Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Bab 5

The Scariest Mother Alive
Memasuki bulan ketiga ketika Ina baru saja pulang dr Manado, Helen memberitahu bahwa
Sita memintanya untuk datang pada kunjungan selanjutnya karena ibu Davina mau bertemu
dengannya. Mengingat penampilan mama Revel yg meskipun kelihatan seumur dgn
mamanya sendiri, tetapi mampu menggoreng seseorang hanya dgn tatapannya, Ina tdk bisa
tidur selama dua hari sbelum kunjungan.
Setibanya di kantor Revel hari Rabu siang, Ina dan timnya langsung disambut oleh Sita yg
stelah mempersilahkan mereka duduk di ruang pertemuan, menghilang sebentar untuk
memanggil ibu Davina. Selama menunggu, Ina mendengar ada suara dua orang yg sedang
beragumentasi dgn suara rendah. Ternayata Sita telah membiarkan pintu ruang pertemuan
agak sedikit terbuka dan sepertinya dua orang yg sedang berbicara itu tdk menyadari bahwa
ada orang lain yg bisa mendengar percakapan mereka.
"Memangnya knapa sih aku nggak boleh menginap disini sekali-sekali?" Ina mendengar
suara seorang perempuan.
"Kamu kan tahu perasaan aku tentang perempuan menginap di rumah aku," jawab suara
seorang laki2 g Ina tahu adalah Revel.
"Tapi aku bukan sembarang perempuan. Aku ini pacar kamu."
"Bisa nggak sih kita bicarakan masalah ini nanti? Aku ada meeting."
"Rev, kmu mau kemana? Aku blm selesai bicara." Itulah suara trakhir yg Ina dengar sbelum
dia melihat tubuh Revel terpampang di depan pintu. Dan sperti sadar bahwa ada orang yg
sedang memperhatikannya, dia menoleh dan langkahnya terhenti tiba2. Matanya melebar
sedikit ketika melihat Ina.
Ina tahu bahwa bkn salahnya untuk berada di dalam ruang pertemuan pada saat itu, tetapi
dia tetap merasa sedikit bersalah karena telah tertangkap basah nguping pembicaraan yg
jelas2 bersifat pribadi.
"Rev, kmu knapa sih sama aku?" Suara rengekan perempuan itu menarik Ina kembali ke
realita.
Ina menarik tatapannya dr Revel dan beralih kepada..... Luna yg berdiri disamping Revel. Ina
harus menarik napas. Sejujurnya, Luna memang cantik stiap kali muncul di TV, tp itu tdk
sebanding dgn aslinya. Wajahnya putih bersih, bahkan terlihat sperti ada sinar yg terpancar
darinya. Tubuhnya tinggi semampai tp berisi, tdk terlalu kurus sebagaimana model pada
umumnya. Ketika menyadari bahwa perhatian Revel sedang terfokus pada Ina, Luna pun
mengalihkan perhatiannya pada orang yg sama. Luna menatap In dari ujung rambut hingga
ujung kaki, seluruh 150cm tingginya, sbelum. Kemudian menatap matanya. Seakan-akan dia
menilai bahwa Ina bukanlah orang penting, perhatiannya lalu kembali pada Revel. Oke,
sepertinya kepribadian Luna yg sebenarnya tdk sebaik yg dia tampilkan kepada media
selama ini, ucap Ina dlm hati, sedikit jengkel.
Diam2 Revel memperhatikan interaksi Ina dan Luna dan dia merasa malu atas perlakuan
Luna terhadap akuntannya ini. Revel tahu bahwa meskipun Luna slalu kelihatan baik dan
bersahabat klo sedang di depan publik, tp sbenarnya Luna memiliki kecenderungan untuk
berkelakuan bitchy kepada kebanyakan perempuan, dan dia akan ekstra-bitchy klo merasa
tersaingi oleh perempuan tersebut. Dan apa yg baru dia lakukan kepada Ina masuk ke dalam
kategori kedua. Revel menatap Ina yg hari itu mengenakan blus warna biru tua. Sperti
trakhir kali mereka bertemu, Ina kelihatan rapi dan bertingkahlaku profesional. Tidak ada
sehelai rambut pun yg tdk pada tempatnya. Tiba2 Revel diserang keinginan untuk
membuatnya berantakan. Apa dia masih akan kelihatan sebegini rapi dan profesionalnya klo
misalnya aku menciumnya sampai dia kehabisan napas? Revel menghentikan dirinya ketika
pada dasarnya dia sudah berpikir yg tidak2 tentang akuntannya yg tingginya bahkan tdk
mencapai bahunya, kurus, dan berdada rata, di depan pacarnya yg seharusnya adalah
wanita paling seksi se-Indonesia. What the hell is wrong with him?
