Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Bab 4

The Dirty Business

Hari senin ina tdk melihat batang hidung Revel sama sekali ketika dia datang kembali ke
kantornya dgn marko untuk melakukan observasi. Selain Marko, Ina juga membawa dua
orang senior associate, Sandra dan Eli, yg ditugaskan untuk membantunya. Sebagai JP tentu
saja jadwal Ina sibuk dan tdk bisa slalu stand-by untuk menjawab semua pertanyaan yg
diajukan oleh klien. Itu sebabnya knapa Ina membutuhkan associate yg akan menjaga
hubungan baik dgn klien dan akan melaporkan masalah2 yg merekatdk bisa atasi,
kepadanya.
Kedatangan Ina dan timnya hanya disambut oleh pak Danung dan beberapa staf kantor
Revel yg dia temui pada hari Sabtu. Ina bahkan tdk melihat pak Siahaan atau Jo dimanamana.
Pak Danung meninggalkan Ina dan timnya untuk bekerja stelah memperkenalkan
mereka kepada Sita, akuntan yg selama ini bertanggung jawab mengurus pembukuan
MRAM. Mereka baru bs dikenalkan sekarang karena Sita baru saja kembali dr cutinya.
Selama beberapa jam mereka berlima duduk di sebuah meja besar yg sudah disiapkan di
salah satu ruangan di lantai dasar dan menganalisis semua informasi keuangan Revel dan
juga MRAM.
Melalui Sita, ina kini jd lebih tahu tentang MRAM. Selain mewakili Revel, perusahaan ini juga
mewakili banyak artis lainnya. Beberapa di antaranya adalah sebuah band rock yg dulunya
adalah bandnya Jo sbelum dia kemudian direkrut untuk jd drummer-nya Revel, sebuah band
dgn aliran pop yg personilnya cewek semua, seorang selebriti yg baru saja memulai
kariernya sebagai penyanyi stelah bosan dgn dunia sinetron, beberapa penyanyi baru
jebolan Indonesian Idol, dan banyak lagi. Sepertinya masa depan MRAM kan semakin baik
klo dilihat dr pemasukan yg didapatnya dr para penyanyi yg diwakilinya. Untuk semua artis
yg mereka wakilkan, MRAM akan menarik fee sebanyak 30persen dr pendapatan kotor
mereka, yg menurut Ina cukup masuk akal klo dilihat dr berbagai macam tanggung jawab yg
dijalankan oleh MRAM untuk artis tersebut. Ina tahu bahwa kebanyakan perusahaan serupa
akan menarik fee hingga 40persen untuk pekerjaan yg sama. Sepertinya para artis yg
diwakili oleh MRAM are in good hands.
Lain dgn dua partnernya, Revel cukup aktif di dalam pengurusan MRAM. Dengan bantuan
pak Danung dan timnya mereka selalu mencoba untuk mengidentifikasi bakat2 baru yg ada
di pasaran sbelum kemudian memoles mereka untuk menjadi penyanyi terkenal. Menurut
Sita bisnis ini benar2 kompetitif dan mahal karena perusahaan harus banyak mengeluarka
uang untuk calon artis tersebut, mulai dari rekaman album, les vokal, sampai ke salon untuk
mempercantik diri mereka, tanpa ada sebarang jaminan bahwa mereka akan bisa
mengembalikan modal yg telah dikeluarkan. Pada dasarnya bisnis ini dijalankan berdasarkan
rasa percaya dan keyakinan yg dimiliki oleh Manajemen kepada artis yg mereka wakili dan
komitmen serta kerja keras dr artis itu sendiri. Klo semuanya berjalan lancar, maka artis itu
akan terkenal dan menjual CD sebanyak-banyaknya, tp klo salah perhitungan, bs jadi artis
kabur dr kontrak yg sudah mereka tanda tangani atau album yg mereka keluarkan tdk laku.
Intinya, segala sesuatunya harus dipertimbangkan dgn sempurna agar tdk menyebabkan
kerugian pada perusahaan.
