EMPAT
SETELAH
Raihana tinggal di tempat ibunya, aku merasa sedikit lega. Aku tidak lagi
bertemu setiap saat dengan orang yang ketika melihat dia aku merasa tidak
nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Aku bisa bebas melakukan apa saja.
Hanya saja aku merasa sedikit repot. Harus menyiapkan makan dan minum sendiri.
Juga mencuci baju sendiri. Jika pulang setelah maghrib tak ada yang menyiapkan
air hangat untuk mandi. Tapi itu tidak jadi masalah bagiku. Toh selama di Mesir
aku sudah terbiasa makan, minum, dan mencuci sendiri. Aku membeli mie instant
satu kardus dan semuanya beres. Jika tidak masak. Bisa beli di warung makan tak
jauh dari rumah.
Waktu
terus berjalan dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang
kehujanan. Dan sampai dirumah hari sudah petang. Aku merasa tubuhku benar-benar
lemas. Aku muntah-muntah. Aku menggigil kedingingan. Kepala pusing dan perut
mual. Saat itu terlintas di hati, andaikan ada Raihana. Dia pasti telah
menyiapkan air hangat bubur kacang hijau hangat. Membantu mengobati masuk angin
dengan mengeroki punggungku. Lalu menyuruhku istirahat dan menutup tubuhku
dengan selimut malam itu aku benar-benar sakit dan tersiksan sendirian. Tak ada
makanan dan minuman. Tapi semua rasa sakit kutahan-tahan. Aku membuat mie rebus
dan wedang jahe. Minum jamu. Mengoleskan minyak kayu putih keperut.
Punggung,leher, kening telapak kaki dan telapak tangan. Lalu tidur. Aku
terbangun jam enam pagi. Badan telah segar.tapi ada penyesalan mendalam dalam
hati: aku belum shalat Isya dan terlambat shalat subuh. Baru sedikit terasa,
andaikan ada Raihana dia pasti sudah membangunkanku sehingga aku tidak lalai
shalat Isya dan terlambat shalat subuh meskipun sakit.
Dan
lintasan kehadiran Raihana itu hilang setelah aku berangkat mengajar. Dalam
rutinitas harian yang mulai padat, Raihana sudah terlupakan sama sekali. Sampai
akhirnya suatu hari dikampus ada barita yang cukup mengagetkan sesama dosen.
Ketika aku makan siang bersama pak Hardi da pak Susilo terjadilah perbincangan
itu.
“Kasihan
benar pak Agung ya ?” kata pak Hardi.
“Siapa
pak Agung itu?” tanyaku.
“Dia
adalah dosen muda yang paling cemerlang keriernya dikampus ini, dalam usia yang
sangat muda dia sudah manjabat kepala jurusan. Dia menyelesaikan masternya di
Australia. Dan karena kecerdasan dan kepiawaannya dia berhasil menyunting
puteri promotornya yang cantik jelita. Secantik Nicole Kiidman. Namanya Judit
Bartom. Kau belum pernah ya melihatnya. Jika isterinya itu datang ke kampus
para mahasiswa pasti geger. Sebab memang cantik. Satu tahun yang lalu dia dapat
beasiawa melanjutkan doktornya ke Amerika. Dia dan isterinya berangkat kesana.
Akan mereka yang berusia tiga tahun juga dibawa serta. Tiba-tiba kami mendapatkan
berita yang menyedihkan. Pak agung terpaksa harus mencerikan isterinya yang
cantik itu. karena ia melihat Judit selingkuh dengan bule Amerika. Judit lebih
memilih hidup dengan kekasihnya yang Amerika itu. kau tahu sendiri kan
bagaimana hubungana ini pak Agung pulang ke Malang guna menenangkan pikiranya.
Dia sangat terpukul atas apa yang terjadi pada dirinya. Bahkan pengadilan
Amerika memenangkan Judit sebagai hak wali anaknya. Yang menyedihkan. Kata pak
soedarmaji yang masih keluarga dekat pak Agung, sekarang ini pak Agung juga
sedang menjalani terapi psikologis di rumah sakit jiwa. Katanya kekagetan dan
deperesi yang dialaminya cukup berat.”pak susilo menjelaskan
“Sungguh
kasihan pak Agung.dulu dia adalah bintang dikampus ini. Jika saja dia memilih
Zaenab daripada Judit tentu sekarang dia akan semakin cemerlang. Dan keilmuan
banyak dimanfaatkan banyak orang.”sambung pak Hardi.
