Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Bab 6

The Gossip

Beberapa bulan berlalu dgn cepat dan aman untuk keadaan keuangan Revel, Ibu Davina,
juga MRAM, tetapi tdk untuk kehidupan pribadi Revel. Semuanya bermula dgn putusnya
hubungan Revel dgn Luna pada bulan Desember, dua bulan stelah Ina bertemu dgn ibu
Davina. Pada bulan Januari, tersebar gosip bahwa Luna hamil stelah media mendapat
bocoran bahwa eksnya Revel ini pergi menemui dokter kandungan. Gosip ini mungkin akan
berlalu klo saja ini semua memang hanya itu... sebuah gosip, tp kenyataannya adalah bahwa
Luna sendiri kemudian mengakui bahwa dia sudah hamil empat bulan. Dan gegerlah satu
Indonesia.
Lumrah bagi semua orang untuk menuding Revel sebagai bapak si bayi tersebut karena
empat bulan yg lalu Luna mash berstatus sebagai pacar Revel, tp sewaktu ditemui oleh
wartawan ketika dia sedang shopping di salah satu mal di Jakarta, dgn tenang Revel hanya
berlalu tanpa menanggapi pertanyaan itu. Karena sikapnya itu Revel yg slalu diikuti oleh
wartawan, kini diburu siang malam oleh mereka yg ingin meminta kepastian. Tentunya
semua kekacauan ini akan berakhir tanpa ada "pertumpahan darah" klo saja Luna membuat
pernyataan bahwa Revel bukanlah ayah dr bayi yg sedang dikandungnya. Tapi luna tdk bisa
atau tdk mau mengakui itu karena dgn pengakuan ini maka secara tdk langsung dia,
Indonesia's sweetheart yg tdk pernah membuat satu pun kesalahan di mata publik, akan
membuka aibnya bahwa dia sudah selingkuh.... tidak, klo selingkuh mungkin masih tdk apa2,
tp ini... dia sudah tidur dgn laki2 lain selama dia menjalin hubungan dgn Revel. Jelas2 image
good girl-nya akan musnah dalam sekejap mata klo publik sampai tahu kebenaran dr cerita
ini.
Alhasil, tercetuslah dua kubu di Indonesia yg dikompori oleh media. Banyak orang g tetap
mendukung Revel dgn mengatakan bahwa Revel adalah laki2 sejati dgn tdk mengiyakan
atau menyangkal tuduhan ini. Para pro-Revel menjelaskan bahwa Revel pada dasarnya
sedang mencoba melindungi martabat Luna sebagai seorang perempuan. Tapi, mereka yg
tdk memihak kepada Revel melihat skandal ini sebagai kesempatan untuk betul2
menjatuhkan Revel.
Bagi Ina, dr awal semenjak berita ini keluar, dia yakin bahwa Revel tdk bersalah. Dia tdk tahu
bagaimana dia bisa menjelaskan feeling-nya ini, tetapi dia yakin seratus persen. Meskipun
begitu, dia tetap khawatir akan image kliennya. Seakan-akan berita ini belum cukup
menghancurkan karier Revel, beberapa hari stelah itu Ina mendengar berita bahwa jadwal
tur Revel yg akan meliputi 18kota di Indonesia pada bulan mei terancam batal karena kantor
walikota beberapa kota dimana Revel akan menggelar turnya menerima beberapa surat
ancaman yg intinya sama, yaitu bahwa mereka akan memblokir lapangan udara dan jalan
raya dgn aksi demonstrasi agar Revel tdk bisa masuk ke kota mereka. Para walikota merasa
khawatir atas ancaman ini dan tdk mau mengambil resiko. Mereka meminta Revel
membatalkan turnya.
Dari awal berita ini meledak, Ina sama sekali tdk berkesempatan bertatap muka atau
berbicara dgn Revel, tp begitu mendengar berita yg satu ini Ina langsung meminta Helen
untuk menghubungkannya dgn Revel. Perlu waktu stengah jam bagi Helen sebelum
memberitahunya bahwa Revel tdk mengangkat HPnya. Akhirnya Ina meminta Helen untuk
menyambungkannya dgn HP pak Danung.
