40
PRIA
UZBEK
"SEMUA
VIRUS, bakteri, dan sumber penyakit jahat lainnya selalu datang dari hewan
liar, Miss Headstone — "
Pria tinggi,
kekar, dan tampan itu menyeringai. Mengangkat tangannya.
"Kau
tahu, virus flu pertama kali yang menyerang dunia tahun 1918, yang menewaskan
100 juta orang, itu jelas mutasi virus flu dari hewan liar.... Sebagai ahli
biologi, konservasi dan sebagainya aku pikir kau pernah diajarkan soal itu di
bangku kuliah."
"Aku tahu
itu—" Yashinta menukas, tersinggung
"Juga Ebola, HIV/AIDS yang berasal dari kera
hutan pedalaman Afrika. Dan berarus-ratus penyakit mematikan lainnya.... Kau
tahu, tahun 1960 virus flu bermutasi lagi, mematikan jutaan orang di seluruh
dunia. Aku berani bertaruh, dengan siklus penyakit flu empat puluh tahunan
tersebut, awal abad 21 nanti, mungkin 2008, 2010, empat puluh, lima puluh tahun
dari 1960-an, juga akan terjadi mutasi flu dari hewan liar lainnya, dan itu
kemungkinan besar dari unggas.... Membawa virus flu yang lebih mematikan, dan
bisa jadi mengulang tragedi tahun 1918, ratusan juta meninggal. Jadi bagaimana
mungkin kau akan membuktikan bahwa virus, bakteri, dan semua penyakit jahat itu
tidak berasal dari hewan liar."
Goughsky nama pemuda itu, terlihat begitu
menikmati perdebatan tersebut.
Mereka
sedang berdiri di ramainya gala dinner yang diadakan institusi donor (pemberi
dana) konservasi alam terbesar dunia. Di convention center salah satu hotel
mewah London. Sejak bekerja menjadi peneliti lingkungan hidup, Yashinta sering
terlibat dalam acara seperti ini. Mencari pendanaan untuk proyek konservasi dan
penelitian flora-fauna langka di Indonesia. Termasuk minggu-minggu ini saat
menghadiri pertemuan aktivis di London.
Awalnya hanya Yashinta
yang berbicara dengan Mr dan Mrs Yoko, salah-satu pendiri institusi donor
raksasa itu, membicarakan tentang konservasi elang jawa. Entah mengapa, pemuda
sialan ini, tiba-tiba ikut mendekat, ikut berbicara. Dan entah apa pasalnya
mereka sudah berdebat soal mutasi genetik virus penyakit mematikan dari hewan
liar ke manusia.
"Aku
tahu kalau semua penyakit itu dari hewan liar, tapi bukan berarti mereka
penjahatnya!" Yashinta mendesis sebal. Siapa pula pemuda ini yang
mengganggu rencananya. Ia sejak kemarin merencanakan memberikan proposal
konservasi elang jawa itu secara personal ke Mr dan Mrs Yoko. Mencari waktu
yang tepat. Dan pemuda sialan ini tiba-tiba ikut masuk dalam pembicaraan.
"Well,
aku kan tidak bilang mereka penjahatnya. Hanya bilang fakta kalau semua virus
itu berawal dari hewan liar.. Come on, kau saja yang terlalu mencintai
hewan-hewan itu, keras kepala, tidak mau mendengarkan kalimat orang lain dengan
baik—"
Goughsky
mengangkat bahunya. Tersenyum lebar ke arah Mr dan Mrs Yoko.
Dasar penjilat, pemuda ini pasti juga berkepentingan
dengan dana dari Mr dan Mrs Yoko, mungkin untuk membiayai proyek sialan
miliknya. Mencari perhatian di depan pasangan ini. Yashinta mengatupkan rahang.
Wajah cantiknya memerah.
"Goughsky
benar, my darlingl" Mr Yoko tertawa kecil, menengahi,
"Kau
memang terlalu mencintai hewan-hewan itu, sehingga selalu otomatis bilang tidak
untuk fakta yang menjelek-jelekkan mereka. Kau tahu, terlalu mencintai
terkadang membuat kita berpikir tidak rasional, tidak fair, my dear-"
"Bukan itu
maksudku," Yashinta menjawab cepat berusaha mengendalikan diri,
"Aku
setuju kalau virus dan bakteri itu berasal dari mereka, tapi manusialah yang
mengganggu keseimbangan alam, mengintervensi mekanisme mutasi virus tersebut
dengan polusi produk kimia, industri yang berlebihan, perubahan iklim,
kerusakan hutan, kapitalisme dan sebagainya.... Jadi jelas, bukan hewan-hewan
liar itu penjahatnya!"
"Well,
bukankah dari tadi di sini memang tidak ada yang bilang hewan-hewan itu
penjahatnya?" Goughsky nyengir lebar sekali.
Mrs Yoko yang
sudah beruban tertawa, melambaikan tangan
"Sudah!
Sudah, Goughsky, Jangan diperpanjang lagi. Kau jangan membuat Yashinta marah,
Goughsky.... Hush! Mari, Yash sayang, kita mengambil sesuatu untuk mengganjal
perut. Biar perdebatan menyebalkan seperti ini dilanjutkan para pria."
Yashinta mendelik ke arah pemuda sialan itu.
Berusaha tetap sopan menggandeng Mrs Yoko. Melangkah menuju meja hidangan.
"Kau mungkin lupa namanya, pemuda itu Goughsky,
ayahnya Uzbekistan, ibunya dari negaramu, Indonesia.... Haha, dia memang
terkadang menjengkelkan seperti itu...."
"Kalian? Kalian
sudah mengenalnya?" Yashinta mengambilkan piring buat Mrs Yoko.
"Tentu saja my sweetheart, kemarin kami baru saja menyetujui salah satu
proyek penelitiannya. Seratus ribu dollar. Penelitian yang hebat."
"Kalian? Kalian sudah memutuskan? Sudah
memberikan dana itu ke orang lain?" Yashinta menelan ludah. Apa yang ia
cemaskan tadi terbukti, kan? Pemuda sialan itu akan mengambil dana
penelitiannya.
"Kau
tetap akan mendapatkan dana konservasimu, sayang. Kami tahun ini memutuskan
untuk mendanai dua proyek penelitian ekologi sekaligus.
Yashinta ikut tertawa, meski tawanya sedikit kebas.
Lega. Bercampur sisa-sisa perasaan sebal. Dan entahlah. Bercampur jadi satu.
Itu pertemuan pertama
Yashinta dengan Goughsky. Pertemuan pertama yang jauh dari mengesankan. Malah
bagi Yashinta amat menyebalkan. Yang sialnya, entah mengapa ternyata diikuti
dengan pertemuan-pertemuan lebih menyebalkan berikutnya.
Bukankah pernah
dibilang sebelumnya, Yashinta tidak terlalu suka bergaul dengan teman-teman
lelakinya. Gadis cantik itu dalam kasus tertentu malah membenci kolega lelaki.
Benci melihat kelakuan mereka yang sibuk mencari perhatian. Apakah mereka akan
tetap sibuk mencari perhatian jika wajah dan fisiknya seperti Kak Laisa? Bah!
Mereka hipokrit sejati. Nah, ditambah tingkah Goughsky yang suka mentertawakan,
menyeringai kepadanya seperti sedang menghadapi anak kecil yang bandel dan
keras kepala, kebencian Yashinta bertumpuk-tumpuk sudah.
Celakanya, Mr dan Mrs Yoko sengaja memberikan dana
konservasi buat mereka berdua karena proyek mereka bersisian, saling
melengkapi: tentang pemetaan dan konservasi elang jawa. Maka Yashinta
benar-benar meledak saat tahu hal tersebut. Yashinta diberitahu saat sedang
makan malam di rumah Mr dan Mrs Yoko. Tahu kalau Goughsky ikut diundang saja
sudah membuat Yashinta mengkal, apalagi saat Goughsky dengan ringannya bilang,
"Miss
Headstone ini akan jadi sekretaris proyek yang baik. Ia akan selalu melaporkan
kemajuan program kepadaku, Mr Yoko."
Yashinta tidak ingin
bekerja satu tim dengan pemuda Uzbek sialan ini. Apalagi di bawah supervisinya.
Tapi di meja makan itu seperti tak ada yang memperhatikan raut merah padam
keberatan Yashinta.
"Kalau
tidak salah, Goughsky kakak kelasmu di Belanda, bukan? Terpisah tiga tahun?
Jadi aku pikir dia lebih pantas menjadi leader proyek ini, sayang—" Mrs
Yoko mengangguk setuju.
Memangnya kenapa?
Yashinta mendesis sebal dalam hati. Memangnya kenapa kalau dia lebih senior
dibandingkan dirinya. Ia bisa mengurus proyek risetnya sendirian. Tidak perlu
digabungkan dengan pemuda sok pintar dihadapannya! Tapi hingga makan malam itu
usai, Yashinta masih bisa mengendalikan diri. Berusaha terus tersenyum.
Mengangguk. Menurut. Meski ia kesal sekali melihat gaya Goughsky didepannya.
Menyeringai, seolah-olah menganggap dirinya peneliti kemarin sore, yang harus
belajar lebih banyak.
Maka setahun terasa bagai seabad bagi Yashinta.
Proyek itu dimulai segera sekembalinya mereka dari pertemuan di London.
Basecamp konservasi dibangun di Taman Nasional Gunung Gede. Berbagai peralatan
didatangkan. Mereka didukung oleh sebelas peneliti lokal, dari berbagai
universitas sekitar. Juga petugas Taman Nasional, institusi terkait, dan
penduduk setempat.
Andaikata proyek ini tidak penting. Andaikata Mr dan
Mrs Yoko bukan orang penting. Andaikata.... Sudah dari dulu Yashinta ingin
menimpuk pemuda setengah bule setengah melayu itu dengan gumpalan tanah (sama
seperti ia menimpuk anak-anak nakal dulu). Mereka selalu bertengkar di basecamp
Selalu berdebat. Dan karena Yashinta di bawah komando Goughsky, maka suka atau
tidak suka, ia lebih banyak makan hati.
"Tahu
nggak sih, temanku juga begini nih dulu. Bertengkar mulu tiap hari, eh
belakangan malah jadi suami istri." Rekan peneliti lokal yang cewek
seringkali menggoda Yashinta.
"Lu gila ya, ganteng gini setiap hari malah
diajak ribut Yash. Harusnya disayang-sayang...." Tertawa.
Itulah masalahnya.
Yashinta sejak kecil Sudah keras kepala. Dan penyakit orang keras kepala adalah
jika sejak awal ia tidak suka, maka seterusnya ia akan memaksa diri untuk tidak
suka. Tidak rasional. Seringkali perdebatan (pertengkaran) mereka sebenarnya
karena
kesalahan Yashinta.
Hal-hal kecil. Bahkan dalam banyak kasus Yashinta sendiri yang mencari-cari
masalah. Ingin menunjukkan ketidak sukaannya.
Jadi tidak aneh jika
Yashinta banyak melupakan detail yang lebih besar. Seperti betapa tampannya
Goughsky, ergh, maksudnya bukan itu. Yashinta bahkan tidak menyadari kalau
Goughsky berbeda sekali dengan tipikal teman lelaki yang dikenalnya selama ini.
Tidak sibuk mencari perhatian. Bahkan sedikit marah jika rekan peneliti lokal
cewek lainnya bergenit-genit ria dengannya.
Goughsky juga tipikal
pemuda yang menyenangkan. Dekat dengan penduduk setempat lokasi basecamp, suka
bergurau, dan yang pasti amat sabar. Kalau saja Yashinta mau menghitung
perdebatan mereka, hanya Goughsky yang bisa sabar dengannya. Yang lain sudah
mengkal sejak tadi. Pemuda Uzbek itu juga alim. Dia yang selalu meneriaki rekan
kerjanya untuk shalat. Terkadang meneriaki Yashinta, yang dijawab teriakan
pula. Membuat Yashinta mengomel dalam hati, sejak kecil Yash sudah terbiasa
shalat malam bersama Kak Lais dan Mamak, tidak perlu diteriaki, mentang-mentang
muslim Uzbek, sok alim.
Maka jadilah setiap dua
bulan sekali, saat jadwal pulang ke lembah, Yashinta selalu mengeluhkan siapa
lagi kalau bukan Goughsky. Goughsky. Dan Goughsky.
"Ia bahkan hingga sekarang tetap memanggilku,
Miss Headstone.... Miss Headstone—" Yashinta berseru sebal, menirukan
intonasi suara Goughsky dengan jijik.
Kak Laisa yang
melihatnya tertawa. Juga Cie Hui, Wulan, dan Jasmine yang duduk melingkar di
ruang depan rumah panggung.
"Dan bule sialan itu selalu bilang, 'Memangnya
kau tidak diajarkan itu di bangku kuliah? Memangnya dosenmu tidak pernah bilang
itu? Memangnya....' Bah! Bukan dia saja yang lulus cumlaude di Belanda. Sok
paling pintar!"
Intan yang sekarang
sudah tiga tahun cuek berlenggak-lenggok di depan tantenya yang sedang bete.
Memegang kedua pipi tantenya, Sengaja menekan-nekannya. Meniru ulah tantenya
kalau lagi gemas dan mencubit pipi tembamnya. Yang lain tertawa. Lihatlah,
Intan persis meniru kelakuan Yashinta. Berseru,
"Iiihhh!"
Sok mengerti apa itu gemas. Mencubit pipi tantenya.
"Hush, kalian jangan banyak tertawa, nanti
bayinya keluar mendadak seperti Kak Cie" Ikanuri yang baru bergabung duduk
di ruang tengah rumah panggung pura-pura marah. Menyuruh istrinya diam. Wulan
dan Jasmine sedang hamil tua. Sama seperti Cie Hui, Wulan dan Jasmine juga
ingin anak-anak mereka di lahirkan di perkebunan. Menghirup udara segar lembah
untuk pertama kalinya. Merasakan sejuknya. Menginjak rerumputan yang berembun.
Tertawa lagi menatap
wajah Ikanuri yang serius sekali saat mengatakan itu. Ruang tengah itu dipenuhi
banyak energi bahagia. Jadi siapa pula yang peduli dengan suara mengkal
Yashinta? Toh yang lain menganggap keluhan Yashinta tidaklah seserius itu.
Bagaimana akan serius? Yashinta meski wajahnya sebal, tapi setiap pulang selalu
saja sibuk dan merasa berkepentingan untuk menceritakan kelakuan Goughsky,
Goughsky. Dan Goughsky.
Masa yang begitu
dibilang benci?
NOVEL BIDADARI - BIDADARI SURGA - BAB 41
Karna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
ReplyDeleteBonus Deposit Member Baru 100.000
Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis
ERTIGA POKER
ERTIGA
POKER ONLINE INDONESIA
POKER ONLINE TERPERCAYA
BANDAR POKER
BANDAR POKER ONLINE
BANDAR POKER TERBESAR
SITUS POKER ONLINE
POKER ONLINE
ceritahiburandewasa
MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT