The Dirty Business
Hari
senin ina tdk melihat batang hidung Revel sama sekali ketika dia datang kembali
ke
kantornya
dgn marko untuk melakukan observasi. Selain Marko, Ina juga membawa dua
orang
senior associate, Sandra dan Eli, yg ditugaskan untuk membantunya. Sebagai JP
tentu
saja
jadwal Ina sibuk dan tdk bisa slalu stand-by untuk menjawab semua pertanyaan yg
diajukan
oleh klien. Itu sebabnya knapa Ina membutuhkan associate yg akan menjaga
hubungan
baik dgn klien dan akan melaporkan masalah2 yg merekatdk bisa atasi,
kepadanya.
Kedatangan
Ina dan timnya hanya disambut oleh pak Danung dan beberapa staf kantor
Revel
yg dia temui pada hari Sabtu. Ina bahkan tdk melihat pak Siahaan atau Jo
dimanamana.
Pak
Danung meninggalkan Ina dan timnya untuk bekerja stelah memperkenalkan
mereka
kepada Sita, akuntan yg selama ini bertanggung jawab mengurus pembukuan
MRAM.
Mereka baru bs dikenalkan sekarang karena Sita baru saja kembali dr cutinya.
Selama
beberapa jam mereka berlima duduk di sebuah meja besar yg sudah disiapkan di
salah
satu ruangan di lantai dasar dan menganalisis semua informasi keuangan Revel
dan
juga
MRAM.
Melalui
Sita, ina kini jd lebih tahu tentang MRAM. Selain mewakili Revel, perusahaan
ini juga
mewakili
banyak artis lainnya. Beberapa di antaranya adalah sebuah band rock yg dulunya
adalah
bandnya Jo sbelum dia kemudian direkrut untuk jd drummer-nya Revel, sebuah band
dgn
aliran pop yg personilnya cewek semua, seorang selebriti yg baru saja memulai
kariernya
sebagai penyanyi stelah bosan dgn dunia sinetron, beberapa penyanyi baru
jebolan
Indonesian Idol, dan banyak lagi. Sepertinya masa depan MRAM kan semakin baik
klo
dilihat dr pemasukan yg didapatnya dr para penyanyi yg diwakilinya. Untuk semua
artis
yg
mereka wakilkan, MRAM akan menarik fee sebanyak 30persen dr pendapatan kotor
mereka,
yg menurut Ina cukup masuk akal klo dilihat dr berbagai macam tanggung jawab yg
dijalankan
oleh MRAM untuk artis tersebut. Ina tahu bahwa kebanyakan perusahaan serupa
akan
menarik fee hingga 40persen untuk pekerjaan yg sama. Sepertinya para artis yg
diwakili
oleh MRAM are in good hands.
Lain
dgn dua partnernya, Revel cukup aktif di dalam pengurusan MRAM. Dengan bantuan
pak
Danung dan timnya mereka selalu mencoba untuk mengidentifikasi bakat2 baru yg
ada
di
pasaran sbelum kemudian memoles mereka untuk menjadi penyanyi terkenal. Menurut
Sita
bisnis ini benar2 kompetitif dan mahal karena perusahaan harus banyak
mengeluarka
uang
untuk calon artis tersebut, mulai dari rekaman album, les vokal, sampai ke
salon untuk
mempercantik
diri mereka, tanpa ada sebarang jaminan bahwa mereka akan bisa
mengembalikan
modal yg telah dikeluarkan. Pada dasarnya bisnis ini dijalankan berdasarkan
rasa
percaya dan keyakinan yg dimiliki oleh Manajemen kepada artis yg mereka wakili
dan
komitmen
serta kerja keras dr artis itu sendiri. Klo semuanya berjalan lancar, maka
artis itu
akan
terkenal dan menjual CD sebanyak-banyaknya, tp klo salah perhitungan, bs jadi
artis
kabur
dr kontrak yg sudah mereka tanda tangani atau album yg mereka keluarkan tdk
laku.
Intinya,
segala sesuatunya harus dipertimbangkan dgn sempurna agar tdk menyebabkan
kerugian
pada perusahaan.