Selama melakukan observasi, entah knapa, tp ketidakberadaan Revel membuat Ina
merasakan sesuatuyg klo dia selidiki dgn lebih teliti akan terasa sperti kekecewaan, maka dia
memutuskan untuk tdk menghiraukan perasaan itu. Dia hanya ingin mengucapkan terima
kasih sekali lagi karena Revel telah memberikan karti itu untuk Gaby, itu saja, ucap Ina pada
dirinya sendiri. Tapi dia tahu bahwa dia sudah membohongi dirinya sendiri, karena setiap
kali mendengar ada langkah yg mendekati ruangan tempatnya bekerja dia langsung
menegakkan tubuh, menajamkan telinga, dan melirik ke arah pintu masuk. Menunggu.....
bukan, bukan menunggu, tp mengharapkan bahwa langkah tersebut adalah milik Revel.
Tetapi stelah beberapa kesalahan, akhirnya Ina berhenti berharap bahwa dia akan bs
melihat Revel hari ini.
Kira2 apa jadwal Revel hari ini? pikir Ina. Ketika dia sampai tadi pagi pukul sembilan, dia
menyempatkan diri untuk melirik deretan mobil yg ada di dalam garasi dan halaman depan
rumah Revel. Terima kasih atas informasi daftar harta yg dia lihat hari Sabtu, dia tahu bahwa
Range Rover penyanyi itu tdk ada pada deretan tersebut. Jadi bs disimpulkan bahwa Revel
kemungkinan sedang tdk ada di rumah. Marko yg melihat kegelisahannya berkali-kali
menanyakan apakah Ina baik2 saja karena dia merasa bahwa Ina agak kurang fokus, dan
setiap kali Ina menjawab bahwa dia baik2 saja. Setelah dua jam dan msh juga tdk
mendapatkan jawaban yg jujur atas pertanyaannya, akhirnya Marko membiarkan Ina sendiri
dgn pikirannya dan mereka bekerja dlm diam.
Pukul dua belas siang ketika mereka sedang makan siang Ina mendengar suara batu kerikil
yg dilinsmobil. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu depan dibuka. Ina mendengar
suara langkah berat yg hanya akan dimiliki oleh seorang laki2, semakin mendekat dan di luar
kontrolnya jantungnya langsung berdetak lebih cepat. Makanan yg ada di dalam mulutnya
langsung hilang rasanya. Oh my God, he is getting closer! Oke ina, santai.... jangan panik.
Tapi semua ketakutan dan antisipasi menghilang begitu Ina mendengar suara Sita, "Halo, Jo.
Tumben jam segini sudah nongol. Sudah makan?"
Seperti ada air es yg diguyurkan di atas kepalanya Ina langsung mengembuskan napas lega.
Bukan Revel, ucapnya dlm hati.
"Sudah tadi di rumah," jawab Jo lalu melambaikan tangannya pada ina dan Marko. "Revel
kemana, Sit? Gue lihat Range Rover-nya nggak ada," lanjutnya sambil membuka pintu lemari
es dan menyisiri isinya sbelum kemudian menutupnya kembali tanpa mengambil apa2.
"Katanya pak Danung dia pergi ngantar tante Davina ke dokter."
Akhirnyaaaaa! Dapat juga ina informasi keberadaan Revel.
"Memangnya seberapa sering sih tante Davina perlu check-up diabetesnya?" Tanya Jo lagi.
"Perasaan Revel baru ngantar dia ke dokter dua minggu yg lalu," sambungnya.
"Ini ke dokter mata, bukan diabetes," teriak Sita dr dapur.
"Memangnya mata tante Davina kambuh?"
"Nggak, cuma pergi check-up doang."
Jo menutup mulutnya sambil manggut2.
"Pergi jam brapa dia tadi?". Tanya Jo.
"Gue nggak tahu juga, tp tadi pagi pas gue datang jam delapan, dia sudah nggak ada."
"Jangan-jangan dia nggak tidur lagi tadi. Soalnya kita baru kelar bangsa jam limaan."
"Bisa jadi. Lo tahu sendiri klo dia biasanya blm betul-betul bangun sampai sekitar tengah
hari. Mudah2an dia cukup sadar untuk bawa mobil." Sita terdengar agak khawatir.
Hubungan Sita dgn Jo dan Revel kelihatan cukup rapat dr cara mereka berbicara dgn satu
sama lain yg sudah sperti teman.
"Kira-kira jam brapa dia balik?" Tanya Jo.
"Paling bentar lg juga sampai," jwb Sita dan menenggak habis air putihnya hingga gelas itu
kosong.
"Mmmhhhh. Ya sudah, klo nanti dia pulang dan nyariin gue,gue ada diatas ya,l ucap Jo, lalu
dia berdiri dr kursinya dan sekali lagi melambaikan tangannya kepada Ina sbelum
menghilang.
