AKU benci hidupku!!!
Sandra berteriak dalam hati sambil memandang langit-langit
ruang olahraga. Dia tidak tahu sudah berapa lama berada di sana. Yang jelas,
dia sudah membolos pelajaran sejak tadi pagi. Tangan kanan nya memegang
sebatang rokok. Dia merokok sambil duduk di tepi jendela, mencoba mengingat
sudah berapa banyak rokok yang diisap nya. Bibir nya menyunggingkan senyum
sinis. Terus terang dia tidak ingat, sama seperti dia tidak ingat sudah berapa
banyak sekolah yang dia masuki sejak tahun lalu. Semua nya tidak pernah
bertahan lebih dari sepuluh hari.Sandra sudah tidak pernah mau memedulikan apa
pun lagi semenjak ayah nya bercerai dengan ibu nya setahun lalu. Padahal dia
sangat dekat dengan ayah nya. Dia sama sekali tidak tahu kalau hubungan
orangtua nya bermasalah. Jadi tahun lalu tanpa ada tanda apa-apa sebelum nya,
Papa menjelaskan bahwa dia ingin bercerai dengan Mama dan pergi ke luar negeri.
***
Pada saat yang bersamaan, di tempat lain, Leon berjalan
memasuki panggung dengan saksama. Ratusan penonton berada di dalam gedung. Leon
membungkuk, memberi hormat pada para juri dan penonton. Lalu dia bergerak ke
depan piano yang ada di tengah panggung. Leon duduk dengan tenang dan
mempersiapkan diri. Tangan nya berada di atas tuts. Dia menarik napas beberapa
saat sambil menutup mata nya. Saat mata nya terbuka kembali, jari nya sudah
mulai menekan tuts di hadapan nya. Dentingan musik Canon In D – Pachebel
terdengar ke seluruh gedung.
***
Dari dulu Sandra tidak pernah dekat
dengan ibu nya. Mama sering tidak di rumah, sibuk dengan pekerjaan kantor nya.
Teman tempat berbagi cerita adalah Papa. Jadi ketika Papa pergi meninggalkan
nya, dunia Sandra benar-benar hancur. Orang yang paling dia andalkan selama ini
telah pergi dari kehidupan nya. Sandra menutup diri rapat-rapat selama dua
minggu. Keluar kamar hanya kalau mau minum. Makan ia beli dari luar. Tidak
bicara. Tidak sekolah.Setelah dua minggu, Sandra mulai keluar dari kamar. Tapi
pribadi nya berubah total. Dia berangkat sekolah, tapi mulai membolos sekolah,
belajar merokok, dan pergi ke kelab sampai dini hari.Mama nya tentu saja marah
besar. Tetapi apa pun yang dikatakan ibu nya, Sandra tidak pernah mengindahkan.
Dia tidak mau peduli lagi. Padahal dulu nya Sandra adalah anak yang berprestasi
dan peduli pada orang lain.Sahabat nya mulai menjauhi nya, dan Sandra pun harus
meninggalkan sekolah lama nya karena sudah membolos selama lebih dari satu
bulan. Sejak saat itu ibu nya mencoba memindahkan putrid nya ke sekolah lain.
Tapi tidak ada satu pun sekolah yang pernah ditinggali nya lebih dari sepuluh
hari. Para guru kewalahan menghadapi nya. Diberi hukuman separah apa pun Sandra
tetap tidak peduli, malah hal itu membuat nya lebih nakal lagi.Pernah sekali
ibu nya mencoba membawa putrid nya ke psikiater, tetapi psikiater tersebut juga
angkat tangan. Sandra tidak mau berbicara sama sekali. Sedikit pun tidak. Dia
hanya menatap sang psikiater dengan pandangan kosong. Sama sekali tidak ada
reaksi.Alunan lagu yang dimainkan Leon membuat semua penonton terpana. Mama dan
papa nya yang berada di antara penonton menatap anak mereka dengan bangga. Di
atas panggung Leon memainkan piano nya dengan serius. Para juri terlihat
mengangguk tanda setuju dan berbisik perlahan satu sama lain. Leon
menyelesaikan permainan nya dengan sempurna. Dia bangkit dan memberi hormat
kembali kepada para juri dan penonton.
Sandra berjalan memasuki sekolah baru nya. Hari masih pagi.
Dia tidak melihat seorang murid pun disekitar nya. Mentari pagi menyinari
rambut nya yang dicat merah, sangat sesusai dengan kuku nya yang juga dicat
warna serupa. Sandra memandang sekolah baru nya sepintas lalu. Beberapa kali
pun ia pindah sekolah, hasil nya hanya membuat nya semakin kesal. Toh dia sudah
tidak berminat sekolah.Sebenar nya Sandra merasa bosan karena harus mengulang
pelajaran yang sama di tahun ini, karena tahun kemarin dia tidak lulus ujian
SMA. Mama benar-benar kecewa terhadap nya. Setelah berpikir matang-matang dan
karena hotel nya membuka cabang baru, beliau pun memutuskan untuk pindah ke
luar kota dan menyekolahkan Sandra di kota baru tersebut.Sandra tahu ibu nya
berharap awal yang baru dan lingkungan yang baru dapat membuat nya
berubah.Sandra berhenti di lorong kelas baru nya.“Jadi ini sekolah baruku!”
kata nya dalam hati.Sandra tahu saat itu juga bahwa dia tidak akan bertahan
lama. Paling satu atau dua minggu. Tiba-tiba kuping nya menangkap suara merdu
yang mengalun dari ruangan lorong itu. Suara piano itu sangat jernih dan indah,
membuat Sandra bergerak mendekati.Di dalam ruangan itu ia melihat seorang murid
cowok sedang memainkan piano.Setiap dentingan tuts piano yang dimainkan membuat
perasaan Sandra berangsur tenang. Setelah lagu berakhir, Sandra terdiam sambil memandangi
pemuda itu. Seolah merasa ada yang memerhatikan, pemain piano tersebut menoleh
ke belakang, tatapan nya bertemu dengan Sandra.Dia tersenyum.Sandra balas
tersenyum sambil menyapa. “Hai!”“Hai!”Sandra memerhatikan cowok itu dari atas
sampai bawah. Pakaian nya sangat rapi, rambut nya juga dipotong pendek di atas
kerah. Sangat kontras dengan Sandra yang berantakan. “Tipe murid baik!” desah
nya dalam hati.“Eh, kau murid baru, ya?” tanya cowok itu. “Rasa nya aku belum
pernah melihatmu!”Sandra tersenyum kecil. “Ya! Baru pindah hari ini!”“Kalau
begitu, selamat datang!” kata nya lagi.Sandra mendesah. Dia tidak mau bergaul
dengan murid seperti cowok di hadapan nya. Terlalu membosankan.“Nggak usah
bersikap ramah!” tegas Sandra.Kata-kata itu membuat si pemain piano kaget. “Kenapa?”Sandra
menatap nya tajam. “Kau akan tahu satu atau dua minggu lagi, saat kau
mengucapkan selamat tinggal padaku!”Setelah itu Sandra membalikkan tubuh nya
dan berjalan keluar dari ruangan.Sementara itu Leon, si pemain piano, tertawa
perlahan, Baru kali ini dia bertemu cewek yang sikap nya lain dari yang
lain.Ketika bel tanda masuk berbunyi, Sandra melenggang masuk kelas dengan
santai. Teman-teman sekelas nya menoleh ke arah nya dengan tatapan ingin tahu.
Sandra yakin mereka pasti akan membicarakan diri nya seharian ini. Mata nya
melirik pakaian seragam yang dikenakan teman-teman perempuan nya. Semua baju
seragam dimasukkan ke dalam rok dengan rapi, dan di pinggang mereka melingkar
ikat pinggang hitam serupa. Rupa nya Mama Sandra telah memasukkan dia ke
sekolah beretiket tinggi. Sandra jadi ingin tersenyum sendiri.Pak Donny, guru
wali kelas 3 IPA2, yang juga guru fisika, mengenalkan Sandra pada teman-teman
sekelas nya.“Ada yang mau kau sampaikan, Sandra?” lanut Pak Donny. Ia sudah
tahu bahwa murid baru ini murid bermasalah.Sandra menjawab dengan singkat.
“Tidak.”Pak Donny sedikit terkejut. “Tidak ada? Tidak mau menjelaskan tentang
hobimu atau yang lain nya?”Sandra memandang Pak Donny dengan tatapan bosan.
“Tidak!”“Baiklah.” Kata Pak Donny, menyerah. “Kau boleh duduk.”Ketika Sandra
berjalan ke arah tempat duduk nya, Pak Donny melihat blus seragam Sandra yang
setengah keluar dari rok nya.“Sandra!” kata nya lagi. “Bisakah kau merapikan
pakaian seragammu?”Guru wali kelas yang cerewet sekali! Keluh Sandra dalam
hati.Sandra menoleh ke arah Pak Donny, lalu dengan tenang sengaja mengeluarkan
seluruh blus seragam nya dari rok nya. Setelah itu dia duduk di tempat duduk
nya.Pak Donny mendesah melihat tingkah laku murid baru nya itu tetapi tidak
mengatakan apa-apa. Tak berapa lama kemudian dia sibuk menjelaskan rumus-rumus
di papan tulis. Sandra mendengarkan penjelasan tersebut sambil menguap lebar.
Hari ini bakal lama sekali, pikir Sandra tidak senang.***Pelajaran olahraga
adalah satu-satunya pelajaran yang menarik minat Sandra. Dia tidak perlu merasa
bosan mendengarkan rumus-rumus aneh di dalam ruangan sementara semua orang
memperhatikan sang guru. Sandra lebih suka udara terbuka. Dan satu-satunya
kesempatan hanya saat pelajaran olahraga. Dia memukul bola voli di tangan nya
keras-keras. Bola tersebut melambung tinggi ke daerah lawan dan jatuh tanpa ada
yang bisa mengembalikkan nya. Sandra tertawa. Dia suka saat-saat seperti ini.
Sandra menutup mata nya dan menghirup udara segar. Setelah itu dibuka nya mata
dan tanpa sengaja tatapan nya beradu dengan seseorang. Si cowok pemain piano
itu memerhatikan diri nya dari lantai dua gedung sekolah.Sandra tidak senang
kalau ada orang yang diam-diam memerhatikan nya. Dibalas nya tatapan cowok itu
dengan sinis. Sandra mengalihkan pandangan nya pada teman di sebelah nya.“Hei!”
kata nya. “Kau tahu nama cowok itu?”Teman nya, yang memang agak takut dengan
perangai Sandra, langsung menjawab. “Ya. Leon!”Sandra menatap cowok yang
bernama Leon itu sekali lagi dan memberikan tatapan peringatan pada nya. Saat
Sandra mendapat giliran untuk serve bola, dia melambungkan bola tersebut tepat
ke arah muka Leon.Di lantai dua, dalam perjalan nya kembali dari toilet, Leon
tidak menyangka akan melihat si Rambut Merah yang ditemui nya tadi pagi di lapangan
voli. Ia menatap gadis itu. Namun gadis itu marah dan melambungkan bola ke arah
nya.Sesaat sebelum bola tersebut mengenai muka nya, Leon menghindar. Bola
tersebut jatuh tak jauh dari tempat nya berdiri. Kemudian dia mengambil bola
voli tersebut dan menatap si Rambut Merah. Dengan tenang dilemparkan nya bola
tersebut pada nya sambil tersenyum, lalu masuk ke kelas nya.Sandra dengan
segera menangkap bola tersebut dengan wajah kesal.
Pulang sekolah, Sandra terkejut melihat ibu nya sudah
menunggu nya.
“Jadi, bagaimana hari pertamamu?” tanya Mama.
Sandra menatap ibu nya tanpa ekspresi.
“Kau masih tidak mau bicara sama Mama?”
Sandra tetap diam.
“Mama mengerti kau sedih. Tapi setidak nya bicaralah pada
Mama. Sudah hampir satu tahun kelakuanmu tidak berubah. Mama peduli padamu!”
“Benarkah?” tanya Sandra.
“Ya! Tentu saja, Sandra! Bagaimanapun kau anak Mama!”
“Mama lebih peduli pada pekerjaan Mama daripada aku!” jawab
Sandra ketus.
“Itu tidak benar!” kata Mama keras.
“Tentu saja itu benar! Itu sebab nya Papa pergi meninggalkan
Mama!”
“Sandra! Cukup!”
“Mama ingin aku mengatakan perasaanku?” balas Sandra. “Oke!
Aku tidak sedih, aku marah. Aku marah pada Papa karena dia meninggalkan aku,
dan aku marah pada Mama karena membuatku tinggal di sini! Besok.Puas?”
Sandra berlari keluar sambil membanting pintu depan.
Dua jam kemudian, Sandra menatap diri nya di cermin kamar
mandi sebuah mal. Dia baru saja menindik hidung nya dengan anting-anting kecil.
Sandra yakin teman-teman sekolah nya akan sangat terkejut.
Sandra keluar dari kamar mandi dan berjalan-jalan di dalam
mal. Dia melihat toko musik dan memasuki nya. Pandangan mata nya jatuh pada
sebuah CD dan dia mengambil nya. Tiba-tiba saja Sandra mendapat ide. Dia akan
membawa CD itu keluar dengan sengaja dan membiarkan diri nya tertangkap. Pasti
Mama akan sangat marah pada nya.
Sandra keluar membawa CD di tangan nya Tiba-tiba seorang
satpam menghampiri nya.
“Maaf.” Kata nya. “Tapi anda belum membayar CD yang anda
bawa!”
Sandra tersenyum manis. “Memang! Jadi kenapa?”
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak nya. “Di sini kau rupa
nya!”
Sandra menatap orang yang menepuk pundak nya. Si pemain piano
sekolah nya lagi.
Leon menatap Sandra sambil tersenyum. Dia sudah memerhatikan
Sandra sejak tadi. Dia tahu Sandra melakukan hal tadi dengan sengaja.
“Maaf, Pak!” lanjut Leon. “Dia teman saya! Saya menyuruh nya
membawakan CD ini ke kasir, tapi seperti nya dia kelupaan dan berjalan ke pintu
keluar!”
Si satpam terlihat curiga. “Apa benar begitu?”
Saat Sandra mau bicara, Leon langsung memotong nya. “Ya
benar! Lagi pula kalau dia memang berniat mencuri CD, kenapa dia tidak
memasukkan nya saja ke tas biar tidak terlihat? Teman saya ini malah membawa
nya secara terang-terangan.”
Sandra benar-benar terlihat kesal. Leon mengambil CD di
tangan nya.
“Kalau begitu saya bayar dahulu CD ini, Pak! Sekali lagi saya
minta maaf!” Leon berkata dengan tulus. Pak satpam tersenyum pada nya.
“Tidak apa-apa!” kata nya.
Leon berjalan ke arah kasir.
Saat keluar dari toko musik, Sandra mencekal lengan Leon.
“Heh! Kurang kerjaan, ya?” teriak nya. “Untuk apa ikut campur
urusan orang?”
Leon tersenyum. “Seharusnya kau bilang terima kasih dan aku akan
membalas nya dengan bilang sama-aama!”
Sandra berkacak pinggang. “Dengar, ya! Aku tidak suka orang
sepertimu! Aku hanya akan memperingatkan sekali ini saja! Jangan ikut campur
urusanku, atau kau akan menyesal!”
Leon hanya berdiri dengan tenang.
“Heh! Dengar tidak?” teriak Sandra lagi.Leon menganguk.
Sandra memandang Leon dengan bingung. “Kenapa dia hanya diam
seperti patung?” pikir nya.
“Kau ngerti maksudku nggak?” seru Sandra lagi.
Leon mengangguk untuk kedua kali nya.Sandra menjadi semakin
bingung. “Mana suaramu? Kenapa sekarang kau cuma diam? Mendadak bisu, ya?”
Leon menggeleng.
“Jadi kenapa diam sekarang?”
Benar-benar orang aneh, kata Sandra dalam hati. Tadi di toko
musik bicara panjang lebar, sekarang malah diam seribu bahasa.
“Kenapa? Kau sakit?” tanya Sandra, suara nya agak mlelembut.
Pertanyaan itu membuat Leon terkejut sejenak, akhir nya ia
mengangguk.
“Pokok nya aku tidak mau kau ikut campur urusanku lagi!! Awas
saja!”
Sandra pergi meninggalkan Leon.
Leon tersenyum kecil. Dia memasukkan CD tersebut ke tas nya
lalu keluar dari mal. Tak berapa lama kemudian, Leon memasuki rumah sakit yang
jauh nya hanya 500 meter dari sana.
“Dari mana saja kau?”
Seorang dokter menghampiri Leon dengan wajah panik.
“Jalan-jalan!” kata Leon.“Leon…” kata dokter itu.
“Aku tahu tidak seharus nya aku kabur!” kata Leon. “Tapi aku
bosan sama sekali! Maafkan aku, Pa!”
Sang dokter yang ternyata ayah Leon mendesah. “Tidak apa-apa!
Lain kali kalau mau jalan-jalan bilang Papa dulu! Sudah makan belum?”
Leon menggeleng.Papa tersenyum. “Ayo, kita cari makan!”
Leon mengikuti langkah papa nya. Dia tahu dari teman-teman
sekelas nya bahwa si Rambut Merah itu bernama Sandra.
“Apa yang membuatmu tersenyum-senyum seperti itu?” suara papa
nya memasuki pikiran Leon.
“Aku bertemu seseorang yang istimewa hari ini!” kata Leon.
“Siapa?” Papa bertanya.
“Teman sekolah!” jawab Leon. “Dia anak baru!”
“Kau mau membicarakan nya dengan Papa?”
“Tidak! Nanti saja, bukankah sekarang waktu nya pemeriksaan?”
Papa mengangguk. “Ayo!”
Leon sudah mengenal rumah sakit ini sejak kecil. Sejak kecil
ia sudah keluar masuk rumah sakit.
Bunga mawar merah di taman rumah sakit meningatkan nya pada
rambut Sandra. Leon tertawa kecil. Entah mengapa ingatan akan Sandra membuat
nya lebih rileks dalam menjalani pemeriksaan.
***
Suasana kelab di malam hari tampak ramai. Alasan satu-satu
nya dia berada di sini adalah karena dia tidak ingin pulang ke rumah dan
berhadapan dengan ibu nya. Dinyalakan sebatang rokok untuk melepas ketegangan.
Sandra mencoba segala jenis merek rokok yang ditemui nya, tetapi tidak ada satu
pun yang bisa mengobati rasa sakit nya.
