The Scariest Mother Alive
Memasuki
bulan ketiga ketika Ina baru saja pulang dr Manado, Helen memberitahu bahwa
Sita
memintanya untuk datang pada kunjungan selanjutnya karena ibu Davina mau
bertemu
dengannya.
Mengingat penampilan mama Revel yg meskipun kelihatan seumur dgn
mamanya
sendiri, tetapi mampu menggoreng seseorang hanya dgn tatapannya, Ina tdk bisa
tidur
selama dua hari sbelum kunjungan.
Setibanya
di kantor Revel hari Rabu siang, Ina dan timnya langsung disambut oleh Sita yg
stelah
mempersilahkan mereka duduk di ruang pertemuan, menghilang sebentar untuk
memanggil
ibu Davina. Selama menunggu, Ina mendengar ada suara dua orang yg sedang
beragumentasi
dgn suara rendah. Ternayata Sita telah membiarkan pintu ruang pertemuan
agak
sedikit terbuka dan sepertinya dua orang yg sedang berbicara itu tdk menyadari
bahwa
ada
orang lain yg bisa mendengar percakapan mereka.
"Memangnya
knapa sih aku nggak boleh menginap disini sekali-sekali?" Ina mendengar
suara
seorang perempuan.
"Kamu
kan tahu perasaan aku tentang perempuan menginap di rumah aku," jawab
suara
seorang
laki2 g Ina tahu adalah Revel.
"Tapi
aku bukan sembarang perempuan. Aku ini pacar kamu."
"Bisa
nggak sih kita bicarakan masalah ini nanti? Aku ada meeting."
"Rev,
kmu mau kemana? Aku blm selesai bicara." Itulah suara trakhir yg Ina
dengar sbelum
dia
melihat tubuh Revel terpampang di depan pintu. Dan sperti sadar bahwa ada orang
yg
sedang
memperhatikannya, dia menoleh dan langkahnya terhenti tiba2. Matanya melebar
sedikit
ketika melihat Ina.
Ina
tahu bahwa bkn salahnya untuk berada di dalam ruang pertemuan pada saat itu,
tetapi
dia
tetap merasa sedikit bersalah karena telah tertangkap basah nguping pembicaraan
yg
jelas2
bersifat pribadi.
"Rev,
kmu knapa sih sama aku?" Suara rengekan perempuan itu menarik Ina kembali
ke
realita.
Ina
menarik tatapannya dr Revel dan beralih kepada..... Luna yg berdiri disamping
Revel. Ina
harus
menarik napas. Sejujurnya, Luna memang cantik stiap kali muncul di TV, tp itu
tdk
sebanding
dgn aslinya. Wajahnya putih bersih, bahkan terlihat sperti ada sinar yg
terpancar
darinya.
Tubuhnya tinggi semampai tp berisi, tdk terlalu kurus sebagaimana model pada
umumnya.
Ketika menyadari bahwa perhatian Revel sedang terfokus pada Ina, Luna pun
mengalihkan
perhatiannya pada orang yg sama. Luna menatap In dari ujung rambut hingga
ujung
kaki, seluruh 150cm tingginya, sbelum. Kemudian menatap matanya. Seakan-akan
dia
menilai
bahwa Ina bukanlah orang penting, perhatiannya lalu kembali pada Revel. Oke,
sepertinya
kepribadian Luna yg sebenarnya tdk sebaik yg dia tampilkan kepada media
selama
ini, ucap Ina dlm hati, sedikit jengkel.
