“Kemarahan yang tersimpan jauh di dalam
dirimu, bisa menjadikanmu gila suatu saat nanti”
7
Jason
sangat tampan. Dengan tubuhnya yang ramping, matanya yang selalu tampak sendu,
menyimpan kesedihan tersendiri. Membuat para perempuan selalu ingin
mengasihinya. Sayangnya para perempuan itu tidak tahu kebencian Jason kepada
perempuan, dan pada akhirnya para perempuan itulah yang menjadi korbannya.
Hari
ini Jason sedang mengunjungi mansion Davin membawakan buah-buahan untuk
menengok si sakit. Sayangnya yang dicarinya tidak ada, dari pelayannya dia tahu
bahwa Davin sudah masuk kerja. Membuat Jason menunggu hampir selama dua jam.
Akhirnya
Davin pulang dari kantor, dan sepertinya kondisi kesehatannya belum pulih benar.
Jason
memandang ke arah Davin yang masih terbatuk-batuk dan mengangkat alisnya
melihat wajah Davin yang masih pucat.
“Seharusnya
kau tidak masuk kerja dulu,” gumamnya.
Davin
cemberut, “Aku bosan di rumah. Tidak ada yang bisa kulakukan.”
“Kau
bisa tidur dan beristirahat.” Jason terkekeh, “Itu yang biasanya dilakukan oleh
orang sakit.”
Davin
menghela napas panjang, lalu membanting tubuhnya dan berbaring si sofa besar di
depan Jason. Lalu dia menoleh dan menatap Jason dengan tajam.
“Malam itu…
Saat hujan petir waktu itu.”
“Ya?”
Jason tampak tidak peduli, dia menghirup teh chammomile yang tadi diseduhkan
oleh pelayan Davin.
“Ya.
Dia memang ketakutan dengan petir.” Jason membolak-balik majalah yang ada di
depannya dengan tidak peduli.
“Lalu
apa yang kau lakukan pada Keyna? Kau tidak kembali ke kamar malam itu.”
Jason mengangkat matanya dari majalahnya,
mengawasi
Davin lalu tersenyum, “Cemburu, Davin?”
Muka
Davin sedikit merona. Tetapi bibirnya menipis kesal. “Kata Keyna kau
memasangkan earphone di telinganya, lalu dia tidak ingat apa-apa lagi.”
“Kau
sangat perhatian padanya.” Jason memilih tidak menjawab pertanyaan Davin,
membuat Davin makin kesal.
“Dia
sudah seperti keluargaku.”
“Tetapi
dia bukan adikmu.” suara Jason menajam, tetapi dia kemudian menguasai diri dan
senyumnya muncul kembali, “Jangan cemas Davin, aku tidak melakukan sesuatu yang
salah kepadanya. Dia memakai earphoneku dan aku menungguinya sampai tidur. Aku
menyelimutinya, dan kemudian karena aku mengantuk aku tidur di kamar tamu.”
Davin
mengawasi Jason tak percaya. “Benarkah?”
“Kau
bisa bertanya kepada pelayan yang membereskan kamar tamumu.” Jason tersenyum
dan menatap Davin, “Kalau aku tidak mengenalmu, aku akan menduga bahwa kau
sedang cemburu.”
“Aku
tidak cemburu.” Davin menyela keras kepala, “Aku hanya cemas kau berubah
pikiran dan mengincarnya. Kau tahu aku punya hutang budi yang besar kepada
Keyna dan karena itu aku bertekad menjaganya…” Davin mengernyit, “Para
perempuan itu, mereka yang menjadi korbanmu… Mereka patah hati dan hancur… Aku
tidak ingin Keyna berakhir seperti itu.”
Ekspresi
Jason mengeras mengingat para perempuan yang disakitinya. Berbeda dengan Davin,
tidak ada penyesalan di dalam hatinya ketika mengingat mereka. Mereka semua
mendekatinya karena Jason adalah anak keluarga
kaya, dengan kemampuan main biola yang luar biasa. Mereka semua sama seperti
ibunya, yang menjualnya demi kekayaan. Jason senang menghancurkan mereka semua.
Membuat mereka patah hati dan tak berharga lagi…
“Kau
tidak akan melakukannya kepada Keyna kan?”
