Tuesday, September 1, 2015

Ayat - Ayat Cinta - Bab 26









26. Ayat Ayat Cinta

Musim dingin yang beku membuat tulang-tulangku terasa ngilu. Aku nyaris
tidak kuat dengan keadaan sel yang sangat menyiksa. Tanpa disiksapun musim
dingin dalam sel gelap, pengap, basah dan berbau pesing itu sangat menyiksa.
Seluruh sumsum tulang terasa pedih bernanah. Aku memasuki hari-hari yang sangat
berat.
Suatu sore, satu jam sebelum buka, tiga hari menjelang hari raya Idul Fitri
Aisha menjenguk bersama paman Eqbal, dia tampak terpukul melihat keadaanku
yang sangat mengenaskan. Menjalani musim dingin dengan tanpa pelindung tubuh
yang cukup telah membuat seluruh persendianku kaku. Selama ini aku nyaris tidak
pernah tidur kecuali dengan posisi jongkok, tangan memegang kedua kaki erat-erat.
Beberapa kali aku merasa sangat tersiksa bagaikan orang yang sedang sekarat.
“Suamiku, izinkanlah aku melakukan sesuatu untukmu!” Kata Aisha dengan
mata berkaca-kaca.
“Apa itu?”
“Beberapa waktu yang lalu Magdi mengatakan harapan kau bisa dibebaskan
sangat tipis sekali. Maria masih juga koma. Mungkin hanya mukjizat yang akan
menyadarkannya. Magdi berseloroh, jika punya uang untuk diberikan pada keluarga
Noura dan pihak hakim mungkin kau bisa diselamatkan. Kalau kau mengizinkan aku
akan bernegosiasi dengan keluarga Noura. Bagiku uang tidak ada artinya
dibandingkan dengan nyawa dan keselamatanmu.”
“Maksudmu menyuap mereka?”
“Dengan sangat terpaksa. Bukan untuk membebaskan orang salah tapi untuk
membebaskan orang tidak bersalah!”
“Lebih baik aku mati daripada kau melakukan itu!”
“Terus apalagi yang bisa aku lakukan? Aku tak ingin kau mati. Aku tak ingin
kehilangan dirimu. Aku tak ingin bayi ini nanti tidak punya ayah. Aku tak ingin jadi
janda. Aku tak ingin tersiksa. Apalagi yang bisa aku lakukan?”
“Dekatkan diri pada Allah! Dekatkan diri pada Allah! Dan dekatkan diri pada
Allah! Kita ini orang yang sudah tahu hukum Allah dalam menguji hambahamba-Nya
yang beriman. Kita ini orang yang mengerti ajaran agama. Jika kita melakukan hal itu
dengan alasan terpaksa maka apa yang akan dilakukan oleh mereka, orang-orang
255
awan yang tidak tahu apa-apa. Bisa jadi dalam keadaan kritis sekarang ini hal itu bisa
jadi darurat yang diperbolehkan, tapi bukan untuk orang seperti kita, Isteriku. Orang
seperti kita harus tetap teguh tidak melakukan hal itu. Kau ingat Imam Ahmad bin
Hambal yang dipenjara, dicambuk dan disiksa habishabisan ketika teguh memegang
keyakinan bahwa Al-Qur’an bukan makhluk. AlQur’an adalah kalam Ilahi. Ratusan
ulama pergi meninggalkan Bagdad dengan alasan keadaan darurat membolehkan
mereka pergi untuk menghindari siksaan. Jika semua ulama saat itu berpikiran seperti
itu, maka siapa yang akan memberi teladan kepada umat untuk teguh memegang
keyakinan dan kebenaran. Maka Imam Ahmad merasa jika ikut pergi juga ia akan
berdosa. Imam Ahmad tetap berada di Bagdad mempertahankan keyakinan dan
kebenaran meskipun harus menghadapi siksaan yang tidak ringan bahkan bisa
berujung pada kematian. Sama dengan kita saat ini. Jika aku yang telah belajar di Al
Azhar sampai merelakan isteriku menyuap maka bagaimana dengan mereka yang
tidak belajar agama sama sekali. Suap menyuap adalah perbuatan yang diharamkan
dengan tegas oleh Baginda Nabi. Beliau bersabda, ‘Arraasyi wal murtasyi fin naar!’