Setelah makan siang Ina dan timnya pun kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Ina tdk
melihat Jo lagi atau Revel sampai dia pamit pulang pukul empat sore. Ketika keluar rumah,
Ina melihat bahwa Range Rover Revel sudah terpakir di garasi yg menandakan bahwa dia
sudah pulang. Ina berpura-pura tdk peduli bahwa Revel bahkan tdk menyempatkan diri
untuk say hello kepadanya, tp sejujurnya dia merasa agak sedikit kesal pada kliennya itu.
Revel mengenali Honda City warna emas yg diparkir dihalaman rumahnya ketika dia pulang
dr dokter, namun bukannya menuju ke ruangan tempat Ina sedang bekerja, dia langsung
menuju studionya. Revel tdk bisa menjelaskan tingkah lakunya yg jelas2 mencoba
menghindari Ina. Revel tdk pernah menghindari perempuan manapun, women loves him
and he loves them, it's that simple. Revel tdk pernah tertarik pada perempuan diatas umur
30tahun karena mereka terlalu bossy, suka sok menggurui, dan buntutnya mencoba
mengatur hidupnya, dan Ina jelas2 masuk ke dalam kategori ini. Itu sebabnya Luna,
pacarnya, memiliki karakteristik yg betul2 bertolak belakang dgn Ina, tp knapa selama dua
hari ini yg ada di kepalanya adalah Ina, bukannya Luna? Revel menyalahkan blus hijau yg
dikenakan oleh Ina trakhir kali dia melihatnya. Pasti itu menyebabkan keresahannya ini.
Revel duduk di atas bangku piano di dalam studionya dan mulai menekan beberapa tuts
mencoba untuk mencari nada yg sesuain dgn mood-nya. Revel sudah menulis satu bait lagu
ketika Jo menemukannya sejam kemudian.
"Jam brapa lo balik tadi?" Tanya Jo dgn suara sedikit mengantuk.
"Jam tiga," balas Revel tanpa menatap Jo.
"Tante Davina gimana kabarnya?"
"Baik-baik saja."
Jo melihat bahwa Revel hari ini lebih moody daripada biasanya.
"Tuh lagu melankolis amat Rev, buat Luna?" Ucap Jo sambil melangkah menuju set
drumnya.
Revel hanya mendengus, kemudian ketika melihat bahwa kaus yg dikenakan Jo kelihatan
agak kusut sperti baru saja bangun tidur dia berkata, " Jangan bilang ke gue lo tidur di
tempat gue lagi deh."
"Ya iyalah gue tidur di tempat tidur lo," balas Jo cuek sambil memutar-mutar stick drumnya.
"Lo knapa sih seneng banget tidur di kamar gue padahal gue sudah kasih kamar tidur tamu
buat elo klo misalnya lo mau istirahat."
"Kamar tidur tamu baunya kayak menyan."
Revel berhenti memainkan piano dan berkata, " Itu bukan menyan, tp potpourri, yg nyokap
beli di Marks & Spencer."
"Baunya sama saja. Kadang2 klo tidur disitu gue waswas tiba2 kuntilanak muncul." Untuk
meyakinkan Revel, Jo mengimitasikan suara kuntilanak.
Revel tertawa melihat kelakuan Jo yg pada saat itu sama sekali tdk terlihat seperti drummer
paling ganteng satu Indonesia.
"Itu bau lavender, harusnya bs membuat elo relaks sperti lagi di spa," Revel mencoba
menjelaskan.
"Bodo amat deh, pokoknya itu kamar baunya kayak kuburan."
Revel menutup diskusi itu dgn mulai menekan tuts pianonya lagi.
"Lo tadi sempat ketemu Ina nggak?" Tanya Jo.
Revel langsung menekan tuts yg salah ketika mendengar nam Ina disebut-sebut.
"Nggak," jawabnya pendek. "Memangnya knapa lo tanya2 ?" Lanjutnya ketika Jo tdk
mengatakan apa2 lagi tentang Ina.
"Nggak kenapa-napa. Omong2 dia cute juga ya klo dilihat-lihat."
