“Bukankah menyedihkan? Dia
ada dalam jangkauan tanganmu, tetapi kau tidak bisa merengkuhnya?”
8
Berjalan
bersama tiga lelaki tampan ternyata sedikit mengintimidasi…
Keyna
melirik ketiga lelaki yang berjalan beriringan bersamanya, sibuk bercanda.
Mereka melewatkan tatapan kagum para perempuan yang berpapasan dengan mereka di
taman hiburan itu. Dan beberapa perempuan itu, setelah menatap ketiga laki-laki
tampan itu, lalu melemparkan tatapan 'siapa sih perempuan itu?' kepada Keyna.
Keyna memutar bola matanya. Hanya dia satu-satunya yang tampak tidak pas di
gerombolan ini.
“Aku
mau naik itu.” Davin menunjuk ke sebuah wahana permainan yang tampak
mengerikan. Sebuah tiang tinggi dengan kursi-kursi di ujung-ujung kicir angin,
dimana kursi itu hanya dipakukan di satu titik.
Keyna
langsung merinding. Mereka akan diputar ke segala arah kalau naik wahana itu.
“Aku
tidak mau.” memikirkannya saja sudah membuat Keyna mual karena takut.
Davin
tertawa dan melirik Keyna dengan tatapan mencemooh, “Pengecut.”
“Aku
bukan pengecut, aku punya akal sehat.” Keyna membelalakkan mata, “Silahkan
naiki wahana itu dan buat dirimu muntah sesudahnya.”
Jason
tertawa mendengar jawaban Keyna untuk Davin, membuat Davin langsung
memelototinya. Lelaki itu menatap Keyna, seolah akan membantah, tetapi kemudian
memutuskan menyerah.
“Oke kalau begitu, kita naik wahana yang
membosankan saja. Mungkin kau bisa mencoba komedi putar di sana itu, sepertinya
cocok dengan penampilanmu yang seperti anak SD.”
Keyna
menatap Davin dengan pandangan mencela, lalu memelengoskan muka dan berjalan
menjauhi Davin. Jason buru-buru mengikuti Keyna, mengajaknya bicara tentang
sesuatu sementara Davin mengamati mereka, lalu mau tak mau berjalan mengikuti
Keyna dan Jason di belakangnya.
Erland
mendekat ketika mereka berjalan mengikuti Keyna. “Kenapa denganmu sobat?”
Erland setengah berbisik.
Davin
mengernyitkan keningnya, “Kenapa apa? Apa maksudmu?”
“Kau.
Sikapmu aneh.”
“Aneh?
Aku biasa saja.” Davin mengedikkan bahunya bingung.
Erland
terkekeh, “Sikapmu kepada Keyna. Aku belum pernah melihatmu bersikap begitu
kepada perempuan lain. Seolah-olah kau sedang…kebingungan.”
“Aku?
Kebingungan menghadapi Keyna? Itu tidak mungkin Erland. Memangnya apa yang
dilakukan Keyna sampai bisa membuatku bingung?”
“Itu
yang harus kau tanyakan pada dirimu sendiri. Ayolah Davin, aku temanmu sejak
kecil. Kau seperti buku yang terbuka di depanku. Sikapmu itu sangat
kontradiktif, kau seolah-olah ingin menarik Keyna mendekat tetapi sekaligus
ingin mendorongnya jauh-jauh. Dan hal itu membuatmu tampak defensif di depan
Keyna. Mungkin kau harus tentukan, sebenarnya apa yang kau rasakan untuk
Keyna?”
Davin
membeku. Menatap bagian belakang tubuh Keyna yang sedang berjalan di depannya.
Lalu menghela napas. Bahkan dia sendiri bingung dengan perasaannya. Bagaimana
mungkin dia bisa menjawab pertanyaan Erland?
♠♠♠
“Sepertinya Davin berperan sebagai kakak yang
baik untukmu.” Jason tersenyum lembut ketika mereka duduk di cafe di tengah
taman hiburan itu. Mereka sudah naik roller coaster, mencoba wahana kereta
gantung, dan juga rumah hantu. Sekarang mereka sedang makan siang. Cafe itu
menyediakan makanan-makanan sederhanya untuk pengisi perut.
Keyna
melirik Davin yang sedang berada di luar cafe bersama Erland, lelaki itu tadi
melihat Keyna memandang terpesona kepada pedagang permen kapas berwarna pink
yang lewat. Dan meskipun bersungut-sungut serta mengejek Keyna yang
kekanak-kanakan, Davin akhirnya keluar dan membelikannya untuk Keyna.
Keyna
tersenyum dan menatap Jason, “Dia berusaha bersikap sangat baik untukku.” Keyna
teringat betapa Davin sudah benar-benar merubah sikapnya kepadanya, dan itu
membuat hatinya hangat.
