The Impossible Request
“Kmu
tadi bangun jam berapa?” bisik Revel yg kini sedang mencium kulit lembut
dibawah
daun
telinga Ina.
“Jam
delapan,” desah Ina dan Revel tersenyum ketika menyadari bahwa dia sudah
berhasil
membuat
pikiran Ina kacau balau karena Ina memerlukan beberapa detik untuk menjawab
pertanyaan
ini.
“Knapa
nggak bangunin saya?”
“Karena
kmu perlu istirahat. Saya perhatikan kmu biasanya baru bangun tengah hari klo
tidur
pagi.”
Revel
mengalihkan bibirnya ke leher Ina yg otomatis mendongakkan kepalanya dan
memberikan
akses penuh bagi bibir Revel untuk mengeksplorasi area tersebut.
“Ina..”
“Ehm?”
“Lain
kali bisa nggak kmu nggak berenang klo sedang hujan? Saya nggak mau kmu sakit.”
Ina
tertawa dan Revel mencium getaran itu dari leher Ina. “Klo gitu kita sebaiknya
keluar
dari
kolam renang ini sekarang juga karena hari masih hujan,” balas Ina.
“In a
minute.” Revel menghabiskan beberapa menit untuk menciumi semua tetesan air
hujan
yg membasahi wajah Ina dan Ina tertawa cekikikan, tp dia tdk melawan.
Revel
tahu bahwa inilah saatnya untuk mengemukakan permintaannya, dan dia berharap
bahwa
Ina tdk akan menolaknya karena dia tdk tahu apa yg dia akan lakukan klo itu
sampai
terjadi.
“Ina,
saya perlu minta sesuatu dari kmu.” Revel mencium sudut bibir Ina perlahan2
sehingga
dia
merasakan tubuh Ina melemah di dalam pelukannya.
“Oke..
apa?” bisik Ina dgn suara serak.
“Saya
mau tidur dgn kmu,” bisiknya dan berhenti mencium Ina.
Ina
membuka matanya, memberikan jarak diantara wajahnya dan wajah Revel agar dia
bisa
menatapnya.
“Waktu kmu bilang ‘tidur dgn saya’, saya mendapat feeling bahwa kmu bukan
bermaksud
hanya tidur sama2 di satu tempat tidur tanpa melakukan hal2 lainnya.”
Revel
menggelengkan kepalanya dan melihat permainan emosinpada wajah Ina. Dia tdk
bisa
membacanya
dan itu membuatnya nervous. Apakah Ina akan mengabulkan permintaannya
atau
menamparnya, dia tdk tahu.
“Why?”
tanya Ina dgn suara pelan.
“Karena
saya mau kmu,” jelas Revel. Dia memang penulis lagu yg andal, tp pada saat ini
tdk
ada
kata2 puitis yg bisa menggambarkan apa yg dia rasakan terhadap Ina.
“I
see,” ucap Ina pelan dan dia melingkarkan kedua tangannya pada leher Revel dan
mengistirahatkan
kepalanya disamping kepala Revel. Revel memindahkan letak kedua
lengannya
agar bisa menopang tubuh Ina dgn lebih nyaman. Setidak2nya Ina tdk
menamparnya
dan Revel pikir bahwa itu pertanda baik.
Mereka
terdiam. Revel sudah ingin berteriak ketika stelah 3menit kemudian Ina masih
tdk
mengeluarkan
kata2 dan ketika itulah dia mendengarnya. “Apa kmu slalu menawarkan
tempat
tidur kmu ke semua partner bisnis kmu?” tanya Ina.
“Selama
ini partner bisnis saya adalah laki2 berymur 40tahun keatas dgn perut gendut
dan
kepala
botak. Mereka bukan tipe saya.”
Ina
tertawa dan Revel tersenyum karena dia bisa membuat Ina tertawa dgn leluconnya.
Kemudian
Ina berkata perlahan2. “Kmu pernah bilang bahwa alasan kmu milih saya untuk
jadi
istri kmu adalah karena saya bukan tipe kmu. Kmu bilang saya aman.”
“Saya
bilang begitu ya?”
“Yep.”
“Well,
mungkin saya perlu menarik kembali kata2 saya itu. Satu2nya alasan knapa saya
mengatakan
itu adalah supaya kmu bisa merasa aman dgn saya. Meyakinkan kmu bahwa
saya
tdk akan menggoda kmu.”
“Jadi
saya ini tipe kmu?” tanya Ina bingung.
“Nggak
bisa disangkal lagi, kmu adalah tipe wanita yg saya suka.”
“Tapi
semua mantan pacar kmu nggak ada mirip2nya dgn saya.”
“Itu
sebabnya saya nggak menikahi mereka. Saya menikahi kmu.”
Ina
mempertimbangkan kata2 Revel. “Klo saya tidur sama kmu, hubungan kita akan
berubah.
Profesionalisme kita akan hilang dan saya nggak yakin bahwa kita akan bisa
mendapatkannya
kembali klo hal itu sudah hilang.”
“Apa
kmu pikir kmu masih bisa bertingkah laku profesional stelah hari ini? Stelah
kmu
memperbolehkan
saya mencium payudara kmu?” Revel mencoba membuat suaranya
setenang
mungkin, padahal yg dia ingin sekali mengguncangkan bahu Ina sampai giginya
rontok
semua.
Ohhh!
Dia harus bisa mengontrol dirinya. Ina tdk akan pernah menyetujui rencananya
klo
dia
membuatnya tersudut.
“Kmu
nggak mencium payudara saya. Saya akan ingat klo kmu melakukan itu,” balas Ina
tenang,
tetapi Revel melihat bahwa wajahnya sedikit memerah.
Perlahan
Ina melepaskan diri dari pelukan Revel. Dia tdk ingat bahwa Revel sudah mencium
payudaranya.
SIALAN, omel Revel dalam hati. Ina perlu belajar berbohong dgn lebih baik.
Ketika
Ina akan melangkah pergi Revel menarik lenganya dan memutar tubuhnya untuk
kembali
mengahadapnya. “Ina, bilang ke saya klo kmu nggak menginginkan hal yg sama dan
saya
akan mundur teratur. Saya nggak pernah menyinggung2 hal ini lagi,” pinta Revel
dgn
setulus
mungkin, meskipun darahnya sudah mulai mendidih.
Revel
tdk menyangka bahwa dia akan harus mengemis agar bisa tidur dgn seorang
perempuan,
tp lihatlah apa yg dia lakukan sekarang. Pengalaman ini betul2 membuka
matanya.
“Saya
nggak akann jadi satu lagi perempuan yg bisa kmu pakai sekali dan dibuang
begitu
kmu
bosan dgn mereka, Rev. Harga diri saya nggak akan bisa menerima itu,” ucap Ina.
“Percaya
sama saya, kmu beda dgn perempuan lain. Kmu istri saya.”
Ina
mendengus. “Saya nggak percaya kmu sudah menggunakan trik murahan sperti itu
untuk
membuat saya mengiyakan permintaan kmu.” Ina menggelengkan kepalanya. “Untuk
kmu
seks mungkin sesuatu yg gampang dan lumrah untuk dilakukan oleh manusia, tp
nggak
untuk
saya. Saya hanya akan melakukannya dgn suami saya..”
“Saya
suami kmu,” geram Revel.
“Hanya
untuk 8bulan lagi, stelah itu kontrak kita akan selesai dan kita akan bercerai
secara
damai.
Kita akan melanjutkan hidup masing2. Mungkin suatu hari nanti saya akan
menemukan
seorang laki2 yg betul2 mencintai saya dan mau menikahi saya. Saat itu terjadi,
saya
tahu bahwa ikatan itu tdk akan melibatkan kontrak yg ada tanggal
kadaluarsanya.”
Revel
terdiam, dia betul2 tdk suka dgn bayangan Ina menikah dgn laki2 lain. Dia
berusaha
membaca
ekspresi wajah Ina dan yg ia lihat adalah rasa tdk percaya dan kecewa karena
Revel
sudah meminta ini darinya. Ina tdk lagi menatap wajah Revel, tp pada satu titik
diatas
kepala
Revel.
