Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Bab 3

The Thoughtful Gift

Untuk dua jam berikutnya ina, Marko, Revel, pak Danung, dan pak Siahaan sibuk membahas mengenai keadaan keuangan Revel. Ina mendapati bahwa Revel ternyata orangnya superboros. Video shoot merangkap liburan ke Inggris, Amerika, dan Australia; bolak balikterbang ke Singapore dan Hongkong untuk sound mixing; atau membooking cottage untuk beberapa malam di resort paling mahal di Bali atau Lembang klo dia lg bosan dgn suasana Jakarta. Blm lagi daftar belanjaannya yg bervariasi dr Metro dan Sogo hingga Gucci dan Ferragamo. Entah apa yg dia beli beberapa bulan yg lalu di Marc Jacobs sampai mencapai 40juta dlm satu tagihan. Kemudian ada maintenance untuk tiga mobilnya yg semuanya buatan Eropa.
Tapi, smua pengeluaran ini spertinya tdk memengaruhi flow uang Revel sama sekali. Harus diakui Ina bahwa untuk seseorang berumur 32tahun, keadaan keuangan Revel jauh di atas rata2. Mungkin itu disebabkan oleh hasil penjualan dua albumnya yg masih laris meskipun album pertamanya keluar hampir sepuluh tahun yg lalu dan yg kedua lima tahun yg lalu.
Album ketiganya sudah dijadwalkan untuk keluar akhir tahun depan dan Ina yakin bahwa itu pun akan meledak juga sperti dua album sebelumnya. Hal ini menghasilkan pemasukan yg stabil untuk Revel. Selain itu, pemasukan Revel bkn hanya dr penjualan album, tp juga dr konser, endorsement deal dr beberapa produk g sudah diwakilkan oleh Revel, juga bunga investasi dr bisnis non-entertainment yg cukup sukses.
Satu hal yg membuatnya agak terkejut adalah bahwa tiga tahun yg lalu Revel dgn dua orang partnernya (yaitu, Ibarhim Sumantri atau lbh dikenal sebagai Baim S., seorang penyanyi dan pengarang lagu yg cukup top di tahun '80-an yg memiliki 40persen saham perusahaan, dan seseorang bernama Davina Paramitha Darby, yg memiliki 30persen) mendirikan sebuah perusahaan rekaman yg kemudian merangkap sebagai perusahaan manajemen artis.
Smenjak tiga tahun yg lalu pula manajemen Revel berada di bawah naungan bendera
perusahaan ini.
"Maaf, pak Siahaan, siapakah Davina Paramitha Darby?" Tanya Marko, membuat Ina ingin
menciumnya karena menanyakan pertanyaan yg sudah melayang2 di dlm pikirannya.
"Itu mama saya," jwb Revel enteng.
Ina ingat wajah wanita stengah baya dgn sasakan tinggi dan wajah ambisius yg cukup sering
terpampang di TV karena sering kelihatan mendampingi Revel. Kemudian... mamanya
Revel? Itu brarti bahwa pada dasarnya mayoritas saham perusahaan ini dimiliki oleh Revel.
Itu semua menjelaskan knapa kantor perusahaan itu beralamatkan di rumah Revel semenjak
didirikan tiga tahun yg lalu. Termasuk semua orang yg slalu mengatakan "kantornya Revel",
karena perusahaan ini pada dasarnya memang milik Revel.
Pada akhir pertemuan, Ina lebih memahami tugasnya yg bkn hanya akan meng-handle Revel
sebagai klien perseorangan, tetapi juga keuangan Megix records & Artist Management,
perusahaannya ini. Stelah berjanji untuk melakukan observasi pada hari Senin, Ina dan
Marko pun berpamitan karena jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Untung saja dia
sudah minta kak Kania, untuk mengambil kue ulang tahun Gaby, karena sperti dugaannya,
dia akan terlambat datang ke acara ultah keponakannya itu.
Sbelum pergi Ina memutuskan pergi ke WC dulu. Tanpa di sangka2 Revel bersedia
mengantarnya meskipun dia bersikeras bahwa dia bisa menemukan lokasinya sendiri. Dia
berjalan menuju WC pertama yg dia lihat, tetapi Revel menarik lengannya dan
menggiringnya ke lantai atas.
"WC yg itu out of service, jd kmu pakai yg di lantai atas saja," ucap Revel singkat.
Kini Ina sudah lebih terbiasa mendengar Revel menggunakan kata "kamu" dan "saya" klo
sedang berbicara dengannya, karena selama dua jam belakangan ini begitulah cara mereka
berbicara dgn satu sama lain. Ina mengangguk dan mengikuti Revel yg sudah melepaskan
lengannya.
Revel sedang memikirkan suatu cara untuk berbicara dgn Ina sendiri stelah meeting selesai
untuk memberikan kartu ultah untuk keponakannya, tp dia tdk tahu bagaimana caranya
tanpa kelihatan janggal di hadapan orang lain. Ketika dia mendengar kata2 Ina yg minta izin
untuk pergi ke WC, dia langsung mengambil kesempatan ini tanpa berpikir lagi.
"Pesta ultah keponakan kmu mulai jambrapa?" Tanya Revel membuka pembicaraan.
Dari ekspresinya, Revel membaca bahwa Ina tdk menyangka bahwa dia msh ingat tentang
itu. Ina terdiam beberapa saat sbelum menjawab, "jam enam."
Revel melirik jam tangan yg melingkari pergelangan tangan kirinya. "Sekarang sudah jam
lima lewat. Kmu bakalan terlambat," ucapnya.
Ina hanya mengangguk pasrah.
"Kamu hrs ngambil kue dulu lagi?"
"Kuenya udh diambil sama kakak saya," jwb Ina.
"Oh.... well, that's good."
Sekali lagi Ina mengangguk menanggapi komentar Revel. Selama beberapa detik mereka
tidak berbicara, hanya ada suara sepatu hak Ina yg menaiki tangga. Klik... klik.... klik....
Sandal Revel tdk mengeluarkan suara sama sekali.
"Siapa nama keponakan kmu?" Pertanyaan yg agak tiba2 ini membuat Ina sdikit terkejut.
"Errrr..... Gaby," jawabnya
Revel mengangguk, dan Ina pun ikut mengangguk. Tidak lama kemudian mereka sudah tiba
di depan kolam renang dan Revel menunjuk kepada salah satu pintu. Ina bergegas
memasuki pintu itu. Ketika Ina menghilang dr pandangan, Revel langsung berlari menuju
kamar tidurnya di lantai paling atas untuk mengambil kartu ultah yg dia sudah siapkan.
Dengan terburu2 dia menuliskan ucapan selamat pada kartu ultah itu. Sepulangnya dr
bertemu Ina kemarin, Revel meminta asistennya untuk membeli kartu ultah ini. Dia
berharap Ina dan Gaby akan bs menghargainya.
Ina kelihatan terkejut ketika melihat Revel menunggunya di luar WC sepuluh menit
kemudian, tp perlahan2 dia berjalan kearahnya. Dari kejauhan Revel memperhatikan Ina dr
ujung rambut hingga ujung kaki. Meskipun wanita ini berukuran kecil, tetapi tubuhnya tetap
menunjukkan kewanitaannya. Pinggangnya ramping dan pinggulnya melebar. Dan entah apa
dia sadar akan hal itu, tetapi blus sutra warna hijau yg dikenakannya membuatnya kelihatan
fresh dan menarik. But damn, this women needs to learn how to put on some make-up,
kulitnya yg terlalu putih membuatnya terlihat sperti vampire.
Ina hanya mengangguk ketika berdiri dihadapan Revel, kemudian mereka berjalan bersisian
lagi, mengelilingi kolam renang untuk menuju tangga.
Dengan suara pelan Revel berkata, "Ini untuk Gaby," sambil menyodorkan sebuah amplop
berwarna ungu dgn ukuran 11x16 cm.
Ina menghentikan langkahnya dan menatap amplop itu. Beberapa detik kemudian ketika dia
msh juga menatap amplop itu tanpa reaksi, Revel menambahkan, "Ini kartu selamat ulang
tahun dr saya."
Ina msh tdk bisa berkata2, tp dia mengambil kartu itu dr genggaman tangan Revel. "Saya
nggak tahu mesti ngasih kado apa. Mudah2an ini cukup," lanjut Revel.
Cover kartu ini terlihat simple dan hanya dihiasi oleh dua kata "HAPPY BIRTHDAY"
"Boleh saya baca?" Tanya Ina.
Dengan anggukan dr Revel, perlahan2 dia pun membuka amplop itu dan mengeluarkan
kartu di dalamnya. Dekorasi kartu berwarna putih kebiru2an itu simple saja, hanya ada kue
ultah raksasa bertuliskan "Happy 18th Birthday" dan pita berwarna-warni bertaburan
mengelilingi kue itu. Dia tersenyum lalu membuka kartu itu dan tulisan tangan yg cukup rapi
menyambutnya.
" Dear Gaby,
Hope u have a great 18th birthday. Jangan salahin tante kmu karena telat datang. Itu garagara
saya.
Revelino Darby"
Di atas namanya Revel membubuhkan tanda tangannya. Ina bs membayangkan reaksi Gaby
begitu dia melihat kado ini. Sebagai salah satu fans berat Revel, Gaby slalu berkata bahwa
dia berharap bs bertemu revel suatu hari agar bs minta tanda tangannya. Dan sekarang
impiannya sudah tercapai. Ina sbetulnya berencana untuk memberitahu Gaby tentang klien
barunya ini, mungkin minggu depan stelah semua hingar bingar pesta ultahnya selesai, tp
kini spertinya dia tdk lagi bs menyembunyikan berita ini.
"Thank you," ucapnya sambil mengembalikan kartu itu ke dalam amplopnya dan
memasukkannya ke dalam tas. Dia masih tdk percaya bahwa Revel tlah berbuat ini untuk
Gaby.
"Saya nggak yakin sama ejaan nama keponakan kmu. Ejaan saya benar nggak?" Revel
terdengar sedikit khawatir.
"Oh..... bener kok," jawab Ina.
Revel menatapnya selama beberapa detik sbelum kemudian mengangguk. Mereka lalu
berjalan menuruni tangga. Ina menemukan pak Danung dan Marko sedang menunggu
mereka di dekat tangga. Tanpa disangka-sangka, pak danung dan Revel mengantarnya dan
Marko sampai ke mobil. Marko sedang memandangi Ina dgn tatapan ingin tahi, tp Ina tdk
menghiraukannya dan berjalan menuju sisi pengemudi.
"Well, that went well," ucap Marko ketika mereka sudah berada cukup jauh dr rumah Revel.
"Yes," balas Ina. "Lo mau gue drop dimana?"
Seperti tdk mendengarnya Marko melanjutkan, "He is sooooooooo sexy....."
"Marko, he's officially our client now," ucap Ina mencoba terdengar tegas tp gagal.
"So?" Tantang Marko.
"So klo lo mau keep dia sebagai klien, mulai sekarang elo nggak boleh nelanjangi dia pakai
mata lo."
Marko kelihatan bersalah untuk beberapa detik, tp kemudian dia berkata, " Jangan bilang ke
gue lo nggak suka sama dia."
"Gue bukannya nggak suka, tp gue hormat sama dia karena dia adalah klien kita," tandas
Ina, sengaja menyalahartikan kata2 Marko.
"Girl, I wasn't born yesterday, I know that you know that that's not what I meant," balas
Marko dgn aksen koboinya.
"Gue nggak ada rasa apa2 terhadap dia slain semua yg berhubungan dgn bisnis, titik,"
sangkal Ina cepat sehingga membuat kebohongannya terlihat sangat nyata.
Marko terdiam selama beberapa saat sbelum berkata, " Yakin?"
"Seratus persen," balas Ina.
Marko kemudian berdiam diri lg selama beberapa detik, memuaskan diri memandangi
wajah Ina, sperti sedang mencoba membaca ekspresi wajah itu. Di luar kontrol Ina,
wajahnya mulai memerah. Satu-satunya penyelamat baginya adalah sinar matahari yg
sudah siap terbenam, sehingga membuat wajah merahnya kelihatan normal karena terkena
sinar matahari sore.
Marko mendengus. "Well, I think he likes you," ucapnya.
"Who?" Tanya Ina sambil mencoba untuk mengingat apakah dia harus belok kanan atau kiri.
"Revel-lah, pakai nanya lagi," balas Marko gemas.
Mendengar itu Ina langsung menoleh ke Marko. "Of course he likes me. Gue ini akuntan yg
kompeten."
Marko menggeram. "Maksud gue dia suka sama elo sebagai seorang wanita."
"Sure he does karena menurut gue dia suka sama elo," potong Marko.
"Dia nggak suka sama gue."
"Suka."
"Nggak."
"Dude, what are we, five years old?" Desis Ina akhirna mengakhiri argumentasi itu.
"Of course not," balas Marko dgn nada tersinggung.
Ina pikir Marko akan berhenti di situ saja, tp kemudian dia menambahkan, "We are four,"
sbelum kemudian tertawa terbahak-bahak dgn leluconnya sendiri. Ina mengeluarkan suara
antara geraman kesal dan dengusan menahan tawa. Akhirnya Ina bs menahan tawanya dan
menatap Marko tajam.
"Girl, dia specifically minta elo. Bukan gue atau Hanafi, tp elo," ucap Marko mencoba untuk
membela diri.
"Karena rekomendasi dr pak Bob yg smakin mendukung argumentasi gue bahwa dia suka
gue karena gue adalah akuntan yg kompeten," jelas Ina mencoba untuk membuat Marko
mengerti duduk situasinya. "Dan lo tahu sendiri klo pak Bob yg minta ditransfer ke account
holder lain karena dia nggak suka cara kerja Hanafi," lanjutnya.
"Yep. Soalnya Hanafi is a cold son of a bitch." Ina mencoba untuk menahan tawanya ketika
mendengar Marko karena itulah kata2 yg diucapkan oleh pak Bob sebagai alasannya untuk
memecat Hanafi. Dan Ina tdk bs menafikannya karena sejujurnya Hanafi adalah orang paling
kaku yg pernah Ina kenal.
"Tapi knapa dia nggak milih gue? Padahal pak Bob suka sama gue. Semua orang suka gue.
I"m the Gay Marko," lanjut Marko, dan Ina langsung tertawa terbahak-bahak mendengar
kata2 itu karena sebetulnya nama panggilan itu dulu berbunyi "I'm the Great Marko" karena
Marko bs meyakinkan siapa saja untuk jd kliennya, tp kemudian suatu hari salah satu
kliennya, seorang aktris senior yg menghabiskan waktunya keluar-masuk klinik kecantikan
untuk membotox wajahnya, berkata pada pak Sutomo bahwa salah satu alasan knapa dia
menyukai Marko adalah karena Marko itu gay, yg dlm bahasa Inggris slain brarti dia
homoseksual, juga berarti ceria. Dan semenjak itu semua orang memanggil Marko sebagai
The Gay Marko. Sampai saat ini, mereka tdk pernah tahu gay yg manakah yg dimaksud oleh
klien Marko itu.
"Yeah, lo definitely jauh lebih mendingan daripada Hanafi," ucap Ina sambil tertawa.
Mereka masih berdebat panjang lebar dlm perjalananmenuju Slipi dimana Ina menurunkan

Marko di rumahnya sbelum menuju ke pesta ultah Gaby di Karawaci.



Celebrity Wedding - Bab 3

No comments:

Post a Comment