Jason menatap
Keyna dengan tatapan
menyelidik,
“Apakah kau pernah ingin punya kakak lelaki
sebelumnya?”
“Tentu
saja. Selama ini aku hanya hidup berdua dengan ayahku, kadang aku ingin tinggal
di keluarga besar.” Keyna menatap Jason, berpikir bahwa ini adalah saat yang
tepat untuk bertanya mengenai lagu itu, “Jason… Aku ingin bertanya.”
“Tentang
apa?”
“Tentang
lagu yang ada di pemutar musik milikmu yang kau berikan padaku di malam
berhujan petir itu…” Keyna merasakan jantungnya berdegup, “Aku… Aku pernah
merasa mendengarnya dalam mimpiku.”
“Mimpi?”
Jason nampak tertarik.
“Ya…
Aku sering bermimpi… Mungkin itu ingatan samar…atau entahlah… Aku masih sangat
kecil waktu itu dan aku mungkin menyimpan kenangan itu dalam-dalam karena
terlalu menakutkan.” Keyna menatap Jason dengan bingung, “Aku bahkan tidak tahu
itu mimpi atau kenyataan.”
“Mimpi
tentang apa?”
“Tentang
hujan badai dan petir… Aku menangis ketakutan, lalu ada seorang anak lelaki
datang… Dia… Dia menyanyikan lagu yang sama dengan yang ada di pemutar
musikmu…” Keyna menelan ludah, “Dan baru kusadari
kalau mungkin saja mimpi itu adalah kenangan tentang kejadian nyata.”
“Lagu
di pemutar musikku adalah lagu klasik lama, Keyna, aku mencoba memainkannya
dengan versi biola… Judulnya Lullaby…”
Keyna
menatap ragu, “Anak lelaki kecil di mimpiku juga menyanyikan lagu itu…”
“Itu
semacam lagu pengantar tidur.” tatapan Jason tampak aneh. “Apakah kau sama
sekali tidak ingat tentang anak lelaki kecil itu? Sama sekali?”
“Aku
punya ingatan samar.” Keyna mengangkat bahunya sedih, “Bahkan seperti kubilang
tadi… Aku tidak yakin apakah itu benar-benar ingatan samar, atau hanya mimpi…”
Jason
tampak akan mengatakan sesuatu, tetapi kemudian mengurungkan niatnya karena
Davin dan Erland datang mendekat.
Davin
menyerahkan permen kapas yang sangat besar dan berwarna pink itu kepada Keyna,
“Aku tahu kau menginginkannya.” Davin bergumam kaku.
Keyna
menerimanya dengan senang, ditatapnya Davin penuh rasa terima kasih, “Terima
kasih Davin, aku senang sekali.”
Davin
hanya menggumam tak jelas, lalu duduk di sebelah
Keyna.
“Permainan
apa lagi yang akan kita mainkan?” Dia melirik jam tangannya. “Kita masih punya
banyak waktu.”
Keyna
menoleh ke sekeliling, lalu menunjuk permainan berperahu melewati wahana air
terjun yang berkelak-kelok,
“Sepertinya itu menyenangkan.”
“Tapi
kita akan basah.” kening Davin sedikit berkerut, tetapi kemudian lelaki itu
tersenyum, “Tapi sepertinya itu layak dicoba.”
♠♠♠
“Mereka
terus mengiringinya, kita harus menunggu sampai dia terpisah dari ketiga
laki-laki itu.”
Anak buahnya melapor kepadanya. Membuatnya
mengkerutkan dahi. “Keyna bersama Davin, Jason dan Erland?”
“Ya.”
Dia
mengerutkan dahinya. Jason… Terutama Jason. Lelaki itu sepertinya punya insting
bahwa Keyna dalam bahaya. Dia telah sangat mengganggu rencananya dari kemarin,
dengan menjemput dan menjaga Keyna ketika pulang kampus. Mungkin kalau ingin
penculikannya terhadap Keyna berhasil, dia harus menyingkirkan Jason duluan.
“Ikuti
terus. Tunggu sampai semua lengah dan Keyna terpisah dari mereka.”
“Baik,”
anak buahnya membungkukkan tubuh dan melangkah pergi.
♠♠♠
Mereka
benar-benar basah akibat permainan itu. Air muncrat dimana-mana membasahi
pakaian dan rambut mereka, tetapi permainan itu benar-benar menyenangkan hingga
mereka tertawa-tawa ketika turun dari perahu.
“Aku
harus ke kamar mandi.” Keyna menoleh ke arah kamar mandi tak jauh dari situ.
Ada area khusus untuk kamar ganti dan kamar mandi perempuan. “Di situ.”
Davin
masih berusaha mengusap rambutnya yang basah, begitupun Jason dan Erland yang
sibuk menghenta-hentakkan sepatu mereka yang basah.