Diam2
Revel memperhatikan interaksi Ina dan Luna dan dia merasa malu atas perlakuan
Luna
terhadap akuntannya ini. Revel tahu bahwa meskipun Luna slalu kelihatan baik
dan
bersahabat
klo sedang di depan publik, tp sbenarnya Luna memiliki kecenderungan untuk
berkelakuan
bitchy kepada kebanyakan perempuan, dan dia akan ekstra-bitchy klo merasa
tersaingi
oleh perempuan tersebut. Dan apa yg baru dia lakukan kepada Ina masuk ke dalam
kategori
kedua. Revel menatap Ina yg hari itu mengenakan blus warna biru tua. Sperti
trakhir
kali mereka bertemu, Ina kelihatan rapi dan bertingkahlaku profesional. Tidak
ada
sehelai
rambut pun yg tdk pada tempatnya. Tiba2 Revel diserang keinginan untuk
membuatnya
berantakan. Apa dia masih akan kelihatan sebegini rapi dan profesionalnya klo
misalnya
aku menciumnya sampai dia kehabisan napas? Revel menghentikan dirinya ketika
pada
dasarnya dia sudah berpikir yg tidak2 tentang akuntannya yg tingginya bahkan
tdk
mencapai
bahunya, kurus, dan berdada rata, di depan pacarnya yg seharusnya adalah
wanita
paling seksi se-Indonesia. What the hell is wrong with him?
Ina yg
sadar bahwa Revel sedang memperhatikannya dgn tampang aneh langsung berkata,
"
Selamat
siang," sambil menganggukkan kepalanya. Melihat Revel tetap tdk bereaksi
akhirnya
Ina bergegas mendekatinya dan mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman
dengannya.
Revel
meraih tangan Ina. "Siang, sudah lama nggak ketemu," ucap Revel.
Tatapannya
memancarkan
binar bersahabat dan dia kemudian tersenyum. Ina berusaha membalas
senyuman
itu, tetapi agak sulit di bawah pelototan Luna.
"Kmu
kesini mau bertemu sama Mama,kan?" Tanya Revel sambil bergegas melangkah
masuk
ke ruang pertemuan.
Ina
harus melangkah ke samping dgn cepat untuk menghidari Revel, tp agak terlambat
karena
lengan Revel secara tdk sengaja sudah menghantam bahunya dgn cukup kuat.
Alhasil
dia
kehilangan keseimbangan dan akan jatuh terduduk klo tdk ada lengan yg
melingkari
pinggangnya.
Dalam usaha untuk menjaga keseimbangan dlm posisinya yg sudah stengah
telentang
diatas udara kosong itu, otomatis kedua tangannya langsung meraih benda
terdekat
sebagai pegangan. Kebetulan benda terdekat adalah lengan Revel bagian atas yg
Ina
sadari penuh dgn otot.
Pada
saat yg bersamaan Ina mendengar suara yg berteriak panik, " Ibu
Inaaaaa....," yg dia
yakin
datang dr Sandra dan, "Reveeelllllllll....," yg Ina yakin datang dr
Luna.
"Are
u okay?" Tanya Revel
Ina
baru saja akan menjawab bahwa dia tdk apa2 ketika merasakan sepatu haknya g
solnya
terbuat
dr kulit mulai tergelincir di atas marmer yg licin. Kali ini Revel tdk siap
untuk
menahan
tubuhnya dan selanjutnya Ina sudah melayang, dan mereka jatuh bersamaan.
"Aaaaak....!!"
Teriak Ina cukup keras.
Tiba-tiba
dia sudah berbaring di lantai.
"Oh
shit, are u okay?" Tanya Revel dgn nada diantara khawatir dan mencoba
untuk
menahan
tawa. Wajahnya hanya sekitar sejengkal jauhnya dr wajah Ina.
Ina tdk
pasti apakah kepalanya membentur lantai, tp yg jelas pandagannya berkunang2
untuk
beberapa detik, membuatnya agak mual dan tdk bisa mendapatkan cukup oksigen
untuk
paru2nya. "Saya... nggak... bisa... napas," ucap Ina akhirnya dgn
susah payah akibat
saluran
pernapasannya tersumbat. Tubuhnya tertindih oleh Revel yg bukannya langsung
bangun,
malah kelihatan terhibur dgn keadaannya. Dalam hati Ina menyumpah.