“Oke,
klo itu yg kmu mau dari saya, sekarang juga saya akan telpon om Siahaan untuk
membatalkan
kontrak itu.”
Ina
langsung menatapnya dgn mata terbelalak. Mengambil kesempatan dari kekagetan
Ina,
Revel
melanjutkan argumentasinya.
“Kita
akan betul2 menikah dan hidup sebagaimana layaknya suami istri, tanpa kontrak
atau
perjanjian
jenis apapun. Kita akan tidur di kamar tidur yg sama, berbagi tempat tidur,
kamar
mandi,
bahkan sabun mandi. Kmu akan menemani saya menghadiri acara publik dan saya
akan
menemani kmu ke setiap acara keluarga, bukan karena terpaksa atau karena merasa
bahwa
itu suatu kewajiban, tp karena kita sama2 mau melakukannya untuk memberikan
dukungan
kepada satu sama lain. Kmu akan mendengar stiap permintaan yg saya ajukan
demi
menjaga kesejahteraan kmu dan saya akan melakukan hal yg sama untuk memperbaiki
hubungan
saya dgn mama saya. Saya janji untuk tetap setia dgn kmu selama kmu berjanji
melakukan
hal yg sama.” Dan kita akan have sex whenever I want it and whenever I want it,
pikir
Revel, tp dia tdk mengatakannya. “Gimana?” tanyanya.
Ada
kerutan pada wajah Ina yg berarti bahwa dia sedang betul2 mempertimbangkan ini
semua.
Dengan harap2 cemas, Revel menunggu apa yg akan dikatakan Ina.
“Saya
perlu waktu untuk memikirkan ini semua,” ucap Ina pelan.
Revel
menahan diri agar tdk mendengus. Ini bukan jawaban yg dia harapkan, tp setidak2nya
Ina tdk
menolak proposalnya mentah2, oleh sebab itu Revel bersyukur. “Oke, sampai
kapan?”
Klo
saja dia tdk betul2 menginginkan Ina, dia mungkin akan melupakan ini semua dan
pergi
ke
rumah salah satu teman wanitanya dan memuaskan dirinya. Dia tdk pernah
mengalami
sebegini
banyak masalah hanya untuk tidur dgn seorang wanita.
“I
don’t know.”
Dan
Revel meledak. Dia melepaskan Ina dan berjalan menuju tepi kolam, sambil
berteriak,
“Ada
sekitar 10argumen yg bisa saya ajukan supaya lebih bisa meyakinkan kmu untuk
mengiyakan
permintaan saya sekarang juga, tp sembilan diantaranya akan membuat saya
terdengar
sperti orang gila.”
Ina
mengikuti jejaknya. Revel yg sudah berhasil menarik dirinya keluar dari kolam
renang
dan
mengulurkan tangannya dan membantu Ina naik. Mereka sama2 berjalan menuju kursi
malas
tempat Ina meletakkan handuknya.
“Apa
satu argumentasi yg nggak akan membuat kmu terdengar sperti orang gila?” tanya
Ina
sambil
mengeringkan tubuhnya dgn handuk.
Revel
terdiam sejenak, berharap bahwa dia adalah handuk yg dia gunakan, sbelum
mengedipkan
matanya dan berkata sambil menatap Ina yg sekaranng sedang menatapnya
balik
dgn penuh antisipasi, “Oh forget it. Yg itu juga akan membuat saya terdengar
sperti
orang
gila.”
Menyadari
bahwa dia sudah tertangkap basah sedang menelanjangi Ina dgn matanya,
wajahnya
langsung memerah dan Revel buru2 menyabet pakaiannya dan bergegas menuju
lantai
atas. Ina menahan senyumnya. Revel slalu akan moody klo dia merasa kehilangan
kontrol
atas situasi yg dia hadapi, spertinya ini adalah salah satu situasi tersebut.
Stelah
yakin
bahwa handuk yg melingkari pinggangnya tdk akan merosot, Ina pun mengikuti
jejak
Revel.
“Kmu
tahu kan klo saya bisa maksa kmu melakukan ini, bahwa kmu tdk punya hak menolak
tempat
tidur kmu untuk saya?” tanya Revel.
Ina
menghentikan langkahnya, terkejut mendengar kata2 Revel. Menyadari bahwa
langkah
Ina
sudah berhenti, Revel menoleh dan ketika melihat ekspresi pada wajah Ina dia
berteriak,
“Dear
God, woman! Saya sudah bilang aya tdk akan pernah main kasar dgn perempuan.
Kmu
aman dgn saya.”
“Tapi
kmu tadi baru bilang..”
Revel
melambaikan tangannya, mencoba mencari kata2 yg tepat. “Itu Cuma hormon saya yg
bicara.
Mama saya memang a cold-hearted bitch, tp dia tahu cara membesarkan anak
laki2nya
menjadi orang yg bermoral. Saya nggak akan menyentuh kmu tanpa persetujuan
kmu.”
Revel
mengantar Ina hingga ke depan pintu kamarnya dan meninggalkannya stelah
berkata,
“Coba
pikirkan permintaan saya, tp jangan terlalu lama, ya.”
***
Sebulan
berlalu dan Ina masih belum bisa memberikan jawabannya kepada Revel yg
meskipun
tdk pernah mengucapkan permintaannya lagi, tetapi Ina bisa melihat dari cara
dia
menatapnya
bahwa keinginannya masih belum berubah. Terkadang tatapannya itu bisa
melumpuhkan
sehingga untuk beberapa detik Ina tdk bisa mengalihkan perhatiannya dari
mata
Revel. Bagaimana dia bisa menyetujui rencana Revel untuk membatalkan kontrak
itu
hanya
supaya Revel bisa tidur dengannya? Dia memerlukan komitmen yg lebih dari hanya
kepuasan
fisik belaka. Dia ingin Revel menginvestasikan perasaannya untuk jangka panjang
ke
dalam hubungan ini sebelum dia bersedia tidur dengannya.
Ina
bersyukur bahwa Revel menghabiskan lebih banyak waktunya di dalam studio,
mempersiapkan
diri untuk turnya dan membantu latihan artis pembuka konsernya,
daripada
memperhatikan Ina sperti dia adalah mangsanya. Tapi sayangnya, untuk menjaga
kesehatan
dan suaranya, Revel berusaha menghindari tidut terlalu malam, maka dari itu
jadwalnya
jadi sinkron dgn jadwal Ina. Dulu mereka hanya makan malam bersama2, tetapi
kini
mereka juga makan siang pada akhir minggu klo Ina tdk perlu pergi ke kantor,
bahkan
terkadang
sarapan bersama. Pak Danung tdk kelihatan selama seminggu penuh, yg menurut
laporan
dari Jo, beliau sedang melihat kelengkapan dan keamanan semua venue konser
disetiap
kota. Tur Revel akan berlangsung selama satu bulan lebih, bermula di Medan dan
berakhir
di Manado. Untuk membawa Revel dan kru turnya, MRAM sudah mencater jet
pribadi
agar perjalanan mereka akan lebih lancar.
Stiap
hari Revel melakukan hal2 yg membuat pendirian Ina sedikit goyah. Semuanya
hanya
hal
kecil, sperti slalu memastikan bahwa ada apel hijau, buah favorit Ina, di dalam
lemari es;
mengantar
Ina ke kantor sbelum mengantar mobil Ina ke dealership karena perlu ganti oli
padahal
dia belum tidur semalaman; mengundang Gaby untuk nonton latihannya;
menawarkan
diri untuk babysit Zara dan Ezra waktu pembantu kak Kania jatuh sakit dan
mereka
harus menghadiri acara kantor suaminya, meskipun dia tahu kak Kania tdk
menyukainya;
membelikan makanan favorit Zara dan Ezra, yaitu pizza dgn ukuran large;
main
Bratz dool dgn Zara meskipun dia takut stengah mati sama boneka itu; mengantar
Ezra
ke
rumah sakit akibat keracunan pizza; merasa sangat bersalah karena sudah membeli
pizza
itu;
menunggu selama 3jam hingga dokter bisa mendiagnosis penyakit Ezra yg ternyata
bukan
karena keracunan makanan, tp gejala flu; dan menerima omelan dari kak Kania yg
tdk
tahu
keadaan sebenarnya tanpa perlawanan meskipun dia tdk bersalah.
Revel
slalu mendorong Ina untuk tdk hilang kontak dgn kedua orangtuanya, maka dari
itu
mereka
slalu berkunjung ke Grogol setidak2nya sebulan sekali. Revel bahkan
menyempatkan
dirinya membawa orangtua Ina berlibur akhir pekan ke Bali. Selama liburan
itu tdk
sekalipun Ina mendengar mamanya mencoba mengatur tidak tanduknya, karena
stiap
kali mama akan melakukan itu, Revel akan menarik perhatiannya ke hal lain. Pada
acara
liburan itu tdk ada pilihan bagi Ina selain tidur satu kamar dgn Revel. Revel
langsung
mengatur
posisi tidurnya di lantai pada malam pertama, karena sofa yg tersedia di kamar
tdk
cukup panjang untuk mengakomodasikan ketinggian tubuhnya.
“Rev,
kmu nggak usah tidur di bawah, kmu bisa tidur diatas tempat tidur dgn saya,”
ucap
Ina.
Revel
melemparkan bantal bulu angsa yg dia temukan di dalam lemari keatas ekstra
bedcover
dan selimut yg dia sudah tebarkan diatas lantai sbelum menjawab, “Apa kmu
berencana
tidur dgn saya?”
Pikiran
Ina tiba2 jadi kosong. Inilah pertama kalinya dia mendengar Revel
mengemukakankeinginannya
lagi.
Melihat
keraguan pada wajah Ina, Revel berkata, “Saya akan tidur di bawah.” Kemudian
dia
embaringkan
tubuhnya diatas tempat tidur buatannya yg berada di kaki tempat tidur.
Ina
menghembuskan napasnya. Dia betul2 tdk tahu apa yg harus dia perbuat. Di satu
sisi dia
merasa
kasihan karena Revel harus tidur dibawah sedangkan dia mendapatkan tempat tidur
berukuran
King dgn kasur yg empuk hanya untuknya sendiri, tetapi di sisi lain, dia betul2
tdk
berniat
tidur dgn Revel.
“Good
night,” ucsp Ina akhirnya.
“Good
night, Ina,” balas Revel.
Ina
mematikan lampu yg berada di samping tempat tidur dan kamar hotel langsubg jadi
gelap.
Dia bisa mendengar suara deburan ombak dan pergerakan resah Revel yg mencoba
menemukan
posisi yg paling nyaman untuknya.
“Rev,
kmu sudah tidur?” tanya Ina.
“Hampir,
knapa?” Revel menjawab dgn suara yg sedikit teredam, spertinya dia mengubur
wajahnya
pada bantal.
“Kmu
tahu kan klo satu2nya alasan knapa kmu maksa banget mau tidur sama saya adalah
karena
hormon kmu?”
Revel
terdiam sejenak sebelum menjawab, “Mungkin sekitar 25% hormon, tp selebihnya
adalah
karena..”
“Ya?”
tanya Ina ketika Revel tdk melanjutkan kalimatnya.
“I like
u.. a lot actually.”
Ina
tersenyum, kata2 itu membuatnya lebih senang daripada seharusnya. “Apa ini
biasanya
yg kmu
katakan kepada semua wanita yg kmu inginkan?” tanya Ina, mengalihkan
perhatiannya
dari perasaannya sendiri.
Revel
terkikik sbelum menjawab, “Kadang malah saya nggak usah ngomong apa2.” Dan Ina
tdk
meragukan kebenaran kata2 itu.
Klo kmu
saya beri izin untuk berhubungan dgn perempuan lain, apa kmu akan
melakukannya?”
tanya Ina.
“Of
course not! What kind of a stupid question is that.”
“Toh yg
kmu mau hanya seks. Perempuan manapun bisa memberikan itu kepada kmu.”
“Tapi
saya nggak mau tidur dgn perempuan lain, saya mau tidur sama kmu.”