Selama
melakukan observasi, entah knapa, tp ketidakberadaan Revel membuat Ina
merasakan
sesuatuyg klo dia selidiki dgn lebih teliti akan terasa sperti kekecewaan, maka
dia
memutuskan
untuk tdk menghiraukan perasaan itu. Dia hanya ingin mengucapkan terima
kasih
sekali lagi karena Revel telah memberikan karti itu untuk Gaby, itu saja, ucap
Ina pada
dirinya
sendiri. Tapi dia tahu bahwa dia sudah membohongi dirinya sendiri, karena
setiap
kali
mendengar ada langkah yg mendekati ruangan tempatnya bekerja dia langsung
menegakkan
tubuh, menajamkan telinga, dan melirik ke arah pintu masuk. Menunggu.....
bukan,
bukan menunggu, tp mengharapkan bahwa langkah tersebut adalah milik Revel.
Tetapi
stelah beberapa kesalahan, akhirnya Ina berhenti berharap bahwa dia akan bs
melihat
Revel hari ini.
Kira2
apa jadwal Revel hari ini? pikir Ina. Ketika dia sampai tadi pagi pukul
sembilan, dia
menyempatkan
diri untuk melirik deretan mobil yg ada di dalam garasi dan halaman depan
rumah
Revel. Terima kasih atas informasi daftar harta yg dia lihat hari Sabtu, dia
tahu bahwa
Range
Rover penyanyi itu tdk ada pada deretan tersebut. Jadi bs disimpulkan bahwa
Revel
kemungkinan
sedang tdk ada di rumah. Marko yg melihat kegelisahannya berkali-kali
menanyakan
apakah Ina baik2 saja karena dia merasa bahwa Ina agak kurang fokus, dan
setiap
kali Ina menjawab bahwa dia baik2 saja. Setelah dua jam dan msh juga tdk
mendapatkan
jawaban yg jujur atas pertanyaannya, akhirnya Marko membiarkan Ina sendiri
dgn
pikirannya dan mereka bekerja dlm diam.
Pukul
dua belas siang ketika mereka sedang makan siang Ina mendengar suara batu
kerikil
yg
dilinsmobil. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu depan dibuka. Ina
mendengar
suara
langkah berat yg hanya akan dimiliki oleh seorang laki2, semakin mendekat dan
di luar
kontrolnya
jantungnya langsung berdetak lebih cepat. Makanan yg ada di dalam mulutnya
langsung
hilang rasanya. Oh my God, he is getting closer! Oke ina, santai.... jangan
panik.
Tapi
semua ketakutan dan antisipasi menghilang begitu Ina mendengar suara Sita,
"Halo, Jo.
Tumben
jam segini sudah nongol. Sudah makan?"
Seperti
ada air es yg diguyurkan di atas kepalanya Ina langsung mengembuskan napas
lega.
Bukan
Revel, ucapnya dlm hati.
"Sudah
tadi di rumah," jawab Jo lalu melambaikan tangannya pada ina dan Marko.
"Revel
kemana,
Sit? Gue lihat Range Rover-nya nggak ada," lanjutnya sambil membuka pintu
lemari
es dan
menyisiri isinya sbelum kemudian menutupnya kembali tanpa mengambil apa2.
"Katanya
pak Danung dia pergi ngantar tante Davina ke dokter."
Akhirnyaaaaa!
Dapat juga ina informasi keberadaan Revel.
"Memangnya
seberapa sering sih tante Davina perlu check-up diabetesnya?" Tanya Jo
lagi.
"Perasaan
Revel baru ngantar dia ke dokter dua minggu yg lalu," sambungnya.
"Ini
ke dokter mata, bukan diabetes," teriak Sita dr dapur.
"Memangnya
mata tante Davina kambuh?"
"Nggak,
cuma pergi check-up doang."
Jo
menutup mulutnya sambil manggut2.
"Pergi
jam brapa dia tadi?". Tanya Jo.
"Gue
nggak tahu juga, tp tadi pagi pas gue datang jam delapan, dia sudah nggak
ada."
"Jangan-jangan
dia nggak tidur lagi tadi. Soalnya kita baru kelar bangsa jam limaan."
"Bisa
jadi. Lo tahu sendiri klo dia biasanya blm betul-betul bangun sampai sekitar
tengah
hari.
Mudah2an dia cukup sadar untuk bawa mobil." Sita terdengar agak khawatir.
Hubungan
Sita dgn Jo dan Revel kelihatan cukup rapat dr cara mereka berbicara dgn satu
sama
lain yg sudah sperti teman.
"Kira-kira
jam brapa dia balik?" Tanya Jo.
"Paling
bentar lg juga sampai," jwb Sita dan menenggak habis air putihnya hingga
gelas itu
kosong.
"Mmmhhhh.
Ya sudah, klo nanti dia pulang dan nyariin gue,gue ada diatas ya,l ucap Jo,
lalu
dia
berdiri dr kursinya dan sekali lagi melambaikan tangannya kepada Ina sbelum
menghilang.
Setelah
makan siang Ina dan timnya pun kembali tenggelam dalam pekerjaannya. Ina tdk
melihat
Jo lagi atau Revel sampai dia pamit pulang pukul empat sore. Ketika keluar
rumah,
Ina
melihat bahwa Range Rover Revel sudah terpakir di garasi yg menandakan bahwa
dia
sudah
pulang. Ina berpura-pura tdk peduli bahwa Revel bahkan tdk menyempatkan diri
untuk
say hello kepadanya, tp sejujurnya dia merasa agak sedikit kesal pada kliennya
itu.
Revel
mengenali Honda City warna emas yg diparkir dihalaman rumahnya ketika dia
pulang
dr
dokter, namun bukannya menuju ke ruangan tempat Ina sedang bekerja, dia
langsung
menuju
studionya. Revel tdk bisa menjelaskan tingkah lakunya yg jelas2 mencoba
menghindari
Ina. Revel tdk pernah menghindari perempuan manapun, women loves him
and he
loves them, it's that simple. Revel tdk pernah tertarik pada perempuan diatas
umur
30tahun
karena mereka terlalu bossy, suka sok menggurui, dan buntutnya mencoba
mengatur
hidupnya, dan Ina jelas2 masuk ke dalam kategori ini. Itu sebabnya Luna,
pacarnya,
memiliki karakteristik yg betul2 bertolak belakang dgn Ina, tp knapa selama dua
hari
ini yg ada di kepalanya adalah Ina, bukannya Luna? Revel menyalahkan blus hijau
yg
dikenakan
oleh Ina trakhir kali dia melihatnya. Pasti itu menyebabkan keresahannya ini.
Revel
duduk di atas bangku piano di dalam studionya dan mulai menekan beberapa tuts
mencoba
untuk mencari nada yg sesuain dgn mood-nya. Revel sudah menulis satu bait lagu
ketika
Jo menemukannya sejam kemudian.
"Jam
brapa lo balik tadi?" Tanya Jo dgn suara sedikit mengantuk.
"Jam
tiga," balas Revel tanpa menatap Jo.
"Tante
Davina gimana kabarnya?"
"Baik-baik
saja."
Jo
melihat bahwa Revel hari ini lebih moody daripada biasanya.
"Tuh
lagu melankolis amat Rev, buat Luna?" Ucap Jo sambil melangkah menuju set
drumnya.
Revel
hanya mendengus, kemudian ketika melihat bahwa kaus yg dikenakan Jo kelihatan
agak
kusut sperti baru saja bangun tidur dia berkata, " Jangan bilang ke gue lo
tidur di
tempat
gue lagi deh."
"Ya
iyalah gue tidur di tempat tidur lo," balas Jo cuek sambil memutar-mutar
stick drumnya.
"Lo
knapa sih seneng banget tidur di kamar gue padahal gue sudah kasih kamar tidur
tamu
buat
elo klo misalnya lo mau istirahat."
"Kamar
tidur tamu baunya kayak menyan."
Revel
berhenti memainkan piano dan berkata, " Itu bukan menyan, tp potpourri, yg
nyokap
beli di
Marks & Spencer."
"Baunya
sama saja. Kadang2 klo tidur disitu gue waswas tiba2 kuntilanak muncul."
Untuk
meyakinkan
Revel, Jo mengimitasikan suara kuntilanak.
Revel
tertawa melihat kelakuan Jo yg pada saat itu sama sekali tdk terlihat seperti
drummer
paling
ganteng satu Indonesia.
"Itu
bau lavender, harusnya bs membuat elo relaks sperti lagi di spa," Revel
mencoba
menjelaskan.
"Bodo
amat deh, pokoknya itu kamar baunya kayak kuburan."
Revel
menutup diskusi itu dgn mulai menekan tuts pianonya lagi.
"Lo
tadi sempat ketemu Ina nggak?" Tanya Jo.
Revel
langsung menekan tuts yg salah ketika mendengar nam Ina disebut-sebut.
"Nggak,"
jawabnya pendek. "Memangnya knapa lo tanya2 ?" Lanjutnya ketika Jo
tdk
mengatakan
apa2 lagi tentang Ina.
"Nggak
kenapa-napa. Omong2 dia cute juga ya klo dilihat-lihat."
Revel
langsung menatap drummer-nya, mencoba membaca ekspresi wajahnya. Dia tdk tahu
knapa
orang tdk pernah menggosipkan Jo yg tidak2 klo sudah menyangkut masalah
perempuan.