Memangnya
dia pikir lucu apa melihat seorang wanita berwajah membiru karena tdk bisa
bernapas?
Otak
Revel memerintahkan dirinya untuk berdiri, tp tubuhnya menolak untuk menuruti
perintah
itu. Samar2 dia mencium aroma yg sama dgn yg dia dapati stiap kali Ina dekat
dengannya.
Strawberry. Wanita ini beraroma strawberry.
"REVELINO
IVAN DARBY KAMU LAGI NGAPAIN?!"
Tiba-tiba
Revel mendengar suara keras mamanya menghancurkan fantasinya.
Ina
segera mendorong tubuh Revel dan berusaha untuk berdiri, meskipun dgn sedikit
sempoyongan
dan mata yg masih berkunang-kunang. Revel langsung meraih pinggangnya
ketika
melihat dia blm stabil.
"Easy,"
ucap revel perlahan.
Ina
mengambil beberapa napas pendek, mencoba untuk mengusir rasa mual. Setelah
kunang2
mulai sedikit reda, Ina memfokuskan perhatiannya kepada dua orang yg kini
berdiri
di
depan pintu, dan dia merasa ingin mati. Seakan-akan keadaan barusan belum cukup
parah,
ibu Davina memutuskan untuk muncul pada saat itu dan menyaksikannya. Dan lain
dgn
anaknya, beliau tdk kelihatan terhibur sama sekali. Ina mengambil satu langkah
untuk
memberikan
sedikit jarak antara dirinya dan Revel. Karena tdk ada yg memberikan
penjelasan
kepada ibu Davina tentang kejadian barusan, tugas itu jatuh ke tangan Ina.
"Maaf,
tadi saya terpeleset dan Revel mencoba untuk membantu saya, tp dia malahan ikut
jatuh,"
ucapnya stelah bisa berdiri tegak.
Ibu
Davina tdk berkata apa2, dia hanya memperhatikan Ina dgn seksama, seakan-akan
siap
untuk
menyembelihnya hidup2. Sejujurnya, Ina sudah melihat wajah wanita ini beberapa
kali di
TV dan dia selalu berpendapat bahwa ibu Davina kelihatan agak menakutkan, tp
Ina
slalu
berpikir bahwa itu mungkin cuma penampilannya di depan publik, dan bahwa orang
aslinya
tdk semenakutkan di TV. Ternyata Ina salah karena pada dasarnya mamanya Revel
kelihatan
lebih menakutkan saat bertemu aslinya.
Ina
melirik Revel untuk meminta dukungan darinya, tp kliennya itu kelihatan cuek
sambil
berdiri
dgn memasukkan kedua tangannya ke kantong celananya. Not good!
Untungnya
ibu Davina kemudian mengalihkan perhatiannya dr Ina kepada anaknya yg tdk
memberikan
penjelasan atau bahkan menunjukkan tampang bersalah sama sekali. Ibu
Davina
hanya mengernyitkan dahi sambil menatap anaknya dalam2, seakan-akan ia sedang
memutuskan
apakah ia akan percaya dgn apa yg baru dikatakan Ina atau tidak. Beliau
kemudian
mengembuskan napas dan tiba2 perhatiannya sudah jatuh pada Ina. "Apa kmu
nggak
apa-apa?" Tanyanya dgn nada datar sehingga membuat ina bertanya-tanya
apakah ia
tulus
ingin tahu keadaannya atau basa-basi.
"Saya
nggak apa-apa," ucap Ina sambil mengangguk-angguk. Pada saat itu ina
menyadari
bagian
belakang kepalanya seakan ditusuk-tusuk jarum. Otomatis tangannya langsung naik
untuk
menyentuh belakang kepalanya yg terasa mulai agak benjol, Ina menahan diri agar
tdk
meringis.
"Coba
saya lihat." Tanpa disangka-sangka Revel sudah menggenggam kepalanya dan
meraba
occipital
lobe-nya.