Revel langsung menatap drummer-nya, mencoba membaca ekspresi wajahnya. Dia tdk tahu
knapa orang tdk pernah menggosipkan Jo yg tidak2 klo sudah menyangkut masalah
perempuan. Media selalu menggambarkan Jo seakan-akan dia seorang malaikat, padahal klo
dihitung-hitung Jo lebih banyak menghancurkan hati kaum wanita daripada dirinya. Betulbetul
tdk adil.
"Jo, dia off-limits." Suara Revel terdengar lebih tajam daripada yg dia inginkan ketika
mengatakan ini.
Jo yg menyadari bahwa dirinya sedang diperingati oleh Revel berhenti memutar-mutar stick
drumnya. "What?" Tanyanya langsung.
"Pokoknya off-limits," ucap Revel sekali lagi.
Jo hanya memutar bola matanya melihat reaksi Revel. "Okay fine. Lo nih berkelakuan
kesannya kita tinggal di hutan aja. Nggak perlu teritorial begitu deh."
"Gue nggak teritorial."
Of course you're not," balas Jo dgn nada sinis. "Klo lo suka sama Ina, lo tinggal bilang ke gue
dan gue nggak akan mendekati dia. So, lo suka sama Ina?"
"Dude, dia itu akuntan gue."
"So what?"
"Dan gue udah punya pacar."
Jo mendengus. "Yeah right. Kayak elo ini tipe laki2 yg setia aja. Sekali lagi gue tanya, apa lo
suka sama Ina?"
Revel menggigit lidahnya dan berkata, "No."
"Oke, klo begitu dia fair game sama gue."
Dan Revel harus menarik napas agar tdk loncat dari kursi piano saat itu juga untuk mencekik
Jo.
Sebulan berlalu dan Ina masih tdk berkesempatan untuk bertemu muka lagi dgn Revel
karena stelah hari itu tdk ada masalah pembukuan besar yg memerlukan kedatangannya ke
kantor Revel lagi. Ina membiarkan Sandra dan Eli melakukan kunjungan mereka tanpanya,
sebagaimana bisnis ini pada umumnya berjalan. Dalam hati Ina bersyukur bahwa dia tdk
perlu lagi bertemu dgn Revel karena itu berarti bahwa timnya telah melakukan pekerjaan
mereka dgn baik. Klo ada masalah tentunya Sita sudah mengeluh kepadanya. Mesipun
begitu, Ina tdk bisa menghentikan dirinya untuk mulai memperhatikan gerak-gerik Revel
setiap kali dia muncul di TV.
Beberapa hari yg lalu Revel sekali lagi terkena masalah dgb wartawan yg terlalu
bersemangat untuk mengambil fotonya sehingga tdk sengaja mendoronh ibu Davina yg
sedang berjalan di sampingnya. Dan tanpa mengeluarkan kata2, Revel langsung melindungi
mamanya dgn tubuhnya dan dgn tangan kanan dia mendorong wartawan tadi sehingga
jatuh terduduk di aspal. Kejadian itu terekam oleh beberapa wartawan infotaimen dgn
sempurna dan diputar berkali-kali di TV. Ketika menonton video itu Ina melihat bahwa ujung bibir Revel jd kaku sebelum dia mendorong wartawan itu dgn kekuatan penuh, kemudian
meninggalkan tempat kejadian tanpa menoleh lagi.
Reaksi yg sama juga ia dapati ketika Revel diwawancara oleh mantan pelawak yg alih profesi
menjadi pembawa acara mengenai proses penulisan musiknya. Wawancara itu berjalan
cukup lancar sampai ketika revel ditanya apakah dia berniat untuk lebih serius dgn Luna.
Revel menjawab pertanyaan itu secara diplomatis dgn berkata, "Untuk saat sekarang kami
masih sama2 belajar tentang satu sama lain. Kita lihat saja nanti gimana."
Tentunya sang pembawa acara tdk puas dgn jawaban itu dan mencoba mencecar Revel.
Pemuda itu msh menjawab pertanyaan2 yg diajukan padanya dgn cukup sopan, tp kelihatan
sangat tdk comfrotable. Dan kelihatannya si pewawancara sama sekali tdk melihat efek dr
pertanyaan2nya ini kepada Revel. Untung saja pembawa acara itu kemudian menyerah
stelah selama sepuluh menit menanyakan hal yg sama tanpa mendapat jawaban. Ina yakin

Revel sudah siapa untuk menonjok wajah pembawa acara itu.


Celebrity Wedding - Bab 5

No comments:

Post a Comment