“Siapa
itu Zaenab ?” tanyaku.
“Dia
adalah puteri pak Kiai Ahmad Munaji, pengasuh sebuah pesantren tahfidh alquran
di batu sana. Menurut cerita pak Soerdarmaji. Zaenab memang tidak secantik
bintang film taoi untuk ukuran didesanya bisa dikatakan kembang desa. Zaenab
hafal alquran dan kuliah di Universitas Airlangga. Ketika Agung akan berangkat
ke Australia. Pak kiai Ahmad meminta Agung untuk menikahi puterinya. Kebetulan
kiai Ahmad kenal baik dengan pak Soedamarji. Keduanya sama pernah jadi anggota
DPRD. Tapi Agung memolak. Bahkan selama di Australia berulang kali Agung diberi
tahu bahwa Zaenab siap menunggu. Tapi Agung lebih memilih judit dengan alasan
lebih berpikiran maju dan secantik sudah mengingatkan agar tidak terpedayaan
oleh pesona sementara. Kecantikan lahir bisa hilang. Tapi kecantikan batin akan
kekal. Pak Soemardaji juga mengingatkan bahwa perempuan bule tidak cocok untuk
pemuda Indonesia. Juga sebaliknya, latar belakang budaya dangat jauh berbeda.
Dari kasus yang ada bahwa pernikahan bule-Indonesia lebih banyak gagalnya. Tapi
Agung nekad. Semua saran dan nasihat tidak ia indahkan. Ia mengawini Judit.
Keluarganya hanya bisa mendoakan agar perkawinan itu langgeng seperti
langgengnya perkawinan di Jawa pada umumnya. Tapi yang yang terjadi tidak
sesuai yang diharapkan. Apa yang dikuatirkan kerbat Agung menjadi kenyataan.
Judit bertemu dengan komunitasnya. Dia berselingkuh. Bahkan menurut Iwan, teman
satu kampus Agung di Australia. Saat Agung menikahi Judit, sebenarnya Judit sudah
tidak lagi perwan. Sangat sulit menemukan gdis perwan di atas umur tujuh belas
tahun disana. Kalau dia memilih Zaenab ceitanya akan lain. Sekarang Zaenab
mendapatkan beasiswa S2 ke Perancis. Dan ia menikah dengan sorang mahasiswa
lulusan Pakistan. Sejak kecil zaenab tidak pernah tersingkap auratnya. Ayahnya,
Pak Kiai Ahmad sangat ketat menjaga akhalak dan moral anak-anaknya, Agung
sungguh keliru. Ada daging yang bersih segar dan belum tersentuh apa-apa
didepan mata, dia malah memilih daging yang terbunkus ingat tapi sejatinya
telah busuk. Dia lebih menuruti hawa nafsunya dari pada nuraninya. Padahal di
zaman edan seperti ini mencari perempuan salehah lebih sulit dari pada mencari
perempuan cantik. “terang pak Susilo.
“Dan
kau sungguh termasuk orang yang beruntung. Kata teman-teman dosen. Kau
mendapatkan isteri yang sangat ideal. Cantik.pintar karena dia terbaik
dikampusnya penurut, kelihatanya sangat setia karena dia kalau memandang pasti
menunduk, tidak pernah memandang kedepan melihat lelaki lain, dan hafal
alquran. Kau sungguh beruntung.” Kata Pak Hardi
Cerita
yang kudapat ketika makan siang dan kata-kata Pak Hardi membuat aku teringat
Raihana. Dia memang sangat setia dan sangat baik. Aku mengbandingkan diriku
dengan Pak Agung. Oh bertapa sakit rasanya didhianati isteri canti yang sangat
dicintai. Aku lalu membayangkan seandainya menikah dengan aktris cantik mesir,
mona zaki. Kemudian mona zaki main film,dan ada adegan ia hrus berciuman atau
dicium lawan mainya misalnya. Aku akan sangar cemburu dan marah. Aku tak bisa
menerima iertiku dicium lelaki lain. Apapun alasanya. Apalagi jika sampai ia
berselingkuh, aku tak akan bisa menerimanya. Dan dunia aktris adalah dunia yang
paling rawan selingkuh. Cinta dilokasi suntting adalah hal yang kerap kali
terjadi. Telah ribuan aktris didunia ini hancur rumah tangganya karena cinta
lokasi. Jadi aku sedikit masih sedikit merasa beruntung memiliki isteri Raihana
yang bukan aktris. Tapi entah kenapa aku belum juga memiliki rasa cinta padanya.