Hati nya nyeri luar biasa. Dia tidak menyangka ayah nya akan
setega itu meninggalkan nya dengan Mama. Mulai saat itu, Sandra tidak pernah percaya
pada siapa pun.
Tiba-tiba pikiran nya melayang pada kejadian siang tadi di
toko musik. Ada seseutu yang aneh pada diri Leon yang tidak dimengerti oleh
Sandra. Dilangkahkan kaki nya menuju lantai sanda. Selama satu jam dia
bergoyang tanpa henti. Setelah puas, Sandra kembali ke tempat duduk nya.
Seorang pria menghampiri nya.
“Hai!” kata nya. “Goyanganmu boleh juga.”
Si pria duduk di sebelah Sandra. “Mau ikut jalan-jalan
denganku?”
“Tidak!” jawab Sandra ketus.
Si pria tersenyum menggoda. “Ayolah!” kata nya. Tangan pria
itu memegang tangan Sandra. “Kau pasti tidak akan menyesal!”
Sandra menatap pria itu dengan tatapan tajam. “Lepaskan
tanganmu!”
Pria tersebut malah menggenggam tangan Sandra semakit erat.
“Oh! Kau mau sok jual mahal! Tidak apa-apa, aku suka kok cewek yang tidak
gampang menyerah!”
“Aku bilang jangan sentuh tanganku!!!!” teriak nya pada pria
itu.Sandra menarik tangan nya dari genggaman pria itu lalu berdiri. Sandra
keluar dari kelab itu. Ketika melihat jam tangan nya, waktu sudah menunjukkan
pukul satu dini hari. Ketika sampai di rumah, orang yang tidak ingin ia temui
sedang menunggu nya di ruang tamu.
“Dari mana saja kau?” teriak Mama.Sandra tidak menjawab.
“Apa itu?” tanya Mama. “Kau menindik hidungmu?!”
“Ya!” kata Sandra. “Keren, kan?”
“Mama mau kau melepaskan anting-anting itu sekarang juga!”
Ibu nya histeris.Sandra tertawa sinis. “Yeah! Aku juga mau Papa berada di sini!
Tapi kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan?”
Sandra berlari ke lantai atas, ke kamar nya.
“Sandra!” teriak Mama sambil menyusul Sandra.
Sandra masuk ke kemar nya dan mengunci nya.
“Sandra! Buka pintu nya! Mama belum selesai berbicara!” Ibu
nya menggedor-gedor pintu kamar Sandra.
“Tapi aku sudah selesai bicara!” balas Sandra.
Ia melihat foto keluarga nya di depan nya.Dibanting nya foto
tersebut ke arah pintu sampai pecah berantakan. “Pergi!!” teriak nya. “Jangan
ganggu aku lagi!”
Seketika itu juga suara gedoran berhenti.
Sandra naik ke tempat tidur dan tertidur tak berapa lama
kemudian.
***
Sandra membuka mata nya perlahan. Mentari sudah terang
menyilaukan. Dilihat nya jam dinding. Jam sepuluh lebih lima belas menit.
Sekolah sudah mulai beberapa jam yang lalu.Sandra bangkit dari tempat tidur nya.
Selesai mandi ia mengenakan baju seragam nya. Ketika Sandra tiba di sekolah
nya, gerbang sekolah sudah ditutup. Dia memanjat gerbang tersebut.Setelah kaki
Sandra menyentuh lapangan sekolah, seorang satpam menghampiri nya.
“Selamat pagi!” kata si satpam. “Apakah kau tidak tahu jika
gerbang sudah ditutup, para siswa dilarang memasuki sekolah tanpa seizin guru?”
“Saya tahu kok!” kata Sandra. “Pertama-tama Bapak akan
menanyakan nama saya, lalu melaporkan saya pada guru piket hari ini, kemudian
guru tersebut akan menentukan hukuman untuk saya.”
Si bapak satpam mengerutkan kening.
“Tunggu dulu!” kata Pak Satpam mengenali. “Kau murid baru
itu, bukan? Baru masuk kemarin?”
Sandra mengangguk. “Begini saja, Pak, bagaimana kalau Bapak
pura-pura tidak tahu tentang pelanggaran saya ini? Sebetul nya saya tidak
keberatan kalau saya dihukum. Malah itu lebih baik. Tapi perut saya sangat
lapar saat ini, jadi saya tidak punya waktu untuk berbasa-basi lagi.”
“Baiklah!” kata nya menyerah. “Karena kau masih murid baru di
sekolah ini, Bapak akan mengabaikan pelanggaranmu kali ini. Tapi lain waktu kau
tidak boleh melakukan nya lagi.”
Sandra tersenyum. “Saya yakin akan melakukan hal ini lagi
kapan-kapan. Saat itu Bapak boleh melaporkan saya pada para guru. Saya tidak
keberatan sama sekali!”
Sandra berlari meninggalkan pak satpam.
Sandra berlari ke arah kantin. Dia duduk di bangku kantin
sambil menikmati makanan nya. Setelah selesai, dia berjalan-jalan mengelilingi
sekolah. Langkah nya terhenti saat melihat Leon yang duduk di bangku taman
sekolah. Dilihat nya teman-teman sekelas cowok itu sedang berolahraga.Sandra
berjalan mendekati lalu duduk di sebelah nya. “Wah! Rupa nya si anak teladan
bisa bolos pelajaran juga!”
Leon menoleg ke arah Sandra.
“Kau memang anak aneh! Tidak mau bicara lagi?” tanya Sandra.
“Bagaimana kalau aku beritahu Pak Guru kau bolos pelajaran olahraga?”
Kali ini Leon menatap mata Sandra. “Bukankah kau juga bolos?”
Sandra tertawa. “Ya! Itu maksudku! Apakah sebaik nya kita
memberitahu Pak Guru kalu kita berdua membolos? Aku jadi penasaran hukuman apa
yang akan diberikan oleh mereka!”
“Aku tidak tahu!” kata Leon. “Aku belum pernah
dihukum!”Sandra menggeleng-geleng. “Ya! Aku yakin begitu!
Kau tidak pernah melakukan kesalahan
maka nya tidak pernah dihukum. Apakah kau tidak bosan menjadi anak teladan
terus-menerus? Cobalah sekali-sekali menjadi anak nakal dan melihat betapa
kreatif nya para guru membuat hukuman!”
“Kreatif?” tanya Leon bingung.
“Dari lari keliling lapangan, mengecat meja sekolah, menulis „aku
tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi‟ di atas seratus lembar kertas,
membereskan buku perpustakaan, sampai membersihkan WC!”Leon tertawa. “Dan kau
merasakan semua nya?”
Sandra menggeleng. “Tidak! Aku bilang melihat, bukan
merasakan! Aku sudah keburu drop out sebelum hukuman itu dilaksanakan!”
“Kenapa aku tidak terkejut mendengar nya?” bisik Leon
perlahan.Tangan Sandra mengeluarkan sebatang rokok dan pemantik api. Sandra
menyelipkan rokok di bibir nya. Leon menatap nya. “Tolong jangan merokok!”
Sandra tertawa pendek. “Kenapa? Mau menasihatiku kalau
merokok tidak bagus buat kesehatanku?”
Leon menggeleng. “Tidak! Sebenar nya justru tidak bagus buat
kesehatanku!”
“Apa maksudmu?” tanya Sandra bingung.
“Aku sakit!” jelas Leon.
“Sakit?” tanya Sandra lagi.
Leon mengangguk. “Aku tidak membolos pelajaran olahraga. Aku
memang tidak bisa mengikuti nya.”
“Memang nya kau sakit apa?” tanya Sandra. “Flu, sakit perut,
demam, atau apa?”
Leon menatap Sandra dengan serius. “Aku punya kelainan
jantung sejak lahir!”
Untuk sesaat Sandra tidak sanggup berkata-kata
.“Mengapa kau memerhatikanku kemarin sewaktu aku
berolahraga?” tanya Sandra tiba-tiba.
Leon menatap Sandra.
“Asal kau tahu saja, aku benar-benar tidak suka kalau ada
orang yang memerhatikanku tanpa sepengetahuanku.” Lanjut Sandra. “Apa karena
kau ingin melihat si anak baru yang berandalan, dan berpikir betapa beruntung
nya kau jadi murid teladan?”
“Tidak.” Jawab Leon.
“Lalu kenapa?” tanya Sandra.
“Karena aku iri.”
“Iri?” Sandra bingung.
“Ya! Aku iri padamu! Kau bisa bermain voli dengan senang. Aku
tidak pernah bisa bermain seperti itu. Hidupku hanya berkisar di sekolah dan
rumah sakit! Tidak boleh berolahraga sekali pun karena itu bisa membahayakan
jantung.”
Baru pertama kali ada orang yang iri
pada nya hanya karena ia bermain voli. Sesaat Sandra merasa kasihan pada pemuda
ini.
Tiba-tiba saja Pak Donny muncul di hadapan mereka. “Di sini
kau rupa nya! Sandra, kenapa kau membolos? Dan apa itu?! Rokok! Kau merokok
juga? Apa yang kau lakukan bersama Leon di sini? Sekarang juga kalian ikut ke
ruangan Bapak!”
Sandra dan Leon mengikuti Pak Donny ke ruangan nya.
“Sandra!” kata nya. “Ini hari keduamu di sekolah, dan kau
sudah membolos. Bapak tidak tahu apa yang kau lakukan di sekolah terakhir
sampai kau dikeluarkan dari sana! Pihak sekolah sana tidak mau memberitahukan
hal tersebut kepada Bapak!”
Sandra tersenyum perlahan. “Saya menyebabkan ruang olahraga
mereka rusak terbakar!”
“Benarkah?” tanya Pak Donny terkejut.
“Kalau Bapak mau mengunjungi sekolah tersebut pasti nya Bapak
masih bisa melihat hasil pengecatan kembali ruang olahraga nya!”
“Menurutmu itu sesuatu yang membanggakan?” tanya Pak
Donny.Sandra tidak menjawab.
“Baiklah!” desah Pak Donny. “Kira-kira apa hukuman yang layak
untuku, Sandra?”
Sandra tertawa. “Saya tidak tahu, Pak. Saya rasa Bapak lebih
ahli soal hukuman daripada saya!”
“Kalau begitu mulai besok kamu Bapak hukum untuk membersihkan
toilet selama dua minggu.” Kata Pak Donny.
“Baiklah!” kata Sandra. “Tapi Bapak tahu kalau saya tidak
akan melakukan nya!”
“Kalau kau tidak mau melaksanakan nya.” kata Pak Donny.
“Hukuman nya bertambah menjadi tiga minggu!”
“Kenapa tidak dikeluarkan saja sekalian?” tanya Sandra.
“Karena mengeluarkanmu adalah perkara yang terlalu mudah dan
itu justru sesuai dengan keinginanmu, bukan? Sayang sekali, Sandra, kau tidak
akan semudah itu dikeluarkan!”
“Kita lihat saja nanti!” kata Sandra.“Bapak tidak sabar untuk
melihat nya!” tatapan‟y beralih pada Leon. “Sekarang kau, Leon, apa yang kau
lakukan bersama Sandra?”
“Tidak ada, Pak!”
“Benarkah tidak ada apa-apa?” tanya Pak Donny.Leon
mengangguk.
“Bapak percaya padamu!” kata Pak Donny.Sandra memandang Leon
dan Pak Donny dengan sinis.
Pak Donny melirik Sandra lagi. “Cobalah untuk bersikap baik,
Sandra. Masa muda hanya terjadi sekali seumur hidup. Kau akan menyesal kalau
menyia-nyiakan nya!”
Kenapa sih guru-guru selalu berpetuah panjang lebar? Tanya
Sandra dalam hati.
“Nikmati masa mudamu! Bertemanlah
sebanyak-banyak nya!” kata Pak Donny.
“Bapak pasti bercanda!” kata Sandra. “Tidak ada seorang pun
yang mau berteman dengan saya!”
Leon tiba-tiba berkata. “Aku mau berteman denganmu!”
“Sayang sekali.” Balas Sandra. “Aku yang tidak mau berteman
denganmu.”
“Bapak harus menghentikan perdebatan kalian karena harus
masuk kelas untuk mengajar dan sebaik nya kau juga berada di sana, Sandra!”
Sandra dan Leon keluar dari ruangan Pak Donny.
“Benarkah semua data tentang dirimu tadi?” tanya Leon
penasaran.Sandra tersenyum. “Sebetul nya ada yang tidak akurat! Aku tidak
membolos lima kali, aku membolos setiap hari!”
Leon tertawa. “Tiap hari?”
“Ya!” kata Sandra. “Kau yakin kau mau jadi temanku, anak
teladan?”
“Perkataan terakhir tadi membuatku yakin untuk menjadi
temanmu!” Leon berkata tulus.
“Oh! Perkataan yang manis!” ejek Sandra. “Tapi sayang sekali,
aku tidak mau jadi temanmu. Tidak sekarang, tidak juga nanti!”
“Aku hanya ingin menjadi temanmu. Kalau kau tidak mau jadi
temanku, tidak apa-apa! Aku mengerti! Aku akan tunggu sampai kau mau jadi
temanku!”
“Itu tidak akan terjadi!” kata Sandra.
“Aku orang yang optimis, Sandra! Aku punya keyakinan hal itu
akan terjadi!” kata Leon yakin sambil berlalu dari hadapan Sandra.
***
Sandra memainkan makanan di piring nya. Dia memandang mama
nya dengan kesal.
“Jadi kau membuat masalah lagi di sekolah!” kata Mama.Sandra
tertawa. “Wow! Aku kira Mama datang mau makan malam bersamaku, ternyata Mama
hanya mau menegurku lagi! Jadi apa yang terjadi? Wali kelasku menelepon Mama?”
“Sandra!”
“Merokok dan bolos pelajaran?” tanya mama nya marah. “Apakah
kau tidak kapok juga? Apa ini caramu menarik perhatian Mama?”
“Aku rasa Mama salah!” kata Sandra. “Aku tidak bermaksud
menarik perhatian Mama!” kata Sandra. “Aku hanya bermaksud membuat Mama marah! Dan
tampak nya itu berhasil!”
Mama Sandra langsung menggebrak meja.
“Mama tidak mau melihat kelakuanmu seperti ini lagi, Sandra! Hentikan sifat
kekanak-kanakan ini! Mau sampai kapan kau begini?”
Sandra tertawa lebar.
“Kenapa kau tertawa?”
“Aku merasa lucu sekali!” kata Sandra. “Mama toh tidak akan
sempat melihat kenakalanku karena Mama tidak akan berada di sini saat aku
melakukan nya! Bukankah Mama mau pergi ke luar kota lagi?”
“Sandra!!!” teriak mama nya.
Sandra bangkit dari tempat duduk nya dan dengan sengaja
menjatuhkan vas bunga kesayangan mama nya.Setelah itu Sandra bergegas ke kamar
nya.Tak berapa lama kemudian, telepon berdering. Mama Sandra mengangkat nya.
“Halo!”
“Ini aku!” kata suara di telepon. “Bagaimana keadaanmu,
Widia?”
Mama Sandra, yang bernama Widia, mendesah. Dia tidak siap
untuk menerima telepon mantan suami nya saat ini.
“Seperti biasa!” keluh Widia. “Anak kita masih tidak bisa
menerima perceraian kita!”
Suara di ujung telepon mendesah. “Aku akan mencoba bicara
pada nya, Widia!”
“Sebaik nya begitu. Dia tidak mau bicara denganku sama
sekali!”
“Aku akan coba, Widia. Oh iya, aku sudah mengirimkan undangan
pertunanganku seminggu yang lalu!” kata mantan suami nya.
“Aku belum sempat mengucapkan selamat padamu!” kata mama
Sandra. “Aku harap kau berbahagia dengan calon istri barumu!”
“Terima kasih!” balas papa Sandra. “Semoga kau juga cepat
menemukan kebahagiaamu!”
“Lebih baik kau tidak membicarakan pertunangan ini pada
Sandra!” kata mantan istri nya. “Dia sedang benar-benar marah saat ini. Aku
rasa sebaik nya kita menunggu sampai dia tenang dahulu baru memberitahu nya.”
“Setuju!” kata papa Sandra. “Aku akan menelepon nya sekarang.
Selamat malam, Widia!”
“Selamat malam!” balas mama Sandra.
Di benak mama Sandra tergambar kembali perpisahan mereka satu
tahun yang lalu.
“Aku ingin Sandra ikut denganku, Widia!” kata suami nya waktu
itu.
“Aku tahu!” kata Widia. “Tapi aku ingin memohon satu hal
padamu.”
“Apa itu?” tanya papa Sandra.
“Biarkan Sandra tinggal di sini
bersamaku!” kata Widia.
“Tapi…”
“Aku ingin kau memberiku kesempatan supaya aku bisa dekat
dengan Sandra. Aku tahu selama ini aku selalu sibuk, sehingga kaulah yang lebih
dekat dengan nya.”
“Aku ingin permintaanku ini dirahasiakan dari Sandra. Aku
ingin Sandra memberi kesempatan untuk membuka hati nya padaku. Aku ingin Sandra
tinggal denganku. Sampai dia lulus SMA.”
“Baiklah!” kata papa Sandra.
Sandra sangat terpukul saat papa nya lebih memilih bekerja di
luar negeri daripada tinggal bersama nya. Dia menutup diri dan berkurung di
kamar nya selama dua minggu. Satu hari sebelum keberangkatan papa Sandra ke
luar negeri, ia menunggu Sandra di luar kamar nya. Sandra malah tidak keluar
sama sekali.
Keesokan pagi nya, suami nya berkata dari balik pintu. Air
mata tergenang di mata nya. “Sandra.. Papa harus pergi sekarang. Jaga dirimu
baik! Papa pasti akan meneleponmu setiap hari!”
Di kamar nya, Sandra juga menangis. Satu-satu nya orang yang
dia percayai telah membuat nya kecewa dan terluka.Sejak saat itu, mantan suami
nya selalu menelepon putrid nya setiap hari. Tetapi Sandra tidak mau mengangkat
telepon nya. Untuk melupakan masalah orangtua nya, Sandra mulai membolos.
Widia merasa cemas. Ia langsung menelepon mantan suami nya.
Keesokan hari nya papa Sandra langsung datang.Sandra tidak mau berbicara
sepatah kata pun. Ia semakin jauh dari kedua orangtua nya. Sudah satu tahun
berlalu, Sandra masih tidak mau berbicara pada papa nya.
Widia membuka mata nya dan menatap sedih ke kamar anak nya.
Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dia hanya berharap semoga Sandra mau
berbicara dengan papa nya di telepon kali ini.Terdengar HP Sandra berbunyi di
kamar nya. Sandra mengangkat HP nya dari meja dan melihat siapa yang menelepon
nya. Papa. Sandra membiarkan nya berdering.Sandra memutuskan untuk mematikan HP
nya. Sandra berusaha memejamkan mata nya dan tak berapa lama kemudian dia
tertidur.***Keesokan hari nya Sandra menemukan Leon di ruang musik.“Hai!” sapa
Leon.“Kau selalu main setiap hari?” tanya Sandra.“Tidak juga!” kata Leon. “Kau
bisa main piano?”“Dulu waktu kecil!” kata Sandra jujur. “Sekarang aku sudah
lupa semua nya!”„Tidak apa-apa!” kata Leon tersenyum. “Aku bisa mengingatkanmu
lagi!”“Aku tidak mau main piano!” kata Sandra. “Aku sudah bilang, jangan pernah
ikut campur urusanku!”Leon memainkan lagu yang baru. “Aku hanya mau menjadi
temanmu!”“Aku tidak mau!” kata Sandra keras.Leon tersenyum. “Aku kan sudah
bilang tidak apa-apa!”Mereka terdiam sesaat sambil beradu pandang.“Ada satu hal
yang menarik perhatianku kemarin!” lanjut Leon.Sandra tersenyum sinis. “Kau
tidak pernah melihat orang mencuri sebelum nya?”Leon menggeleng. “Kau bisa
mencuri CD lagu apa saja, tetapi kenapa memilih The Sound of Music?”Tatapan
mata Leon membuat Sandra berdiri dengan gelisah. “Karena aku menyukai salah
satu lagu di dalam nya!”“Lagu yang mana?” tanya Leon sambil menatap Sandra lagi
dengan lembut.“Do Re Mi!” jawab Sandra.Leon memainkan lagu tersebut. Mendengar
lagu tersebut membuat Sandra mengenang masa lalu. Sandra melangkah mendekat dan
duduk di samping Leon.“Papa sering memainkan nya untukku sewaktu kecil.” Ujar
Sandra lemah.Dan hal itu selalu membuatku nyaman, renung Sandra dalam
hati.Ketika dentingan piano berakhir, Sandra memandang Leon dengan
lembut.“Bisakah kau memainkan nya lagi?” pinta nya.Leon memainkan nya
lagi.Kenangan lama bermunculan di benak Sandra. Perasaan itu muncul kembali.
Sakit hati. Kecewa. Marah. Sedih.Merasa tidak tahan lagi, Sandra menghentikan
permainan piano Leon dengan menekan tuts piano di depan nya dengan keras.“Ada
apa?” tanya Leon.Sandra menatap nya dengan tajam. “Apakah menurutmu seseorang
bisa mencintai dan membenci orang yang sama pada saat yang bersamaan?”Leon
tidak menjawab.Sandra berlari keluar dari ruangan.Leon terdiam tidak bergerak.
Sandra satu-satu nya orang yang tidak memperlakukan nya seperti seseorang yang
lemah, walaupun dia sudah mengatakan penyakit yang diderita nya.Sandra berlari
menuju kelas nya. Sebenci apa pun dia pada papa nya, dia tetap merindukan
nya.Selama pelajaran berlangsung, Sandra tidak dengarkan satu pun perkataan
para guru yang mengajar di depan nya.Guru tersebut langsung mengusir Sandra
keluar dari kelas.Sandra malah tersenyum kurang ajar. “Kenapa tidak bilang dari
tadi?” lalu dengan santai dia keluar dari kelas.Jam istirahat tiba, si ketua
kelas, berkata pada nya.“Bisakah kau menghapus papan tulis? Kami sudah
memutuskan kalau hari ini giliranmu piket!”Sandra melotot memandang nya.Si
ketua kelas mengurungkan niat nya. Akhir nya dia berjalan menjauhi Sandra.
Sandra merebahkan diri di meja nya dan menutup mata nya. Hari ini berjalan
lambat sekali, keluh nya dalam hati.***“Hei, tebak, siapa yang mendapat nilai
paling tinggi saat ujian coba EBTANAS minggu lalu?” salah seorang murid di
depan Sandra berkata.“Siapa?” tanya murid di sebelah nya.“Leon! Anak 3 IPA 1.”
Kata nya. “Hebat sekali dia!”Jadi sekarang selain tukang ikut campur, disukai
guru, jago main piano, ternyata dia pandai juga? Keluh Sandra dalam hati.Saat
bel pulang tanda pulang sekolah berbunyi, Sandra bangkit dari tempat duduk nya
dan berlari menuju gerbang sekolah.Sepulang sekolah Pak Donny mendatangi WC
sekolah dan tidak melihat seorang pun di dalam nya. Dalam hati dia merasa
kecewa. Tak lama setelah Pak Donny meninggalkan WC, Leon melangkah ke tempat
itu. Dia juga tidak melihat Sandra di sana. Perkataan Sandra terngiang-ngiang
di benak nya.“Kau akan tahu satu atau dua minggu lagi saat kau mengucapkan
selamat tinggal padaku!”Kini Leon tahu apa maksud nya.***Sandra menatap rumah
nya dengan hampa.Setelah meletakkan tas nya di kamar nya, Sandra bersiap-siap
untuk pergi ke sebuah lab. Ketika melihat uang di dompet nya habis, dia menuju
kamar mama nya.Dia melangkah ke meja rias mama nya. Sandra menarik laci nya.
Ada kartu kredit dan jam tangan emas mama nya. Sandra tersenyum. Diambil nya
kartu kredit tersebut dan mengenakan jam tangan emas itu di tangan nya.
Pandangan nya jatuh pada selembar undangan yang ada di sana.Sandra membuka isi
nya. Rasa terkejut menerjang nya. Dia memorak-porandakan seluruh barang yang
ada di meja rias mama nya. Dan berteriak keras.Tiba-tiba HP nya berbunyi. Papa
nya menelepon lagi. Dia langsung memutuskan hubungan telepon itu.Ia berjalan ke
ruang tamu dan duduk di sana sampai mama nya pulang.Ketika Widia pulang dari
kantor sore hari nya, ia terkejut karena Sandra menunggui nya.“Ada apa?” Widia
berjalan ke arah putri nya.Sandra melemparkan undangan itu ke meja. Wajah Widia
langsung memucat.“Apa ini?” tanya Sandra dingin.“Sandra…” kata nya dengan
lemah.“Kapan Mama mau memberitahu aku?” teriak Sandra.“Mama akan memberitahumu
besok!” ujar nya.“Undangan itu dikirim seminggu lalu. Kenapa Mama tidak
memberitahuku saat itu? Aku benci Mama!!!!!!” teriak Sandra.Sandra berlari ke
luar ruangan. Widia duduk dengan lelah di ruang tamu.Tak berapa lama kemudian,
Sandra tiba di sebuah kelab.Sandra duduk di restoran kelab itu. Kemudian
seorang pelayan menawarkan menu pada nya.“Saya minta semua yang ada di menu!”
kata Sandra.“Semua?” tanya pelayan itu bingung.“Iya! Semua nya! Sekarang juga!”
kata Sandra kesal.Si pelayan pergi tanpa berkata-kata lagi.Sandra mengeluarkan
bungkus rokok dari tas nya dan mulai merokok. Sandra memejamkan mata, mencoba
melupakan segala nya. Ketika dia membuka matanya kembali, meja di depan nya
sudah penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman.Sandra bangkit berdiri
dan menghampiri kasir. Dia mengeluarkan karti kredit mama nya. Saat penjaga
kasir menyodorkan bon nya, Sandra dengan mudah meniru tanda tangan mama nya.
Sandra tidak terasa menyesal ketika dia keluar dari kelab itu tanpa menyentuh
makanan yang dipesan nya sama sekali. Keesokan hari nya Leon mengunjungi kelas
Sandra.Pandangan Leon menyapu seluruh ruangan, tetapi dia tidak menemukan orang
yang dicari nya.“Kau tahu Sandra di mana?” tanya Leon pada seorang murid di
kelas itu.“Aku tidak tahu! Hari ini dia tidak masuk sekolah lagi!” jawab murid
itu.Perasaan kecewa menghinggapi diri Leon. Kenapa dia bolos lagi?“Terima kasih!”
kata Leon sambil berjalan keluar dari kelas.Siang itu Leon hanya bisa mengikuti
pelajaran setengah hari karena harus melakukan pemeriksaan lagi di rumah sakit.
Leon berharap bisa bertemu Sandra hari itu.Sewaktu Leon keluar dari sekolah,
Pak Budi, sopir keluarga nya, sudah menunggu nya di depan gerbang. “Siang,
Pak!” sapa Leon.“Siang, Leon!” kata Pak Budi.Sesudah membukakan pintu untuk
Leon, Pak Budi beralih ke kursi pemudi dan menjalankan mobil.Di tengah
perjalanan, Leon melihat Sandra memasuki tempat biliar.“Pak! Berhenti dulu!”
kata Leon pada Pak Budi.Pak Budi menghentikan mobil nya.“Ada apa, Leon?” tanya
Pak Budi panik.“Tolong Pak Budi tunggu di sini sebentar!” kata Leon sambil
keluar dari mobil.Leon berjalan menuju tempat biliar dan masuk ke dalam nya.
Ketika merasa seseorang melangkah mendekati nya, Sandra langsung menoleh.“Apa
yang kau lakukan di sini?” bentak Sandra. “Keluar! Aku tidak mau
melihatmu!”“Mengapa kau bolos hari ini?”“Aku sudah bilang jangan pernah campuri
urusanku!” kata Sandra dingin.Leon memandang nya tajam tanpa berkata
apa-apa.“Kau bisa main biliar?” tantang Sandra.“Tidak.” Jawab Leon.“Kalau
begitu apa yang kau lakukan di sini?” teriak Sandra.“Menemuimu.” Kata Leon.“Kau
memang penguntit.” Gerutu Sandra.Leon tidak menjawab.“Baik!” kata Sandra ketus.
“Kalau kau tidak mau keluar, terserah.” Lalu tatapan Sandra beralih pada orang
di sebelah nya. “Ayo, kita lanjutkan!”“Kita mau bertaruh apa?” tanya orang di
sebelah nya.Sandra melirik jam tangan emas mama nya yang diambil nya kemarin, lalu
melemparkan kepada orang itu. “Kalau kau menang, kau boleh memiliki jam tangan
emas ini!”“Kalau aku kalah?” tanya orang itu.“Kau boleh memiliki jam tangan
emas ini juga! Bukankah itu tawaran yang menarik?” jelas Sandra.“Menang atau
kalah aku tetap dapat jam tangan emas ini!” kata orang itu sambil mengangguk.
“Setuju!” kata nya.“Apakah kau tidak lelah menyakiti dirimu sendiri?” kata
Leon.“Cukup! Aku sudah tidak tahan lagi denganmu! Apa kau berpikir bertemu
satu-dua kali kau sudah mengenalku? Jangan kau kira karena kau penyakitan maka
aku tidak bisa memukulmu! Aku tidak peduli!” kata Sandra. “Apa mungkin itu
yang harus kulakukan? Memukulmu
supaya kau dikeluarkan dari sekolah?”Leon hanya terdiam mengamati
Sandra.Tiba-tiba Sandra mengeluarkan sebatang rokok.“Kau mau coba?” tanya
Sandra sinis. “Toh jantungmu sudah sakit, jadi apa salah nya mengisap satu
saja?”“Tampak nya hari ini suasana hatimu sedang buruk!” kata Leon.“Bukankah
kau ingin menjadi temanku?” tanya Sandra. “Kalau begitu temani aku main biliar
hari ini!”Leon tergoda untuk menyanggupi nya tetapi dia teringat Pak Budi.
“Maaf, hari ini aku tidak bisa! Aku ada janji lain!”Sandra tertawa
terbahak-bahak. “Aku sudah menyangka nya. Pasti kau mau kabur ke Pak Donny dan
memberitahu dia kalau aku ada di sini sedang main biliar.”Leon menatap Sandra
dengan sedih. “Kau salah. Aku tidak akan mengadu pada siapa pun!”“Ha ha ha!”
tawa Sandra singkat. “Aku tidak percaya padamu! Jadi pergi saja dari
hadapanku!”“Aku harap bertemu denganmu di sekolah besok!” dia lalu berjalan ke
arah pintu.Sandra tersenyum pendek. “Jangan terlalu berharap banyak, anak
teladan. Kalau aku pergi ke sekolah besok, pasti aku akan berbuat onar. Nanti
kau akan kecewa dan jantungmu tidak kuat menahan nya!”Leon menoleh menatap
Sandra. “Lalu kenapa kau tidak datang ke sekolah besok dan melihat nya
sendiri?” setelah itu Leon pergi dari hadapan Sandra.Leon masuk ke mobil.“Ayo,
jalan, Pak!” kata Leon lemah.Pak Budi belum pernah melihat Leon seaneh itu.“Kau
tidak apa-apa?” tanya Pak Budi khawatir.“Tidak apa-apa.” Jawab Leon. “Mari kita
ke rumah sakit! Papa pasti sudah menunggu!”Pak Budi segera menjalankan mobil
nya.Melihat kepergian Leon, Sandra tidak punya keinginan untuk meneruskan
permainan nya.“Aku tidak mau main lagi!” kata Sandra.Sekeluar nya dari tempat
biliar, Sandra mendesah. Dia tahu dia telah bersikap keterlaluan terhadap
Leon.Baiklah, anak teladan. Besok aku akan membuat onar lagi dan kita lihat
sejauh mana kau menjadi temanku! Tekad Sandra dalam hati.***Sudah malam saat
Sandra memasuki rumah nya. Mama, seperti biasa sudah duduk di kursi tamu.“Dari
mana saja?” tanya Widia. “Tadi siang Mama mendapat telepon dari sekolahmu, kata
nya kau membolos lagi!”“Jadi kenapa? Toh itu bukan hal baru lagi!” kata Sandra
santai.“Apakah kau masih mau seperti ini, Sandra?”“Ya!” kata Sandra. “Aku
memang tidak mau berubah!”Widia ingin mengatakan sesuatu lagi tetapi dering
telepon menghentikan perkataan nya. “Jangan pergi dulu! Mama belum selesai
berbicara denganmu!”Ia mengangkat telepon dari samping nya. “Halo!”Untuk sesaat
ia mendengarkan suara si penelepon.“Ya, benar!” kata nya kemudian. “Kemarin
sore saya memang melaporkan bahwa saya telah kehilangan kartu kredit!”Ia
mengerutkan dahi nya dengan bingung. “Apa maksud anda? Kartu kredit saya baru
saja digunakan kemarin!? Tapi saya sama sekali tidak menggunakan nya kemarin.
Saya yakin kartu kredit saya sudah dicuri.”Sandra menghampiri mama nya dan
memutuskan pembicaraan telepon itu.“Apa yang kau lakukan?” protes Widia.Sandra
melemparkan kartu kredit mama nya ke meja telepon. “Aku yang mencuri kartu
kredit mama. Dan aku yang menggunakan nya kemarin di kelab!”Widia terpana tidak
percaya. “Kenapa kau tega melakukan hal seperti ini, Sandra? Sekarang kau
berani mencuri dari Mama?”“Mungkin suatu hari aku akan berakhir di penjara!”
kata Sandra.Tamparan Widia mengenai pipi Sandra. Dia menyesali perbuatan
nya.Widia menatap putrid nya dengan sedih. “Mama tidak bermaksud demikian,
Sandra. Hanya saja perkataanmu tadi sudah keterlaluan. Mama kira dengan pindah
ke kota baru dan rumah barun kau akan mendapatkan lingkungan baru dan memulai
dari awal lagi!”Sandra tertawa sinis. “Memulai baru? Satu-satu nya alasan
kenapa Mama mau pindah ke kota ini adalah untuk membuka cabang hotel baru
Mama.”“Itu tidak benar!”“Seakan-akan lima hotel masih kurang!” kata
Sandra.“Tampak nya apa pun yang Mama katakan, kau tidak akan mendengar nya!”
Widia menatap Sandra sedih. “Mama hanya mau kau percaya bahwa kau satu-satu nya
yang terpenting bagi Mama!”“Aku capek!” kata Sandra. “Aku tidak mau mendengar omongan
Mama lagi!”“Sandra…”Sandra sudah menaiki tangga menuju kamar nya.“Oh ya, satu
hal lagi!” kata Sandra menoleh ke arah mama nya. “Aku juga mengambil jam tangan
emas yang ada di laci Mama.”“SANDRAAA!!!” teriak Widika kesal.Sandra memasuki
kamar nya.Di lantai bawah, Widia menangis terisak-isak.***Keesokan pagi nya
Sandra sudah mempersiapkan apa saja yang akan dilakukan di sekolah supaya dia
di keluarkan hari itu juga.Ketika bel tanda pelajaran berbunyi, Pak Donny
mendekati Sandra.“Istirahat nanti temui Bapak di ruang guru!” kata Pak Donny
tegas. “Kau sudah membolos seharian kemarin untuk pergi ke tempat biliar!”Pak
Donny pergi meninggalkan nya.Percaya pada Leon??? Betapa bodoh nya aku sempat
berpikir untuk memercayai anak penyakitan itu. Teriak Sandra dalam hati. Semua
orang sama saja, tidak bisa dipercaya. Teman apa nya? Dia hanya ingin jadi anak
kesayangan guru.Saat istirahat, sebelum menemui Pak Donny, Sandra melabrak Leon
di kelas nya.“Bagaimana kau bisa munafik seperti ini? Dengan memakai alasan
teman segala!” kata Sandra keras.Leon tidak mengerti perkataan Sandra. “Maksud
nya?”Sandra tertawa sinis. “Masihn pura-pura tidak mengerti, lagi! Aktingmu
hebat sekali! Kau memberitahu Pak Donny kalau aku ke tempat biliar
kemarin!”Leon menatap Sandra dengan serius. “Aku tidak memberitahu siapa
pun!”“Bohong!” teriak Sandra. “Wali kelasku baru saja memanggilku pagi ini,
memintaku menemui
nya karena aku berada di tempat
biliar kemarin. Kalau bukan kau siapa lagi yang mengatakan nya, hah?!”“Aku
benar-benar tidak mengadukanmu!” tegas Leon.“Yah! Aku tidak percaya padamu!”
Sandra berjalan keluar dari kelas Leon. “Aku hanya ingin melihat tampangmu saat
aku memberitahu hal tadi. Dan percayalah ini adalah terakhir kali nya kau
melihatku karena sudah pasti hari ini aku akan dikeluarkan dari
sekolah!”“Sandra!” teriak Leon.Sandra menghentikan langkah nya.“Aku tidak
peduli kau percaya atau tidak, tetapi aku benar-benar tidak memberitahu Pak
Guru soal kemarin. Kau temanku dan aku tidak mau melihatmu pergi dari
sekolah!”Sandra melihat tatapan sedih memancar dari mata Leon. “Yah, kita tidak
selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan?”Sandra menemui Pak Donny di
ruangan nya.“Duduk, Sandra!”Sandra duduk menghadap wali kelas nya.“Apakah kau
mau mengakui kalau kemarin kau bolos dan main ke tempat biliar?” tanya Pak
Donny.“Ya, benar!” sahut Sandra. “Apakah sekarang Bapak akan mengeluarkan
saya?”Pak Donny tersenyum. “Kau benar-benar berpikir Bapak akan mengeluarkanmu?
Mengeluarkanmu adalah langkah terakhir. Bapak masih ingin memberimu kesempatan.
Jadi mulai hari ini hukuman membersihkan WCmu akan diperpanjang jadi enam
minggu!”“Saya lebih suka dikeluarkan!” kata Sandra.“Bapak tau!” kata Pak Donny
sambil tertawa. “Tapi Bapak lebih suka hukuman yang ini! Kalau kau tidak mau
melakukan nya, Bapak akan tambah lagi dua minggu sampai kau melakukan
nya!”Sandra mendesah.“Kalau tidak ada pertanyaan lagi, kau boleh keluar!” kata
Pak Donny.Sandra melangkah keluar.“Oh ya, satu hal lagi.” Lanjut Pak Donny.
“Kalau kau mau main biliar, jangan lakukan lagi di dekat rumah Bapak kalau
tidak mau ketahuan!”Sandra berbalik menghadap Pak Donny. “Maksud Bapak, kemarin
Bapak melihat saya di tempat biliar?”“Iya!” kata Pak Donny.Sandra akhir nya
tahu kalau ternyata bukan Leon yang memberitahu Pak Donny.Sepulang sekolah,
Sandra melihat Leon yang sedang duduk sambil melamun sedih. Sandra mendekati
Leon.“Bukan kau yang memberitahu Pak Guru!” kata Sandra.Leon menatap Sandra
dengan pandangan. “Kan sudah kubilang”.“Aku minta maaf.” Lanjut Sandra.Leon
bangkit dari kursi nya. “Jadi aku tidak akan melihatmu lagi karena kau akan
dikeluarkan dari sekolah!”Sandra tersenyum. “Sebetul nya aku tidak dikeluarkan
dari sekolah. Hanya disuruh membersihkan WC enam minggu!”Leon tertawa balik.
“Enam minggu? Lama sekali. Kau akan melakukan nya?”Sandra nyengir. “Tidak!”Leon
mendesah. “Sayang sekali!”“Kenapa?” tanya Sandra heran.“Karena tadi nya aku mau
menemanimu!”Sepulang sekolah Sandra membersihkan toilet ditemani Leon, tanpa
sepengetahuan mereka, Pak Donny melihat nya dari jauh dan tersenyum.Leon
memerhatikan Sandra yang sedang membersihkan WC. Tiba-tiba Sandra tertawa.“Apa
yang kau tertawakan?” tanya Leon.“Aku hanya memikirkan perkataan yang dulu!”
kata Sandra.“Yang mana?”“Kau bilang hidupmu hanya berkisar di rumah sakit,
sekarang aku merasa hidupku hanya akan berkisar di toilet!”Leon terbahak
mendengar nya.“Kau tidak akan membersihkan WC kalau kau tidak melakukan
kesalahan lagi!”“Yah, benar!” kata Sandra. “Tapi aku punya perasaan aku akan
melakukan nya lagi!”“Berhentilah menyakiti dirimu sendiri!” kata Leon serius.
“Rasa‟ nyatidak enak. Aku pernah mengalami nya waktu berumur dua belas tahun.
Papa melarangku pergi ke taman bermain bersama teman-teman karena aku tidak
cukup sehat. Aku mengamuk seharian. Ketika melihat Papa dan Mama menangis,
akhir nya aku berhenti mengamuk dan sadar bahwa mereka juga sedih!”Sandra
terdiam mendengar cerita Leon.“Setahun yang lalu orangtuaku bercerai. Aku tidak
pernah dekat dengan Mama, dan Papa malah meninggalkan aku dengan nya! Aku
membenci mereka berdua!”Begitu rupa nya, kata Leon dalam hati.“Aku marah sekali
dan berusaha sekeras mungkin untuk menyakiti Mama dan orang-orang yang
kutemui!” lanjut Sandra.“Tetapi kau malah menyakiti dirmu sendiri lebih dalam
lagi!” kata Leon.“Ya!” Sandra mengangguk. “Dua hari yang lalu aku menemukan
undangan pertunangan papaku! Papa akan bertunangan di luar negeri! Itulah sebab
nya aku marah sekali dan membolos untuk pergi ke tempat biliar. Tapi betapa pun
aku membenci nya, aku tetap merindukan nya!”“Kalau kau begitu merindukan nya,
kenapa kau tidak pergi menghadiri pertunangan nya?” tanya Leon lembut.Sandra
menggeleng. “Aku belum siap menghadapi Papa!”“Tidak usah buru-buru!” kata Leon.
“Kau akan tahu saat yang tepat untuk menemui nya!”“Waktu itu aku pasti sudah
siap!” kata Sandra yakin.Leon tersenyum. “Sudah selesai?”“Ya!” kata Sandra
mantap.“Baiklah!” kata Leon. “Aku pulang dulu! Pak Budi, sopirku, pasti sudah
menunggu dari tadi! Kau mau kuantar pulang?”“Tidak usah! Aku bisa pulang
sendiri!” kata Sandra.“Sampai jumpa besok!” ujar Leon dan melangkah menuju
gerbang sekolah.“Leon!!” teriak Sandra.Leon berbalik menghadap Sandra.
“Apa?”“Aku mau jadi temanmu!” kata Sandra keras.Leon tersenyum dan berjalan
mendekati Sandra. “Terima kasih!”“Hanya satu yang membuatku penasaran.” Lanjut
Sandra.“Apa itu?”“Kenapa kau mau berteman denganku?”Leon menjawab dengan yakin.
“Alasan yang sama kau ingin berteman denganku! Karena tidak ada yang mau
berteman dengan orang penyakitan!”“Dan tidak ada yang mau berteman dengan anak
berandalan!” tandas Sandra.Mereka berdua tersenyum.“Bye!” ujar Leon akhir
nya.Untuk pertama kali dalam setahum ini Sandra merasa gembira. Seminggu
kemudian Leon melihat Sandra sedang menulis sesuatu di taman sekolah. Leon
menyentuh pundak Sandra.“Nulis apa kau?” Tanya nya.Leon melihat buku fisika di
depan Sandra dan coretan tangan gadis itu di kertas kecil.“Hei, kau bikin
sontekan ya!”“Ya!” ujar Sandra sambil tersenyum.Leon mendesah kecewa. “Buat apa
sih kau lakukan itu?”“Aku kelupaan belajar semalam!” kata Sandra.“Tapi itu bukan
alasan supaya kau boleh menyontek” kata Leon sambil cemberut.“Ayolah!” kata
Sandra bercanda. “Memang nya seumur hidup kau belum pernah menyontek?”“Tidak
pernah!” jawab‟y serius.“Kau harus mencoba nya kapan-kapan. Aku bisa
mengajarimu supaya tidak tertangkap!”“Dengar, sampai kapan pun aku tidak akan
pernah menyontek. Aku lebih menghargai orang yang jujur walaupun nilai nya
jelek.”“Bukankah lebih baik kalau kau dapat nilai bagus tanpa ketahuan bahwa
kau menyontek!” kata Sandra masih bercanda.“Aku tidak bisa meyakinkanmu untuk
tidak menyontek, kan?” tanya Leon.“Ya!” kata Sandra. “Begini, Leon, aku tahu
kau kecewa padaku, tapi ulangan ini penting bagiku. Ini adalah ulanganku yang
pertama semenjak aku masuk sekolah ini. Kalau aku dapat nilai jelek, Pak Donny
pasti akan akan memberitahu mamaku, dan aku tidak mau mendengar petuah-petuah
Mama lagi, oke?!”“Karena aku tidak bisa meyakinkanmu untuk tidak menyontek…”
lanjut Leon sambil mencari akal. “Bagaimana kalau kita taruhan saja!”“Taruhan
apa?”Leon mengarahkan jari nya pada bunga melati yang ada di sebelah Sandra.
“Aku akan memetik salah satu bunga nya. Kalau kelopak bungan nya genap, kau
boleh menyontek, dan aku tidak akan menghalangimu. Tapi kalau jumlah‟y ganjil,
kau tidak boleh menyontek lagi. Tidak sekarang, tidak juga nanti!”Sandra
tertawa mendengar usul itu. “Wah, berat sekali!”“Berani tidak?” tantang
Leon.“Hei! Memang nya aku pengecut? Baik, aku terima tantanganmu, tapi aku juga
punya permintaan. Kalau genap arti nya aku yang menang kan, aku ingin kau menyebutku
„Kakak‟ setiap kali kita bertemu sambil menundukkan kepala, sampai lulus
SMA!”“Hah?!!” Leon terenyak bingung. “Kakak?! Untuk apa aku melakukan hal
konyol seperti itu!?”“Kenapa, Leon? Kau mau mengundurkan diri dari taruhan
ini?”“Tidak!” tegas Leon. “Hanya saja permintaanmu tidak masuk akal!”“Hei! Aku
memang lebih tua setahun darimu! Sudah sepantas nya kau menyebutku „kakak‟!”
protes Sandra. “Tidak percaya??” Sandra mengeluarkan dompet nya. “Ini
KTPku!”Leon memerhatikan tanggal lahir Sandra. Benar. Sandra lebih tua satu
tahu dari nya.“Aku tidak lulus ujian Ebtanas tahun lalu, jadi aku harus
mengulang tahun ini!” kata Sandra.“Oh, begitu rupa‟ nya!” Leon
mengangguk-angguk.“Taruhan nya jadi tidak?!” tanya Sandra.“Tentu saja jadi!
Ingat, kau tidak boleh ingkar!”“Begitu juga denganmu!” kata Sandra.Satu per
satu kelopak melati itu dicabuti Leon, hingga sampai kelopak terakhir.Leon
tersenyum senang. Sandra cemberut kesal. Jumlah nya ganjil.“Aku yang menang!!”
seru Leon senang. “Jadi, kau tidak boleh menyontek!!” kemudian ia mengulurkan
tangan nya, meminta kertas berisi rumus-rumus yang sudah susah payah ditulis
Sandra dari pagi.Sandra menyerahkan kertas tersebut sambil cemberut dan
mengomel.“Janji tetap janji!” kata Leon.“Yah!” kata Sandra. “Bukan berarti aku harus
menerima nya dengan senang hati, kan?”Bel tanda masuk berbunyi.Leon tersenyum.
“Aku akan menemuimu istirahat nanti!” kata Leon. “Semoga ulanganmu sukses!”Leon
meninggalkan Sanrda.Beberapa saat kemudian, ketika Sandra melihat soal ulangan
di papan tulis, dia betul-betul kesal. Ia tahu kali ini pasti akan mendapat
nilai jelek.“Jadi.” Kata Leon pas istirahat siang. “Bagaimana ulangan nya
tadi?”Sandra mendelik kesal. “Aku harus berterima kasih padamu karena aku yakin
sekali ulangan tadi dapat nilai jelek!”Leon tertawa terbahak-bahak. “Itu kan
salahmu sendiri tidak belajar!”Sandra semakin cemberut.Keesokan hari nya
ulangan tersebut dibagikan. Sandra menatap kertas di hadapan nya dengan kesal.
Angka tiga berwarna merah.Siang nya Sandra sudah berada di ruang guru lagi.
Seperti nya ruangan ini akan sering aku masuki, kata nya dalam hati.“Jadi,
Sandra…” kata Pak Donny. “Apakah kau mau menjelaskan kenapa ulanganmu jelek?
Kau satu-satu nya yang dapat nilai jelek di kelas!”“Saya tidak belajar!” kata
Sandra.“Apakah soal-soal tadi terlalu sulit untukmu?”“Saya tidah tahu!” kata
Sandra terus terang. “Saya tidak memerhatikan! Apakah Bapak akan memberitahu
Mama saya?”“Bapak akan memberimu satu kesempatan untuk ulangan lagi besok.
Kalau nilaimu masih jelek juga, Bapak akan memberitahu mamamu!”Sandra tidak
menyangka Pak Donny akan berkata demikian. “Kenapa Bapak ingin memberi saya
kesempatan untuk mengulang?”Pak Donny tersenyum. “Bapak menghargai kejujuranmu
untuk tidak menyontek. Kau bisa melakukan nya saat ulangan kemarin. Tapi hal
itu tidak kau lakukan. Berdasarkan keterangan dari sekolahmu yang lama, kau
akan menyontek setiap ada kesempatan. Bapak rasa kau berhak mendapat kesempatan
kedua. Pastikan kali ini kau belajar dengan serius. Kau boleh keluar
sekarang.”Sandra melangkah ke pintu.“Sandra!” kata Pak Dony. “Hanya sekadar
ingin tahu, kenapa kau tidak menyontek?”Sandra memandang Pak Donny. “Karena
saya kalah taruhan.”Sandra berlalu, meninggalkan Pak Donny yang terdiam
bingung.***“Dapat nilai berapa?” tanya Leon sepulang sekolah.Sandra menujukkan kertas
ulangan nya.“Wow!” Leo menggeleng. “Ini nilai terjelek yang pernah
kulihat!”Sandra mendesah kesal.“Apa kata wali kelasmu?” tanya Leon
penasaran.“Dia akan memberiku satu kesempatan lagi untuk ulangan susulan
besok!” kata Sandra.Leon tertawa. “Itu kabar bagus!”“Aku tidak percaya harus
ulangan lagi!” kata Sandra kesal.“Hei! Kalau kau mau aku bisa membantumu!”“Kau
mau membantuku? Memang nya berapa nilaimu?” tanya Sandra penasaran.Leon tertawa
misterius. “Katakan saja aku dapat nilai lebih tinggi darimu!”Sandra memandang
Leon dengan curiga. Lalu disambar nya tas Leon dan membuka isi nya. Sandra
menemukan kertas ulangan fisika di dalam nya.“Heh! Mau ngapain sih?” tanya Leon
bingung.“Mencari tahu nilai ulanganmu!” jelas Sandra. “Ah… aku tahu sekarang.
Nilai sempurna! Aku hanya tidak mengerti mengapa kau bersusah payah ingin
menjadi murid teladan?”“Aku ingin menjadi dokter, seperti papapku!” kata Leon.
“Dan supaya bisa jadi dokter, aku rasa harus dapat nilai yang bagus!”Sandra
tidak menyangka orang seperti Leon masih punya keinginan untuk menjadi
dokter.“Kau ingin jadi dokter?”“Ya!” jawab Leon tegas. “Bukankah semua orang
punya cita-cita?”“Aku tidak punya cita-cita! Aku tidak tahu ingin menjadi apa
di masa depan.”Leon menatap Sandra dengan lembut. “Jangan khawatir, kau akan
mengetahui nya suatu hari nanti.”Sandra tersenyum. “Kelihatan nya kau yakin
sekali!”“Aku selalu yakin!” kata Leon.Sandra tersenyum dalam hati.“Bagaimana
kalau sekarang kita ke perpus dan belajar?” tanya Leon.“Bukankah kau mau pulang
ke rumah?” tanya Sandra heran.Leon menggeleng. “Aku mau mengajarimu sampai
bisa!”Sandra tertawa terbahak-bahak. “Aku rasa itu membutuhkan waktu yang
lama!”“Tidak apa-apa!” kata Leon sambil ke perpustakaan. “Hari ini aku tidak
ada kegiatan. Daripada pulang ke rumah dan berdiam diri di kamar sepanjang
hari, lebih baik aku berada di sini.”“Aku senang kau mau menemaniku belajar!”
kata nya tulus, mereka mengambil tempat duduk di bagian yang tidak terlalu
ramai.Leon tersenyum lebar sambil membuka buku fisika. “Sebenar nya aku hanya
ingin melihat penderitaanmu sewaktu belajar. Oh ya, aku perlu mengingatkanmu
kalau aku adalah guru yang perfeksionis. Kau tidak akan keluar dari
perpustakaan ini sebelum menyelesaikan soal latihan ini.”Sandra melihat soal
latihan di depan nya. “Hah?! Tiga lembar?!!”Leon tersenyum manis. “Ya! Aku
sudah bilang kan kau tidak akan keluar dari sini sebelum semua latihan nya
selesai?”Sandra memandang Leon dengan tatapan menderita.***Dua hari kemudian,
Sandra melihat nilai ulangan fisika nya, dia menarik napas lega. Nilai tujuh
masih bukan nilai sempurna, setidak nya Pak Donny tidak menghubungi mama nya.
Hal itu membuat ia senang.Leon melihat nilai ulangan Sandra sambil
menggeleng-geleng, “Setelah aku bersusah payah mengajarimu, kau hanya dapat
nilai segini?”“Aku kan sudah berusaha!” kata Sandra.“Yah, aku bisa bilang apa?”
kata Leon. “Ini bukan salah guru nya, tapi murid nya!”“Aku sudah belajar
mati-matian sampai kepalaku sakit, mataku merah, dan tanganku kram setengah
mati.” Protes Sandra.Leon tersenyum lebar. “Kau sangat lucu saat itu!”“Aku rasa
aku kapok diajar olehmu!” teriak Sandra.“Kalau begitu jangan dapat nilai jelek
lagi lain kali!” kata Leon.“Belajar bersamamu bagiku mimpi buruk!” kata
Sandra.Leon terbahak-bahak. Sandra berharap Leon bisa tertawa terus seperti ini
setiap hari.Seminggu kemudian Sandra menemukan Leon sedang termenung sedih di
kelas nya.“Hei, kenapa kau?” tanya Sandra.Leon terdiam.“Ada yang tidak beres
ya?” tanya Sandra.Leon menatap mata Sandra.“Pagi tadi aku bertengkar dengan
papaku!” kata Leon.“Kenapa?” tanya
Sandra.“Papa mengatakan hari ini aku
harus menjalankan pemeriksaan lagi sepulang sekolah. Aku bilang pada nya aku
memutuskan untuk tidak melakukan nya lagi!”“Bukankah kau ingin sembuh?” tanya
Sandra.“Hal ini sudah berlangsung seumur hidupku, Sandra. Tidak pernah ada
kemajuan sama sekali.”“Jadi kau memutuskan untuk menyerah?” ujar Sandra.“Aku
lelah, Sandra.” Kata Leon.Baru kali ini Sandra melihat wajah Leon yang
sedih.“Leon…” kata Sandra pelan. “Aku tidah tahu apa yang kau rasakan saat ini.
Tapi tidakkah kau punya keinginan untuk sembuh?”“Tentu saja ingin.” Kata Leon.
“Aku hanya berharap aku tidak perlu melalui pemeriksaan yang tidak ada
habis-habis nya!”“Jadi kau tidak mau ke rumah sakit hari ini?”Leon
menggeleng.“Sayang sekali.” Kata Sandra.“Mengapa?” tanya Leon.“Karena tadi nya
aku mau menemanimu!”Leon tersenyum.
Sandra menemani Leon ke rumah sakit hari itu. Sepanjang
perjalan ke rumah sakit, mereka berdua bercanda dan tertawa tiada henti. Baru
kali ini Pak Budi melihat Leon tertawa lepas.Papa Leon terkejut ketika melihat
anak nya berada di rumah sakit.“Leon?”Leon menatap ayah nya. “Maafkan aku
karena tadi pagi bertengkar dengan Papa. Aku memutuskan untuk melanjutkan
pemeriksaan!”Papa nya senang bukan main. Kemudian dilihat nya gadis yang
berdiri di sebelah Leon.Leon lalu memperkenalkan Sandra.“Papa, ini Sandra,
teman sekolahku!”Papa Leon tersenyum. Jadi ini teman istimewa Leon yang hendak
dikenalkan nya tempo dulu! Kata nya dalam hati. Memang bukan teman yang biasa,
kata nya lagi.“Halo, Sandra!” Papa Leon menyapa nya.“Halo, Oom!” balas Sandra.
“Senang bertemu dengan Om!”“Om juga!” balas‟y sambil tersenyum. Lalu dia
berpaling pada Leon. “Apakah kita bisa memulai pemeriksaan nya sekarang juga,
Leon?”“Pa…” kata Leon. “Keberatan tidak, kalau Sandra ikut bersamaku?”“Tidak!”
jawab nya.Pertama-tama Leon dibawa ke sebuah ruangan untuk diambil darah nya.
Sandra berada di samping nya. Leon mengulurkan tangan pada suster yang sudah
memegang jarum suntik. Tatapan Sandra jatuh pada tangan Leon. Di sana terdapat
banyak sekali bekas tusukan jarum.Kesedihan terpancar di mata Sandra.Sandra
menggenggam tangan Leon yang satu nya lagi. Leon memandang Sandra seakan
mengatakan, “Terima kasih”.Ketika pemeriksaan tersebut selesai, Leon mengajak
Sandra makan di kantin rumah sakit. Leon memandang Sandra tanpa berkedip.“Apa
ada sesuatu di mukaku?” tanya Sandra, merasa tidak enak dipandangi terus.“Tidak
ada!” kata Leon. “Hanya saja aku teringat pertama kali kita bertemu! Aku belum pernah
bertemu gadis sepertimu sebelum nya! Rambut merah, kuku merah, dan baju seragam
yang berantakan. Benar-benar kesan yang tidak terlupakan!”Sandra tertawa.
“Pasti! Aku memang sengaja mau membuat sekolah kalian mengeluarkanku hari itu
juga!”Satu jam kemudian, Leon menurunkan Sandra di depan rumah nya.“Terima
kasih karena sudah mengantarku!” kata Sandra.“Sandra…”“Ya…”“Aku rasa kau lebih
cantik tanpa menggunakan anting-anting di hidungmu itu!”Sandra tertawa.Keesokan
hari nya Sandra melepas anting-anting di hidung nya dan berhenti
merokok.***Seminggu kemudian…Sandra sedang menikmati makanan nya di taman
sekolah, ketika Leon duduk di depan nya sambil mengulurkan secarik kertas merah
ke hadapan nya.“Apa ini?” tanya Sandra sambil makan.“Ini pamflet malam kesenian
yang akan diadakan sebulan lagi!” kata Leon. “Setiap tahun sekolah mengadakan malam
kesenian. Kali ini aku jadi salah satu panitia nya!”“Selamat, kalau begitu!”
kata Sandra.“Kau harus ikut!” seru Leon riang.“Tidak!” kata‟y tegas.“Oh,
ayolah! Pasti akan menyenangkan!” kata Leon tertawa.“Aku tidak punya bakat
seni!” tandas Sandra.“Bagaimana kau tahu kalau kau tidak mencoba?”“Percaya deh,
aku benar-benar payah di bidang seni, Leon!”“Minggu lalu aku mengikuti
keinginanmu untuk pergi ke rumah sakit. Jadi kali ini kau harus ikut. Sebagai
panitia aku diharuskan merekrut orang untuk ambil bagian pada malam kesenian
ini. Aku belum mendapatkan satu orang pun!”“Seharus nya itu jadi petunjuk kalau
tidak semua orang punya bakat seni!” kata Sandra.Leon tertawa. “Ini acara
sekolah terakhir untuk kita. Tahun depan kita sudah tidak berada di sekolah ini
lagi. Jadi ikut, ya?”“Omong-omong, kau mau menyumbang apa?” tanya Sandra.“Aku
seperti biasa, main piano!” Leon tertawa. “Jadi, kau mau ikut?”Sandra tersenyum
manis dan menjawab. “Tidak!”Leon cemberut. “Ayolah!!”Sandra tetap
menggeleng.“Kau tidak mau melakukan nya untukku?” Leon memohon lagi.“Begini,
Leon… aku tidak mau mengikuti acara seperti ini.” Kata Sandra. “Kau bisa
meminta yang lain, tapi jangan yang ini, oke?”“Ah… aku tahu!” kata Leon. “Kau
takut, ya? Demam panggung atau kau takut orang-orang menertawakanmu? Ternyata
Sandra yang aku kenal seorang penakut.”Sandra langsung marah. “Aku tidak demam
panggung! Dan aku bukan penakut!”“Kalau begitu buktikan!” balas Leon senang.Tiba-tiba
Sandra sadar Leon hanya berusaha memancing kemarahan nya. “Tunggu dulu… ini
tidak akan berhasil, Leon. Aku tidak mau ikut!”Leon mendesah putus asa.
“Bagaimana kalau kita taruhan lagi? Genap arti nya kau ikut malam kesenian,
kalau ganjil arti nya kau tidak ikut!”Sandra memandang Leon dengan
curiga.“Baiklah!” kata Sandra. “Tapi kali ini aku yang memetik bunga nya!”“Oke!” kata Leon.“Kalau
ganjil kau tidak akan mengungkit soal ini lagi!” kata Sandra.“Aku janji!” kata
Leon.Sandra mengambil setangkai bunga melati dan mulai menghitung kelopak nya.
Genap.Senyum Leon semakin lebar. “Besok sepulang sekolah ada latihan. Kau bisa
memilih salah satu pentas yang akan dimainkan. Selamat bersenang-senang!”Sandra
menggerutu kesal. “Kenapa aku selalu kalah darimu?”“Itu karena aku memang ahli
taruhan!” kata Leon.“Ahli dari mana?”“Sandra…” kata Leon. “Aku selalu bertaruh
setiap hari untuk hidupku dan sampai saat ini aku selalu menang, bukan?”Sandra
terdiam lama.“Baiklah aku mengaku kalah.” Kata Sandra.Leon bertepuk tangan.
“Ayo semangatlah.”***Sementara itu di sebuah hotel bertingkat, seorang wanita
sedang menatap foto di meja nya. Foto tersebut adalah putrid nya, Sandra.
Sesaat yang lalu dia menelepon wali kelas anak nya untuk menanyakan kabar
Sandra dua minggu belakangan ini.Baru kali ini ada sekolah yang bisa menampung
Sandra lebih dari dua minggu. Beberap hari ini putrid nya sudah jarang keluar.
Tidak pernah lagi pergi ke kelab malam.Widia menelepon sekretaris nya. “Hari
ini aku mau pulang lebih cepat, tolong batalkan semua pertemuan malam
hari!”Semenjak bercerai dengan suami nya, Widia sudah mencoba meluangkan waktu
bagi Sandra. Tapi putrid nya tidak mau menerima sama sekali.Sepulang nya dari
kantor, Widia naik ke atas, ingin berkunjung ke kamar putrid nya. Widia membuka
pintu tersebut.Sandra belum pulang, kata nya dalam hati.Widia memandang kamar
Sandra sekali lagi sebelum menutup pintu kamar tersebut. Tidak ada nya aroma
rokok di kamar tersebut telah membuat nya tersenyum. Sandra telah
berubah.***Ini mimpi buruk!!! Keluh Sandra dalam hati.Sandra memasuki ruangan
demi ruangan tempat latihan malam kesenian berlangsung.Sandra memasuki kelas
terakhir. Kelas drama. Seorang guru sedang menulis di papan tulis.“Baiklah.”
Guru tersebut memulai. “Saya ulang dulu. Kita akan mementaskan legenda Candi
Prambanan.”Karena tidak ada pilihan lain lagi, Sandra memasuki kelas terakhir
itu.“Sandra…” kata guru pelatih drama. “Apa yang kau lakukan di sini?”“Saya mau
ikut pentas drama ini!” kata Sandra.Sang guru mendesah. “Sayang sekali semua
peran sudah terisi!”Sandra terdiam. Tiba-tiba dia tersenyum.“Saya rasa masih
ada satu peran lagi yang bisa saya mainkan!” kata Sandra yakin.***Setengah jam
kemudian Sandra menemui Leon yang sedang berlatih di ruangan musik. Suara piano
Leon memenuhi ruangan musik tersebut. Ketika lagu berakhir Sandra bertepuk
tangan.“Lagu apa tadi?” tanya Sandra.“Beethoven, Moonlight Sonata.”Sandra duduk
di samping Leon. “Tertarik untuk main duet?”“Dengan dirimu sebagai pasangan
main nya?” tanya Leon, bergidik ngeri. “Aku rasa tidak. Bisa-bisa julukanku
sebagai pianis hilang gara-gara kau!”Sandra tertawa.“Jadi kau sudah tahu mau
melakukan apa malam kesenian nanti?” tanya Leon.Sandra mengangguk.“Kau iku
apa?” Leon penasaran.“Aku ikut pentas drama!” kata Sandra.“Drama?!” tanya Leon
curiga. “Benar nih?”Sandra mengangguk tegas.Leon tersenyum. “Aku jadi penasaran
ingin melihat nya!”“Kau akan melihat nya di malam kesenian nanti!” kata
Sandra.“Drama nya tentang apa?” tanya Leon.“Legenda Candi Prambanan!”“Legenda
yang menarik!” komentar Leon. “Kau berperan jadi siapa?”Sandra tersenyum
misterius. “Kau pasti tidak akan menyangka nya!”Selama sebulan berikut nya,
Sandra merenungkan hari-hari nya. Dia tidak menyangka akan betah di sekolah
baru nya. Setiap pulang sekolah dia harus ikut berlatih drama.Sandra masih
menganggap acara ini konyol. Apalagi sekarang saat dia berdandan memakai
pakaian daerah
tradisional Jawa, lengkap dengan
sanggul nya.“Kau terlihat berbeda malam ini.” Kata suara di belakang nya.Sandra
menengok ke belakang dan tampak Leon yang mengenakan jas hitam.“Kau tahu aku
benar-benar menyesal melakukan taruhan itu denganmu!” kata Sandra kesal.Leon
menahan senyum nya. “Ayolah! Acara ini kan sangat bagus untuk melihat bakat
seni yang dimiliki para murid!”Sandra hanya mendengus kesal.“Sudah saat nya
kita ke belakang panggung untuk bersiap-siap.” Kata Leon.“Ya!” kata Sandra
masih kesal. “Berdasarkan urutan acara, drama yang aku mainkan akan berada pada
acara puncak. Permainan pianomu di urutan ke berapa?”“Urutan ketiga!” kata
Leon.“Ayo, kita bersiap-siap.” Ajak Sandra.Acara dimulai dengan pembacaan
pidato oleh Kepala Sekolah. Lalu diikuti lagu mars sekolah yang dinyanyikan
oleh paduan suara. Setelah itu giliran Leon untuk memainkan lagu dengan
permainan piano nya. Lagu Moonlight Sonata yang syahdu membuat penonton
hening.Tiba-tiba Leon berhenti memainkan piano dan tangan nya meraih dada
sambil bernapas terengah-engah. Sandra langsung berlari ke arah Leon, begitu
juga para guru.“Leon!!!” teriak Sandra panik. “Kau kenapa!!!??”Guru kesehatan
memeriksa denyut jantung Leon. “Kita harus membawa nya ke rumah sakit sekarang
juga!”“Aku ikut!” teriak Sandra.“Tidak!” kata Leon lemah. “Kau harus tinggal
dan menyelesaikan peranmu!”“Tapi, Leon…”“Tidak!” jawab Leon.Sesuatu pada
tatapan mata Leon membuat Sandra tidak berlari untuk menemani nya ketika para
guru menggotong dan membawa pemuda itu keluar dari gedung. Leon meminta Sandra
untuk menyelesaikan peran nya.Leon, aku akan mengikuti kenginanmu, kata Sandra
dalam hati.Sandra menunggu di belakang panggung sambil berjalan
mondar-mandir.“Sandra…” kata seseorang di belakang nya. “Sekarang
giliranmu!”Setelah menyelesaikan peran nya dia bergegas ke kamar mandi untuk
berganti baju.Dia berlari ke depan sekolah dan menghentikan taksi. Setelah tiba
di rumah sakit Sandra menanyai petugas rumah sakit di kamar mana Leon
dirawat.Sandra berjalan menuju kamar Leon. Dibuka nya pintu perlahan. Sandra
panik seketika. Tidak ada seorang pun yang berbaring di ranjang. Apakah Leon
berada di ruang operasi atau…Untuk pertama kali nya pertama satu tahun terakhir
ini, Sandra ketakutan setengah mati.“Leon…” seru Sandra hampir
menangis.Seseorang menepuk punggung nya dari belakang. “Drama nya sudah
selesai?”Sandra langsung membalikkan badan‟y dan memeluk Leon. “Syukurlah kau
tidak apa-apa. Aku kira kau…” Sandra tidak menyelesaikan kalimat nya.Leon
melepaskan pelukan Sandra. “Aku tidak apa-apa. Hanya kelelahan saja.”Sandra
membantu Leon berbaring di tempat tidur. “Kau benar-benar membuatku
khawatir!”Leon hanya tersenyum mendengar ucapan Sandra.“Aku benar-benar
berharap aku bisa menyaksikan akting perdanamu!” kata Leon menyesal.“Kau tidak
kehilangan banyak kok!” kata Sandra pelan.“Berhubung kau sudah di sini,
bagaimana kalau kau memerankan salah satu adegan dalam dramamu!”“Baiklah!” kata
nya. “Tapi janji kau tidak akan protes!”“Aku janji!”Sandra menarik napas
panjang-panjang dan mempersiapkan diri.Setelah lima menit tanpa sepatah kata
pun keluar dari mulut Sandra, Leon jadi tidak sabar. “Kau sudah selesai belum
sih melakukan persiapan nya? Kok lama sekali?”Sandra tertawa tertahan. “Leon,
akting itu tidak mudah, perlu penjiwaan.”“Oke.” Kata Leon. “Aku mengerti. Pasti
berperan sebagai Roro Jonggrang sangat sulit bagimu. Apalagi ini pertama kali
bagimu.”“Oke!” kata Sandra.Dia menarik napas kemudian merapatkan kedua tangan
nya di depan dada nya.Leon memerhatikan Sandra dengan perasaan tertarik.Sandra
terdiam selama satu menit. “Bagaimana aktingku?”Leon melongo. “Akting apa? Kau
tidak berbicara sama sekali!”“Aku memerankan Roro Jonggrang pada adegan
terakhir, ketika dia menjadi patung!” Sandra menjelaskan.“Kalau begitu adegan
yang lain.”“Adeganku cuma itu.”“HAH?!!” tanya Leon bingung.“Aku kan sudah
bilang, secara teknis aku memang bermanin jadi Roro Jonggrang. Maksudku yah…
jadi patung nya, begitu!”“Jadi selama ini sewaktu aku mengira kau berlatih
drama dengan serius, kau hanya mendapat peran di akhir cerita? Dan tidak
berbicara apa-apa?”“Hei! Kau bilang kan yang penting aku ikut berpartisipasi.
Nah, aku sudah ikut, kan?”“Rupa nya kau mengakaliku!” kata Leon sebal.“Iya,
memang!” kata Sandra tertawa penuh kemenangan. “Tapi aku sudah menepati
janjiku, kan? Aku ikut berpartisipasi di malam kesenian!”“Aku rasa hanya kau
yang kepikiran untuk melakukan hal ini!” kata Leon, berusaha menahan tawa.“Sudah
malam!” kata Sandra sambil melihat jam di kamar.“Ya! Sebaik nya kau segera
pulang!”“Oke, aku pulang dulu! Besok kau sudah bisa keluar dari rumah sakit,
kan?”Leon mengangguk.“Sandra…” kata Leon sebelum Sandra keluar dari pintu.
“Aktingmu tadi adalah akting terbaik yang pernah aku lihat, walaupun aku tidak
menyangka nya sama sekali!”Sandra tertawa geli. “Terima kasih! Sampai jumpa
besok!” Seminggu kemudian, Sandra berjalan mondar-mandir dengan gelisah di
depan kantor mama nya.
“Sandra! Mama senang kau datang kemari!” kata Widia saat
Sandra tiba di dalam kantor mama nya.
Sandra berjalan memasuki ruangan kerja mama nya. Di meja
kantor tersebut terdapat foto nya saat berumur sepuluh tahun.
Sandra duduk di hadapan mama nya.
Kali ini Sandra benar-benar merasa canggung.
“Ada masalah, Sandra?” tanya Widia.
“Begini… Ma… temanku mau berulang tahun dan aku… aku tidak
punya baju untuk pergi ke sana!”
Widia tersenyum mengerti. “Kau mau minta bantuan Mama untuk
membelikan baju pesta untukmu?”
Sandra mengangguk. “Aku belum pernah membeli baju pesta
sebelum nya. Tapi kalau Mama sibuk, tidak apa-apa! Aku bisa…”
“Sandra!” sela Widia. “Mama akan dengan senang hati
membantumu mendapatkan baju pesta yang cocok untukmu!”
“Apakah aku tidak menganggu pekerjaan Mama?” tanya Sandra
perlahan.
“Saat ini tidak ada yang lebih penting daripada mencarikan
baju pesta untuk putriku!” kata Widia. “Ayo!” kata nya sambil mengambil dompet
nya. “Kita berburu baju!”
Mereka keluar masuk dari satu toko ke toko yang lain. Sampai
akhir nya, Sandra berhenti di sebuah toko dan memandang baju yang ada di
etalase. Mama Sandra tertawa pelan. Mereka sudah menemukan baju yang tepat.
“Ayo, kita masuk!” kata‟y pada Sandra. Saat Sandra mengenakan
baju yang dilihat nya setengah jam kemudian, gaun berwarna merah dengan kedua
tali tipis di bahu nya.
“Mama rasa kita sudah menemukan gaun yang cocok!” kata Widia
senang.
“Ma, warna nya tidak terlalu terang, kan?” tanya Sandra.
Widia menggeleng. “Tidak! Sangat cocok untukmu!”
Sandra tiba di rumah dan cepat-cepat mandi untuk mengenakan
baju tersebut. Terdengar ketukan di pintu kamar nya.
“Ya!” kata Sandra sambil melihat bayangan nya di cermin.
Mama masuk dan memandang putrid nya. Lalu dia mendudukkan
Sandra di kursi rias. “Sekarang! Duduk dan tutup matamu! Mama akan
mendadanimu!”
Widia mendandani putrid nya dengan perasaan senang.
“Kau boleh membuka matamu sekarang!” kata nya.
Sandra membuka mata nya dan menatap muka nya di cermin. Wajah
yang memandang nya benar-benar cantik.
“Ah, Mama hampir saja lupa!” kata nya. Dia memasangkan
anting-anting perak ke telinga Sandra. “Cantik!”
Tatapan Sandra jatuh pada jam dinding di kamar nya. Sudah jam
setengah delapan.
“Aku telat!” teriak Sandra. “Pesta nya dimulai jam tujuh! Aku
harus pergi!”
Widia menenangkan anak nya. “Sudah
ada taksi yang menunggu di depan rumah!”
Sandra berlari mengambil sepatu nya dan memakai nya. Lalu dia
mengambil kado yang sudah terbungkus di atas tempat tidur nya. Sandra menoleh
ke mama nya.
“Terima kasih, Ma!” kata nya canggung. Lalu dia bergegas naik
taksi. Dari atas jendela kamar anak nya, Widia memandang putrid nya yang
berlari ke arah taksi. Putriku sudah besar, desah nya dalam hati.
“Selamat bersenang-senang, Sandra.” Kata nya kemudian.
***
Leon memandang kerumunan orang di depan nya. Dia sudah meniup
lilin dan memotong kue, tetapi tamu yang dia harapkan belum datang juga. Apakah
dia tidak akan datang? Tanya nya dalam hati. Tentu saja Leon akan kecewa jika
Sandra tidak datang.
Sandra keluar dari taksi sambil mengeluh. Sepatu hak tinggi
nya telah membuat nya harus berjalan perlahan-lahan. Rumah Leon lebih besar
dari rumah nya. Para tamu terlihat sudah berdatangan.
Sandra merapikan gaun nya dan berjalan sambil mengernyit.
Sepatu nya benar-benar membuat nya sengsara.
Ketika Sandra memasuki rumah Leon semua mata memandang ke
arah nya. Sandra berjalan sangat cepat melewati mereka. Mata nya mencari-cari
Leon di antara kerumunan orang di depan nya.
“Kau seperti nya tidak menikmati pesta ini!”
Leon menoleh ke belakang dan mendapati papa nya sedang
mendekati nya.
“Bukan seperti itu, Pa!” kata Leon. “Pesta nya meriah. Mama
telah mempersiapkan nya dengan sempurna. Aku harus berterima kasih pada Mama
nanti!”
“Lalu kenapa kau melamun di sini?” Tanya nya lagi.
“Aku sedang menunggu seseorang!” kata Leon.
“Sandra bukan?” tanya papa nya sambil tersenyum mengerti.
Leon mengangguk.
Tiba-tiba mama nya menghampiri. “Leon, kenapa kau tidak
bergabung dengan teman-temanmu di taman?”
Leon menatap mama nya sambil tersenyum. “Nanti Leon ke sana!”
kata nya lembut. “Saat ini aku masih ingin berada di sini!”
“Kenapa? Ada yang kurang dengan pesta nya?” tanya mama nya.
Leon mencium lembut pipi mama nya. “Pesta nya sempurna, Ma!
Terima kasih sudah repot-repot menyiapkan pesta ini untuk Leon!”
Mama nya tersenyum senang. Lalu
menarik tangan anak nya ke depan beranda. “Kau tidak mau menyapa mereka?” Tanya
nya sambil menunjuk teman-teman Leon di bawah beranda. “Mereka mengatakan pada
Mama kalau mereka ingin mengucapkan selamat padamu!”
Leon melihat kerumunan orang dibawah nya dengan tatapan
malas. Namun, tiba-tiba pandangan nya jatuh pada gadis yang mengenakan baju
merah. Leon tersenyum melihat nya.
“Mama benar!” kata Leon senang. “Sudah saat nya Leon ke
bawah!”
Mama bingung melihat Leon secepat kilat turun ke bawah.
“Kenapa dia?” Tanya nya pada suami nya. “Tadi dia tidak mau turun ke bawah,
kenapa sekarang tiba-tiba dia antusias sekali?”
Suami nya hanya tersenyum, ia menunjuk Leon yang berlari ke
arah gadis bergaun merah. “Teman yang ditunggu‟y sudah datang!” Mama Leon
mengikuti pandangan suami nya ke arah bawah.
Sandra menarik napas sambil menutup mata nya.
“Akhir nya kau datang juga!” kata suara yang dikenal nya.
Sandra menatap Leon dengan kagum. Leon tampak sangat tampan
dengan kameja biru dan jas hitam. “Kau cantik sekali! Benar-benar berbeda dari
Sandra yang kukenal!”
Sandra tersenyum sambil tersipu malu. “Terima kasih!”
Leon meraih tangan Sandra dan mengajak nya masuk ke rumah.
“Ayo masuk!‟
Sandra tertatih-tatih mengikuti langkah cepat Leon. Ketika
sampai di ruang tamu, Leon menyuruh Sandra duduk.
“Kau mau minum apa?”
Sandra menggeleng. “Aku belum haus. Nanti saja! Ini hadiah
untukmu!” kata nya sambil memberikan kado berwarna biru.
“Terima kasih!” kata Leon, seraya mengambil hadiah tersebut.
“Mungkin hadiah nya tidak sebagus hadiahmu untukku minggu
lalu!” kata Sandra pelan.
Leon tersenyum. “Aku tidak peduli! Apa pun yang kau berikan
untukku, aku pasti menyukai nya!
Sandra ikut tersenyum.
Leon menggoyangkan hadiah yang diberikan Sandra. “Lumayan
berat untuk kado sekecil ini!”
“Isi nya kotak musik!” kata Sandra.
Leon cemberut mendengar nya. “Sandra! Alasan orang membungkus
kado adalah supaya yang ulang tahun bisa membuka nya dan merasa pensaran pada
isi nya. Jadi sewaktu bungkus nya sudah terbuka, dia akan merasa surprised. Kau
baru saja menghentikan kesenanganku untuk sebuah kejutan!”
Sandra menatap Leon tanpa merasa bersalah. “Ops! Aku
kelepasan ngomong kalau begitu. Toh kau akan mengetahui nya
cepat atau lambat! Jadi lebih baik
aku memberitahumu secepat nya!”
“Sudahlah!” kata Leon menghentikan perdebatan mereka. “Kau
mau melihat-lihat rumahku?”
“Bukankah seharus nya kau bersiap-siap untuk potong kue dan
tiup lilin?” tanya Sandra.
Leon memandang Sandra sambil menggeleng. “Hei, Non, lihat jam
tanganmu. Ini sudah jam berapa? Aku sudah melakukan kedua hal itu setengah jam
yang lalu!”
Sandra melihat jam tangan nya. “Aku baru sadar bahwa aku
sangat terlambat!” kata nya. “Kau khawatir aku tidak datang, ya?”
“Aku takut kau kenapa-napa di jalan!” Leon bersungut kesal.
Kepedulian Leon membuat hati Sandra tersentuhg. “Maaf deh!”
kata Sandra sambil tersenyum. “Habis aku juga kelupaan waktu! Leon, pestamu
meriah sekali! Belum pernah melihat pesta ulang tahun sehebat ini!”
“Pestaku keenam belas lebih hebat daripada ini!” Leon
memberitahu.
“Oya? Tapi kenapa umur enam belas, bukan tujuh belas?”
Leon menatap mata Sandra dengan tenang. “Karena para dokter
memperkirakan aku tidak akan bertahan sampai umur enam belas tahun.”
Sandra langsung terdiam.
“Jadi sewaktu aku masih bisa merayakan ulang tahunku yang
keenam belas…” lanjut Leon. “Mama benar-benar mempersiapkan nya sehebat
mungkin! Kalau di piker-pikir tiap tahun juga Mama selalu merayakan ulang
tahunku semeriah mungkin!”
Itu karena mamamu tidak tahu kapan kau akan berhenti
merayakan nya! kata Sandra dalam hati. “Aku suka musik ini!” kata Sandra.
Leon mendengar grup band membawakan lagu lembut. “Aku juga
menyukai nya!”
Leon berdiri dan mengulurkan tangan nya pada Sandra. “Kau mau
dansa denganku?”
Sandra tersenyum dan menyambut uluran tangan Leon.
Mereka berjalan ke tengah ruang tamu. Leon memeluk pinggang
Sandra dan mereka mulai berdansa. Sandra mengernyit kesakitan. Dia baru ingat
kalau sepatu hak tinggi nya membuat kaki nya sakit.
Leon menghentikan dansa nya. “Ada apa?”
“Sepatu ini!” kata Sandra kesal. “Aku benar-benar menderita
dibuat nya. Kakiku sakit semua!”
Leon tersenyum. “Kalau begitu lepas saja.”
Sandra memandang Leon dengan bingung.
“Tidak ada guna nya kita berdansa kalau tidak menikmati nya.
Jadi lepas saja sepatumu kalau itu membuat kakimu sakit!”
“Tapi…”
“Sandra!” tegas Leon. “Lepas saja!”
Sandra membungkuk untuk melepas sepatu nya. Setelah itu dia
merasa lega. Leon tersenyum, lalu dia juga melakukan hal yang sama, membuat
Sandra menatap pemuda itu bingung.
“Kau melepas sepatumu, aku juga melepas sepatuku!” kata Leon.
“Ini baru adil, bukan?”
Sandra terbahak senang.
“Nah, sekarang bisakah kita berdansa?” tanya Leon.
Sandra mengambil tangan Leon dan meletakkan di pinggang nya.
“Ayo, dansa!”
Sesekali mereka bertubrukan satu sama lain dan menginjak kaki
lawan nya.
“Auwww!” teriak Leon. “Kenapa kau menginjak kakiku?”
“Karena kau menghalangi jalanku!” kata Sandra.
“Kau seharus nya mundur.” Kata Leon. “Bukan nya maju!”
“Kau yang seharus nya mundur!” balas Sandra. “Lagi pula kau
belajar dansa dari mana sih? Payah sekali!”
“Biar kau tahu, ini dansa pertamaku!” kata Leon.
“Pantas!” kata Sandra.
“Memang nya kau pernah belajar dansa
sebelum nya?” tanya Leon.
“Tentu saja…” kata Sandra. “Belum. Hehehe… ini juga dansa
pertamaku!”
Kedua nya pun terbahak berbarengan.
“Kita benar-benar payah!” kata Sandra.
“Ya!” kata Leon setuju.
Saat itu musik sudah berhenti.
“Seperti nya musik sudah berhenti!” kata Sandra.
Leon memeluk pinggang Sandra lagi dengan lembut. “Jangan
bergerak! Kita berdansa seperi ini saja!”
Sandra merebahkan kepala nya di bahu Leon dan tersenyum.
Ya! Begini jauh lebih nyaman, kata Sandra dalam hati.
Setelah nya, Leon mengantar Sandra melihat-lihat rumah nya.
Ketika malam sudah semakin larut dan Sandra ingin pulang, Leon mengatakan dia
ingin mengantar nya.
“Lalu bagaimana dengan tamumu yang lain?” tanya Sandra.
“Kaulah tamuku!” kata Leon. “Tunggu sebentar!”
Leon bergegas ke lantai atas mencari-cari sesuatu. Ketika
menemukan nya, dia mengambi nya dan kembali ke hadapan Sandra.
“Ini!” kata Leon sambil menyodorkan
nya pada Sandra. “Pakailah!”
Sandra melihat sandal berbulu bergambar beruang di hadapan
nya. “Aku tidak mau memakai nya!”
“Daripada kau mengenakan sepatu hak tinggi itu bukankah lebih
baik pakai sandal ini?”
Sandra menatap Leon putus asa. “Apa tdak ada sandal lain?”
Leon tertawa. “Sebenar nya sih ada, tapi aku ingin kau
mengenakan yang ini! Pasti cocok!”
“Kau mau mengerjaiku, ya?”
“Ayolah, Sandra!” kata Leon. “Anggap saja ini permintaan dari
orang yang berulang tahun!”
Sandra memelototi Leon. “Baiklah!”
Leon melihat penampilan Sandra dari atas sampai bawah. Sandra
jadi aneh dan lucu. Dan itu membuat Leon tertawa terbahak-bahak.
“Kalau kau berani tertawa lagi…” ancam Sandra lalu berjalan
ke arah pintu depan.
“Ayo, pergi!” kata Leon
Sesampai nya di rumah, Sandra buru-buru membuka pintu
penumpang. “Terima kasih ya, Leon.” Dia ingin cepat-cepat mengganti sandal
konnyol itu. “Sama-sama!” kata Leon. “Hari ini adalah pesta terbaik sepanjang
hidupku!”
Sandra melangkah masuk ke rumah.
“Sandra!” teriak Leon. “Kau lupa sepatumu!”
Sandra berbalik dan mengambil sepatu hal tinggi nya dari Leon
sambil menahan malu. “Bye!” kata nya.
Saat Sandra sudah masuk, tawa Leon tidak terbendung lagi.
“Malam ini kau kelihatan nya senang sekali, Leon!” kata Pak
Budi.
“Ya!” jawab Leon sambil tersenyum.
“Syukurlah kau bisa bergembira!” Pak Budi merasa senang.
“Pak Budi!” kata Leon. “Aku tidak akan melupakan kejadian
malam ini seumur hidupku!”
Sandra menguap lebar di kamar nya. Rumus-rumus fisika
bertebaran di pikiran nya. Bagaimana aku menghafal semua nya? batin Sandra
putus asa. Besok adalah ujiam terakhir semester ini.“Sandra!” teriak mama nya
dari lantai bawah. “Telepon untukmu!”Sandra mengambil telepon yang ada di
samping tempat tidur nya. “Halo!” kata nya sambil menguap.“Wah, kau kedengaran
mengantuk!” kata suara di ujung telinga nya.“Leon!” kata nya tanpa semangat.
“Ada apa menelepon?”“Aku hanya ingin menanyakan kabarmu!” kata nya. “Bagaimana
hasil belajar nya?”“Payah!” jawab Sandra.“Kau mau aku membantumu ke sana?”
tanya Leon.“Tidak-tidak!” bantah Sandra. “Aku kapok diajari olehmu.
Aku hanya perlu istirahat
sebentar!”Leon tertawa. “Jangan-jangan, kau malah ketiduran!”“Mungkin!” sahut
Sandra. “Sudah minum dua cangkir kopi tetap saja mengantuk. Seperti nya aku
harus mengingat hal ini kalau-kalau aku tidak bisa tidur kapan-kapan.”Leon
tertawa lagi. “Ayolah, tidak mungkin separah itu! Kalau kau sudah penat, jangan
dipaksa. Kalau kau masih mengantuk juga, coba saja cuci mukamu dengan air
dingin!”“Yah! Barangkali aku bisa mencoba nya!” kata Sandra.“Aku meneleponmu
karena aku ingin mengajakmu ke suatu tempat besok!” kata Leon. “Karena ujian
sudah berakhir, bagaimana kalau kita makan bareng di restoran yang baru buka di
dekat sekolah itu?”“Oh ya, ide bagus!”“Aku tunggu kau sepulang sekolah!”“Oke!”
jawab Sandra. “Omong-omong, kau sendiri tidak belajar?”“Oh, aku sih sudah
selesai satu jam yang lalu!” kata Leon.“HAH?? Satu jam yang lalu?” tanya Sandra
keheranan. “Kok bisa?”“Aku memang cepat kalau menghafal!” kata Leon. “Lagian
otakku lebih encer disbanding punyamu!”“Apa kau bilang?? Enak saja!”“He, kenapa
marah?!” kata Leon lagi sambil menahan tawa. “Itu kan kenyataan. Menghafal
rumus saja kau tidak masuk-masuk!”“Aku akan buktikan kalau besok aku bisa
mengerjakan ujian dengan baik!” tantang Sandra. “Sekarang juga aku akan
belajar. Dadah!”Sandra menutup telepon nya dengan kesal.Memang nya hanya dia
saja yang punya otak encer? Ujar Sandra kesal.Sandra melihat buku di depan nya
dan meringis. Dia mulai membuka buku itu lagi dengan malas.Ketika Sandra
terbangun keesokan hari nya, dia kaget karena kesiangan. Dia bangun dan
cepat-cepat bersiap-siap ke sekolah. Dia tiba di kelas nya sesaat sebelum ujian
di mulai. Ia menarik napas lega.Soal ujian dibagikan dari depan ke belakang.
Saat kertas itu tiba di meja nya, Sandra memandang kertas dengan ngeri.Dua jam kemudian,
Sandra berjalan keluar kelas dengan langkah loyo.Tetapi kemudian dia tersenyum
saat teringat janji nya bersama Leon sepulang sekolah. Sandra menghampiri kelas
Leon. Mata nya menyapu ruang kelas, tetapi yang dicari nya tidak berada di
sana.“Hei!” kata nya pada salah satu teman sekelas Leon. “Kau lihat Leon
tidak?”Teman sekelas Loen menjawab. “Kau belum tahu ya? Kemarin malam Leon
dibawa ke rumah sakit. Kata nya kini ia dirawat di ICU!”Sandra terpaku mendengar
berita tersebut. Semalam Leon masih sempat bercanda dengan nya. Hari ini dia
sudah berada di rumah sakit. Sandra berlari sekencang nya keluar dari sekolah
dan menyetopi taksi.Sandra berdoa semoga Leon tidak apa-apa. Sandra meneroos
rumah sakit setelah dia tiba di sana. Di depan ruang ICU, Sandra melihat Papa
Leon sedang duduk sambil menutup wajah nya.“Oom!” kata nya. “Bagaimana keadaan
Leon?”Papa Leon menatap Sandra. “Dia sekarang sudah tidur. Keadaan nya sudah
stabil!”Sandra mendesah lega. “Syukurlah kalau begitu!”“Jantung nya sempat
berhenti tadi pagi!” kata Papa Leon sedih.Sandra hampir menangis mendengar
berita itu.“Aku ayah yang payah!” desah papa Leon. “Aku bisa menyelematkan
nyawa orang lain, tetapi nyaris tidak mampu menyelamatkan nyawa anakku sendiri.