“Hati-hati
Keyna, kami menunggu di sini ya,” gumamnya sambil lalu.
Dan
Keyna pun berjalan ke arah kamar mandi itu.
Kamar
mandi itu sepi. Mungkin karena sudah menjelang sore dan orang-orang sibuk
bermain. Keyna berdiri di depan kaca besar dan mencuci tangannya di atas
wastafel.
Seorang
perempuan berpakaian rapi ada di sebelahnya. Keyna mengernyit, pakaiannya
terlalu rapi untuk bermain ke taman hiburan… Tetapi Keyna menggelengkan
kepalanya dan mengusir pemikirannya. Setiap orang punya selera sendiri-sendiri,
mungkin perempuan ini merasa nyaman berpakaian seperti itu.
Sapaan
perempuan berpakaian rapi itu membuat Keyna mengernyit, dia menolehkan kepalanya.
“Ya?”
Perempuan
itu tersenyum, “Maaf ya.” Lalu sebuah jarum suntik di tusukkan di tubuhnya.
Keyna masih sempat terperangah dan terkejut, sebelum kemudian matanya
berkunang-kunang dan kesadarannya hilang.
♠♠♠
Perempuan
berpakaian rapi itu menarik kursi roda lipat yang sudah disiapkan di kamar
mandi. Lalu meletakkan tubuh mungil Keyna yang tak sadarkan diri di sana.
Dipakaikannya kacamata hitam besar, dan kain untuk menutup kepalanya, serta
selimut untuk menutupi tubuhnya. Dia mendorong kursi roda itu keluar, ke arah
keramaian. Tidak ada yang curiga. Dia melirik ke arah tiga lelaki yang bersama
Keyna tadi. Ketiga lelaki itu sedang bercakap-cakap dan membelakanginya.
Dengan
cepat dia mendorong kursi roda itu dan membawa Keyna menjauh. Begitu berada di
tempat aman dan tidak terjangkau, dia mengangkat ponselnya dan menelepon.
“Ya?”
suara di seberang sana menyahut cepat.
“Aku
sudah mendapatkannya.”
“Bagus.”
ada senyum di suara itu. “Bawa ke tempat yang sudah ditentukan.”
♠♠♠
Ketika
mereka lama menunggu dan Keyna tak kunjung keluar, Davin mulai curiga. Dia
melirik Jason dengan gelisah. Melempar tatapannya ke arah kamar mandi perempuan
itu.
Orang
-orang lalu lalang dan keluar masuk, tetapi tidak ada Keyna di sana.
Jason
sendiri mulai menyadari ada yang tidak beres.
Tatapannya
menajam. “Kita sudah menunggu terlalu lama,” gumamnya.
“Mungkin
Keyna sedang sakit perut atau apa?” Erland berusaha menenangkan teman-temannya.
Tapi Davin menghela napas tak sabar, dia
mengambil ponsel dan menelepon nomor Keyna. Wajahnya memucat.
“Ponselnya tidak aktif.”
Dengan
gerakan cepat dia melangkah ke arah kamar mandi perempuan itu. Tidak
dipedulikannya seruan-seruan para perempuan yang sedang ada di sana.
“Maafkan
saya.” Davin menatap panik ke sekeliling ruangan. “Adakah yang melihat adik
saya di sini?”
Tetapi
Keyna tidak ada. Pintu kamar mandi itu terbuka. Kosong. Dan hanya ada dua orang
perempuan tak dikenal di depan wastafel, menatapnya mencela karena
berani-beraninya melongok ke kamar mandi khusus perempuan.
Davin
bergegas keluar, menghampiri Jason dan Erland, jantungnya berdebar kencang,
“Keyna tidak ada di kamar mandi itu. Dia tidak ada di mana-mana!”
♠♠♠
Tubuh
Keyna yang tak sadarkan diri dibaringkan di atas ranjang.
Dia
mengamati Keyna, lalu menoleh ke arah anak buahnya. “Kapan dia akan sadar?”
“Mungkin
sekitar satu atau dua jam lagi.”
Dia
tersenyum, “Bagus. Kau tunggui dia di sini. Begitu dia sadar, hubungi aku. Aku
ingin ada di sini ketika dia membuka matanya.”
SWEET ENEMY - SANTHY AGATHA - BAB 9
Bab 9 kok gak ada
ReplyDeleteBab 9 kok gak ada
ReplyDeleteBab 9 kok gak ada
ReplyDeleteKarna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
ReplyDeleteBonus Deposit Member Baru 100.000
Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis
ERTIGA POKER
ERTIGA
POKER ONLINE INDONESIA
POKER ONLINE TERPERCAYA
BANDAR POKER
BANDAR POKER ONLINE
BANDAR POKER TERBESAR
SITUS POKER ONLINE
POKER ONLINE
ceritahiburandewasa
MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT