The Biggest Mistake
Revel
tdk akan pernah mengerti apa yg ada di dalam pikiran seorang wanita, apalagi
motivasi
yg mendorong mereka untuk melakukan sesuatu. Satu menit dia melihat Ina
sedang
tersenyum padanya ketika dia mempersembahkan lagu favoritnya dari single
terbarunya,
menit selanjutnya Ina sudah menangis tersedu2. Reaksi pertama yg terlintas di
dalam
pikirannya adalah kekecewaan karena Ina membenci lagu itu, tp ketika Revel
menanyakan
hal ini sambil masih memeluknya, Ina menggeleng sbelum melanjutkan
tangisnya.
Revel
melirik jam tangannya dan dia tahu bahwa dia harus membuat Ina berhenti
menangis
karena
sebentar lagi kru bandnya akan tiba. Dia lebih baik makan rujak dgn cabe rawrit
sepuluh
biji daripada ditemukan sedang memeluk wanita yg sedang menangis. Terutama klo
wanita
itu adalah istrinya, karena nanti mereka akan menyangka bahwa dialah penyebab
knapa
istrinya menangis. Knapa orang slalu berpikiran buruk tentangnya, dia tdk tahu.
“Ina,
you gotta tell me what’s wrong,” pinta Revel sehalus mungkin ketika tangis Ina
sudah
reda,
tetapi Ina tetap diam sribu bahasa.
“Did I
do something wrong?”
Pertanyaan
ini membuat Ina mendorong Revel dan sambil menggenggam lengan atasnya dia
berkata
dgn pelan tp jelas, “Saya suka lagu kmu.”
Tanpa
disangka2 Ina meraih tangan kanan Revel dan meletakkan diatas dadanya. “Saya
bisa
ngerasain
apa yg kmu rasakan waktu kmu menulis lagu ini disini.”
Kata2
itu membuat jantung Revel berhenti berdetak. Ina menatapnya dalam sambil
berkata,
“Just
let it go. Apapun itu yg menahan kmu untuk betul2 live your life. Untuk bisa
bahagia.
Let it
go. Jangan bebankan hati kmu lagi dgn semua yg suadh lewat.” Ina meletakkan
telapak
tangannya
keatas jantung Revel ketika mengatakan ini.
HOLY
MOTHER OF GOD! Dia betul2 tahu makna lagu itu. Revel tdk tahu apakah dia harus
merasa
marah karena sudah menunjukkan kelemahannya dihadapan Ina atau merasa
bahagia
karena pertama kalinya ada orang yg betul2 mengerti dirinya selain papa. Revel
mencoba
menjauhkan tubuhnya dari sentuhan Ina, tetapi Ina menolak melepaskan
tangannya
yg masih ada didalam genggamannya. Knapa... oh, knapa harus Ina yg bisa
melakukan
ini pada dirinya dan bkan wanita lain?
Seakan2
kata2 yg diucapkan belum cukup membuat Revel limbung, kata2 Ina selanjutnya
membuatnya
habis tdk berdaya lagi di hadapan perempuan ini.
“Mama
kmu sayang kmu, Rev, lebih dari apapun. Dia nggak mengharapkan kmu menyayangi
dia
sedalam dia menyayangikmu, tp dia berharap kmu setidak-tidaknya mau memaafkan
semua
kesalahannya.”
Revel
merasa sperti sedang berada di bawah mikroskop dibawah tatapan Ina, dia tdk
bisa
menyembunyikan
apapun darinya, dan itu membuatnya takut stengah mati. Sekali lagi dia
mencoba
menarik tangannya, tetapi Ina justru mengeratkan genggamannya. Dan hilanglah
semua
kontrol pada diri Revel. Dia menarik tangannya dgn paksa lalu memegang kepala
Ina
di
antara kedua tangannya, memaksanya mendongak. Sebelum Ina sadar apa yg sedang
terjadi,
Revel sudah menciumnya. Betul2 menciumnya dgn dalam dan lidah yg merajalela.
Dia
ingin memberi Ina pelajaran karena telah mencapuri urusan orang lain yg tdk ada
sangkupautnya
dgn dirinya. Membuat Ina takut, dan dgn begitu mengerti bahwa topik
tentang
hubungannya dgn mamanya adalah off limits.
Spertinya
rencananya cukup berhasil karena dia bisa merasakan Ina berusaha menarik diri
dan dia
tdk akan membiarkannya lari begitu saja. Ketika Ina mengambil langkah mundur,
Revel
mengikuti jejaknya sehingga tubuh Ina terhimpit diantara tubuhnya dan piano.
Kedua
tangan
Revel melepaskan wajah Ina dan mulai mengeksplorasi tubuh “istrinya”. Ina yg
akhirnya
memahami apa yg diinginkan dengannya. Goddam it, this woman is driving him
nuts!
Revel
mengalihkan bibirnya dari bibir Ina ke lehernya agar mereka berdua bisa menarik
oksigen
ke dalam paru-paru. Tubuh Ina terasa hangat di dalam pelukannya dan Revel ingin
menguburkan
seluruh tubuhnya didalam kehangatan yg mengundang itu. Ina beraroma
stoberi
dimana-mana. Dia mengambil satu napas dalam2, seakan-akan mencoba
menyimpan
aroma itu di dalam kontainer tertutup dan menguncinya. Sebuah alarm di
dalam
kepala Revel berbunyi dan memperingatkannya agar menghentikan semua ini. Dia
baru
saja akan menjauhkan dirinya dari tubuh Ina ketika merasakan jari2 Ina yg kecil
menyisiri
rambutnya dan menarik kepalanya kembali kepada bibirnya. Revel menahan diri
agar
tdk menggeram ketika bibir mereka bersentuhan sekali lagi. Mencium Ina adalah
kesalahan
terbesar yg dia pernah lakukan sepanjang hidupya, tp dia tdk bis aberhenti.
Tanpa
dia sadari, tangan kanannya sudah mengangkat kaus yg dikenakan Ina dan dia bisa
menyentuh
kulit perut Ina yg bahkan kebih halus lagi daripada kulit wajahya. Tangannya
lalu
menarik
pinggang Ina agar lebih dekat dengannya. Ina sama sekali tdk menolak permintaan
ini dan
menempelkan seluruh tubuhnya pada tubuh Revel. Membuat lutut Revel jd sperti
marshmellow
dan dia harus melepaskan genggamannya pada kepala Ina dan menopang
dirinya
dgn meletakkan tangan kirinya pada piano. Dia masih memeluk tubuh Ina yf “Oh!
So
kissable”.
Perempuan
semacam Ina tdk seharusnya bisa membuatnya kehilangan kontrol dan tdk bisa
berpikir
dgn jelas, Yg jelas perempuan sperti Ina tdk seharusnya bisa menciumnya balik
sampai
dia kehabisan oksigen, mengeluarkan suara2 provokatif ketika dia mengeksplorasi
lehernya,
dan membuatnya lupa akan tujuan utama knapa dia mula2 menciumnya. Dan dgn
kesadaran
ini Revel menarik semua bagian tubuhnya dari tubuh Ina. Kemudian dgn susah
payah
dia mengambil 5langkah mundur menjauhi Ina agar dia tdk tergoda untuk memulai
lagi
apa yg baru saja dia akhiri. Tidak ada yg mengeluarkan sepatah katapun selama
beberapa
menit, masing2 sibuk mencoba mengontrol pernapasan mereka.
“Saya...”
Revel memulai, tp dia tdk bisa menyelesaikan kalimat tiu karena dia sendiri tdk
tahu
apa yg ingn dia katakan. Ina menatapnya dgn penuh antisipasi.
Revel
mencoba sekali lagi, “Saya mau..” Dan sekali lagi dia berhenti. Maaannn... this
is
harder
than I thought, pikir Revel. Apa dia harus minta maaf atas perbuatannya? Tapi
toh
Ina
membalas ciumannya, itu berarti bahwa dia menikmatinya juga, kan?
Ina
mengejutkannya dgn berjalan kearahnya dgn langkah pasti. Otomatis Revel mundur
beberapa
langkah. Untuk pertama kalinya di dalam hidupnya< dia takut akan sentuhan
seorang
wanita.
“Stop,”
ucapnya sambil mengangkat tangannya, meminta Ia tdk mendekatinya lagi.
Tapi
Ina tdk kelihatan tersinggung atau peduli dgn reaksinya karena dia tetap
mendekat
hingga
punggung Revel menabrak dinding. Panik adalah perasaan selanjutnya yg menyerang
Revel.