Sungguh ironis, bukan?”“Oom nggak payah kok! Leon saja bercita-cita ingin
menjadi dokter seperti Oom!”“Oya?” Papa Leon sedikit terhibur.Sandra
mengangguk. “Oom, bolehkah saya menjenguk Leon?”Papa Leon mengangguk. “Oke.
Masuklah!”Sandra memasuki ruang ICU perlahan-lahan. Di tempat tidur yang
diletakkan di tepi dinding kaca dia melihat Leon sedang tertidur. Disentuh nya
kaca di depan nya dengan tangan nya. Dia ingin menyentuh Leon.“Cepat sembuh,
Leon!” kata Sandra. “Kalau sudah sembuh, kau boleh mengejekku semaumu! Aku
tidak akan keberatan!”Seakan-akan bisa mendengar suara nya, Leon membuka mata
nya.Leon memandang ruangan di sekitar nya dengan bingung. Hal terakhir yang
diingat nya adalah dia sedang menelepn Sandra. Saat menutup telepn, Leon
merasakan nyeri di dada hingga membuat nya pingsan.Sudah berapa lama aku di
sini? Tanya nya dalam hati.Kemudian pandangan nya beradu dengan mata Sandra
yang menatap nya dengan sedih. Leon tertawa lemah.“Hai!” kata Leon lemah.Sandra
tidak bisa mendengar perkataan Leon, tapi dia bisa membaca gerakan bibir pemuda
itu.“Hai!” balas Sandra.Senyum Sandra menghangatkan hati Leon.Karena Leon tidak
bisa mendengar suara nya, Sandra menggerakkan tangan nya di kaca dan menulis
dengan jari nya.SAKIT?Leon memberikan jawaban nya dengan cara yang sama.TIDAK
LAGI.Kedua nya tersenyum.Leon teringat kalau hari ini seharus nya dia mengikuti
ujian disika di kelas nya. Lalu dia menggerakkan jari nya lagi.UJIAN?Sandra
terdia, sesaat. Terus terang Sandra tidak bisa mengerjakan nya dengan baik. Tapi
demi kebaikan Leon dia berbohong.Sandra tersenyum ceria sambil mengangkat
jempol nya, menandakan dia bisa mengerjakan ujian nya.Leon tersenyum tertahan,
lalu menulis lagi dengan jari nya.BOHONG.Saat itu Sandra tertawa. Rupa nya dia
tidak bisa menipu Leon. Leon meletakkan telapak tangan kanan nya di kaca.
Perlahan Sandra juga mengangkat tangan kiri nya di kaca itu sampai telapak
tangan mereka berdua bertemu. Mereka bertatapan tanpa berkata apa-apa.***Lima
hari kemudian, Leon membereskan barang nya dari lemari rumah sakit. Sandra
mengetuk pintu ruangan nya dengan gembira. Para dokter mengatakan kesehatan
Leon pulih dengan cepat. Mereka menyebut nya sebagai keajaiban.Ketika Sandra
mengatakan omongan para dokter itu, Leon hanya tersenyum.“Mungkin belum waktu nya!”
kata Leon tenang.Sandra menatap Leon yang sedang membereskan baju nya.“Sini,
biar aku bantu!” kata Sandra.“Terima kasih!” ucap Leon sambil tersenyum.
“Mungkin sebentar lagi Pak Budi menjemput!” kata Leon. “Aku mau menunggu nya di
depan pintu rumah sakit. Jadi Pak Budi tidak usah parker lagi. Aku sudah tidak
sabar ingin keluar dari sini!”“Kalau begitu, ayo kita pergi!” Sandra menutup
risleting tas Leon.“Biar aku yang bawa!” kata Leon mau mengambil tas nya.“Kau
kan baru sembuh!” Sandra menepis tangan Leon. “Aku saja yang bawa!” lalu Sandra
bergegas keluar dari kamar Leon. Leon mengangkat bahu dan mengikuti nya.Setelah
lima menit menunggu di depan rumah sakit dan tidak ada tanda-tanda mobil Leon
muncul. “Leon sebaik nya kita masuk saja dahulu!” kata Sandra.Leon menggeleng.
“Aku tidak mau masuk lagi ke dalam sana setelah aku bisa keluar
sekarang!”Sandra menatap hujan yang turun dengan deras. “Tapi cuaca nya dingin
sekali!”Tenang saja, sebentar lagi juga Pak Budi datang kok!” kata Leon.Sandra
meletakkan tas Leon di lantai dan membuka jaket nya.“Ini!” seru nya.
“Pakailah!”Leon membelak menatap jaket yang ditawarkan Sandra. Dia memerhatikan
jaket merah Sandra dengan tatapan tidak percaya. Warna nya merah mencolok dan
di depan nya terdapat gambar kartun seorang gadis yang sedang tersenyum
menampakkan gigi ompong nya. Jaket itu bertuliskan “Are you ready for
school.”Leon menggeleng ngeri. “Aku tidak akan memakai nya!”Sandra tersenyum
sesaat. “Kau harus pakai! Nanti kalau kau kedinginan dan sakit lagi, bagaimana?”“Aku
rasa aku lebih kedinginan saja!” kata Leon.“Aku tidak akan membiarkanmu sakit
lagi!” sanggah Sandra. Dia menangkap tangan Leon dan mengenakan jaket merah nya
ke badan cowok itu. Tahu-tahu Sandra sudah menutup tisleting jaket di badan
nya.“Nah! Selesai!” kata Sandra.Leon memandang nya dengan tatapan tidak suka.Seorang
pengunjung rumah sakit menatap Leon sambil menahan tawa.Leon semakin cemberut.
“Ayolah!” kata Sandra menghibur. “Tidak seburuk itu kok!”Tapi lima detik
kemudian Sandra tertawa terbahak-bahak.Mendengar tawa Sandra, Leon semakin
kesal.“Anggap saja itu balasan atas sandal konyol yang kau berikan padaku tempo
hari!” bisik Sandra.“Tapi itu lain!” protes Leon. “Kau langsung pulang dengan
mobilku tanpa bertemu siapa-siapa. Sekarang semua orang bisa melihatku!”Sandra
tertawa. “Aku tahu! Itu yang membuat nya semakin menarik!”Dalam hati Leon
mengumpat.Lima menit kemudian, mobil Leon tiba. Leon cepat-cepat masuk ke pintu
penumpang. Sandra mengikuti nya sambil terkikik geli.Di dalam mobil, Pak Budi
juga memerhatikan jaket yang dikenakan Leon. Leon menyuruh Pak Budi mengantar
Sandra ke rumah nya.“Istirahat yang banyak!” kata Sandra ketika sudah tiba di
depan rumah nya.Leon mengangguk. “Masuklah!”Leon memandang jaket yang dikenakan
nya sambil mendesah. Hari-hari bersama Sandra memamng tidak pernah membosankan.
Sesampai nya di rumah, Leon disambut oleh mama nya di depan pintu.“Leon!” Mama
memeluk nya. Lalu wanita itu memandang jaket yang dikenakan putra nya sambil
menahan tawa.“Ayo masuk!” ajak Mama lagi.Mama rupa nya telah menyiapkan makanan
dan minuman untuk Leon. “Makan dahulu!” kata nya.Leon mulai memakan masakan
mama nya.“Kau mau ganti baju sekarang?” tanya mama Leon.Leon menyentuh jaket
yang dikenakan nya. Entah mengapa dia merasa sayang melepaskan jaket itu
setelah Sandra tidak ada.“Nanti saja, Ma. Aku mau makan dulu.” Leon
berbohong.Mama nya tersenyum mengerti.
Sandra melangkah ke kamar mama nya.
Dia mengetuk pintu kamar mama nya lalu masuk.Widia sedang bersiap-siap
menghadiri pertemuan dengan para rekan nya. “Ada apa, Sandra?” tanya Widia.“Aku
mau memberi sesuatu.” Kata Sandra.Sandra memberikan bingkai foto yang dipegang
nya pada mama nya.Widia menatap foto di dalam nya. Itu foto diri nya dan Sandra
saat putri nya mencoba gaun pesta di toko. Seorang pelayan toko ingin memfoto
Sandra mengenakan gaun tersebut dan memajang di took nya. Lalu dia juga meminta
mereka berdua untuk berfoto.“Aku tidak tahu bagaimana berterima kasih atas
bantuan Mama waktu itu!” kata Sandra. “Aku hanya punya foto ini untuk Mama!”“Oh,
Sandra!” Widia terharu. Dielus‟y kepala putri nya dengan penuh sayang. “Ini
indah sekali!”“Mama bisa memajang nya di meja kantor Mama!” kata Sandra.“Terima
kasih, Sandra!” kata Widia senang. Hari ini adalah hari pembagian rapor. Sandra
duduk di kelas nya dengan khawatir. Dalam hati kecil nya dia tidak ingin
membuat Leon dan mama nya kecewa. Pak Donny masuk ke kelas sambil membawa rapor
dan banyak kartu pos.“Hari ini kalian akan mendapatkan hasil belajar kalian
selama satu semester ini!” kata Pak Donny. “Tapi sebelum nya ada sesuatu yang
ingin Bapak sampaikan! Sebagaimana yang telah kalian ketahui, di seberang
sekolah kita telah dibuka kantor pos baru. Mereka ingin memberikan kartu pos
pada kalian sebagai kenang-kenangan.” Lalu Pak Donny meletekkan setumpuk kartu
pos pada meja terdepan masing-masing. “Bapak yakin kalian akan menikmati
liburan kalian setelah pembagian rapor ini. Jadi kartu pos ini dapat kalian
gunakan untuk mengirim kabar pada teman kalian saat kalian pergi ke luar kota
atau luar negeri!”Sandra melihat sekilas kartu pos nya yang berwarna biru, lalu
memasukkan nya ke tas.“Nah.” Kata Pak Donny. “Sekarang Bapak akan membagikan
rapor berdasarkan urutan nama kalian. Bagi yang nama‟y dipanggil silakan maju
kedepann.” Pak Donny menatap murid yang duduk dihadapan nya. Dia membuka rapor
di tangan nya.“Bapak tidak harus mengatakan apa!” kata Pak Donny.Sandra merasa
putus asa.“Nilai-nilaimu memang masih kurang!” kata Pak Donny. “Tapi Bapak tahu
kau sudah berusaha. Kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki nilaimu
semester depan. Walau begitu Bapa tetap merasa senang karena tidak ada satu pun
nilai merah di rapormu.”“Tidak ada yang merah?” tanya Sandra terkejut.“Ya!”
kata Pak Donny sambil tersenyum. “Kelihatan nya kau sudah berusaha memperbaiki nilaimu
dibandingkan tahun lalu. Bapak tahu kau bukan anak yang bodoh dan sampai saat
ini Bapak tidak menyesal karena telah memberikan kesempatan padamu untuk
membuktikan hal itu pada dirimu sendiri. Jadi semester depan, cobalah berusaha
lebih baik lagi!”Pak Donny menunjukkan rapor Sandra pada nya. “Ini! Kau bisa
melihat sendiri!”Sandra melihat nilai-nilai di rapor nya. Memang banyak nilai
enam nya, tapi tidak ada nilai merah. Nilai yang bagus hanyalah nilai olahraga,
ia mendapat nilai delapan.“Berjuanglah semester depan, Sandra!” Pak Donny
memberi semangat.“Terima kasih, Pak!” Sandra tersenyum.Sandra keluar dari kelas
sambil tersenyum. Leon sudah mengingatkan nya dari pagi bahwa dia ingin melihat
rapor Sandra.Sandra tidak melihat Leon di kelas nya.“Kau tahu di mana Leon?”
tanya Sandra pada salah seorang teman sekelas nya.“Oh! Dia dipanggil ke ruang
guru!” kata nya.Sandra langsung pucat. Apakah gara-gara nilai rapor Leon yang
menurun? Tanya nya panik.Sandra berlari ke ruang guru. Dia menunggu sampai
akhir nya Leon keluar.“Leon!” sapa nya. “Kenapa kau dipanggil? Memang ada
masalah dengan nilai rapormu?”Leon mengangguk tanpa semangat. Tangan nya
memegang rapor nya dengan lemas.“Tidak apa2, Leon. Kan masih ada semester
depan. Kau pasti bisa berusaha lebih baik lagi di semester depan. Pasti nilai
nya tidak akan lebih parah dari nilai raporku, kan?” hibur Sandra.Leon menatap
Sandra dengan serius. “Bagaimana rapormu?”Sandra memberikan rapor nya pada
Leon. “Tidak jelek! Setidak nya tidak ada nilai merah sama sekali! Semester
depan kita berusaha sama-sama, oke!”Leon melihat nilai rapor Sandra. “Aku
senang tidak mendapatkan nilai merah!”“Boleh aku melihat rapormu?” balas
Sandra.Leon menggeleng.Sandra penasaran dan direbut nya rapor Leon dari tangan
nya.“Sandra!”Sandra terkejut melihat rapor Leon.“Nilaimu tidak ada yang jelek!”
kata Sandra. “Semua nya dapat nilai Sembilan!”“Memang!” kata Leon santai.“Kalau
begitu kenapa kau dipanggil ke kantor guru?” tanya Sandra bingung.Leon akhir
nya tertawa. “Aku tadi hanya ingin menggodamu. Aku dipanggil ke sini karena
para guru mau kasih hadiah atas prestasiku sebagai juara umum.”“Hah??? Juara
umum???” tanya Sandra. “Jadi… kau bohongi aku ya tadi???”Leon mengangguk. “Aku
tidak menyangka bisa menipumu!”Sandra cemberut kesal. “Sebel!!”“Aku hanya ingin
bercanda!”“Tunggu dulu, ada yang tidak aku mengerti!” kata Sandra. “Waktu itu
kan kau tidak ikut ujian fisika!”“Hei, Non, ada yang nama nya ujian susulan!”
jawab Leon.“Bagimana dengan nilai olahragamu?” tanya Sandra bingung. “Kok bisa
dapat nilai Sembilan? Bukan nya kau tidak bisa mengikuti kegiatan
olahraga!”“Pak Guru memberikan tugas lain untukku!” kata Leon. “Kliping tentang
olahraga!”Sandra akhir nya mengerti. Dalam kondisi sakit pun Leon bisa menjadi
juara umum.Mereka berjalan ke taman sekolah dan duduk di bangku.“Kau dapat
kartu pos hari ini?” tanya Leon. “Punyaku warna kuning!”Sandra mengangguk dan
mengeluarkan kartu pos biru nya dari tas. Leon juga menunjukkan kartu pos
nya.“Aku suka biru!”Sandra mengambil kartu pos di tangan Leon,
menukar nya dengan kartu pos di
tangan nya. “Nah, sekarang kau punya yang biru!”Leon tertawa. “Terima kasih!
Jadi… kau akan pergi ke mana liburan ini? Menemui papamu?”“Entahlah, aku belum
memutuskan!” kata Sandra.“Kalau kau sudah memutuskan, bawa kartu posmu dan
kirimkan padaku. Tulis semua yang kau kerjakan. Oke?”“Sip!” kata Sandra.Leon
menarik napas dalam-dalam.“Sandra…” kata Leon tiba-tiba. “Ada yang harus aku
katakana kepadamu.”“Apa?”Leon menarik napas lagi. “Kemarin Papa berbicara
padaku. Para dokter menyarankan agar aku menjalani operasi jantung.”“Kenapa?”
protes Sandra. “Bukankah kau baik-baik saja? Minggu kemarin kau keluar dari
rumah sakit karena kau sudah membaik, kan?”Leon menggeleng. “Kemarin aku
menjalani pemeriksaan lagi. Para dokter menyimpulkan aku harus menjalani
operasi.”“Apakah begitu parah?” tanya Sandra sedih.“Aku sungguh tidah tahu!”
kata Leon. “Operasi ini sangat berisiko. Papa tidak mau aku menjalani nya,
tetapi ada kemungkinan aku bisa hidup sehat setelah menjalani nya!”“Tapi ada kemungkinan
kau juga akan meninggal!” Sandra menyela nya.Leon mengangguk.“Kalau begitu
jangan dioperasi!” seru Sandra. “Setidak nya kau masih bisa hidup lebih lama
lagi, kan?”Leon menatap mata Sandra. “Aku sudah memutuskan untuk menjalani
operasi, Sandra!”“Mengapa?!!” teriak Sandra. “Kau bisa meninggal, Leon!!”“Aku
tahu!!” balas Leon keras.Leon ingin meraih tangan Sandra, tapi Sandra menepis
nya. Sandra menangis di hadapan Leon. “Dulu Papa yang pergi, sekarang kau yang
akan pergi! Aku tidak mau!!! Aku benci dirimu!!! Aku tidak mau bertemu denganmu
lagi!!!”Sandra berlari meninggalkan Leon.“Sandra!!!” teriak Leon putus
asa.“Mengapa?!?” teriak nya sambil mendongakkan kepala nya ke langit. “Ini
sungguh tidak adil! Leon adalah anak yang baik, kenapa dia harus menanggung
semua ini?”Sandra pulang ke rumah nya dan langsung menuju kamar nya.Dia
menangis keras-keras. Seharus nya aku tidak berteman dengan nya, teriak Sandra
dalam hati,aku toh sudah tahu kalai dia punya penyakit mematikan. Aku saja yang
bodoh. Aku harus berusaha melupakan nya. Aku tidak mau ada orang yang
menyakitiku lagi.Bodoh! Untuk apa memedulikan nya! Kalau dia mau dioperasi,
operasi saja, apa hubungan nya denganku? Toh itu nyawa nya. Aku tidak mau
berteman dengan nya lagi. Berapa kali aku harus melakukan kesalahan? Menyayangi
seseorang itu terlalu menyakitkan.***Sementara itu Leon merasa sedih oleh
penolakan Sandra. Tetapi dia tahu saat ini sahabat nya itu sebetul nya
ketakutan. Dia merasa tidak berdaya karena tidak ada satu pun yang bisa dia
lakukan untuk meringankan beban di hati gadis itu.***Sandra berjalan
bolak-balik di kamar nya selama beberapa menit terakhir. Dia merasa dikhianati
teman terbaik nya. Tega-tega nya dia memutuskan sendiri ingin dioperasi tanpa
memberitahukanku? Bukankah kami berteman? Kenapa dia tidak menanyakan
pendapatku dulu?Perasaan nya saat ini hampir sama seperti saat papa nya pergi
ke luar negeri. Tapu kali ini hati nya lebih sakit.Aku tidak boleh menemui nya
lagi! Kata Sandra dalam hati.Lalu mengapa hati nya terasa hampa? Tanpa sengaja
tatapan Sandra jatuh pada CD di depan nya. Hadiah ulang tahun dari Leon. Sandra
menangis lagi. Setelah itu dia keluar dari kamar nya sambil berlari
sekencang-kencang nya.***Leon menyentuh tuts piano nya dengan jari nya. Dalam
benak nya teringat kenangan bersama Sandra di ruang musik ini. Leon tersenyum.