Media selalu menggambarkan Jo seakan-akan dia seorang malaikat, padahal klo
dihitung-hitung
Jo lebih banyak menghancurkan hati kaum wanita daripada dirinya. Betulbetul
tdk
adil.
"Jo,
dia off-limits." Suara Revel terdengar lebih tajam daripada yg dia
inginkan ketika
mengatakan
ini.
Jo yg
menyadari bahwa dirinya sedang diperingati oleh Revel berhenti memutar-mutar
stick
drumnya.
"What?" Tanyanya langsung.
"Pokoknya
off-limits," ucap Revel sekali lagi.
Jo
hanya memutar bola matanya melihat reaksi Revel. "Okay fine. Lo nih
berkelakuan
kesannya
kita tinggal di hutan aja. Nggak perlu teritorial begitu deh."
"Gue
nggak teritorial."
Of
course you're not," balas Jo dgn nada sinis. "Klo lo suka sama Ina,
lo tinggal bilang ke gue
dan gue
nggak akan mendekati dia. So, lo suka sama Ina?"
"Dude,
dia itu akuntan gue."
"So
what?"
"Dan
gue udah punya pacar."
Jo
mendengus. "Yeah right. Kayak elo ini tipe laki2 yg setia aja. Sekali lagi
gue tanya, apa lo
suka
sama Ina?"
Revel
menggigit lidahnya dan berkata, "No."
"Oke,
klo begitu dia fair game sama gue."
Dan
Revel harus menarik napas agar tdk loncat dari kursi piano saat itu juga untuk
mencekik
Jo.
Sebulan
berlalu dan Ina masih tdk berkesempatan untuk bertemu muka lagi dgn Revel
karena
stelah hari itu tdk ada masalah pembukuan besar yg memerlukan kedatangannya ke
kantor
Revel lagi. Ina membiarkan Sandra dan Eli melakukan kunjungan mereka tanpanya,
sebagaimana
bisnis ini pada umumnya berjalan. Dalam hati Ina bersyukur bahwa dia tdk
perlu
lagi bertemu dgn Revel karena itu berarti bahwa timnya telah melakukan
pekerjaan
mereka
dgn baik. Klo ada masalah tentunya Sita sudah mengeluh kepadanya. Mesipun
begitu,
Ina tdk bisa menghentikan dirinya untuk mulai memperhatikan gerak-gerik Revel
setiap
kali dia muncul di TV.
Beberapa
hari yg lalu Revel sekali lagi terkena masalah dgb wartawan yg terlalu
bersemangat
untuk mengambil fotonya sehingga tdk sengaja mendoronh ibu Davina yg
sedang
berjalan di sampingnya. Dan tanpa mengeluarkan kata2, Revel langsung melindungi
mamanya
dgn tubuhnya dan dgn tangan kanan dia mendorong wartawan tadi sehingga
jatuh
terduduk di aspal. Kejadian itu terekam oleh beberapa wartawan infotaimen dgn
sempurna
dan diputar berkali-kali di TV. Ketika menonton video itu Ina melihat bahwa
ujung bibir
Revel jd kaku sebelum dia mendorong wartawan itu dgn kekuatan penuh, kemudian
meninggalkan
tempat kejadian tanpa menoleh lagi.
Reaksi
yg sama juga ia dapati ketika Revel diwawancara oleh mantan pelawak yg alih
profesi
menjadi
pembawa acara mengenai proses penulisan musiknya. Wawancara itu berjalan
cukup
lancar sampai ketika revel ditanya apakah dia berniat untuk lebih serius dgn
Luna.
Revel
menjawab pertanyaan itu secara diplomatis dgn berkata, "Untuk saat
sekarang kami
masih
sama2 belajar tentang satu sama lain. Kita lihat saja nanti gimana."
Tentunya
sang pembawa acara tdk puas dgn jawaban itu dan mencoba mencecar Revel.
Pemuda
itu msh menjawab pertanyaan2 yg diajukan padanya dgn cukup sopan, tp kelihatan
sangat
tdk comfrotable. Dan kelihatannya si pewawancara sama sekali tdk melihat efek
dr
pertanyaan2nya
ini kepada Revel. Untung saja pembawa acara itu kemudian menyerah
stelah
selama sepuluh menit menanyakan hal yg sama tanpa mendapat jawaban. Ina yakin
Revel
sudah siapa untuk menonjok wajah pembawa acara itu.
Celebrity Wedding - Bab 5
No comments:
Post a Comment