegas menuju mobilnya.


Celebrity Wedding - Bab 16

No comments:

Post a Comment