"Aaarrggg...
hhh," teriak Ina sambil mencoba untuk menjauhkan kepalanya dr sentuhan
Revel
tp tdk berhasil.
"Sori.
Sakit, ya?" Tanya Revel polos.
"Ya
iyalah," geram Ina dan sekali lagi mencoba untuk menarik kepalanya. Kali
ini Revel
membiarkan
Ina melakukannya.
"Kmu
mesti ke dokter untuk dicek, siapa tahu kenapa-napa," lanjut Revel tanpa
mghiraukan
pelototan
dr Luna ataupun wajah nyureng ibu Davina.
"Cuma
benjol sedikit, nanti habis meeting ini saya akan ke dokter," ucap Ina
tegas tanpa
menggeram.
"Kmu
harus ke dokter sekarang," Revel tetap bersikeras.
"Gimana
klo saya tempelin ice pack di kepala saya dulu untuk sementara waktu. Saya akan
cek ke
dokterstelah meeting ini selesai," balas ina sambil menatap Revel tajam,
memintanya
untuk
tdk membantahnya lagi.
Revel
mengernyitkan kening selama beberapa detik ketika melihat tatapan Ina yg siap
membunuhnya
klo dia mengeluarkan satu kata lagi yg melibatkan kata "dokter",
sbelum
kemudian
berkata, "Sit, bisa minta salah satu OB untuk bawain ice pack
kesini?"
Sita
langsung menghilang dr peredaran. Ina sedang memikirkan cara untuk membuka
pembicaraan
dgn ibu Davina yg kini sedang memperhatikan anaknya dgn tatapan penuh
tanda
tanya, ketika mendengar suaranya.
"Jadi
kmu yg namanya Inara?" Tanyanya dgn nada yg tdk bisa dibilang ramah.
"Selamat
siang, ibu Davina. Sbelumnya saya mohon maaf atas insiden ini. Mungkin besok2
sebaiknya
saya pakai sepatu yg solnya karet saja supaya tdk terpeleset lagi,"
ucapnya
setenang
mungkin sambil berjalan menuju ibu davina sbelum kemudian mengulurkan
tangannya
untuk bersalaman dengannya.
Ibu
Davina kelihatan agak terkejut dgn tindakan Ina. Great! Melihat reaksinya,
hanya akan
ada dua
kemungkinan. Yg pertama adalah bahwa ibu Davina sudah tersinggung dgn tingkah
lakunya
dan langsung akan memecatnya,atau ibu Davina menghargai keberaniannya dan
akan
membiarkannya tetap melakukan tugasnya. Kepala Ina berdenyut, tetapi dia tdk
menghiraukannya.
"Saya
Inara," lanjut Ina karena tdk tahu apa lagi yg bisa dia katakan.
Tapi
tiba2 suatu keajaiban terjadi ketika dia melihat ibi Davina juga mengulurkan
tangan
untuk
menyalami dirinya. Stelah melepaskan tangan, ibu Davina kemudian melambai,
menandakan
bahwa dia mempersilahkan Ina duduk, sementara beliau menempatkan
dirinya
tepat di hadapan Ina. Sita melangkah masuk kembali ke dalam ruang pertemuan.
Ina
buru2
duduk di kursinya dan segera membuka agendanya. Dengan pulpen di genggaman,
dia
siap mencatat apa saja yg dikatakan ibu Davina. Revel memilih berdiri sambil
menyandarkan
bahunya pada dinding.
"Sita
bilang klo ibu mau ketemu sama saya. Apa ada hal spesifik yg bisa saya
bantu?" Tanya
Ina
sesopan mungkin.
"Ya
ya... alasan saya minta kedatangan kmu adalah karena saya mau minta tolong
supaya
keuangan
pribadi saya juga dicek."
"Oh,
oke," ucap Ina setenang mungkin. "Apa ibu juga perlu diaudit sperti
Revel?"
"Sejujurnya,
saya juga nggak tahu apa yg kmu kerjakan untuk Revel. Pokoknya saya mau
semua
urusan keuangan saya beres," jawab ibu Davina dgn tegas sambil melirik
anaknya yg
tatapannya
sedang terpaku pada pintu masuk.
"Nggak
masalah, saya akan mengirimkan surat penawaran fee kepada ibu secepatnya,"
ucap
Ina.
Pada
saat itu seorang OB yg membawa nampan berisi semangkuk es batu dan sebuah
handuk
kecil memasuki ruang pertemuan. Sandra langsung berdiri dr kursinya untuk
membantu
Ina, tetapi sbelum dia bisa melakukannya revel sudah mengambil alih tugas itu.
Ina
sudah siap untuk protes, tetapi klo dilihat dr cara Revel menyipitkan matanya
padanya,
menantang
Ina untuk menentangnya, spertinya itu tdk ada gunanya. Akhirnya Ina harus
merelakan
revel melakukan apa yg dia mau.
"Oke,
jgn kaget ya, ini agak dingin," ucap Revel sbelum kemudian menyentuh
kening Ina dgn
tangan
kirinya dan menempelkan ice pack itu pada kepalanya.
Revel
berusaha mengontrol dirinya untuk tdk mengusap kening Ina dgn jari2nya.
Kulitnya
halus
sekali, sperti kulit bayai. Desisan Ina ketika rasa dingin menyentuh kulit
kepalanya
menarik
perhatian Revel. "Sori," ucap revel.
Ina
menjawab dgn menundukkan kepalanya sedikit. Untung saja rambutnya berpotongan
bob
pendek, jd air yg meresap melalui handuk dan mengenai rambutnya tdk akan
merusak
style-nya.
Dalam situasi lain Ina mungkin sudah menolak perhatian Revel yg
memperlakukannya
sperti seorang invalid, tetapi saat ini yg dia inginkan adalah bisa
menyandarkan
kepalanya diatas bantal yg empuk dan tidur sampai denyutan kepalanya
hilang.
Untung
saja ice pack itu sudah mulai mengurangi denyutan di kepalanya. Ina mengangkat
kepalanya
menatap ibu Davina dan berkata, "Maaf, jd ngerepotin."
Ibu
Davina hanya mengangguk kaku. "Sita, bisa kmu urus ini semua dgn
Inara?" Tanyanya
kepada
Sita yg cepat2 mengangguk.
Sbelum
Ina berkata-kata lagi, ibu Davina sudah berdiri dr kursinya dan Ina hanya
sempat
melihat
punggungnya saja ketika beliau bergegas meninggalkan ruangan. Mancoba untuk
kelihatan
tdk tersinggung dgn perlakuan ini Ina pun segera memerintahkan Sandra untuk
mempersiapkan
surat penawaran.
"Sori
ya, mama memang begitu orangnya. Jangan diambil hati," ucap Revel yg tanpa
disadari
Ina
masih memegangi kepalanya.
"Iya,
nggak apa-apa."
Kemudian
Ina menyadari bahwa Luna masih ada bersama mereka dan kini sedang
menatapnya
dgn tatapan tdk suka. "Kepala saya sudah baikan," ucap Ina dan buru2
menarik
ice
pack dr kepalanya itu dr genggaman revel.
"Yakin?"
Tanya Revel dgn nada curiga, tetapi dia melepaskan ice pack itu dr
genggamannya.
"Yep,
thanks for your help," balas Ina. Dan stelah memberikan senyuman singkat
padanya
Ina pun
berpura-pura sibuk dgn Sandra dan tdk menghiraukannya lagi.
Selintas
ada sebersit kekecewaan atas perlakuan dingin Ina di wajah revel, tetapi dgn
satu
kedipan,
ekspresi itu menghilang dr wajahnya, berganti menjadi tatapan tdk perduli. Ina
jadi
bertanya2
apakah dia hanya berhalusinasi beberapa detik yg lalu.
No comments:
Post a Comment