Pertanyaan
Davin membuat Jason tersentak dari lamunannya, dia segera mengembalikan
ekspresinya dan menjawab, “Tidak Davin. Kau boleh tenang. Keyna bukan tipeku.”
Davin
menyipitkan matanya, “Karena kalau kau melakukan sesuatu yang melukainya, kau
harus berhadapan denganku.”
Perasaan
cemburu tiba-tiba merayapi hati Jason. Dialah, sebagai kakak kandung Keyna yang
berhak mengatakan itu semua, bukan Davin. Davin telah merenggut keluarganya
bertahun lalu, kini, setelah Jason berhasil menemukan Keyna, akankah Davin juga
merenggut Keyna darinya?
♠♠♠
“Tadi
Jason kemari.” Davin bergumam ketika Keyna bergabung dengannya di ruang makan
untuk makan malam bersama.
“Oh
ya?” Keyna langsung teringat pada earphone Jason yang masih dibawanya. Dia
berniat mengembalikannya. Seharian ini dia mendengarkan lagu di pemutar musik
Jason, berusaha mengenang. Tetapi Keyna tidak berhasil mengingat apa-apa.
“Earphone Jason masih ada padaku, aku belum mengembalikannya.”
Davin
mengangkat alisnya, “Kenapa kau membawa-bawanya kemana-mana? Sini berikan
kepadaku, biarkan aku yang mengembalikannya kepada Jason.”
“Tidak.”
Keyna menggeleng keras kepala, “Aku ingin mengembalikannya sendiri dan berterima
kasih karena bantuannya malam itu.”
Davin
melirik Keyna dengan curiga, “Jangan-jangan kau hanya ingin bertemu Jason ya?
Apakah kau punya perasaan lebih
kepadanya? Aku sudah memperingatkanmu bukan akan
reputasi Jason?”
“Davin.”
Keyna berseru agak marah, pipinya merona, “Aku tidak punya maksud apapun, aku
hanya ingin mengembalikan earphone ini kepadanya.” Dan aku ingin menanyakan
langsung tentang lagu itu. Lagu kenangan yang selalu ada di mimpinya, Keyna
bergumam dalam hatinya, mungkin saja Jason tahu sesuatu bukan?
Davin
mengamati ekspresi Keyna yang penuh rahasia, lalu memutuskan dengan arogan.
“Mulai
sekarang kalau kau mau bertemu dengan Jason, kau harus bersamaku.”
“Apa?”
Keyna membelalak tak percaya dengan kata-kata Davin barusan.
“Kau
harus bersamaku. Aku akan menjagamu dari Jason.”
Pipi
Keyna merah padam, “Aku tidak perlu dijaga, Davin. Lagipula sudah kukatakan
bahwa aku bukan tipe Jason.”
“Terserah,
aku tetap akan menjagamu.” Davin melipat kedua tangannya dan mengangkat
alisnya, menantang Keyna untuk membantah.
“Kau…
Kau…” Keyna ingin marah atas sikap arogan Davin, tetapi tidak ada kata-kata
yang keluar dari bibirnya. “Terserah padamu,” semburnya kemudian dan
membalikkan diri hendak meninggalkan Davin.
Tetapi
tangan Davin menyambarnya, menahan kepergiannya, membuat langkah Keyna
terhenti.
“Maafkan
aku. Aku hanya mengkhawatirkanmu.” suaranya lembut meski ekspresi Davin tetap
dingin.
Keyna
mengamati Davin dan tiba-tiba merasa jantungnya berdegup kencang. Davin memang
tampan, tetapi dari jarak dekat lelaki itu luar biasa tampannya. Siapapun yang
melihatnya sedekat ini pasti akan meleleh… Seperti halnya Keyna.
“Aku
mengerti.” Keyna bergumam cepat-cepat supaya Davin melepaskan pegangannya. Dan
Davin memang melepaskan pegangannya, sehingga Keyna bisa menggumamkan alasan
yang tidak jelas dan kemudian melarikan diri.
“Mau
pergi bersamaku?”
Keyna
menoleh, hari ini hari minggu dan Davin tampak tampan mengenakan sweater
abu-abu dan celana jeans warna hitam. Lelaki itu tampak lebih sehat dari
beberapa hari kemarin.
