1
EMPAT PENJURU
"PULANGLAH. Sakit kakak kalian semakin parah. Dokter bilang mungkin minggu depan, mungkin besok pagi, boleh jadi pula nanti malam. Benar-benar tidak ada waktu lagi. Anak anakku, sebelum semuanya terlambat, pulanglah...."
Wajah keriput nan tua
itu menghela nafas.
Sekali. Dua kali. Lebih panjang. Lebih berat.
Membaca pesan itu entah untuk berapa kali lagi. Pelan menyeka pipinya yang
berlinang, juga lembut menyeka dahi putri sulungnya, wanita berwajah pucat yang
terbaring lemah di hadapannya. Mengangguk. Berbisik lembut:
"Ijinkan,
Mamak mengirimkannya, Lais.... Mamak mohon...." Pagi indah datang di
lembah itu.
Cahaya matahari
mengambang di antara kabut.
Embun menggelayut di dedaunan
strawberry. Buahnya yang beranjak ranum nan memerah. Hamparan perkebunan
strawberry terlihat indah terbungkus selimut putih sejauh mata memandang.
Satu
bilur air mata akhirnya ikut menetes dari wanita berwajah redup yang terbaring
tak berdaya di atas tempat tidur. Mereka berdua bersitatap satu sama lain,
lamat-lamat. Lima belas detik senyap. Hanya desau angin lembah menelisik daun
jendela. Ya Allah, sungguh sejak kecil ia menyimpan semuanya sendirian.
Sungguh. Demi adik-adiknya. Demi kehidupan mereka yang lebih baik. Ia rela
melakukannya. Tapi, sepertinya semua sudah usai. Waktunya sudah selesai. Tidak
lama lagi.
Sudah saatnya mereka
tahu. Sudah saatnya....
Perempuan berwajah pucat di atas ranjang
berusaha tersenyum, dengan sisa-sisa tenaga. Sedikit terbatuk, bercak darah
merah mengalir dari sela bibir bersama dahak. Bernafas sesak. Semakin
kesakitan. Namun sekarang muka tirusnya mengembang oleh sebuah penerimaan. Ia
perlahan mengangguk.
Tangan tua itu demi melihat anggukan
putri sulungnya, tanpa menunggu lagi gemetar menekan tombol ok. Message
transmitted.
Maka! Dalam
hitungan seperjuta kedipan mata. Melesat Berpilin. Berputar.
Seketika saat tombol ok itu ditekan, jika mata bisa
melihatnya, bak komet, bagai anak panah, macam rudal berkecepatan tinggi, 203
karakter SMS itu berubah menjadi data binari 0-1-0-1! Menderu tak-tertahankan
menuju tower BTS (base transmitter station) terdekat. Sepersekian detik lagi
lantas dilontarkan sekuat tenaga menuju satelit Palapa C-2 ratusan kilometer di
atas sana, berputar dalam sistem pembagian wilayah yang rumit, bergabung dengan
jutaan pesan, suara, streaming gambar, dan data lainnya dari berbagai sudut
muka bumi (yang hebatnya tak satupun tertukar-tukar), lantas sebelum mata
sempat berkedip lagi, pesan tersebut sudah dilontarkan kembali ke muka bumi!
Pecah menjadi empat.
Bagai meteor yang terbelah, pecahan itu
berpendar-pendar sejuta warna menghujam ke empat penjuru dunia.
Empat nomor telepon genggam!
Tak peduli di manapun itu berada. Tak
peduli sedang apapun pemiliknya. Kabar itu segera terkirimkan. Melesat mencari
empat nomor telepon genggam yang dituju.
Pulanglah
anak-anakku! Untuk pertama dan sekaligus untuk terakhir kalinya, kakak kalian
membutuhkan kalian —
No comments:
Post a Comment