Sudah satu bulah berpisah tapi rasa rindu padanya sama sekali tidak ada. Jika
rasa rindu tak ada apakah bukan mengindikasikan bahwa rasa cinta benar -benar
tidak ada. Namun dalam hati aku mengacam, meskipun tidak cinta kalau sampai
Raihana berselingkuh dia akan aku bunuh! Akan aku bunuh! Karena walau bagaimana
pun statusnya adalah isteriku. Sebab sekonyol apapun keadaan yang kualami aku
sama sekali tidak mau sedikitpun berhati sedikitpun untuk tertarik pada
perempuna lain. Aku justru berusaha untuk mencintainya. Hanya saja selalu tidak
bisa. Selalu sia-sia entah kenapa?
Akhirnya cerita itu pun
sirna bersama detik-detik yang berlalu. Apalagi ketika aku mandapatkan tugas di
Universitas untuk mengikuti pelatihan peningkatan mutu dosen mata kuliah bahasa
Arab selama sepuluh hari yang akan diadakan oleh Depag dipuncak. Diantara
tutornya adalah professor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbicang
dengan beliau tentan Mesir. Dalam pelatiha aku juga berkenalan dengan Pak
Qalyubi. Dosen bahasa Arab dari Medan. Ternyata dia menempuh S1- nya di Mesir.
Dia pulang ketanah air tiga tahun sebelum aku datang keMesir. Dengan pak
Qalyubi aku banyak bernostalgia tentang Mesir. Akhirnya lama kelamaan pak
Qalyubi sangat terbuka kepadaku. Ia menceritakan satu pengalaman hidup yang
menurut pahit tapi terlanjur dijalani. Ia tak tahu apa yang akan terjadi jika
akhirnya dia nanti tidak lagi kuat menjalaninya.
“Apakah kau sudah menikah?” tanya pak Qalyubi.
“Alhamdulillah, sudah.”
Jawabku.
“Dengan orang mana?”
“Orang Jawa?”
“Pasti isteri yang baik.
Iya kan? Bisanya pulang dari Mesir banyak sanak saudara yang menawarkan untuk
menikah dengan perempuna salehan. Paling tidak santriwati lulusan pesantren.
Isterimu dari pesantren?”
“Pernah. Ahamdulilah dia
sarjana dan hafal alquran.”
“Kau sangat beruntung.
Tidak seperti diriku.”
“Kenapa dengan bapak.”
“Aku melakukan langkah
yang salah, aku mengambil pilihan yang keliru”
“Maksud Bapak”
“seandainya aku tidak
menikah dengan gadis Mesir itu tentu batinku tidak akan merana seperti
sekarang.”
“Isteri bapak orang Mesir
?”
“Ya.”
“Dan bapak menderita?”
“Benar.”
“Bagaimana itu bisa
terjadi?”
“Itulah
yang terjadi. Kau tentu tahu seperti apa gadis Mesir itu. cantik tidak
menurutmu rata-rata gadis sana?jujur saja!” “oh cantik-cantik pak. Bahkan jika
ada delapan gadis Mesir maka yang cantik enam belas. Sebab bayangannya ikut
cantik.” “Dan karena terpesona oleh
kecantikan gadis Mesir itu lah saya menderita sampai saat ini.”
“Boleh
tahu ceritanya untuk pelajaran hidup bagi saya pak?”
“Boleh.
Kau bahkan boleh menceritakan kepada siapa saja untuk dijadikan pelajaran asal
jangan kau sebut secara jelas nama dan asal-usul saya. Begini ceritanya. Saya
anak tunggal seorang yang cukup kaya dipinggir timur kota Medan. Ayah memiliki
sawah dan ladang yang cukup luas dan ibu seorang pedagang kain yang cukup
sukses. Tahun 1988, saya berangkat keMesir atas biaya orang tua. Disana sudah
ada kakak kelas saya dari pesantren terkenal di Medan. Namanya Fadhil. Dia
menempatkan saya di Hayyu Sadis. Dalam satu rumah dengan teman-temanya dari
Medan yang bukan alumni satu pesantren. Karena disana masih kekerangan satu
orang. Dia sendiri tinggal di Hayyu Sabe.
Seiring berjalannya waktu, alhamdulillah , tahun pertama saya
dapat lulus dengan predikat jayyid. Sebuah predikat yang cukup sulit diraih
anak Indonesia pada waktu itu. bahkan satu rumah hanya aku yang lulus. Yang
lain rasib atau gagal. Hal sama terjadi pada tahun kedua. selain itu saya
sangat akrab dengan orang-orang Mesir sekitar kami. Karena prestasi saya itu
tuan rumah jadi sangat mengenal saya. Dia orang yang suka pada mahasiswa yang
berprestasi. Dia seorang guru SLTP negeri di Ghamrah. Suatu kali tuan rumah berkunjung
dengan mengajak anak gadisnya yang seusia dengan saya. Namanya Yasmin. Dia
kuliah di Fakultas Pendidikan Universitas Ain Syams. Saya belum pernah melihat
gadis secantik dia. Dia tidak pakai jilbab. Dengan pandangan pertama saya
langsung jatuh cinta padanya. Dalam hati saya bersumpah tidak akan menikah
kecuali dengan dia atau gadis secantik dia. Rasa cinta sering kali membuat
seseorang melakukan apa saja untuk menemui orang yang dicintainya. Demikian
juga yang terjadi pada saya. Minimal satu minggu satu kali saya harus melihat
wajahnya. Setiap ada kesempata sekecil apapun selalu saya gunakan dengan
sebaik-baiknya agar bisa melihat wajahnya. Termasuk saat membayar uang sewa
rumah. Biasanya tuan rumah yang datang mengambil. Tapi denga basa-basi saya
membalik keadaan sayalah yang datang ke rumah tuan rumah. Ternyata perasaan
saya tidak bertepuk sebelah tangan. Anak tuan rumah yang kecantikannya khas
Cleoptra itu juga mencintai saya. Teman-teman satu rumah juga sering kali mengingatkan
agar saya tidak melanjutkan hubungan percintaan dengan anak tuan rumah itu.
menurut mereka, hanya hal yang kurang baik yang akan saya dapatkan. Baik ketika
saya berhasil menyuntingnya atau pun tidak.
Kisah
percintaan saya dengan anak tuan rumah didengar oleh Fadhil, kakak kelas. Dia
menasehati sekali tentang hubungan pria-wanita yang sebetulnya saya sudah tahu.
Fadhil membuat garis tegas: akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau
sekalian lanjutkan degan menikahinya! Saya memilih yang kedua. sebab kecatikannya
membuat saya tergila-gila. Sebuah kecantikan yang menurut saya tidak bisa
ditemui pada seluruh gadis yang ada di Medan bahkan diseluruh Indonesia.
Ketika
saya memutuskan untuk menikahi Yasmin, bahkan banyak teman-teman yang memberi
masukkan. Ada yang memberi masukkan begini, sama- sama menikahi dengan gadis
Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswa Al-Azhar yang hafal alquran, salehah dan
berjilbab. Itu lebih selamat daripada Yasmin yang sangat awam pengetahuan
agama. Seandainya pun berbeda tapi kesalehan bisa mengatasi segalanya. Ada yang
mati-matian melarangku.” Jangan menikah dengan gadis Mesir. Tuan pertama akan
merasakan enaknya. Tapi setelah itu kau akan pahit selamanya. Tidak mudah
menyatukan dua manusia yang berbeda watak dan budanyan!” kata dia. Saya tegap
pada pendirian saya yaitu menikahi Yasmin apa pun resikonya. Disamping karena
kecantikanya yang menyihir siapa saja yang melihatnya saya juga merasa sangat
prestise jika berhasil menyuntingnya.
Akhirnya,
dengan biaya yang sangat tinggi saya berhasil memperistri Yasmin. Saat itu saya
sudah tingkat tiga. Satu tahun setengah saya hidup satu rumah bersama Yasmin.
Hidup yang sangat indah. Anak pertama kami lahir. Disambut denga suka cita oleh
keluarga besar Yasmin. Namun, untuk hidup indah bersama gadis Mesir yang cantik
itu tidaklah gratis. Saya harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal. Yasmin
menuntut diberi suatu yang lebih dari gadis Mesir yang menikah dengan orang
Mesir pada umumnya. Dia minta dibelikan mobil. Perabot rumah yang agak mewah.
Musim panas pergi keAlexandria menginap dihotel yang berbintang dan lain
sebagainya. Karena perasaan cinta yang mengelora, semua bisa saya penuhi.
Meskipun untuk itu ayah saya harus menjual sawahya berkali-kali.
Begitu
selesai S1 saya mengajak Yasmin hidup di Indonesia. Dia mau. Saya minta asset
yang miliknya di Mesir dijual untuk memulai hidup di Indonesia. Dia mau. Saya
merasa senang. Bahwa Yasmin tidak segila yang saya bayangkan. Saya tidak pernah
membayangkan bahwa itu salah satu kecanggihan Yasmin, kami pun mulai hidup di
Medan. Kami pun membeli rumah yang cukup mewah dikawasan elit Medan. Sebab
Yasmin tidak bisa tinggal di rumah orangtua saya dipinggir kota yang sepi dan
terlihat sederhana. Dia ingin rumah seperti di Mesir. Ada showernya . pakai gas
elpiji. Ada telepon, ada lemari es. Pokoknya yang sama seperti di Mesir.
Tahun-tahun pertama hidup di Medan kami lalui dengan baik tanpa ada gejolak.
Tapi tahun Yasmin mengajak pulang ke Mesir menjenguk orang tuanya. Aku masih
bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin dan orang tuanya. Gaji saya sebagai
dosen hanya cukup untuk makan saja. Hidup terus berjalan. Anak kami yang kedua
dan ketiga lahir. Biaya hidup semakin bertambah. Saya minta kepada Yasmin untuk
lebih berhemat. Tidak setiap tahun ke Mesir tapi tiga tahun sekali. Yasmin
tidak bisa. Saya mati-matian berbisnis. Demi agar semua keinginan Yasmin dan
anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik ayah saya jual untuk modal. Untungnya
saya anak tunggal. Bisnisku lancar. Semua yang diinginkan Yasmin bisa saya
penuhi. Tapi dalam diri saya, mulai muncul penyelesaian setiap kali saya
melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup tenang dan damai dengan istrinya.
Bisa mengamalkan ilmu dan berdakwah dengan baik. Tidak dikejar-kejar dengan
kepentingan istri yang melangit. Dicintai masyarakat. Saya merasa iri dengan
mereka. Saya tidak mendapatkan apa yang merekan dapatkan. Jika aku ingin makan
rendang misalnya. Saya harus pergi ke warung makan. Mana mungkin Yasmin bisa
masak rendang. Ia tak mau tahu dengan masakan Indonesia. Ia hanya mau masak dan
masak cara Mesir. Saya sering melihat teman dan tetangga dipanggil istrinya
dengan panggilan mesra penuh kehormatan “ bang “. Saya sangat iri sekali. Kau
tahu sendiri. Perempuan Mesir selalu memanggil suaminya denga langsung menyebut
namanya. Dan jika ada letupan atau masalah antara kami berdua, maka rumah kami
seperti neraka. Kau tau kan bagaiman kerasnya perempuan Arab kalalu marah atau
jengkel.
Puncak
penderitaan saya dimulai satahun yang lalu. Bisnis tidak selamanya untung, ada
kalanya jatuh. Tapi harus bangun lagi jika ingin eksis. Setengah tahun yang
lalu bisnis yang saya jalani jatuh. Saya harus bangun tapi perlu modal.
Kekayaan yang ada tinggal dua. Rumah mewah yang sedang di tempati berikut
isinya, dan perhiasan Yasmin. Saya minta Yasmin menjual perhiasanya yang
bernilai ratusan juta untuk modal usaha. Dia tidak mau. Andaikan perempuan
Indonesia tanpa saya minta pun dia akan menyerahkan semua yang dimilikinya
untuk modal usaha bersama. Karena larinya tidak kemana-mana selain untuk
kemakmuran keluarga. Tapi dia bukan perempuan Indonesia ! kalau ia perempuan
yang salehah meskipu dari Mesir juga akan memberikan apa yang dimilikinya tanpa
diminta. Banyak wanita salehah Arab yang sangat dermawan dan baik pada
suaminya. Syyidh Khadijah istri baginda nabi contohnya. Tapi aku tidak tahu dia
bisa dikatakan salehah apa tidak?lalu saya minta padanya, kalau tidak mau
menjual perhiasaanya ya menjual rumah mewah. Hasil penjualan itu bisa untuk
beli rumah lagi yang lebih sederhana dipinggir kota. Dan sisa bisa untuk modal.
Dia tidak menerima usul itu. dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba
kurang-dia merasa masih serba kurang padahal untuk ukuran gadis Medan ia sudah
sangat berlebihan-dengan sepupunya yang dapat koglomerat Mesir yang serba
kecukupan. Tiap tahun sepupunya diajak keliling Eropa. Dia merasa, seharusnya
dia lebih baik dari sepupunya. Sebab dia memilliki suami orang luar Mesir dan
sepupunya hanya dapat suami asli Mesir. Baru saya merasa sangat menyesal
menikah denganya. Saya menyesal telah meletakkan kecantikkan. Ya dia memang
cantik, tapi sangat menyengsarakan batin saya. Saya telah diperbudak oleh
kecantikkan. Jika tidak melihat ketiga orang anak baru disayangi tentu saya
tidak berpikir panjang untuk menceraikan Yasmin. Demi anak-anak saya berusaha
tetap bertahan. Saya merasa itulah resiko yang harus saya tanggung atas pilihan
hidup saya.
Mengetahui
keadaan saya yang terjepit. Ayah ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah
tempat mereka tinggal dan uangnya seluruhya diberikan kepada saya. Untuk modal.
Mereka berdua tinggal diruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Saya
tak tega sebernarnya . tapi mereka memaksa saya untuk menerimanya. Mereka telah
mengorbankan segalanya untuk saya dan keluarga saya. Saya berharap modal itu
cukup untuk bangun lagi merintis bisnis yang telah jatuh. Perlahan bisnis yang
baru saya rintis mulai menggeliat. Saat itulah Yasmin kembali berulah. Dia
minta menjenguk orangtuanya ke Mesir satu keluarga. Dia tidak mau ditunda sebab
sudah dua tahun tidak bertemu mereka. Saya minta dia mau menjual sedikit dari
perhiasan yang telah saya berikan itu untuk biaya kesana. Tapi ia tidak mau.
Menurutnya biaya kesana adalah kewajibanku. Dia mengancam, jika tidak dituruti
keinginnan dia akan bunuh diri. Akhirnya saya kembali mengalah menuruti
keinginan. Setiap kali saya melihat wajahnya yang cantik dan meminta dengan manja
saya tidak kuasa mengecewakannya. Itulah kesalahan dan kelemahan saya.
Akhirnnya kami sekeluarga pergi ke Mesir.
Waktu
di Mesir itulah puncak tragedy yang paling menyakitkan terjadi. Dalam rencana,
kami disana hanya setengah bulan. Satu malam, pada hari kesepuluh kami berada
di sana Yasmin berkata pada saya. “ Kau ternyata tidak memberikan apa yang
dimiliki lelaki Mesir!”
Aku
kaget dengan pernyataanya itu.
“apa
maksudmu?!” tanya saya setengah membentak.
Lalu
dengan tanpa rasa berdosa sedikitpun. Yasmin bercerita bahwa tadi siang saat
saya sedang berkunjung ke teman lama yang jadi staf KBRI dia ditelpon teman dan
kekasih lamanya saat kulia dulu. Teman lamanya itu telah menjadi bisnisman
sukses di Cairo. Kebetulan istrinya baru saja meninggal dunia. Yasmin diajak
makan siang dihotelnya. Dan dilanjutkan dengan perselingkuhan.
“Sungguh
menyesal aku menikah denganmu orang Indonesia ! sungguh menyesal! Aku minta,
kau ceraikan aku sekarang juga ! aku tidak bisa hidup bahagia kecuali dengan
lelaki Mesir” kata –kata Yasmin terdengar bagaikan geledek menyambar itu terasa
perih menikam ulu hati.
Seketika
itu saya tidak dapat menahan diri. Saya pukul dia habis-habisan. Hal yang
sebelumya tidak pernah saya lakukan padanya. Saya sudah tidak kuat lagi
menanggung penderitaan dan sakit hati yang tertahan. Saya sudah mengorbankan
segalanya untuknya, tapi dia sungguh pempuan yang tidak berhati manusia. Atas
tidakanya saya dia lapor pada polisi dan keluarganya. Saya ditahan polisi Mesir
beberapa hari. Yang menyakitkkan seluruh keluarganya tidak ada yang membela
saya. Bahwa kehormatan saya sebagai suaminya telah diinjak-injak. Semuanya
membela dia. Meskipun dia mengakui telah melakukan perbuatan yang susah
dimaafkan oleh seorang suami. Bahkan lelaki Mesir tidak segan membunuh
iseterinya jika ketahuan berselingkuh. Tapi saya tidak diperkenankan menyentuh
kulitnya meskipun dia berdosa dosa. Semua keluarganya membenarkan apa yang
dilakukan. Ayahnya bahkan memaksa saya menceraikannya. Ternyata selama di
Indonesia diam-diam Yasmin sering menulis cerita bohong pasa keluarganya. Dia
bercerita tentang penderitaanya. Tentang perlakuan saya yang jahat padanya. Dan
lain sebagainya. Penjelasan saya yang sungguhnya tidak diterima oleh mereka.
Saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya terus dipaksa untuk menceraikan Yasmin.
Tapi saya tidak serta merta menjawabnya. Saya masih teringat akan nasib tiga
anak saya.
Ketika
hari kembali ke Indonesia tiba saya ajak Yasmin ikut serta. Tapi Yasmin
bersikukuh tidak akan kembali kembali ke Indonesia selamanya. Keinginan Cuma
satu, bercerai dengan saya! Dan tatkala saya hendak membawa seluruh anak saya
pulang. Yasmin dan keluarganya mati-matian tidak memperbolehkan. Akhirnya saya
hanya bisa membawa si sulung. Kerena dia sangat dekat dengan kakek neneknya di
Indonesia.
Sejak
itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu, saya mendapat surat cerai dan
pengadilan Mesir. Sekalian kali mendengar si sulung mengigau meminta ibunya
pulang tiap malam. Saya sangat menyesal,saya telah memilih jalan yang salah.
Saya telah memilih isteri yang salah. Saya menyesal telah menomorsatukan kecantikan.
Istri yang cantik tapi berperangan buruk adalah saksikan yang paling
menyakitkan bagi seorang suami. Dan itulah yang aku alami. Kau beruntung sekali
tidak menikah dengan orang Mesir yang menurutmu cantik-cantik itu jika ada
delapan gadis Mesir yang cantik enam belas karena bayanganya ikut cantik. Dalam
sejarahnya, orang Indonesia yang menikah dengan orang Mesir banyak yang tidak
bahagia dan gagalnya. Yang paling tepat pemuda Indonesia adalah menikah dengan
gadis Indonesia yang paling mengerti watak dan sifat pemuda Indonesia. Kau
orang Jawa dan sangat tepat menikah dengan gadis Jawa. Kau pasti sangat bahagia
dengan pilihanmu. Aku tahu sifat perempuan Jawa sangat menghormati suaminya.
Selamat. Itulah ceritaku. Dan saya ikut palatiha ini tak lain adalah untuk
reaksi menghibur diri.”
Mendenga
cerita Pak Qalyubi saya terisak-isak. Perjalana hidup pak Qalyubi menyadarkan
diriku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang di mata. Sudah dua
tahun aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan padanya menyelinap dalam
hati. Dia isteri yang sangat salehah. Tidak pernah meminta apa pun bahkan yang
ada keluar dari dirinya adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena
kemungkaran allah aku mendapatkan isteri seperti dia. Meskipun hati belum
terbuka lebar untuknya tapi setidaknya wajah Raihana telah menyala di
dindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang ? bagaimana
kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentan lagi melahirkan. Aku jadi teringat
pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya. Tiba- tiba aku merasa ingin
pulang. Ingin berjumpa Raihana.
Pudarnya Pesona Cleopatra - Bab 5
No comments:
Post a Comment