Ina
menghembuskan napasnya. Spertinya dia tdk akan bisa meyakinkan Revel untuk
mengubah
pemikirannya. Revel terdiam begitu lama sehingga Ina menyangka bahwa dia
sudah
tidur, tp kemudian dia mendengar suaranya. “Kmu sebaiknya tidur, lots to do
tomorrow.”
Tahu2
ketika Ina sadar kembali, hari sudah pagi dan Revel yg sedang duduk diatas sofa
sambil
menonton TV kelihatan cukup fresh. Spertinya dia tdk mengalami masalah dgn
susunan
tempatnya tidur ataupun percakapan mereka semalam.
Seakan2
ini semua masih belum cukup membuat Ina ragu akan pendiriannya, Ina
memerhatikan
bahwa Revel berusaha mendekatkan diri dgn mamanya. Terkadang Revel
akan
mengajak Ina untuk mengunjungi mamanya dan mereka akan menghabiskan Sabtu
atau
Minggu siang mereka membicarakan tentang hal2 yg tdk berbau bisnis. Meskipu
Revel
masih
belum membicarakan satu hal penting yg perlu dia bicarakan dgn mamanya, tp Ina
bersyukur
bahwa setidak2nya hubungannya dgn mamanya sudah sedikit menghangat.
Rupanya
bukan hanya Ina yg menyadari perubahan pada diri Revel, ibu Davina juga
menyadarinya.
“Saya
lihat kmu betul2 bis memegang janji kmu. Saya tdk pernah melihat Revel
sebahagia ini
semenjak
papanya meninggal,” bisik ibu Davina suatu sore ketika beliau sedang berkunjung
ke
rumah Revel untuk makan siang.
Revel
sedang menjawab telpon diruangan lain, oleh sebab itu Ina bertanya2 knapa ibu
Davina
harus berbisik ketika mengemukakan hal ini.
“Dia
bahagia karena semuanya berjalan sesuai rencananya. Singlenya akhirnya keluar
dan
meledak
di pasaran, persiapan turnya juga lancar2 saja, dan media dan masyarakat sudah
hampir
tdk pernah lagi mengutuknya.”
Ibu
Davina terkikik, seakan2 apa yg akan dikatakan Ina betul2 dianggap lucu
olehnya. “No,
anak
saya hanya akan merasa senang klo semua rencananya berjalan lancar, tp alasan
knapa
dia
kelihatan bahagia adalah karena untuk pertama kalinya di dalam hidupnya dia
punya
kmu
untuk berbagi semua itu,” lanjut ibu Davina.
Ina
sempat terkejut ketika ibu Davina menyebut Revel sebagai “anak saya”, beliau
tdk
pernah
menggunakan istilah itu sebelumnya. Sbelum Ina bisa mengomentari, ibu Davina
sudah
melanjutkan.
“Saya
mau berterimakasih karena kmu sudah mau melakukan ini semua untuk Revel. Saya
betul2
hargai usaha kmu yg mau memahami segala keantikannya. Saya berharap hubungan
kalian
bisa jadi permanen. Apa kmu akan mempertimbangkannya?”
Ina
terdiam. Dia tdk percaya bahwa ibu Davina sudah memojokkannya sperti ini, lagi.
Melihat
keraguan dan kebingungan pada wajah Ina, ibu Davina mengasihaninya.
“Saya
bukannya mau memojokkan kmu. Kmu adalah wanita dewasa, tentunya kmu mampu
membuat
keputusan sendiri. Saya hanya nggak mau kehilangan kmu sebagai menantu saya.
I
really like you, as a person, dan juga sebagai istri Revel. Kmu membuat dia
jadi lebih
dewasa,
stabil, dan.. happy.”
Tanpa dia
sadari. Ina sudah berdiri dari kursinya dan memeluk serta mencium pipi ibu
Davina.
Untuk beberapa detik ibu Davina hanya terdiam, terkejut, tp kemudian beliau
membalas
pelukannya.
“Mulai
sekarang kmu panggil saya ‘Mama’, jangan ‘ibu Davina’ lagi, oke?” pinta ibu
Davina.
Ina
mengangguk sambil memeluk mama Revel yg sore ini sudah betul2 menjadi ibu
mertuanya.
No comments:
Post a Comment