Ina yg sadar bahwa Revel sedang memperhatikannya dgn tampang aneh langsung berkata, "
Selamat siang," sambil menganggukkan kepalanya. Melihat Revel tetap tdk bereaksi
akhirnya Ina bergegas mendekatinya dan mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman
dengannya.
Revel meraih tangan Ina. "Siang, sudah lama nggak ketemu," ucap Revel. Tatapannya
memancarkan binar bersahabat dan dia kemudian tersenyum. Ina berusaha membalas
senyuman itu, tetapi agak sulit di bawah pelototan Luna.
"Kmu kesini mau bertemu sama Mama,kan?" Tanya Revel sambil bergegas melangkah
masuk ke ruang pertemuan.
Ina harus melangkah ke samping dgn cepat untuk menghidari Revel, tp agak terlambat
karena lengan Revel secara tdk sengaja sudah menghantam bahunya dgn cukup kuat. Alhasil
dia kehilangan keseimbangan dan akan jatuh terduduk klo tdk ada lengan yg melingkari
pinggangnya. Dalam usaha untuk menjaga keseimbangan dlm posisinya yg sudah stengah
telentang diatas udara kosong itu, otomatis kedua tangannya langsung meraih benda
terdekat sebagai pegangan. Kebetulan benda terdekat adalah lengan Revel bagian atas yg
Ina sadari penuh dgn otot.
Pada saat yg bersamaan Ina mendengar suara yg berteriak panik, " Ibu Inaaaaa....," yg dia
yakin datang dr Sandra dan, "Reveeelllllllll....," yg Ina yakin datang dr Luna.
"Are u okay?" Tanya Revel
Ina baru saja akan menjawab bahwa dia tdk apa2 ketika merasakan sepatu haknya g solnya
terbuat dr kulit mulai tergelincir di atas marmer yg licin. Kali ini Revel tdk siap untuk
menahan tubuhnya dan selanjutnya Ina sudah melayang, dan mereka jatuh bersamaan.
"Aaaaak....!!" Teriak Ina cukup keras.
Tiba-tiba dia sudah berbaring di lantai.
"Oh shit, are u okay?" Tanya Revel dgn nada diantara khawatir dan mencoba untuk
menahan tawa. Wajahnya hanya sekitar sejengkal jauhnya dr wajah Ina.
Ina tdk pasti apakah kepalanya membentur lantai, tp yg jelas pandagannya berkunang2
untuk beberapa detik, membuatnya agak mual dan tdk bisa mendapatkan cukup oksigen
untuk paru2nya. "Saya... nggak... bisa... napas," ucap Ina akhirnya dgn susah payah akibat
saluran pernapasannya tersumbat. Tubuhnya tertindih oleh Revel yg bukannya langsung
bangun, malah kelihatan terhibur dgn keadaannya. Dalam hati Ina menyumpah.
Memangnya dia pikir lucu apa melihat seorang wanita berwajah membiru karena tdk bisa
bernapas?
Otak Revel memerintahkan dirinya untuk berdiri, tp tubuhnya menolak untuk menuruti
perintah itu. Samar2 dia mencium aroma yg sama dgn yg dia dapati stiap kali Ina dekat
dengannya. Strawberry. Wanita ini beraroma strawberry.
"REVELINO IVAN DARBY KAMU LAGI NGAPAIN?!"
Tiba-tiba Revel mendengar suara keras mamanya menghancurkan fantasinya.
Ina segera mendorong tubuh Revel dan berusaha untuk berdiri, meskipun dgn sedikit
sempoyongan dan mata yg masih berkunang-kunang. Revel langsung meraih pinggangnya
ketika melihat dia blm stabil.
"Easy," ucap revel perlahan.
Ina mengambil beberapa napas pendek, mencoba untuk mengusir rasa mual. Setelah
kunang2 mulai sedikit reda, Ina memfokuskan perhatiannya kepada dua orang yg kini berdiri
di depan pintu, dan dia merasa ingin mati. Seakan-akan keadaan barusan belum cukup
parah, ibu Davina memutuskan untuk muncul pada saat itu dan menyaksikannya. Dan lain
dgn anaknya, beliau tdk kelihatan terhibur sama sekali. Ina mengambil satu langkah untuk
memberikan sedikit jarak antara dirinya dan Revel. Karena tdk ada yg memberikan
penjelasan kepada ibu Davina tentang kejadian barusan, tugas itu jatuh ke tangan Ina.
"Maaf, tadi saya terpeleset dan Revel mencoba untuk membantu saya, tp dia malahan ikut
jatuh," ucapnya stelah bisa berdiri tegak.
Ibu Davina tdk berkata apa2, dia hanya memperhatikan Ina dgn seksama, seakan-akan siap
untuk menyembelihnya hidup2. Sejujurnya, Ina sudah melihat wajah wanita ini beberapa
kali di TV dan dia selalu berpendapat bahwa ibu Davina kelihatan agak menakutkan, tp Ina
slalu berpikir bahwa itu mungkin cuma penampilannya di depan publik, dan bahwa orang
aslinya tdk semenakutkan di TV. Ternyata Ina salah karena pada dasarnya mamanya Revel
kelihatan lebih menakutkan saat bertemu aslinya.
Ina melirik Revel untuk meminta dukungan darinya, tp kliennya itu kelihatan cuek sambil
berdiri dgn memasukkan kedua tangannya ke kantong celananya. Not good!
Untungnya ibu Davina kemudian mengalihkan perhatiannya dr Ina kepada anaknya yg tdk
memberikan penjelasan atau bahkan menunjukkan tampang bersalah sama sekali. Ibu
Davina hanya mengernyitkan dahi sambil menatap anaknya dalam2, seakan-akan ia sedang
memutuskan apakah ia akan percaya dgn apa yg baru dikatakan Ina atau tidak. Beliau
kemudian mengembuskan napas dan tiba2 perhatiannya sudah jatuh pada Ina. "Apa kmu
nggak apa-apa?" Tanyanya dgn nada datar sehingga membuat ina bertanya-tanya apakah ia
tulus ingin tahu keadaannya atau basa-basi.
"Saya nggak apa-apa," ucap Ina sambil mengangguk-angguk. Pada saat itu ina menyadari
bagian belakang kepalanya seakan ditusuk-tusuk jarum. Otomatis tangannya langsung naik
untuk menyentuh belakang kepalanya yg terasa mulai agak benjol, Ina menahan diri agar
tdk meringis.
"Coba saya lihat." Tanpa disangka-sangka Revel sudah menggenggam kepalanya dan meraba
occipital lobe-nya.
"Aaarrggg... hhh," teriak Ina sambil mencoba untuk menjauhkan kepalanya dr sentuhan
Revel tp tdk berhasil.
"Sori. Sakit, ya?" Tanya Revel polos.
"Ya iyalah," geram Ina dan sekali lagi mencoba untuk menarik kepalanya. Kali ini Revel
membiarkan Ina melakukannya.
"Kmu mesti ke dokter untuk dicek, siapa tahu kenapa-napa," lanjut Revel tanpa mghiraukan
pelototan dr Luna ataupun wajah nyureng ibu Davina.
"Cuma benjol sedikit, nanti habis meeting ini saya akan ke dokter," ucap Ina tegas tanpa
menggeram.
"Kmu harus ke dokter sekarang," Revel tetap bersikeras.
"Gimana klo saya tempelin ice pack di kepala saya dulu untuk sementara waktu. Saya akan
cek ke dokterstelah meeting ini selesai," balas ina sambil menatap Revel tajam, memintanya
untuk tdk membantahnya lagi.
Revel mengernyitkan kening selama beberapa detik ketika melihat tatapan Ina yg siap
membunuhnya klo dia mengeluarkan satu kata lagi yg melibatkan kata "dokter", sbelum
kemudian berkata, "Sit, bisa minta salah satu OB untuk bawain ice pack kesini?"
Sita langsung menghilang dr peredaran. Ina sedang memikirkan cara untuk membuka
pembicaraan dgn ibu Davina yg kini sedang memperhatikan anaknya dgn tatapan penuh
tanda tanya, ketika mendengar suaranya.
"Jadi kmu yg namanya Inara?" Tanyanya dgn nada yg tdk bisa dibilang ramah.
"Selamat siang, ibu Davina. Sbelumnya saya mohon maaf atas insiden ini. Mungkin besok2
sebaiknya saya pakai sepatu yg solnya karet saja supaya tdk terpeleset lagi," ucapnya
setenang mungkin sambil berjalan menuju ibu davina sbelum kemudian mengulurkan
tangannya untuk bersalaman dengannya.
Ibu Davina kelihatan agak terkejut dgn tindakan Ina. Great! Melihat reaksinya, hanya akan
ada dua kemungkinan. Yg pertama adalah bahwa ibu Davina sudah tersinggung dgn tingkah
lakunya dan langsung akan memecatnya,atau ibu Davina menghargai keberaniannya dan
akan membiarkannya tetap melakukan tugasnya. Kepala Ina berdenyut, tetapi dia tdk
menghiraukannya.
"Saya Inara," lanjut Ina karena tdk tahu apa lagi yg bisa dia katakan.
Tapi tiba2 suatu keajaiban terjadi ketika dia melihat ibi Davina juga mengulurkan tangan
untuk menyalami dirinya. Stelah melepaskan tangan, ibu Davina kemudian melambai,
menandakan bahwa dia mempersilahkan Ina duduk, sementara beliau menempatkan
dirinya tepat di hadapan Ina. Sita melangkah masuk kembali ke dalam ruang pertemuan. Ina
buru2 duduk di kursinya dan segera membuka agendanya. Dengan pulpen di genggaman,
dia siap mencatat apa saja yg dikatakan ibu Davina. Revel memilih berdiri sambil
menyandarkan bahunya pada dinding.
"Sita bilang klo ibu mau ketemu sama saya. Apa ada hal spesifik yg bisa saya bantu?" Tanya
Ina sesopan mungkin.
"Ya ya... alasan saya minta kedatangan kmu adalah karena saya mau minta tolong supaya
keuangan pribadi saya juga dicek."
"Oh, oke," ucap Ina setenang mungkin. "Apa ibu juga perlu diaudit sperti Revel?"
"Sejujurnya, saya juga nggak tahu apa yg kmu kerjakan untuk Revel. Pokoknya saya mau
semua urusan keuangan saya beres," jawab ibu Davina dgn tegas sambil melirik anaknya yg
tatapannya sedang terpaku pada pintu masuk.
"Nggak masalah, saya akan mengirimkan surat penawaran fee kepada ibu secepatnya," ucap
Ina.
Pada saat itu seorang OB yg membawa nampan berisi semangkuk es batu dan sebuah
handuk kecil memasuki ruang pertemuan. Sandra langsung berdiri dr kursinya untuk
membantu Ina, tetapi sbelum dia bisa melakukannya revel sudah mengambil alih tugas itu.
Ina sudah siap untuk protes, tetapi klo dilihat dr cara Revel menyipitkan matanya padanya,
menantang Ina untuk menentangnya, spertinya itu tdk ada gunanya. Akhirnya Ina harus
merelakan revel melakukan apa yg dia mau.
"Oke, jgn kaget ya, ini agak dingin," ucap Revel sbelum kemudian menyentuh kening Ina dgn
tangan kirinya dan menempelkan ice pack itu pada kepalanya.
Revel berusaha mengontrol dirinya untuk tdk mengusap kening Ina dgn jari2nya. Kulitnya
halus sekali, sperti kulit bayai. Desisan Ina ketika rasa dingin menyentuh kulit kepalanya
menarik perhatian Revel. "Sori," ucap revel.
Ina menjawab dgn menundukkan kepalanya sedikit. Untung saja rambutnya berpotongan
bob pendek, jd air yg meresap melalui handuk dan mengenai rambutnya tdk akan merusak
style-nya. Dalam situasi lain Ina mungkin sudah menolak perhatian Revel yg
memperlakukannya sperti seorang invalid, tetapi saat ini yg dia inginkan adalah bisa
menyandarkan kepalanya diatas bantal yg empuk dan tidur sampai denyutan kepalanya
hilang.
Untung saja ice pack itu sudah mulai mengurangi denyutan di kepalanya. Ina mengangkat
kepalanya menatap ibu Davina dan berkata, "Maaf, jd ngerepotin."
Ibu Davina hanya mengangguk kaku. "Sita, bisa kmu urus ini semua dgn Inara?" Tanyanya
kepada Sita yg cepat2 mengangguk.
Sbelum Ina berkata-kata lagi, ibu Davina sudah berdiri dr kursinya dan Ina hanya sempat
melihat punggungnya saja ketika beliau bergegas meninggalkan ruangan. Mancoba untuk
kelihatan tdk tersinggung dgn perlakuan ini Ina pun segera memerintahkan Sandra untuk
mempersiapkan surat penawaran.
"Sori ya, mama memang begitu orangnya. Jangan diambil hati," ucap Revel yg tanpa disadari
Ina masih memegangi kepalanya.
"Iya, nggak apa-apa."
Kemudian Ina menyadari bahwa Luna masih ada bersama mereka dan kini sedang
menatapnya dgn tatapan tdk suka. "Kepala saya sudah baikan," ucap Ina dan buru2 menarik
ice pack dr kepalanya itu dr genggaman revel.
"Yakin?" Tanya Revel dgn nada curiga, tetapi dia melepaskan ice pack itu dr genggamannya.
"Yep, thanks for your help," balas Ina. Dan stelah memberikan senyuman singkat padanya
Ina pun berpura-pura sibuk dgn Sandra dan tdk menghiraukannya lagi.
Selintas ada sebersit kekecewaan atas perlakuan dingin Ina di wajah revel, tetapi dgn satu
kedipan, ekspresi itu menghilang dr wajahnya, berganti menjadi tatapan tdk perduli. Ina jadi

bertanya2 apakah dia hanya berhalusinasi beberapa detik yg lalu.


No comments:

Post a Comment