Dia merasa sperti seekor tikus yg baru saja melihat kedatangan seekor predator
ke
dalam
kandangnya. Merasa terjebak dan tdk bisa lari kemana2. Revel tersentak ketika
tangan
Ina menyentuh wajahnya. Dia tdk pernah merasa sebegini tdk berdayanya
dihadapan
seorang wanita. Ketika Ina mendekatkan wajahnya, Revel menutup mataya
karena
dia pikir Ina akan menciumnya dan dia tdk akan bertanggungjawab atas apa yg dia
akan
lakukan selanjutnya klo itu sampai terjadi. Satu detik.. dua detik.. Kemudian
dia
merasakan
bibir Ina pada wajahnya, bukan pada bibirnya, tp pada pipi kanannya.
“Goodnight,”
ucap Ina pelan dan ketika Revel membuka matanya, dia disambut oleh
senyum
pada wajah Ina.
Sebelum
Revel bisa memahami apa yg sedang terjadi, Ina sudah meninggalkan studio.
***
Ketika
dia membuka matanya, dia tahu bahwa dia sudah tidur lebih lama daripada yg dia
rencanakan.
Matahari sudah cukup tinggi dan sinarnya masuk melalui jendela. Dia melirik
beker
ya ada disamping tempat tidurnya dan langsung loncat dari tempat tidur menuju
kamar
mandi. Stengah jamm kemudian dia sudah keluar dan merasa lebih segar. Dia
sedang
berjalan
secepat mungkin menuju tangga, ketika melihat Revel bau saja keluar dari kamar
tidurnya.
Dia juga kelihatan baru selesai mandi karena rambutnya , masih sedikit basah.
Revel
yg sadar bahwa Ina sedang berjalan kearahnya kelihatan terkejut dan
menghentikan
langkahnya,
kemudian wajahnya memerah dan dia kelihatan siap untuk ngacir saat itu juga
dari
hadapan Ina. Tapi spertinya dia kemudian sadar bahwa klo dia melakukan itu maka
dia
akan
kelihatan supertolol, akhirnya dia memilih nyureng.
Klo
pada waktu lain Ina mungkin akan mengomentari reaksi Revel padanya, tp tdk pagi
ini.
“Hello,
Rev. Bye,Rev,” ucap Ina dan tanpa menungu balasan dari Revel, dia langsung
bergegas
menuruni tangga.
Dia
berpapasan dgn mbok Nami yg sedang dalam perjalanan menuju lantai atas dan
berkata,
“Pagi, mbok.”
Ina
bahkan tdk menunggu hingga mesin mobilnya panas sbelum menukar persneling ke D
dan
mobil itu keluar dari garasi menuju pintu gerbang. Dia perlu berbicara dgn
seseorang
tentang
kejadian semalam, dan satu2nya orang yg bisa diajak adalah Tita.
***
“So...
Revel gimana? Tanya Tita memotong Tiramisu buatannya.
Mereka
sudah selesai makan siang, dan baru akan menikmati pencuci mulut.
“He’s
fine. Tadi dia masih di rumah waktu gue keluar,” balas Ina dan duduk di kursi
bar di
dapurnya
Tita.
“Dia
nggak diajak?” tanya Didi dgn polosnya.
Didi
adalah adik Tita, yg juga teman Ina. Dia kebetulan sedang datang berkunjung ke
rumah
kakaknyahari
Sabtu siang ini dgn suami dan anaknya yg baru berumur beberapa bulan.
Scarlett
sedang tidur dgn damai di dalam pelukan ibunya. Spertinya Tita menepati
janjinya
dgn tdk
membeberkan status pernikahan Ina dgn Revel kepada siapapun, bahkan tdk
kepada
adiknya yg sangat dekat dengannya. “Dia nggak mau ganggu acara gue katanya,”
jelas
Ina. Jelas2 berbohonh, tp Didi spertinya tdk menyadari hal itu.
“Oh,”
balas Didi sambil manggut2. Perhatiannya tertuju kepada Tiramisu yg sedang
dipotong
oleh Tita.
“Mbak,
yg besar sedikit dong potongannya“ pinta Didi.