“Kemana?”
“Kemana
saja. Memangnya orang biasa seperti kalian akan kemana kalau hari minggu
begini?”
Keyna
mengernyit mendengar istilah yang dipakai Davin. Orang biasa seperti dia? Oh
astaga, lelaki ini memang terbiasa hidup berkelimpahan kekayaan sehingga tidak
tahu gaya hidup orang biasa.
“Kalau
aku tidak pernah kemana-mana di hari minggu. Dulu aku menghabiskan hari
mingguku untuk memasak di rumah.” Keyna tersenyum dan mengingat, “Tapi
orang-orang…
Yang
kau bilang orang biasa itu, mereka kebanyakan bersenang-senang di taman hiburan
atau taman bermain di hari minggu.”
“Taman bermain?”
Davin mengernyitkan keningnya,
“Tempat yang ada kicir angin dan roller
coasternya?”
“Yup
dan permen kapas yang sangat besar dan berwarna pink. Dengan membayar tiket
masuk, kita bisa puas memainkan semua permainan di sana seharian.” mata Keyna
berkilat, “ Dulu ayahku menabung gajinya berbulan-bulan, dan ketika aku naik
kelas dengan nilai bagus, kami pergi ke taman hiburan bersama.
Waktu itu aku masih kecil.”
“Dan
berapa kali kemudian kau kesana lagi?” mata Davin tampak sedih, mengamati
Keyna.
Keyna
tersenyum lucu. “Tidak pernah. Ayah tidak pernah punya uang lagi. Uang
tabungannya dipakai untuk mencukupi kebutuhan kami yang makin bertambah… Tetapi
tidak apa-apa setidaknya aku pernah ke taman hiburan.”
Davin
tersenyum, “Kau lebih beruntung dariku, aku tidak pernah ke taman hiburan.”
“Apa?”
Keyna membelalakkan matanya, “Tidak mungkin.”
“Tidak ada yang sempat membawaku ke sana.” mata
Davin tampak sedih, “Mama dan papa selalu sibuk ke kantor dan keluar negeri.
Aku terbiasa sendirian bersama para pelayan, ingat? Lagipula taman hiburan
terlalu ramai, dan papa sangat ketat dalam hal keamanan.”
“Karena
takut kau diculik?”
Davin
mengangguk. Sejak kejadian percobaan penculikannya dulu, papanya sangat ketat
menjaganya, dia tidak boleh pergi ke tempat umum sendirian, semuanya diawasi.
Hanya ketika dia beranjak dewasalah papanya mulai bersikap longgar dan
memberinya kebebasan. Percobaan penculikan itu…
“Aku
pernah hampir diculik waktu kecil.” “Benarkah?” mata Keyna membelalak.
“Benar.
Tetapi ada seseorang yang menyelamatkanku. Sampai sekarang aku masih berhutang
budi kepadanya.” Davin masih belum punya nyali untuk menceritakan kisah Robert
kepada Keyna, dia masih belum siap menerima reaksi Keyna. Bagaimana perasaan
Keyna ketika tahu bahwa ayahnya, Robert kehilangan kariernya karena dia, dan
kemudian berakhir menjadi buruh bangunan yang miskin? Keyna seharusnya berhak
mendapatkan hidup yang lebih baik. Tetapi dia tidak mendapatkannya, semua
karena Davin.
“Dan
kau pasti bersahabat dengan orang yang menyelamatkanmu itu.” Keyna tersenyum,
“Mengerikan membayangkan pernah mengalami penculikan.”
“Sesungguhnya
aku tidak ingat, aku masih kecil waktu itu.” Davin mengangkat bahu, “Dan
penyelamatku, yah, dia sudah meninggal.”
“Oh.”
Keyna menutup mulutnya kaget, “Aku minta maaf Davin.”
Aku
yang seharusnya minta maaf. Davin membatin, ditatapnya Keyna dan tersenyum.
“Jadi?
Ayo ganti pakaianmu.”
“Ganti
pakaianku?” Keyna mengerutkan alisnya bingung.
“Kita
ke taman hiburan sekarang.”