"Selamat siang, pak Danung. Saya baru dengar kabar tentang tur Revel g dibatalkan. Apa
benar?" Tanya Ina penuh simpati.
"Nggak batal koq, cuma mungkin mesti diundur," jelas pak Danung dgn suara tenang.
"Bagaimana Revel mengatasi semua ini? Apa dia baik2 saja? Saya minta maaf karena nggak
menanyakan hal ini sebelumnya." Ketika mengatakan ini Ina langsung merasa bersalah. Dia
merasa lalai dalam mengerjakan tugasnya. Dia seharusnya bisa lebih peka dgn keperluan
klien2nya, pribadi ataupun perusahaan. Lalu dia sadar bahwa memang bukan tugasnya
untuk peduli dgn kehidupan pribadi klien.
"Oh.... dia baik-baik, ibu Inara nggak usah khawatir. Kita cuma perlu sabar menunggu sampai
semua orang bosan dgn berita ini dan semuanya akan kembali normal." Kata-kata pak
Danung menyadarkan Ina kembali.
Ina masih agak ragu dgn reaksi pak Danung ini, tetapi akhirnya dia memutuskan bahwa
mungkin dia sudah terlalu mengkhawatirkan sesuatu yg sebetulnya tdk perlu dikhawatirkan.
"Baguslah klo semua baik2 saja. Bisa tolong sampaikan simpati dr kami untuk Revel."
"Ibu Inara knapa nggak kontak Revel langsung saja?"
"Saya sudah coba, tp HPnya nggak diangkat."
Mendengar jawaban itu pak Danung hanya terkekeh. "Dia mungkin lagi di studio."
"I see."
"Nggak apa-apa, ibu Inara, nanti pesan ibu saya akan sampaikan ke Revel." Dan dgn begitu
pembicaraan mereka pun berakhir
Setelah mengakhiri pembicaraannya dgn Ina, pak Danung melangkah masuk ke studio dan
menemukan Revel sedang terlibat percakapan seru dgn Jo tentang aransemen lagu. Pak
Danung bersyukur bahwa Revel menemukan seorang sahabat dalam diri Jo, yg karena
umurnya beberapa tahun lebih muda daripada Revel, membuat Revel harus berkelakuan
lebih dewasa di sekelilingnya. Tiga tahun yg lalu sewaktu Revel sedang mencari drummer
pengganti karena drummer band-nya memutuskan untuk berhenti total dr belantikan musik
Indonesia, ada beberapa kandidat yg dipertimbangkan. Kebanyakan dari mereka mau
bekerja dgn Revel, tetapi segan karena Revel dikenal cukup "keras" pada anggota bandnya.
Kemudian Jo muncul dan cara main drumnya sama gantengnya dgn orangnya dan Revel
langsung mengiyakan tanpa pikir panjang lagi.
"Rev, ibu Ina tadi telpon menanyakan kabar kmu," ucap pak Danung.
Revel langsung menghentikan pembicaraannya dgn Jo. "Dia tanya kabar aku?" Tanya Revel
dgn agak sedikit terlalu bersemangat, yg membuat Jo terkikik dan menerima tatapan sangar
dr Revel.
Pak Danung berpura2 tdk melihat. Ini semua dan melanjutkan, "Dia khawatir tentang tur
delapan belas kota kamu."
Mendengar kata2 ini membuat Revel sedikit kesal. Ketika pak Danung mengatakan bahwa
Ina menanyakan kabarnya, dia pikir Ina peduli bahwa dia sedang tertimpa gosip, tp ternyata
wanita satu itu cuma peduli soal turnya. Sesuatu yg berhubungan dgn pekerjaannya,
uangnya, bukan dirinya sendiri. Ugghhh, he should have known, wanita sperti Ina akan lebih
peduli apakah seorang laki2 punya uang dan kehidupan yg mapan daripada bahwa laki2 itu
adalah laki2 baik2 yg punya hati dan perasaan. WHAT THE HELL?! Sejak kapan dia jd sensitif
sperti ini?
Ini semua gara2 blus warna hijau yg dikenakannya, aroma stroberinya, tangannya yg kecil,
kulitnya yg sehalus bayi, dan ukuran tubuhnya yg kelihatan sperti anak SMP tetapi terasa
sperti tubuh wanita sejati ketika dia menindihnya beberapa waktu yg lalu. Revel bersusah
payah mengontrol dirinya agar tdk mengingat kejadian hari itu dan berkata, "Bilang sama
dia, nggak usah khawatir tentang tur itu, aku masih tetap bisa bayar dia meskipun tur itu
batal."
Sambil berkata begitu Revel keluar dari studio, dan klo saja pintu studio tdk ada pernya,
Revel pasti sudah membantingnya.
Pak Danung beradu tatap dgn Jo. "Dia knapa sih? I didn't even mention Luna," ucap pak
Danung bingung.
Jo hanya nyengir dan memfokuskan perhatiannya kembali pada selembar kertas penuh
coretan yg ada di hadapannya.
Stelah percakapannya dgn pak Danung, ina pikir semuanya baik2 saja sampai suatu sore,
seminggu kemudian. Dia baru saja kembali dr bertemu dgn kliennya di luar kantor ketika
dihadang oleh Marko di pintu masuk begitu dia tiba.
"Lo harus lihat ini," ucapnya pendek.
"Lihat apaan?" Tanya Ina bingung sambil stengah berlari mencoba menyamai langkah Marko
yg terburu-buru.
Marko tdk menghiraukan pertanyaan Ina, dia hanya menggiringnya ke ruang rekreasi
kantor. Samar2 Ina bisa mendengar suara TV dgn volume yg cukup keras dan banyak
koleganya sedang berdiri di depan TV plasma, menonton suatu laporan berita. Ketika sudah
cukup dekat, Ina menyadari bahwa mereka sedang menonton suatu konfrensi pers, Ina
melihat wajah Luna yg tersembunyi di belakang kacamata hitam berukuran besar. Dia duduk
tegak di depan mic dan mengatakan, "Saya mengharapkan agar ayah bayi saya ini berhenti
menjadi pengecut dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Saya nggak mengharapkan
apa2 dari dia, saya hanya minta pengakuan supaya anak saya tdk lahir tanpa bapak."
Dan dgn pernyataan ini Luna langsung dihujani pertanyaan oleh para wartawan.
"Mbak Luna, siapa ayah bayinya?"
"Apa Revel ayah bayi ini?"
"Mbak... Mbak Luna, apa mbak ada affair sama orang lain selama berhubungan dgn Revel?"
Tapi Luana dengan lihainya langsung digiring oleh managernya turun dari panggung, dan
meninggalkan orang lain menjawab pertanyaan para wartawan itu dgn, "Untuk saat ini
mbak Luna tdk akan menjawab sembarang pertanyaan. Terima kasih."
Ina hanya bisa menganga ketika menyaksikan ini semua. Ina sudah dibesarkan untuk tdk
pernah menyumpah, tp kali ini dia tdk tahan lagi. THAT SLIMY BITCH! Umpat Ina dalam hati.
Apa maksud Luna menggelar konferensi pers klo hanya untuk mengatakan itu? Ini semua
akan menambah dampak buruk pada Revel. Ina yakin bahwa ada banyak pihak yg akan salah
menginterpretasikan kata2 Luna sebagai suatu konfirmasi bahwa Revel-lah ayah bayi itu dan
bahwa Revel adalah seorang pengecut karena tdk mau mengakuinya. Spertinya pak Danung
sudah salah perhitungan. Berita ini tdk akan reda, tp malah akan semakin parah.
Ina menatap marko yg kini sedang menatapnya balik dgn sedikit khawatir. Kemudian Ina
sadar bahwa bukan Marko saja yg sedang menatapnya dgn ekspresi itu, tetapi para
koleganya yg lain juga. Mereka spertinya mengharapkan suatu konfirmasi tentang
kebenaran atau ketidakbenaran gosip itu darinya. Seakan2 adalah tugasnya sebagai akuntan
untuk tahu apa saja yg dilakukan oleh kliennya. Ina ingin beteriak bahwa dia seorang
akuntan, bukan babysitter. Dia hanya mengurus keuangan Revel dan perusahaannya, bkn
kehidupan pribadinya.
Hanafi memberikan tatapan penuh superioritasnya pada Ina dari ujung ruangan. Ina segera
bergegas meninggalkan ruangan rekreasi itu sbelum dia menghantam Hanafi untuk
menghapus senyum penuh keangkuhan itu dr wajahnya. Ina melewati meja Helen tanpa
menghiraukan lambaian tangannya sebagai tanda bahwa ada sesuatu yg harus disampaikan
olehnya dan memasuki ruang kerjanya. Stelah menutup pintu, Ina menghempaskan dirinya
ke kursi kerja dgn penuh kekesalan dan memutar kursi itu agar menghadap ke jendela,
membelakangi pintu masuk. Ina mencoba mengatur napasnya yg agak memburu.
Terdengar suara ketukan, tetapi Ina tdk menghiraukannya. Dia berharap siapa pun orang itu
akan berlalu klo tdk mendengar jawaban darinya. Tetapi yg terdengar malahan pintu
ruangan yg dibuka. Ina sudah siap memaki tamu tak diundang ini ketika terdengar suara
Marko.
"Hey, are u okay?" Tanyanya.
Tanpa memutar kursinya Ina menjawab, "No."
"You wanna talk about it?" Langkah Marko terdengar semakin mendekat, sesaat kemudian
dia sudah berdiri di hadapannya.
Ina menarik napas dalam sebelum berkata, "He's going down, isn't he?"
Ketika dia tdk mendengar balasan apa pun dr marko, Ina mendongak. Marko tersenyum
garing sbelum menjawab, "Klo Luna tdk memiliki reputasi good girl-nya dan klien lo itu
bukan Revelino Darby, mungkin semuanya akan blow over stelah beberapa bulan. Tapi
sayangnya klien elo it THE REVELINO DARBY, artis Indonesia yg paling dicintai sama fansnya.
Dia bisa jadi kayak dia sekarang karena mereka dan gue rasa klo dia nggak buru2 mengatasi
keadaan ini, ada kemungkinan besar dia akan kehilangan respect semua orang, bahkan
fansnya yg paling setia. Dan stelah itu..." Marko tdk menyelesaikan kalimatnya.
Marko tdk perlu melakukannya karena Ina sudah bisa menebak akhir cerita tersebut. Revel
akan kehilangan fansnya dan klo fansnya menghilang, maka tdk ada orang yg akan membeli
CD-nya, pergi ke konsernya, perusahaan2 yg dulunya mengontraknya sebagai spokes person
produknya karena Revel dapat menarik fansnya untuk membeli produk tersebut, akan
menarik diri, dan kariernya dalam dunia musikyg sudah dia bangu selama bertahun2 akan
musnah untuk selama-lamanya. Semua ini cuma gara2 seorang perempuan bernama Luna.
Ina menutup wajahnya dgn kedua belah tangannya dan menggeram. "Oh Goddddddd, STU--
PID,"
"Hey, you're not stupid...."
"Bukan gue, tp dia," teriak Ina geram, memotong kata2 Marko.
"Maksud lo Revel?"
"Ya iyalah, siapa lagi coba?" Bentak Ina yg tdk menghasilkan reaksi apa2 dr Marko. "Apa
susahnya sih ngejawab TIDAK stiap kali wartawan nanya apa bayinya Luna itu anaknya dia?"
Lanjutnya.
Kalimat kedua Ina membuat Marko mundur beberapa langkah. "Tunggu sbentar, jd Revel
memang bukan ayah bayinya Luna?" Dia tdk bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Ina menyandarkan punggungnya smakin dalam pada sandaran kursi dan mendengus dgn
cukup keras. "Gue yakin klo dia bukan ayah bayinya Luna, tp gue nggak ada bukti," teriaknya
sekali lagi.
"Oke. Lo harus berhenti teriak2 kayak orang gila begini dan mulai dr awal. Apa sih
masalahnya yg bikin lo upset begini?" Lanjut Marko dgn lembut stelah yakin bahwa Ina tdk
akan ngomel lagi.
Ina menarik napas dalam2 sbelum berkata, "gue tahu klo kita sudah dilatih untuk hanya
mengurus bisnis klien tanpa memedulikan kehidupan pribadi mereka." Marko hanya
mengangguk dan menunGu. "Selama ini gue nggak pernah ada masalah untuk berpegang
teguh sama etika kerja itu. Sperti yg lo tahu, banyak klien kita yg cukup sering kena gosip."
Sekali lagi Marko mengangguk. "Gue nggak peduli siapa yg gonta ganti pacar, yg cerai sama
istrinya, yg rebutan anak..." Kalimat slanjutnya sudah ada di ujung lidahnya, tetapi tdk tahu
knapa, Ina tdk bisa mengatakannya. Akhirnya dia hanya terdiam dan menguburkan
wajahnya diantara kedua telapak tangan.
Marko menarik jari2 tangan Ina dr wajahnya dan berkata dgn lembut dan penuh pengertian
tp tegas. "Ina, lo tahu kan kode etik kita sebagai akuntan? Kita dilatih untuk berpikir pakai
otak, bukan pakai hati. Revel adalah klien lo dan itu adalah batasan that u cannot cross.
Kasih dukungan kepada bisnis Revel karena bukan tugas kita untuk terlibat dalam kehidupan
pribadinya."
Ina mengangguk dan berkata, "Right," dgn nada pasti.
Revel mematikan TV dan berusaha sebisa mungkin tdk melempar remote yg ada di
tangannya ke dinding. Dia tahu bahwa Luna tdk bermaksud menimbulkan masalah untuknya
dgn konfrensi persnya barusan, dia masih muda. Dan klo mengambil keputusan terkadang
suka terbawa emosi. Yg membuatnya kesal adalah karena manajer Luna
memperbolehkannya membuat pernyataan sperti itu di depan publik. Revel berjalan ke arah
tempat tidur dan meletakkan remote ke atas night stand sbelum dia mendudukkan dirinya
di tempat tidur sambil mendesah panjang. Spertinya rumahnya akan ditongkrongi wartawan
untuk beberapa minggu ke depan, yg brarti bahwa dia tdk bisa keluar rumah dgn leluasa.
Fine! Dia bisa hidup sperti itu, mungkin dgn begitu dia bisa lebih berkonsentrasi untuk
merampungkan single-nya. Berapa lama kira2 hingga orang bosan dgn berita ini?
Dia teringat akan telepon Ina yg menanyakan tentang kemungkinan pembatalan tur
18kotanya. Tur berskala besar ini adalah usul om Danung beberapa waktu yg lalu untuk
memenuhi permintaan fans yg sudah cukup lama tdk melihat Revel manggung. Dia memang
sudah menarik diri dr publik selama dua tahun belakangan ini, mencoba mendirikan
perusahaannya sendiri sambil menulis album ketiganya pada waktu luang. Sebagai
businessman yg penuh perhitungan, dia memutuskan bahwa tur ini bisa digunakan untuk
memuaskan hati fansnya, juga untuk memberikan lebih banyak exposure kepada band
terbaru yg baru saja masuk di bawah naungan MRAM. Mudah2an bulan depan semuanya
akan reda, jd jadwal tur masih tetap bisa dijalankan. Hatinya terasa berat. Bukan karena
uang yg bisa hilang karena dia tdk jadi mengadakan tur, tp karena rasa tanggung jawab
untuk menghibur semua fans yg sudah setia smenjak dia memulai karier musiknya dan juga exposure kepada artis baru MRAM yg sepatutnya menjadi band pembuka konsernya.
Dia tdk peduli klo orang berbicara jelek tentangnya atau memaki-maki kelakuannya, selama mereka tdk membawa nama2 artis yg diwakilinya. Satu hal yg dia ketahui tentang semua artisnya adalah bahwa mereka orang baik yg penuh bakat, yg terjun ke dunia musik karena rasa cinta terhadap dunia ini, bukan karena agenda lain. Dan mereka sudah memercayakan kesuksesan karier mereka kepada MRAM, atau lebih tepatnya kepada Revelino Darby,
sebagai ujung tombak MRAM. Maka dia tdk boleh terkena masalah yg akan menghancurkan
kepercayaan itu. Kini dia tahu bahwa namanya, nama MRAM, dan semua artis dibawah
bendera MRAM tdk bisa dipisahkan. Apa yg dia lakukan mau tdk mau dihubungkan dgn

MRAM dan artis2nya, oleh karena itu dia harus lebih bisa menjaga image-nya.


Celebrity Wedding - Bab 7

No comments:

Post a Comment