Dia akan membawa kenangan itu bersama nya apa pun yang terjadi. Jari nya
kemudian memainkan lago Do-Re-Mi, lagu yang sangat disukai Sandra.***Sandra
bernapas terengah-engah. Dia mencari Leon di taman sekolah, tapi tidak
menemukan nya. Sudah pulangkah dia? Tanya nya dalam hati.Saat itu dia mendengar
suara piano dari ruang musik. Sandra berjalan perlahan mendekati ruangan itu.
Sandra melihat Leon sedang memunggungi nya dan memainkan musik kesukaan nya.
Semua kenangan pertemuan mereka bermunculan di benak nya.Seakan-akan menyadari
diri nya tidak sendirian, Leon menghentikan permainan piano nya dan
membalikkkan badan nya. Dilihat nya Sandra sedang menatap nya dengan sedih.“Aku
kira kau tidak mau melihatku lagi!” kata Leon.Sandra melangkahkan kaki nya
mendekati Leon. “Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu.”“Apa?”“Kenapa kau
memutuskan untuk dioperasi padahal itu bisa membahayakan nyawamu?”“Karena aku
ingin punya kesempatan untuk sembuh dan menemanimu!” kata Leon.Sandra menangis.
“Dulu aku tidak pernah takut karena aku tidak [ernah memedulikan apa pun.
Sekarang setelah bertemu denganmu, aku takut kehilangan segala nya. Aku taku
sekali, Leon!”“Kau kira aku tidak takut?” tanya Leon lembut.“Tentu saja kau pasti
takut.” Kata Sandra. “Kau bisa kehilangan nyawamu!”Leon menggeleng. “Bukan itu
yang aku takutkan. Aku tidak takut mati, Sandra. Aku sudah bisa menerima nya
sejak dahulu. Itu hanya masalah waktu saja. Yang paling aku takutkan adalah
kehilanganmu!”“Leon…” kata Sandra lemah. “Aku juga takut kehilanganmu! Amat
sangat takut!”“Aku tetap akan menjalankan operasi itu, Sandra!” tegas
nya.Sandra mengangguk. “Aku tahu! Aku akan menemanimu!”Leon menggenggam tangan
nya. “Terima kasih!”“Kapan operasi nya?” tanya Sandra.“Minggu depan!” kata
Leon.“Secepat itu?!” tanya Sandra gusar.“Aku rasa lebih cepat lebih baik.
Kondisi jantungku semakin memburuk, Sandra. Jadi aku ingin melakukan nya
sebelum terlambat. Besok aku sudah harus berada di rumah sakit.”Sandra
tertawa.“Kenapa tertawa?” tanya Leon.“Aku hanya merasa lucu, karena untuk
pertama kali nya aku liburan di rumah sakit. Pengalaman unik, lain daripada
yang lain!”Leon ikut tertawa. “Aku selalu liburan di rumah sakit! Tapi rumah
sakit tidak terlalu jelek kok, kau bisa makan di kantin yang tidak aka dua nya.
Menggoda suster malam-malam dengan berkeliaran di lorong-lorong rumah sakit
sambil membungkus tubuhmu dengan seprai putih.”“Wah, kelihatan nya menarik!”
kata Sandra tertawa terbahak-bahak.“Percayalah! Aku pernah melakukan semua
itu!” kata Leon tertawa jail.“Ternyata kau nakal juga ya!” kata Sandra. “Kau
bisa melakukan apa pun yang kau inginkan di rumah sakit tanpa diomeli karena
kau sedang sakit!”Leon terdiam lagi.“Ada apa?” tanya Sandra.“Hanya satu hal
yang tidak bisa aku lakukan di rumah sakit!” kata Leon mengakui.“Apa?” Sandra
penasaran.“Aku tidak bisa merasakan kehidupan normal seperti orang lain!” kata
Leon jujur.Sandra menatap Leon dengan sedih dan menggenggam tangan nya. Hari
ini Sandra berada di rumah Leon untuk bersama-sama kerumah sakit. Leon akan
dioperasi minggu depan. Sandra menemui kedua orangtuapemuda itu.
“Terima kasih kau mau menemani nya di rumah sakit!” kata
mamaLeon. “Leon terlihat gembira setiap bersamamu!”
“Oom, Tante.” Kata Sandra. “Saya ingin memohon satu hal!”
“Apa, Sandra?”
“Sebelum saya membawa Leon ke rumah sakit, saya inginmembawa
nya ke suatu tempat!”
Papa dan mama Leon terdiam.Sandra
menunduk. “Saya mohon. Satu jam saja!”
“Baiklah, Sandra!” kata nya. “Kau boleh melakukan nya.”
“Terima kasih, Oom!” kata Sandra lega.
“Seharus nya Oom yang berterima kasih karena kau telah
memberi kebahagiaan pada putra kami!” papa dan mama Leon tersenyum.
Sandra menggeleng. “Oom salah! Leonlah yang telah memberi
saya sebuah kehidupan dan kebahagiaan! Putra Oom dan Tante adalah manusia
yangistimewa. Saya permisi dahulu!”
Sandra meninggalkan kedua orangtua Leon yang sedang
berpelukan. Lalu dia mengatakan keinginan nya pada Pak Budi yang akan mengantar
mereka ke rumah sakit. Setelah itu Sandra menunggu Leon di ruang tamu.
“Kau sudah siap?” tanya Sandra ketika melihat Leon yang turun
dari tangga.
Leon mengangguk.
Setengah jam kemudian, Leon menatap Sandra kebingungan.
Mereka berhenti di sebuah taman rekreasi.
“Kenapa kau membawaku kemari?” tanya Leon. “Bukankah kita
harus ke rumah sakit?”
Sandra malah balik bertanya. “Pernahkah kau kemari?”
Leon menggeleng. Sandra mengulurkan tangan nya. “Kemarin kau
mengatakan bahwa ada satu hal yang tidak bisa dilakukan di rumah sakit.
Kehidupan normal. Nah,Leon aku akan memberimu kesempatan untuk merasakan
kehidupan normal selama 3600 detik di taman rekreasi ini.”
“Percayalah padaku!”
Leon melihat mata Sandta yang bersinar, lalu dia
menyambutuluran tangan gadis itu.Ketika memasuki arena taman rerkreasi, Leon
melihat sekeliling nya dengan senang.
Leon gembira Sandra mengajak nya kemari.Sandra menggenggam
tangan nya dan langsung menuju sebuahkomidi putar. “Ayo, kita naik!”
Leon melihat keadaan sekeliling nya dan memprotes. “Tapi
kebanyakanyang naik anak kecil!”
“Jadi kenapa?” Sandra mengangkat bahu nya. “Kalau kita mau
main, sebaik nya kita main bersama. Aku tahu kau tidak bisa naik atraksi yang
lain, tetapi aku bisa menemanimu main komidi putar ini!”
Leon tertawa dan akhir nya mereka bermain komidi putar sampai
dua kali. Setelah itu mereka berfoto bersama di depan komidi putar. Sesaat
sebelum mereka mengambil foto mereka, Sandra menjulurkan lidah nya dan menarik
pipi Leon dengan kedua tangan nya. Kedua nya tertawa melihat tampang Leon
ketika foto nya jadi sesaat kemudian.
“Kau benar-benar usil!” kata Leon.
Tatapan Leon jatuh pada sekerumunan
orang yang sedang mengantre di sebuah stand makanan. Mereka membawa kapas besar
berwarna dadu dan memakan nya.
“Apa itu?” tanya Leon.
“Oh, itu gula kapas! Kau belum pernah mencoba nya?”
"Belum!” kata Leon. “Enak tidak?”
“Rasa nya manis. Mau?” tanya Sandra.Leon mengangguk.Sandra
mengantar Leon ke sebuah bangku di bawah sebatang pohon yang rindang. “Kau
tunggu di sini saja. Istirahat dulu. Aku akan antre disana!”
Leon memandang Sandra yang sedang mengantre. Lalu dia
mengeluarkan kartu pos yang biru yang ada di tas nya dan mulai menulis sesuatu.
Sandra, temanku yang paling baik…
Tak berapa lama kemudian, Sandra menghampiri Leon sambil membawa
gula kapas berwarna pink.
“Coba rasakan!” kata nya pada Leon.
Leon mengambil sebagian gula kapas itu. “Enak! Manis!”
“Sekarang kita main apa lagi ya?” tanya Sandra. “Naik
kincirsaja ya?”
Leon tertawa melihat antusiasme Sandra.
“Apa kau sudah mulai menikmati kehidupan normalmu?” Tanya
Sandra.
“Ya!”
“Kalau begitu rencanaku berhasil!” kata Sandra.Sandra membawa
Leon berkeliling taman rekreasi. Ketika satujam berlalu, mereka kembali ke
pintu keluar. Sebelum kembali ke mobil, Sandraberkata dengan serius.
“Leon, ada yang ingin kukatakan!” kata Sandra.
“Apa itu?”
Sandra menggenggam tangan Leon. “Saat kau dioperasi nanti,aku
tidak mau kau takut pada apa pun. Kau tidak usah takut kehilanganku, Leon.Aku
akan selalu menemanimu. Aku berjanji tidak akan kenapa-napa walaupun kautidak
berhasil dioperasi! Aku mungkin akan sangat sedih, tapi aku yakin akubisa
melalui nya! Jadi jangan khawatir dan lakukan saja operasimu dengan tenang.”
Leon tersenyum. “Aku tahu.”
Leon melepaskan pegangan tangan Sandra. “Aku juga tidak ingin
kau takut kehilanganku. Sandra, apa pun yang terjadi aku akan selaluberada di
sampingmu!”
Leon menujuk hati Sandra. “Aku akan selalu berada di sana!”
“Aku tahu!” kata Sandra berkaca-kaca.
“Terima kasih untuk rekreasi nya!” kata Leon sungguh-sungguh.
“Ayo,kita ke rumah sakit sekarang!”
Sandra mengangguk.
***
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, mereka tertawa
riang.Leon tertawa mendengar lelucon Sandra. Lalu tiba-tiba dia merasa sesak
napas.
Sandra sangat panik.
“Leon, kau kenapa?” Tanya nya gelisah.
“Sandra…” kata Leon lemah.
“Jangan berbicara, Leon!” kata Sandra. “Istirahatlah!”
Leon menggeleng. “Aku ingin kau tahu bahwa hari ini aku
benar-benar sangat bahagia!”
Melihat muka Leon yang pucat, Sandra benar-benar ketakutan.
“Leon jangan berbicara lagi!” kata Sandra. “Sebentar lagi
kita sampai di rumah sakit! Bertahanlah!”
Leon menggenggam tangan Sandra. “Sandra, aku rasa waktuku
telah tiba. Jangan sedih. Aku yakin kau akan baik-baik saja karena kaulah
satu-satu nyateman terbaikku.”
Setelah itu Leon tidak sadarkan diri. “Leonnnn!!!!” Sandra
menjerit keras.“Pak, cepat ke rumah sakit!” teriak Sandra pada Pak Budi.
Sepuluh menit kemudian mereka sampai di rumah sakit dan
Leonlangsung dibawa ke ruang operasi. Orangtua Leon sudah menunggu di
sana.Setelah satu jam, dokter keluar dari ruang tersebut.Melihat ekspresi
dokter tersebut, Sandra tahu bahwa Leontelah pergi. Mama Leon menjerit sambil
menangis, sementara papa Leon memeluk istri nya dan ikut menangis.Sandra tidak
percaya Leon sudah tiada. Satu jam yang lalu mereka berdua masih tertawa
gembira. Kini Sandra tidak bisa mendengar tawa pemuda itu lagi. Para suster
membawa tubuh Leon keluar dari ruang operasi,Sandra langsung menghampiri nya.
Leon terlihat seperti sedang tidur.
Sandra meraih tangan Leon dan menangis keras-keras.
***
Tiga hari kemudian Sandra menghadiri upacara pemakaman Leon.
Dia mengecat rambut nya kembali kewarna asli nya dan membersihkan kuku nya.
Sebelum upacara pemakaman dimulai, papaLeon menghampiri nya.“Ada sesuatu
untukmu!” Papa Leon memberikan kartu pos berwarna biru kepada Sandra. Sandra
mengambil nya dan membaca nya.
Sandra, temanku yang paling baik…
Saat ini aku sedang mengingat
pertemuan pertama kita di ruang musik. Saat kau masuk dengan rambut merahmu
itu, aku tahu bahwa hidupku tidak akan sama lagi. Banyak sekali hal yang aku
alami bersamamu. Menemanimu menjalani hukuman. Taruhan denganmu. Dansa pertama
yang payah di hari ulang
tahunku. Menjadi tertawaan orang-orang ketika aku mengenakan jaket merahmu
yang konyol. Aku menyukai setiap detik nya.Dan aku juga menyadari satu hal
lagi. Bukan perjalanan ke taman rekreasi ini yang membuatku hidupku normal,
tetapi kaulah yang membuatku diriku menjadi normal. Aku bisa tertawa bersamamu
setiap waktu.Terima kasih, Sandra,karena telah menjadi temanku dan telah
menyediakan 3600 detik waktumu ini untukku. Aku tidak akan melupakan nya seumur
hidupku.Berjanjilah kau akanselalu kuat walaupun aku tidak berada di sampingmu
lagi. Kali ini aku meminta agar kau percaya padaku bahwa apa pun yang terjadi,
aku selalu akan berada disampingmu.Aku sayang padamu,Sandra…
Leon
Seusai membaca surat itu, air mata Sandra jatuh tak
tertahankan. Tiba-tiba bahu nya disentuh oleh seseorang. Sandra melihat ibu nya
berdiridi sisi nya. “Mama juga ke sini?”
“Mama ingin menghadiri pemakaman teman baikmu!”
Sandra terkejut sekaligus senang mendengar nya.
“Mama menyayangimu, Sandra!” lanjut Widia. “Kau tentu sangat
sedih saat ini. Mama hanya ingin kau tahu, kapan pun kau membutuhkan Mama, Mama
akan berada di sampingmu.”
“Terima kasih, Ma!” kata Sandra.
“Ada satu hal lagi!” kata Widia. “Papamu ada di sini.”
“Papa ada di sini?” tanya Sandra terkejut.
Mama nya mengangguk.Papa menyentuh pundak Sandra. Sandra
menatap papa nya dan memeluk nya. Dia menangis tersedu-sedu.
“Papa ikut sedih, Sandra!”
“Dia teman terbaikku, Pa!” kata Sandra terisak-isak.
“Menangislah sepuas nya!” kata Papa.
Setelah beberapa saat, tangisan Sandra mereda. Papa
tersenyum. “Bagaimana kalau kau tinggal bersama Papa?” Sandra melihat pusaran
Leon di depan nya. Foto Leon yang sedang tersenyum memandang nya. Sandra
tersenyum kembali.
“Aku tidak bisa pergi bersama Papa saat ini.” Kata Sandra.
Papa menatap Sandra dengan bingung.Sandra tersenyum lagi.
“Ada hal yang harus aku lakukan.”
Sandra menjauhi kedua orangtua nya, ia melangkah mendekati
papa Leon. “Oom, bisakah saya minta bantuan Oom?”
***
Setahum kemudian…
Sandra berdiri di depan makam Leon.
“Hai!” kata nya. “Lama kita tidak berjumpa. Hari ini aku merindukanmu, jadi aku
datang ke sini!”
Sandra meletakkan karangan bunga yang dibawa nya di atas
makamLeon. “Kau pernah mengatakan bahwa suatu saat nanti aku akan tahu apa yang
harus kulakukan dengan hidupku. Aku mengetahui nya di hari pemakamanmu! Aku
ingin kau tahu bahwa kau telah memberiku dua hal penting. Seorang teman dan
sebuah harapan.”
“Oleh karena itu aku bertekad ingin membagi apa yang telahkau
berikan padaku kepada orang lain.”
Sandra melihat foto Leon lagi dan tertawa pelan.
“Oh ya, liburan kemarin aku pergi mengunjungi papaku di luar
negeri. Papa tampak bahagia dengan kehidupan baru nya.menawarku untuk tinggal
bersama nya lagi, tapi aku sudah memutuskan untuk tinggal di sini.”
Sandra melirik arloji nya. “Wah, gawat, aku terlambat masuk
kuliah! Seperti nya kebiasaan burukku masih belum sembuh juga! Saat ini aku
menjadi mahasiswa kedokteran. Aku ingin menjadi dokter. Aku ingin menyembuhkan
orang-orang sepertimu. Di hari pemakaman aku meminta tolong pada papamu untuk
memilihkan universitas kedokteran untukku. Dan di sanalah aku kuliah sekarang.
“Aku harus pergi. Aku akan menemuimu lagi, Leon.“Satu hal
lagi!” kata Sandra. “Tahukah kau, betapa sulit nya kuliah kedokteran? Aku harus
belajar siang malam. Untung sekali kau tidak perlu merasakan nya.”
Sandra tertawa. “Kau mendengar semua yang kukatakan, bukan?”
dalam hati Sandra merasa Leon telah mendengarkan nya.Sandra berbalik dan
melangkah meninggalkan makam Leon. Tiba-tiba semilir angin menyentuh wajah nya.
Sekuntum bunga melati melekat pada tangan nya.Sandra memandang nya dengan
teliti.Tanpa sadar dia menghitung kelopak bunga nya.Genap. Ya.Leon mendengar
semua ucapan nya. Sandra memejamkan mata nya, lalumendongakkan kepala nya ke
langit.
“Aku tahu kau bersamaku di mana pun kau berada, Leon!”
Perlahan-lahan
Sandra meninggalkan pemakaman itu sambil tersenyum.
No comments:
Post a Comment