The Three Magic Words
2minggu
berlalu smenjak kepindahan Ina dari rumahnya dan Revel berharap bahwa Ina tdk
akan
betul2 menggugat cerai dirinya, tp kemudian dia menerima surat dari pengadilan
agama
yg mengonfirmasi gugatan tersebut, dan dia tdk pernah merasakan patah hati
sedalam
ketika dia membaca surat itu. Ina tdk mau mengangkat telpon darinya dan semua
komunikasi
yg dilakukan oleh Ina kepadanya adalah melalui pengacaranya. Bahkan cek
500juta
yg dikeluarkannya beberapa hari yg lalu itu masih juga belum dicairkan oleh
Ina,
seakan2
Ina mau menghapus semua koneksi yg pernah ada diantara dirinya dan Revel. Dia
tahu kini
bagaimana kesalahpahaman mengenai pembatan kontrak dgn Ina bisa terjadi.
Semua
itu karena Yudi, pengacaya yg menerima telponnya, ternyata adalah seorang
pegawai
yg sudah dipecat secara tdk terhormat pada hari yg sama stelah menerima telpon
itu.
Karena kelalaiannya, Yudi sudah menyebabkan kerugian besar2an kepada salah satu
klien
dan klien itu kemudian menuntut ganti rugi. Kasus tersebut memang tdk ada
sangkutpautnya
dgn Revel, tp Yudi yg merasa tersinggung atas pemecatan ini langsung
angkat
kaki dari kantor itu tanpa susah2 melaporkan pembicaraannya dgn Revel. Dan
karena
Revel juga tdk mengonfirmasi ulang permintaannya, maka tdk ada orang yg tahu
mengenainya
sampai kontrak itu habis masanya. Ingin rasanya Revel menyalahkan orang
lain
atas keadaan ini, tp dia tahu bahwa satu2nya orang yg sepatutnya disalahkan
adalah
dirinya
sendiri.
Sebulan
kemudian Revel mendapati dirinya berada di dalam salah satu ruang pertemuan
dipengadilan
agama Jakarta Pusat, menunggu hingga Ina muncul. Inilah pertama kalinya dia
akan
bertemu lagi dgn Ina stelah perpisahan mereka dan dia merasa gugup. Semalam dia
pergi
tidur dgn memeluk foto perkawinan mereka yg Ina tinggalkan diatas night stand
dikamarnya
ketika dia pindah. Dia tdk pernah menyadari betapa sakralnya upacara ijab. Itu
bukan
hanya sebuag upacara yg menyatakan bahwa mereka sudah menjadi sepasang suami
istri
yg sah, tp juga menyatakan bahwa mereka terikat dgn satu sama lain untuk
selama2nya.
Revel
harus mengangkat pandangannya dari lantai ketika melihat Ina yg tampak superseksi
dgn set
atasan dan celana panjang berwarna putih gading dgn selendang coklat tua yg
menyelubungi
bahunya, tp lebih dari itu, dia kelihatan glowing dgn kepercayaan diri dan
suatu
hal lain yg dia tdk bisa pastikan datang darimana. Oh my God, how is this
possible?!
Bahkan
stelah perempuan ini menginjak2 hatinya yg dia sudah persembahkan padanya
diatas
nampan emas, Ina masih bisa mengundang reaksi yg sangat mendalam dari dirinya.
Revel
melirikkan matanya kepada Sugiono, panitera muda yg seharusnya menjadi mediator
sesi
konseling mereka, dan dia harus menahan diri agar tdk memukulnya karena dia dgn
blak2an
sedang menelanjangi istrinya, koreksi calon mantan istrinya, dgn matanya.
"Selamat
pagi, ibu Ina," ucap Sugiono.
Panggil
saya Ina saja," jawab Ina sembari mengulurkan tangannya, menyalami Sugiono
dan
menganggukkan
kepalanya kepada Revel sbelum dia duduk.
Revel
mencengkram lengan kursinya ketika mendengar Ina mengucapkan itu. Bagaimana
mungkin
dia memperbolehkan laki2 tdk dikenal memanggilnya dgn namanya saja? Di dalam
kepalanya
Revel memaki2 panitera yg skrg sedang memberikan senyum sumringah kepada
Ina.
Seakan2 penyiksaannya belum cukup, Revel mencium aroma stroberi yg dikenalnya
itu
dan dia
mencoba mengatur pernapasannya agar tdk mendengus. Ini akan jd 1jam
terpanjang
dalam hidupnya.
Ina
duduk dgn tenang, mendengarkan kata2 Sugiono, yg menjelaskan tujuan sesi
konseling
ini.
Dia memastikan bahwa tatapan matanya tertuju kepada Sugiono, tdk kepada Revel.
Dia
tdk
berani menatap Revel, takut bahwa suaminya bisa membaca apa g ada di dalam
hatinya
pada
saat itu. Ina betul2 merindukannya, dan ketika dia berhadapan dgn Revel hari
ini, yg
ingin
dia lakukan adalah melemparkan dirinya ke dalam pelukan Revel, mengatakan dia
mencintainya,
dan bahwa dia tdk peduli apakah Revel mencintainya atau tdk. Tp dia tahu
bahwa
adalah kesalahan besar klo dia melakukannya, terutama klo melihat dari cara
Revel
menatapnya
beberapa menit yg lalu ketika dia menganggukkan kepala padanya. Revel
kelihatan
sperti seseorang yg siap membunuhnya dgn hanya menggunakan kedua
tangannya.
Tentu saja Revel marah besar padanya karena dia sudah menolak berbicara
dgnnya
selama 6minggu ini.
2minggu
pertama stelah kepindahannya kembali ke apartemen, perhatian media masih
terlalu
terfokus kepada berita tentang seorang selebriti dgn video panas mereka yg
tersebar
dipasaran
hingga status pisah rumahnya dgn Revel tdk tercium sampai seminggu stelah itu
ketika
seorang wartawan tabloid mengikutinya pulang ke apartemen bukannya ke rumah
Revel
stelah jogging di Senayan dgn Tita hari minggu pagi. Stelah itu media mendapat
kabar
bahwa
dia sudah mengajukan gugatan cerai kepada Revel, alhasil stelah itu fokus
berita
kembali
kepada dirinya dgn Revel. Sekarang dia tdk bisa pergi kemana2 tanpa diikuti
oleh
wartawan
yg menanyakan alasan knapa dia menggugat cerai Revel.
Ingin
rasanya dia memberitahu kepada mereka semua bahwa alasan knapa dia menceraikan
Revel
adalah karena pernikahan mereka hanyalah sebuah kontrak, agar mereka semua puas
dan
meninggalkannya sendiri, tp Ina tahu bahwa klo dia menyuarakan hal tersebut
maka
media
akan semakin gila. Dia tdk tahu bagaimana dia akan berhadapan dgn keluarganya
lagi
stelah
ini. Selama 6minggu dia sudah berhasil menghindari mereka semua, tp dia tdk
bisa
bersembunyi
selamanya. "Apa ada hal2 yg ingin Ina kemukakan kepada pak Revel? Mungkin
hal2 yg
mengganjal didalam pernikahan yg tdk pernah dibicarakan sbelumnya?" tanya
Sugiono.
"Nama
saya Revel, bukan pak Revel. Bapak bisa manggil istri saya dgn namanya saja,
saya
yakin
bapak juga bisa melakukan yg sama terhadap saya," geram Revel sambil
menatap
Sugiono.
"Revel,"
ucap Ina dgn nada penuh peringatan.
"Oh,
jadi sekarang kmu mau bicara dgn saya? Stelah 6minggu kmu menolak mengangkat
semua
telpon dari saya dan selama 20menit ini bahkan menolak menatap saya?"
Revel
menatap
Ina tajam ketika mengatakannya. Dan dia menyumpah dalam hati ketika melihat
rasa
sakit yg tercurah dari mata Ina.
"Mohon
maaf, pak Sugiono, saya perlu ke kamar kecil. Letaknya dimana ya?" tanya
Ina dan
stelah
mendapatkan instruksi yg jelas dari Sugiono, langsung berdiri dan menghilang
dari
pandangan
secepat mungkin.
Kedua
laki2 yg ditinggalkan di dalam ruangan saling tatap. Revel kelihatan sudah siap
membakar
bangunan pengadilan agama dan Sugiono kelihatan terhibur melihat permainan
emosi
pada wajah Revel.
"Mbak
Ina masih cinta sama mas Revel, in case you are wondering," ucap Sugiono
tiba2.
