EPILOG
“Angkat tangan kanan, sekarang tangan kiri. Good job,”
samar-samar kudengar suara Kafka.
Aku sedang duduk di depan laptop-ku di ruang makan sementara kafka
sibuk memandikan Adam, anakku yang kemarin baru merayakan ulang tahunnya yang
pertama.
Aku tidak tahu kenapa tapi Kafka suka sekali berbicara dengan Adam
sambil memandikannya, seakan-akan anakku itu bisa mengerti apa yang ayahnya
katakana. Ini adalah rutinitas weekend kami saat kafka mengambil alih semua
kewajiban sebagai orangtua dan meringankan bebanku selama dua hari agar aku
bisa menyelesaikan hal-hal yang sempat terbengkalai karena harus mendahulukan
tugasku sebagai seorang ibu. Beberapa bulan sebelum Adam lahir, aku mendapatkan
kenaikan jabatan, tetapi aku belum bisa betul-betul menikmati ruangan pribadiku
karena sudah harus mengambil cuti hamil. Awalnya aku sebetulnya berencana untuk
kembali bekerja secepatnya, tetapi kemudian aku menyadari bahwa aku tidak akan
bisa bekerja sebagai senior web designer full-time dengan jamnya yang tidak menentu
sambil mengurus bayi.
Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti bekerja dari perusahaan itu
dan kini aku dengan beberapa teman senior web designer lainnya sedang berencana
untuk membuka agensi baru yang meskipun kecil tetapi jam dan beban kerjanya bisa
dinegoisasikan. Kafka memberiku dukungan penuh atas rencanaku ini dengan
menjadikan Empire dan beberapa perusahaan milik teman-temannya dan teman-teman
Karin sebagai klien pertamaku.
Awalnya aku merasa ragu atas keputusan Kafka ini karena aku merasa
seperti sudah mencuri klien dari perusahaan lamaku, tetapi menurut Kafka ini
legal-legal saja.
Selama masa kehamilanku aku sebetulnya agak khawatir bahwa aku dan
kafka tidak ajan bisa menjadi sepasang orangtua yang baik, bukan saja karena
gaya hidup kami yang terlalu sibuk, tapi juga kurangnya pengalaman kami bergaul
dengan balita, sehingga kami sama sekali tidak tahu apa yang harus diperbuat
jika mendengar anak kecil menangis. Mamaku menjelaskan bahwa insting sebagai
orangtua akan datang dengan sendirinya, dan sepertinya hal itu terbukti pada
Kafka yang langsung menerjuni perannya sebagai seorang ayah tanpa ragu-ragu.
Tapi aku? Sampai sekarang saja aku masih agak takut untuk memandikan Adam,
sehingga tugas tersebut biasanya jatuh ke tangan baby-sitter atau Kafka kalau
suamiku itu memang sedang ada dirumah, contohnya seperti hari ini.
“Nad, sudah nih. Mau kamu yang pakaiin baju apa aku?” teriak Kafka
dari dalam kamar mandi.
Dan aku pun beranjak dari kursiku menuju kamar mandi. Kugendong
Adam masuk ke kamar tidurnya untuk dibedaki dan dipakaikan baju. Aku selalu
suka aroma kamar ini yang merupakan campuran antara bedak bayi dan minyak
telon. Kafka hanya berdiri di depan pintu dan memperhatikan kami sambil
tersenyum. Tubuhnya yang besar itu kelihatan aneh berada di dalam kamar bayi,
belum lagi karena handuk kecil dengan gambar Winnie the Pooh milik Adam yang
tersampir di bahu kanannya. Tapi dia tidak kelihatan risi sama sekali dengan
penampilannya yang kelihatan lebih feminism dan kebapakan. Dia bahkan kelihatan
bahagia dan puas.
Baca Online Koleksi Novel AliaZalea
Lainnya Disini
No comments:
Post a Comment