“Ini
buat kmu apa buat Ervin?” tanya Tita sambil melirk ke halaman belakang, dimana
adik
iparnya
yg sperti model Calvin Klein itu terlihat sedang melemparkan sebuah boala
American
football kepada Reilley, suaminya yg tdk kalah gantengnya.
“Buat
akulah. Ervin lagi diet gula dan karbohidrat,”balas Didi.
“Lho,
kok Ervin sih yg diet?” tanya Tita sambil nyengir.
Ina
menahan tawa ketika melihat betapa tersinggungnya Didi dikomentari sperti itu.
“Just
give me
the damn cake,” omel Didi.
Dan
Tita memberikan potongan besar Tiramisu kepada adiknya. Tiba2 pintu dapur
terbuka
dan
Ervin dan Reilley yg menggendong Lukas, anaknya yg berumur 3tahun, memasuki
dapur
sambil
membicarakan suatu software komputer.
“Are we
eating cake, babe?” tanya Reilley dan mencium pipi istrinya sesingkat mungkin.
Rupanya
Reilley sudah belajar untuk tdk melakukan PDA alias Public Display of Affectin
sperti
kebanyakan orang putih klo sedang berada di Indonesia. Ina tersenyum ketika
melihat
ini,
dan mengalihkan perhatiannya kepada Didi. Ervin mencium kening Scarlett sbelum
kemudian
mencium kening Didi dgn mesra. Oke, spertinya Ervin perlu belajar tentang cara
mengontrol
PDA-nya dari Reilley. Ina danTita langsung saling pandang dan Tita ,e,utar bola
matanya.
Tita berdehem, dan Ervi pun mengangkat bibirnya dari kening Didi dan kelihatan
tersipi-sipu.
“Kalian
lagi ngomongin tentang apa sih?” tanya Ervin ingin tahu.
Para
wanita yg ada di dapur tdk ada yg menjawab. Reillet yg sadar bahwa kehadirannya
tdk
diinginkan
langsung bertindak.
“Okay,
buddy, since Mommy is still busy, why don’t you hang with me a little bit
longer,”
ucap
Reilley kepada Lukas yg melingkarkan kedua tangan kecilnya pada leher papanya
dgn
kepercayaan
penuh. Dan sambil membawa piring kecil dgn potongan besar Tiramisu
diatasnya
Reilley nerjalan menuju ruang TV.
“Daniswara,
are you coming?” tanya Reilley ketika sadar bahwa Ervin tdk mengikuti
jejaknya.
Ervin
kelihatan ingin menetap di dalam dapur dan turut serta dalam pembicaraan para
wanita
ketika menyadari bahwa Didi mengalami masalah saat melahap Tiramisu sambil
meggendong
Scarlett. Dia pun mengangkat anaknya dari pelukan istrinya dan mengikuti
jejak
Reilley.
Betapa
nyamannya hubungan kedua wanita ini dgn suami mereka. Ina sadar bahwa inilah
hubungan
yg seharusnya ada pada sepasang suami istri, bukan sperti hubungannya dgn
Revel
yg penuh dgn pertanyaan dan kesalahpahaman. Itulah yg akan dia dapat dgn
menikahi
seseorang
yg tdk dia kenal.
“Di,
makannya pelan2 bisa,kan?” Suara Tita menyadarkan Ina.
Ketika
Ina sedang melamun, rupanya Didi sudah menghabiskan lebih dari stengah
Tiramisunya
dan tdk
ada tanda2 dia akn berhenti. Ummm, mungkin ada baiknya menikah bukan
karena
cinta, karena dgn begitu dia tdk perlu memedulikan tentang ribetnya masa
kehamilan,
sakitnya melahirkan, dan capeknya mengurus bayi. Belum lagi harus mengurus
suami
dan pekerjaan. Itu juga klo suami kita bukan model laki2 yg suka dikejar2
wanita lain
atau
bahkan lebih parah lagi, selingkuh dgn wanita lain, karena dgn begitu, kita
akan pusing
7keliling
dgn kecemburuan dan kekhawatiran bahwa dia akan meninggalkan kita untuk
wanita
lain.
Tita
dan Didi kemudian menghabiskan satu jam selanjutnya untuk membedah kehidupn
baru
Ina dan Revel. Didi sangat ingin tahu kebiasaan harian Revel, yg membuat Ina berpikir
bahwa
klo saja Didi tdk cinta mati pada suaminya, dia mungkin akan minta diberi
kesempatan
menghabiskan satu hari penuh hanya berdua dgn Revel. Stelah puas dgn
pertanyaannya,
Didi kemudian pamit pulang dan Ina akhirnya punya waktu untuk betul2
berbicara
dgn Tita.
“Oke,spill,”
ucap Tita begitu mobil Didi menghilang dari pandangan.
“Revel
nyium gue tadi malam dan gue balas nyium dia,” kata Ina sambil sama2 berjalan
kembali
ke dalam rumah.
Lain
dari yg diperkirakan Ina, Tita bertanya dgn tenang, “Oke... ciumnya dimana nih?
Di
pipi?”
Ina
menggeleng. “Di bibir dgn ciuman yg bikin gue nggak bisa berdiri lagi stelah
semenit.
Gue
nggak pernah dicium kayak begitu sama.. well.. siapapun klo dipikir-pikir.”
Kata2
Ina membuat langkah Tita terhenti. Dia memutar tubuhnya dan memandang Ina.
“Please
explain how that can happen.”
Ina
kemudian menceritakan kejadia semalam. Berusaha tdk meninggalkan fakta apapun.
Tita
hanya menatapnya dgn kening berkerut.
“I
know.. I know..” Ina memulai pembelaannya stelah dia selesai bercerita sebelum
Tita bisa
mengomentari.
“Bukannya
di dalam kontrak ada klausa yg mengatakan bahwa kalian berdua nggak boleh
bersentuhan?”
potong Tita.
“I
think kata2 yg tepat adalah, ‘Tidak terlibat hubungan seksual dgn satu sama
lain atau
orang
lain’.”
“Jadi
ciuman nggak terhitung?” tanya Tita ragu.
“Secara
teknis sih... memang nggak terhitung.”
“Oke..
klo gitu lo nggak usah kelihatan khawatir begini dong. Lo nggak melanggar
klausa
dalam
perjanjian itu,” tandas Tita dan kembali berjalan.
Ina
mencoba mengejar Tita. “Tapi gue ngerasa bersalah,Ta.”
Tita
sekali lagi menghentikan langkahnya. “In, gue tahu lo wanita dewasa yg tahu apa
yg
benar
dan apa yg salah, jd gue rasa gue nggak perlu bilang ke elo apa arti dari
kekhawatiran
elo
ini.”
“Dia
nggak seharusnya mencium gue, dan gue nggak seharusnya ngebalas ciuman dia,”
ucap
Ina
pelan.
“In,
you know I love you right..”
“Why is
everyone keep saying that!” potong Ina kesal.
Tita
tdk menghiraukan komentar Ina dan melanjutkan, “Apa lo ada rasa lebih terhadap
Revel
daripada hanya sebagai business partner?”
“Yes,”
desah Ina dan ketika melihat ekspresi pada wajah Tita, “I mean no.” Tentunya
Tita dtk
percaya
dgn kata2 itu dan Ina tdk bisa menyalahkannya. “Sejujurnya gue mggak tahu, Ta.”
Ina
terdiam dan memikirkan perasaannya terhadap Revel, Tita menariknya duduk di
kursi
beranda.
Ina kemudian menceritakan apa yg dikatakan oleh ibu Davina padanya.
“Well,
that’s not fair. Bagaimana dia bisa mengharapkan elo menjaga hati Revel stelah
apa
yg
sudah dia lakukan kepada anaknya. Dia mestinya yg harus menyelesaikan masalah
ini
sama
anaknya, bukan menggunakan elo sebagai tameng,” omel Tita.
Kata2
Tita membuat Ina sadar akan apa yg dia harus lakukan. Dia harus membuat Revel
dan
mamanya
berbicara terang2an tentang apa yg mereka rasakan satu sama lain. Mungkin dgn
begitu
mereka akhirnya akan bisa mengusir apapun itu yg membuat hubungan ibu dan anak
yg
mereka miliki jadi tdk janggaln lagi. Sbelum Tita mengatakan apa2 lagi, Ina
sudah
mencium
pipinya dan bergegas menuju mobilnya.
Celebrity Wedding - Bab 16
No comments:
Post a Comment