"Hah?"
"Mbak
Ina... dia masih cinta sama mas Revel."
Revel
menyerah untuk memperbaiki Sugiono yg tetap memanggilnya mas Revel dan
berkata,
"Oh ya? How do you know that? Are you psychic?" Revel tahu bahwa dia
terdengar
sperti
orang yg sedang ngambek, tp dia terlalu kesal untuk peduli. Klo dia bisa
memilih, dia
tdk
akan menghadiri sesi konseling ini, karena ada banyak hal yg dia tdk sukai,
salah satunya
adalah
klo orang asing turut campur dalam urusan pribadinya.
Sugiono
hanya tersenyum simpul. "Saya sudah lama bekerja jd mediator sesi
konseling
orang2
yg akan bercerai, mungkin itu sebabnya saya bisa membaca gelagat mereka. Dari
pengalaman
saya, biasanya sesi konseling akan lebih efektif klo kedua belah pihak bisa
lebih
tenang
ketika berhadapan satu sama lain."
"Bagaimana
saya bisa tenang? Satu2nya perempuan yg pernah saya cintai mau menceraikan
saya
dan tdk ada satu hal pun yg saya bisa lakukan untuk mencegahnya."
"Ah...
dugaan istri saya ternyata benar." Revel hanya menatap Sugiono dgn
bingung.
"Waktu
mas Revel menikah dgn mbak Ina, istri saya akan klo kalian berdua menikah
karena
cinta,
bukan karena untuk menutupi skandal mas Revel dgn mbak Luna. Istri saya ngefans
berat
dgn mas Revel dan dia agak2 kecewa waktu tahu bahwa mas Revel dan mbak Ina akan
bercerai,"
jelas Sugiono dgn tenang.
Revel
hanya bisa nyureng memandang Sugiono. Melihat reaksi Revel yg kelihatan tdk
percaya
dgn kata2nya, Sugiono menambahkan, "Klo mas Revel masih cinta sama mbak
Ina,
knapa
cerai?"
"Mungkin
itu pertanyaan yg sepatutnya ditujukan kepada istri saya. Dia yg menggugat
cerai
saya,"
balas Revel ketus.
"Apa
mbak Ina tahu klo mas Revel cinta sama dia?"
"Tentu
saja dia tahu, tp dia tetap mau menceraikan saya," teriak Revel.
"Apa
mas Revel sudah bilang ke dia?"
"Hah?"
Revel betul2 tdk mengerti arah pembicaraan panitera hampir botak satu ini. Dia
jelas2
tdk memerlukan saran untuk menarik hati seorang wanita. Dia bisa bilang punya
gelar
doktor
di bidang itu.
"Apa
mas Revel pernah mengucapkan kata cinta kepada mbak Ina?" Jelas sugiono.
"Dia
sudah menceraikan saya sbelum saya bisa mengucapkannya. Stelah itu, kata itu
spertinya
nggak penting lagi."
Tanpa
revel sangka2, Sugiono mulai tertawa terbahak2 dan Revel betul2 tdk menghargai
ditertawakan
sperti itu. Dia sudah siap berdiri dan mulai mencari Ina yg masih belum juga
kembali
dari toilet ketika mendengar suara Sugiono yg memintanya untuk duduk kembali.
"Maaf,
klo saya lancang, dan saya tdk bermaksud menertawakan mas Revel, tp saya slalu
menyangka
bahwa dgn segala gosip menyangkut perempuan yg mengelilingi mas Revel,
maka
mas Revel akan lebih tahu tentang seluk beluk hati wanita daripada saya."
Sugiono
mencoba
membaca reaksi pada wajah Revel, ketika menyadari bahwa artis laki2 paling
populer
dan paling playboy se-Indonesia sedang mendengarkannya, dia melanjutkan,
"Mereka
berbeda dari kita, kaum laki2. Mereka lebih sensitif dan klo mengambil
keputusan
mereka
lebih menggunakan hati daripada akal sehat."
"What
are you trying to say?"
"Mungkin
tdk ada salahnya mas Revel mengungkapkan apa yg mas Revel rasakan terhadap
mbak
Ina dgn kata2."
Revel
menatap Sugiono sorot tdk percaya, tp kemudian dia sadar bahwa dia tdk pernah
betul2
mengungkapkan apa yg ada di dalam hatinya kepada Ina. Mungkin laki2 ini ada
benarnya.
Mungkin inilah yg dimaksud Ina dgn "kepercayaan". Pengertian muncul
pada
benak
hati Revel ketika Ina melangkah masuk ke dalam ruangan lagi.
"Maaf
agak lama, saya nyasar," ucap Ina dan kembali mengambil tempat duduknya.
Kali ini
Revel
menyadari bahwa Ina menatapnya langsung ketika mengatakan itu, seakan2
menantang
Revel untuk menuduhnya sedang menghindarinya sekali lagi.
Sugiono
memberikan senyuman penuh pengertian kepada Ina sbelum berkata, "Revel,
Ina,
untuk
stengah jam kedepan saya akan membiarkan kalian berdua membicarakan tentang
ketidakcocokan
kalian. Anggap saja saya tdk ada diruangan ini."
Ina
menatap Sugiono seakan2 memiliki tanduk, kemudian tatapannya beralih kepada
Revel.
Mereka
saling tatap selama beberapa menit, menunggu hingga yg lainnya memulai. Ina
baru
saja
membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu ketika dia mendengar Revel
mengatakan,
"I love you."
Wajah
Ina langsung blank, sbelum dia berkata, "What?"
Tanpa
disangka2 Ina, Revel berdiri dari kursinya beberapa detik kemudian dia sudah
mendudukkan
dirinya pada kursi disamping Ina. "Klo saja kmu pernah ragu tentang
perasaan
saya ke kmu, saya akan mengucapkannya sekali lagi. I love you. Saya tdk
mengatakan
ini sebelumnya bukan karena saya nggak cinta sama kmu, tp karena saya
menunggu
saat yg tepat," jelas Revel dgn setulus mungkin. "Saya nggak mau
bercerai dgn
kmu.
Saya mau kmu tetap jadi istri saya, betul2 jadi istri saya, tanpa kontrak. Saya
mau kita
sama2
karena kita memang tdk bisa hidup tanpa satu sama lain, bukan karena saya harus
menyelamatkan
karier saya ataupun kmu harus membuktikan sesuatu kepada keluarga
kmu."
Revel
tdk percaya bahwa dia sedang menuruti saran Sugiono, tp dia tdk bisa mundur
sekarang.
Dan dgn penuh keyakinan, dia berkata, "Kmu bilang ke saya bahwa saya nggak
akan
bisa percaya sama orang karena saya nggak ngerti arti kata itu. Gimana klo kmu
ajari
saya
artinya? Tunjukin ke saya apa maksudnya? Saya mau belajar dari kmu." Revel
menunggu
dgn penuh antisipasi balasan dari Ina, tp apapun balasan yg dia tunggu2, ia
benar2
tdk siap ketika Ina justru bangun dari kursinya dan tanpa permisi lagi langsung
bergegas
keluar dari ruangan. Meninggalkannya sendiri dgn Sugiono yg menatap kepergian
Ina
sambil geleng2 kepala.
***
Seminggu
berlalu dan Revel masih tdk mendengar kabar apa2 dari Ina. Awalnya dia masih
bisa
memaklumi reaksi Ina yg melarikan diri dari hadapannya, toh dia bahkan sudah
mengejutkan
dirinya sendiri dgn kata2nya. Tapi stelah beberapa hari Ina masih tdk
menghubunginya,
Revel mulai khawatir, dan tepat seminggu kemudian dia sudah putus asa.
Meskipun
mama terus meyakinkannya bahwa Ina akan come around dan memaafkannya,
tetapi
Revel mulai kehilangan keyakinannya. Dia sudah tenggelam dalam pikirannya sendiri
sehingga
tdk menyadari bahwa ada seseorang yg sedang menunggunya diruang tamu ketika
dia
kembali dari makan malam dgn mama, sampai dia melihatnya.
"Ina?!"
ucap Revel dgn penuh keterkejutan, yg diikuti oleh kebingungan dan sedikit
harapan.
Ina
kelihatan nervous selama beberapa detik, seakan2 tdk tahu apakah dia harus
mendekatinya
atau tetap berdiri ditempat, akhirnya dia memutuskan berdiri ditempat dan
dgn
gugup meremas jari2nya. Melihat tingkah laku Ina, Revel langsung bergegas
kearahnya.
"Are
you okay? Is something wrong?" tanya Revel waswas. Meskipun dia berdiri
cukup
dekat
dgn Ina, tetapi dia menghormati Ina dgn tdk menyentuhnya.
"No,
everything's fine," jawab Ina. Kemudian, "Well, not exactly. Ada
sesuatu yg
mengganggu
pikiran saya dan saya harus menanyakannya ke kmu karena kmu adalah
satu2nya
orang yg bisa menjawab pertanyaan saya ini."
Revel
mengangguk dan menunggu pertanayan tersebut. "Saa minta maaf karena saya
sudah
datang
tanpa diundang. Saya pikir kmu ada di rumah makanya saya nggak telpon terlebih
dahulu,
tp ternyata kmu nggak ada di rumah. Saya tadinya mau langsung pulang, tp mbok
Nami
bilang klo kmu akan pulang sbentar lagi, makanya dia mempersilakan saya masuk
dan
membiarkan
saya menunggu disini."
Ina
mengatakan ini semua sambil menatap wajah Revel sehingga Revel bisa melihat dgn
jelas
pergolakan emosi dari matanya. Oh yeah, she is nervous as hell, alright.
Menyadari
bahwa
dia adalah satu2nya orang yg mengeluarkan kata2 selama beberapa menit ini,
membuat
Ina ragu akan tujuan utama kedatangannya.
"Kmu
kelihatan capek, nggak apa2, saya nggak perlu menanakan hal itu sekarang.. or
ever.
It's
really not that important. Saya bahkan nggak tahu knapa saya datang kesini. I'm
sorry,
I'll...
I'll just... I'm gonna go," ucap Ina terbata2.
"Wait..
don't go," teriak Revel ketika melihat Ina meraih tasnya dan siap untuk
sekali lagi
menghilang
dari hadapannya. "Just tell me, knapa kmu datang kesini?"
Ina
kelihatan mempertimbangkan permintaan Revel dan Revel hampir yakin bahwa Ina
akan
lari,
tp kemudian dia mendengar suaranya berkata, "Mama kmu datang ke apartemen
saya
beberapa
hari yg lalu untuk menjelaskan tentang Yudi. Is it true that you cancelled the
contract
in October?"
Revel
mengangguk. Ina kelihatan kebingungan dgn jawaban ini. "Would you sit down
jadi
saya
bisa jelaskan semuanya?" pinta Revel.
Ina
menggeleng sbelum kemudian terdiam. Dari wajahnya Revel tahu bahwa dia sedang
mempertimbangkan
sesuatu dan dgn sabar Revel menunggu. "Did you really mean what you
said
last week?" tanya Ina stelah beberapa menit.
Revel
tdk perlu penjelasan lebih lanjut untuk tahu kata2 yg mana yg dimaksud oleh
Ina.
Revel
tahu bahwa ini satu2nya kesempatan baginya untuk memperbaiki keadaan dan dia
akan
pastikan bahwa dia tidak blow this up. Dan dgn sehati2 mungkin Revel memosisikan
dirinya
tepat dihadapan Ina dan stelah betul2 menatap mata Ina dia berkata, "Every
word."
Mata
Ina terbelalak, tp dia tdk mengatakan apa2 dan sekali lagi Revel berkata,
"Saya betul2
cinta
sama kmu. Saya nggak tahu apalagi yg saya harus saya katakan atau lakukan agar
kmu
percaya
pada kata2 saya."
"You
were withholding information from me. Information that I deserve to know,"
ucap Ina
pelan.
"I
know," bisik Revel dan mendekatkan kepalanya beberapa sentimeter kepada
Ina.
"Kmu
sudah mempermalukan saya didepan keluarga saya, orang kantor saya, teman2 saya
dan
seluruh masyarakat Indonesia dgn kelakuan kmu."
"I
know." Kini bibir Revel sudah menyentuh kening Ina dan Ina membiarkannya
mengecupnya.
"Kmu
tdk pernah betul2 memercayai saya dan membicarakan masalah kmu dgn saya."
"I
know. Aku memang brengsek..."
Ina
memotong kata2 Revel dgn, "Saya nggak pernah tahu knapa kmu tiba2 akan
pergi begitu
saja
tanpa penjelasan kepada saya stiap kali kmu perlu menjadi seorang
superhero."
Tp
Revel tak mau menyerah dan maju terus pantang mundur. "But I will stop
being an ass if
you
give me a chance."
"Can
you please stop kissing me and listen to what I'm trying to say," teriak
Ina.
Revel
menarik Ina kedalam pelukannya dan berkata, "I'm listening."
Meskipun
Ina tdk membalas pelukannya, tetapi dia tdk mencoba melepaskan diri, dan Revel
mengambil
kesempatan ini untuk menjelaskan. "Saya sadar bahwa saya memang ada isu
kepercayaan.
Itu mungkin karena selama ini semua orang nggak pernah menunjukkan asli
mereka
kepada saya. Bahkan orangtua saya. Dgn kmu, what I see is what I get, dan saya
nggak
biasa dgn itu, tp percaya sama saya waktu saya bilang bahwa saya mau belajar
dari
kmu
agar bisa percaya sama orang. Saya janji untuk slalu jujur kepada kmu, tdk
peduli apa
akibatnya."
"Apa
jaminannya bagi saya untuk memercayai omongan kmu?" tanya Ina sambil
menjauhkan
tubuhnya dari tubuh Revel sbelum mendongak.
"There
isn't any," balas Revel sambil perlahan2 mengangkat tangan kanannya dan
menyentuh
pipi Ina dgn ujung jari2nya. Ketika Ina tdk menolak, dia membelai pipi Ina dgn
telapak
tangannya. "Ina, saya nggak bisa mengubah apa yg sudah terjadi, tp saya
akan
berusaha
sebisa mungkin mencegah hal yg sama terjadi lagi di masa yg akan datang. Yg
saya
minta
dari kmu adalah kepercayaan bahwa saya mampu melakukannya."
Ketika
Ina masih kelihatan ragu, Revel menambahkan dgn berat hati, "Kmu akan
slalu bisa
menceraikan
saya lagi klo saya tdk menepati janji saya."
"I
don't think that's a good idea."
"Which
part?" tanya Revel dgn waswas.
"Bagian
dimana saya slalu punya pilihan untuk menceraikan kmu lagi klo kmu melanggar
janji."
Melihat
kebingunan pada wajah Revel, Ina menjelaskan, "Saya nggak mau pernikahan
kita
jadi
sperti pernikahan selebriti, dimana mereka bisa dgn mudahnya kawin cerai. Klo
kmu
benar2 mau
menikah dgn saya, kmu harus belajar apa artinya menjadi seorang suami. Kmu
harus
mengomunikasikan apa yg ada didalam pikiran kmu kepada saya, karena saya nggak
bisa
membaca pikiran kmu. Saya hargai klo semua keputusan yg kmu ambil dibicarakan
dulu
dgn saya,
karena itu akan memengaruhi kehidupan saya. Dan kmu tdk bisa tiba2 menghilang
tanpa
penjelasan apa2 dan mengharapkan saya mengerti semua tindakan kmu. Yg jelas kmu
harus
percaya pada saya."
"Klo
saya berjanji memenuhi semua permintaan kmu, apa kita akan mencoba untuk
rujuk?"
"I
will think about it," jawab Ina.
Tanpa
meminta izin dari Ina atau memberikannya kesempatan untuk menolak, Revel meraih
kepala
Ina dan mencium bibirnya. Sewaktu Ina terpekik karena kaget, Revel meredamnya
dgn
mendesakkan lidahnya ke dalam mulut Ina untuk merasakan kehangatan yg dia
rindukan
selama 2bulan ini. Revel hanya bisa menggeram ketika merasakan Ina membalas
ciumannya,
awalnya dgn sedikit ragu, tp kemudian Ina mengangkat kedua lengannya dan
melingkarkannya
pada leher Revel. Beberapa menit kemudian, dgn susah payah Revel
mencoba
melepaskan bibir Ina untuk menarik napas.
"Bisa
nggak kmu memikirkan itu sambil memindahkan barang2 kmu kembali ke rumah
kita?"
tanya Revel.
"Don't
push it," balas Ina, dan meskipun nadanya terdengar tajam, tp dia
tersenyum ketika
mengatakannya, memberi harapan pada Revel bahwa Ina akan mengiyakan
permintaannya.Celebrity Wedding - Epilog
No comments:
Post a Comment