Artinya, orang yang menyuap dan disuap masuk neraka! Isteriku, hidup di dunia ini
bukan segalanya. Jika kita tidak bisa lama hidup bersama di dunia, maka insya Allah
kehidupan akherat akan kekal abadi. Jadi, kumohon isteriku jangan kau lakukan itu!
Aku tidak rela, demi Allah, aku tidak rela!”
Aisha tersedu-sedu mendengar penjelasanku. Dalam tangisnya ia berkata
dengan penuh penyesalan, “Astaghfirullah…astaghfirullaahal adhiim!” Paman Eqbal
ikut sedih dan meneteskan air mata.
“Aisha isteriku, apakah kau benar-benar mencintaiku?” tanyaku.
Aisha menganggukkan kepala.
“Aku juga sangat mencintaimu. Dan aku tak ingin kita yang sekarang ini saling
mencintai kelak di akhirat menjadi orang yang saling membenci dan saling
memusuhi.”
“Apa maksudmu? Apakah ada dua orang yang di dunia saling mencintai di
akhirat justru saling memusuhi?” tanyanya.
“Jika cinta keduanya tidak berlandaskan ketakwaan kepada Allah maka
keduanya bisa saling bermusuhan kelak di akhirat. Apalagi jika cinta keduanya justru
menyebabkan terjadinya perbuatan maksiat baik kecil maupun besar. Tentu kelak
mereka berdua akan bertengkar di akhirat. Seseorang yang sangat mencintai
256
kekasihnya sering melakukan apa saja demi kekasihnya. Tak peduli pada apa pun
juga. Terkadang juga tidak peduli pada pertimbangan dosa atau tidak dosa. Jika yang
dilakukan adalah dosa tentu akan menyebabkan keduanya akan bermusuhan kelak di
akhirat. Sebab mereka akan berseteru di hadapan pengadilan Allah Swt. Inilah yang
telah diperingatkan oleh Allah Swt dalam surat Az Zuhruf ayat 67: ‘Orang-orang yang
akrab saling kasih mengasihi, pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.’ Isteriku, aku tak ingin kita
yang sekarang ini saling menyayangi dan saling mencintai kelak di akhirat justru
menjadi musuh dan seteru. Aku ingin kelak di akhirat kita tetap menjadi sepasang
kekasih yang dimuliakan oleh Allah Swt. Aku tak menginginkan yang lain kecuali itu
isteriku. Hidup dan mati sudah ada ajalnya. Allahlah yang menentukan bukan
keluarga Noura juga bukan hakim pengadilan itu. Jika memang kematianku ada di
tiang gantungan itu bukan suatu hal yang harus ditakutkan. Beribu-ribu sebab tapi
kematian adalah satu yaitu kematian. Yang membedakan rasanya seseorang
mereguk kematian adalah besarnya ridha Tuhan kepadanya. Isteriku, aku sangat
mencintaimu. Aku tak ingin kehilangan dirimu di dunia ini dan aku lebih tak ingin
kehilangan dirimu di akhirat nanti. Satu-satunya jalan yang harus kita tempuh agar kita
tetap bersama dan tidak kehilangan adalah bertakwa dengan sepenuh takwa kepada
Allah Azza Wa Jalla.”
Tangis Aisha semakin menjadi-jadi.
“Ka...kau benar Suamiku, terima kasih kau telah mengingatkan diriku. Sungguh
beruntung aku memiliki suami seperti dirimu. Aku mencintaimu suamiku. Aku
mencintaimu karena kau adalah suamiku. Aku juga mencintaimu karena Allah Swt.
Ayat yang kau baca dan kau jelaskan kandungannya adalah satu ayat cinta di antara
sekian juta ayat-ayat cinta yang diwahyukan Allah kepada manusia. Keteguhan
imanmu mencintai kebenaran, ketakwaan dan kesucian dalam hidup adalah juga ayat
cinta yang dianugerahkan Tuhan kepadaku dan kepada anak dalam kandunganku.
Aku berjanji akan setia menempatkan cinta yang kita bina ini di dalam cahaya
kerelaan-Nya.”
Kalimat-kalimat yang terucap dari mulut Aisha menjadi penyejuk jiwa yang
tiada pernah kurasa sebelumnya. Ia seorang perempuan yang lunak hatinya dan
bersih nuraninya.
“Kisah percintaan kalian membuat hatiku sangat terharu. Aisha, memiliki rasa
cinta dan kesetiaan pada suami yang luar biasa. Kau seperti ibumu. Kau mewarisi
257
kelembutan hati seperti nenekmu yang asli Palestina. Jika beliau masih ada pasti
akan sangat bangga memiliki cucu sepertimu. Dan kau Fahri, aku belum pernah
melihat seorang lelaki yang seteguh dirimu dan sekuat dirimu dalam bertanggung
jawab mempertahankan cinta suci di dunia dan di akhirat. Kau benar, hidup yang
sebenarnya adalah hidup di akhirat. Hidup yang kekal abadi tiada penghabisannya.
Sesungguhnya sore ini aku mendapatkan nasihat agung yang tiada ternilai harganya.”
Azan berkumandang dan kami bersiap untuk buka. Sambil menjawab azan,
lirih kudengar Aisha berdoa, “Ya Allah kekalkan cinta kami di dunia dan di akhirat. Ya
Allah masukkan kami ke dalam surga Firdaus-Mu agar kami dapat terus bercinta
selama-lamanya. Amin.”
Setelah mereka pulang di dalam sel penjara aku menyatukan diri dalam
rengkuhan tangan Tuhan. Meskipun berada di dalam penjara aku masih merasakan
kenikmatan-kenikmatan yang kelihatannya biasa-biasa namun luar biasa agungnya.
Tuhan masih memberikan sentuhan cinta dan kasih sayang-Nya. Aku tiada kuasa
berbuat apa-apa kecuali meletakkan kening bersujud kepada-Nya.
Ilahi, setiap kali,
bila kurenungkan kemurahanMu
yang begitu sederhana mendalam
akupun tergugu
dan membulatkan sembahku padaMu113
* * *
Hari raya Idul Fitri tiba. Aku merayakannya di dalam penjara berteman duka dan air
mata. Tidak seperti hari raya yang telah lalu. Aku tidak bisa berbicara langsung
dengan kedua orang tua di Indonesia. Aku hanya berpesan kepada Aisha agar minta
tolong kepada Rudi membelikan kartu lebaran di Attaba dan mengirimnya tanpa
memberitahukan keadaanku sebenarnya. Aku tak ingin membuat mereka berdua
berduka tiada terkira. Aku telah berpesan pada Ketua PPMI agar jika ada teman
mahasiswa dari Jawa pulang berkenan mampir ke rumah orang tuaku dan
menceritakan masalah yang menimpaku dengan baik dan bijaksana.
Yang sedikit mengurangi kesedihanku pada hari raya itu adalah kunjungan
113 Diadaptasi dengan sedikit perubahan dari puisi berjudul “Saat-saat Sadar” karya penyair Belgia,
Emile Verhaeren (1855-1916), yang sangat terkenal pasca perang dunia pertama.
258
yang datang silih berganti dari pagi sampai sore. Pagi sekali, tak lama setelah shalat
Ied selesai Aisha, paman Eqbal dan bibi Sarah menjenguk. Setelah itu teman-teman
satu rumah alias Rudi dkk. Lalu Mas Khalid dan anak buahnya. Ketua Kelompok Studi
Walisongo (KSW) dan bala kurawanya. Takmir masjid Indonesia. Beberapa staf KBRI
yang rendah hati. Teman-teman S2 dan S3. Dan beberapa kenalan lainnya.
Yang cukup mengejutkan diriku adalah kunjungan Nurul bersama Ustadz Jalal
dan isterinya. Nurul menyampaikan rasa terima kasihnya atas surat yang aku tulis
untuknya. Dia minta doanya tiga hari lagi akan melangsungkan akad nikah dengan
salah seorang mahasiswa Indonesia.
“Siapa dia calon suamimu yang beruntung itu, kalau aku boleh tahu?” Tanyaku
pada Nurul. Dia menundukkan kepala dan dia diam saja. Malu.