♠♠♠
“Keyna.” suara Sefrina terdengar ketika Keyna
sedang berganti pakaian dan langsung mengangkat ponselnya begitu melihat nama
Sefrina tertera di sana.
“Ada
apa Sefrina?”
“Aku
ingin mengajakmu ke Cafe cokelat yang kemarin kuceritakan.” Sefrina kemarin
telah menceritakan tentang Cafe baru yang menjual berbagai jenis cokelat dalam
berbagai hidangan, ada kue, cupcakes, minuman, dan berbagai bentuk cokelat yang
cantik, “Aku bosan di hari libur sendirian. Kita jalan yuk, kalau kau mau aku akan
menjemputmu.”
Keyna
termenung bingung, “Aku sangat ingin Sefrina… Tapi aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
terdengar suara bingung Sefrina di seberang sana.
“Aku…
Eh… Davin mengajakku keluar.” “Davin mengajakmu keluar?”
“Iya…
Dia mengajakku ke taman hiburan hari ini.”
“Dia
mengajakmu ke taman hiburan?” Sefrina tampak membeo perkataannya, membuat Keyna
tertawa.
“Hei
kau menirukan kata-kataku Sefrina.” Keyna masih tertawa, “Dan kau tahu tidak,
Davin tidak pernah ke taman hiburan sebelumnya.”
“Benarkah?”
Sefrina menyahut, “Tapi kalau diingat, aku juga belum pernah ke taman hiburan.”
“Apakah
kau mau ikut? Aku bisa bilang pada Davin, kita bisa bertemu di sana.”
“Tidak.”
Sefrina menjawab pelan. “Sepertinya aku tidak akan kuat menghadapi taman
hiburan, mereka terlalu ramai dan penuh orang.”
“Oh…”
“Mungkin
lain kali saja yah kita jalan ke cafe cokelat itu…
Semoga kau bersenang-senang Keyna di taman hiburan itu.”
Keyna
menghela napas merasa tidak enak, “Maafkan aku Sefrina… K au ingin aku
membatalkan ke taman hiburan itu? Aku bisa bilang pada Davin kalau aku ada
janji denganmu.”
“Lagipula
tiba-tiba aku merasa tidak enak badan… Pergilah Keyna… Kita bisa ke cafe
cokelat besok pagi.”
“Oke…
Sefrina, kau istirahat ya?”
“Iya
Keyna. Selamat bersenang-senang.” Sefrina tertawa, kemudian menutup telepon.
♠♠♠
Keyna
mematut dirinya di cermin dan untuk pertama kalinya dia menyesali koleksi
bajunya yang sedikit. Dulu Keyna tidak pernah peduli pada penampilannya,
apalagi pakaiannya. Baju baginya hanyalah sesuatu yang sepantasnya menutupi
tubuhnya.
Tetapi
mengingat penampilan Davin tadi. Lelaki itu tampak luar biasa tampan dengan
sweater abu-abu, jeans hitam, tubuh tinggi rampingnya, rambut yang begitu
modis, dan wajahnya yang sangat tampan. Keyna takut Davin merasa malu terlihat
berjalan bersamanya.
Akhirnya
dia mengambil celana jeans hitam dan t-shirt sederhana warna hijau, mengikat
rambutnya ke belakang seperti kucir kuda. Lalu Keyna menatap dirinya di cermin
dengan masam.
Penampilannya
seperti anak remaja umur belasan tahun.
“Keyna?”
suara Davin mengetuk di pintu, “Kau lama sekali. Apakah kau sudah siap?”
Keyna
bergegas ke pintu dan membukanya, Davin berdiri di sana, mengamati penampilan
Keyna dari atas ke bawah lalu terkekeh geli, “Aku seperti membawa anak SD
jalan-jalan ke taman hiburan.”
Keyna menatap
Davin dengan pandangan
mencela,
“Ejeklah semaumu, memang begini penampilanku.”
“Hei,
aku tidak memprotesmu lho… Lagipula sangat cocok ke taman hiburan dengan anak
SD.” Davin makin tergelak. Membuat Keyna meliriknya marah dan berjalan berderap
mendahuluinya.
Ketika
pintu terbuka, mereka berhadapan dengan Jason dan Erland yang sedang berdiri di
pintu, hendak masuk.