“Dia juga sedang menulis tesis. Juga kawan dekatmu.” Kata Ustadz Jalal
menanggapi pertanyaanku. Aku berpikir sesaat mencari seseorang yang diisyaratkan
oleh Ustadz Jalal.
“Apakah dia itu Mas Khalid?” tebakku.
“Tebakkanmu tidak salah,” jawab Ustadz Jalal.
“Dia orang yang shaleh, baik dan memiliki karakter dan dedikasi tinggi.” kataku.
“Tapi cinta pertama sangat susah dilupakan.” Lirih Nurul.
“Sekali lagi cinta sejati adalah yang telah diikat dengan tali suci pernikahan.
Jadikanlah Mas Khalid sebagai cinta pertama dan terakhirmu.” pelanku.
Insya Allah, aku sedang berusaha untuk melakukan itu dengan segenap
usaha. Doakanlah pernikahan kami barakah, dan kami bahagia dan menemukan
mawaddah,” lirih Nurul.
“Sama-sama. Kita saling mendoakan,” jawabku.
Aku bahagia mendapat kunjungan yang membawa berita baik itu. Mas Khalid
memang pasangan yang cocok untuk Nurul. Keduanya sama-sama berasal dari
keluarga pesantren. Dan kepiawaian Mas Khalid dalam membaca kitab kuning ala
pesantren salaf akan sangat berguna bagi pengembangan pesantren milik ayah
Nurul. Mas Khalid bisa menjadi pengasuh pesantren yang baik. Dalam banyak acara
diskusi di Cairo dia paling sering diminta untuk memimpin doa. Doanya panjang
namun mampu membuat orang meneteskan air mata di hadapan Tuhannya.
259
Dan yang tak kalah bahagianya hatiku adalah kunjungan Syaikh Prof. Dr.
Abdul Ghafur Ja’far bersama puteranya yang bernama Umar. Beliau berpesan agar
aku bersabar dan tidak pernah putus asa sedetikpun atas datangnya rahmat Allah
Swt. Beliau meminta maaf atas ketidakberdayaan beliau mempertahankan diriku atas
pengeluaranku dari Al Azhar. Beliau juga menjelaskan bahwa sebenarnya Al Azhar
mendapatkan tekanan dari keamanan untuk melakukan hal itu padaku. Sebelum
pulang beliau memelukku erat-erat lalu mengecup ubunubun kepalaku.
“Ingat baik-baik Anakku, wa man yattaqillaha yaj’al lahu makhraja!”114
Pesan
beliau kepadaku. Kunjungan Guru Besar Tafsir Universitas Al Azhar itu membuat
diriku memang benar-benar terasa ada. Orang sepenting dia masih berkenan
menengokku di penjara. Sungguh pengalaman yang tak akan terlupa.
Menjelang Isya’, Syaikh Ahmad dan isterinya, Ummu Aiman datang. Syaikh
Ahmad sedikit membawa berita baik untukku. Yaitu saudara sepupunya, Ridha
Shahata, yang ditugaskan keluar Mesir pulang lebih awal dari jadwal yang ditetapkan
karena dia telah menyelesaikan semua tugasnya dengan baik. Ridha Shahata berjanji
akan membantu sebisanya. Yang paling penting menurut Ridha Shahata dari cerita
Syaikh Ahmad adalah bagaimana caranya Maria bisa memberikan kesaksiannya di
depan pengadilan. Aku lebih banyak diam, dalam hati kukatakan, ‘Maria sangat susah
diharapkan, jika memang aku harus mati di tiang gantungan berarti memang Tuhan
berkehendak demikian.’
Sejujurnya kukatakan, selama merayakan Iedul Fitri di Mesir aku belum
pernah mendapatkan kunjungan sebanyak itu. Meskipun berada di penjara, namun
hari raya yang kulewati cukup mengesan. Aku ikhlas seandainya hari raya yang aku
lewati adalah hari raya terakhirku di dunia.
114 Dan siapa yang bertakwa kepada Allah maka dia akan menjadikan untuknya jalan keluar.



Ayat - Ayat Cinta - Bab 27

No comments:

Post a Comment