Jason
tersenyum tampak tidak terpengaruh dengan sikap ketus Davin, “Aku mengantar
Erland, kemarin dia sedang di London, dan sekarang dia ingin menengokmu.”
“Kata
Jason kau sakit parah kemarin.” Erland mengangkat alisnya menatap Davin,
“Tampaknya kau sembuh dengan cepat.”
“Well
aku sudah sembuh, jadi kalian tidak perlu repot-repot menengokku. Pulanglah,”
gumam Davin ketus.
Jason
tertawa, sudah biasa dengan sikap ketus Davin,
“Kami
kan baru datang, tega-teganya kau mengusir kami.” mata Jason terhenti di Keyna
yang ada di belakang Davin, “Hai Keyna.”
“Hai.”
Keyna tersenyum malu-malu, teringat pelukan
Jason
waktu itu, “Aku masih membawa earphonemu.” Keyna amat sangat ingin bertanya
tentang lagu itu. Tetapi waktunya sepertinya tidak tepat.
“Ambil
saja, itu untukmu. Jadi kalau ada badai petir lagi, kau tinggal memasangnya di
telingamu dan menikmati musiknya.” Jason tersenyum lembut pada Keyna.
Sementara
itu Erland mengalihkan perhatiannya kepada Davin, dan mengamatinya, “Melihat
penampilan kalian, sepertinya kalian mau pergi ya?”
“Bukan
urusanmu.” jawab Davin ketus, dan langsung mendapatkan sikutan pelan dari Keyna
di rusuknya.
“Kami
akan ke taman hiburan.” jawab Keyna sambil tersenyum.
“Oh
bagus, kau mengatakan kepada mereka, dan mereka sekarang pasti akan ikut.”
Davin melirik Keyna mencela lalu menatap Jason dan Erland bergantian, “Katakan
kalian punya kesibukan lain.”
“Aku
tidak punya kesibukan.” Erland mengangkat bahunya tanpa rasa bersalah, “Bagaimana
dengan kau, Jason?”
Jason
tersenyum, sengaja membuat Davin kesal. “Aku juga tidak punya kesibukan, dan
taman hiburan terasa menyenangkan.”
Keyna
tertawa melihat tingkah ketiga sahabat ini. Apalagi ketika Davin menggerutu dan
marah-marah, tetapi tetap membiarkan kedua sahabatnya naik ke mobilnya,
mengikuti mereka ke taman hiburan.
♠♠♠
Ke Taman Hiburan!!
Nafas
Sefrina terengah-engah, dadanya terasa panas terbakar.
Berani
- beraninya Keyna pergi bersama Davin ke taman hiburan dan menolak ajakannya
pergi ke cafe bersamanya. Berani-beraninya mereka! Sefrina melotot memandang
sekeliling kamarnya yang hancur lebur. Kaca-kaca dipecahkan. Buku-buku
dilempar, semua peralatan lain berhamburan di lantai, berserakan dan sebagian
pecah. Spreinya lepas dari kasurnya, setengah sobek karena ditarik paksa. Kamar
itu benar-benar berantakan, seperti terjadi pergumulan dan perang di dalamnya.
Begitulah Sefrina kalau sedang marah, tidak ada yang berani mengganggunya kalau
sedang marah. Semua orang di rumah langsung menjauh dari kamarnya, tidak berani
mendekat. Semua barang sudah dihancurkan dan dilemparkannya. Tetapi dada
Sefrina masih mendidih oleh perasaan marah dan murka. Dia sangat marah hingga
kepalanya seperti mau pecah.
Dengan
keras Sefrina lalu menjerit, dan berteriak-teriak sekeras-kerasnya.
Teriakannya
memenuhi lorong rumah, membuat merinding seluruh penghuni rumah yang
mendengarnya.
♠♠♠
SWEET ENEMY - SANTHY AGATHA - BAB 8
Karna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
ReplyDeleteBonus Deposit Member Baru 100.000
Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis
ERTIGA POKER
ERTIGA
POKER ONLINE INDONESIA
POKER ONLINE TERPERCAYA
BANDAR POKER
BANDAR POKER ONLINE
BANDAR POKER TERBESAR
SITUS POKER ONLINE
POKER ONLINE
ceritahiburandewasa
MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT