The Ferocious Publik
Pada
awal bulan april, Revel untuk pertama kalinya akan memperkenalkan Ina kepada
publik
secara resmi sebagai tunangannya, dan Ina mengalami masalah untuk bernapas
selama
perjalanan menuju Hotel Mulia. Akhir2 ini gosip tentang Revel dan Luna agak
mereda
karena Luna sudah menarik diri dari sorotan media dgn pulang ke Jerman. Sebagai
gantinya
gosip Revel dgn wanita misteriusnya semakin gencar. Para wartawan yg tadinya
sudah
mulai bosan, mulai mengikuti Revel lagi. Reaksi Revel yg tetap diam tetapi
memberikan
senyuman yg kelihatan sperti seorang laki2 yg sedang jatuh cinta klo ditanya
soal
itu membuat orang semakin penasaran pada identitas wanita ini.
"Pokoknya
senyum saja sama wartawan. Besok pagi wajah kmu akan terpampang dimana2,
jd jgn
kaget." Suara Revel yg tenang seharusnya bisa menenangkan Ina, tetapi
kenyataannya
tdk
bisa membantu degup jantungnya yg sudah tdk keruan.
Selama
seminggu ini Ina mendapati bahwa Revel adalah seorang tunangan yg penuh
perhatian,
dgn slalu menyisihkan waktu untuk betul2 mendengarkan dan
mempertimbangkan
pendapat2nya. Selain itu, Revel ternyata cukup cerdas dan lucu. Pada
satu
detik dia bisa mendiskusikan menu katering secara serius dgn mengeluarkan
komentar
sperti,
"Kita harus pastikan bahwa semua makanan yg disajikan dimasak dgn EVOO,
itu jauh
lebih
sehat daripada minyak goreng biasa. Oh yya, orang katering mesti diingatkan
supaya
nggak
menyalakan api terlalu besar klo masak karena itu akan menyebabkan komponen
EVOO
pecah dan pada dasarnya nggak akan ada bedanya sperti masak dgn minyak goreng
biasa
klo itu sampai terjadi." Dan pada detik selanjutnya ia mencoba meyakinkan
Ina bahwa
lagu
"Love Game" milik Lady Gaga adalah lagu yg paling sesuai dijadikan
lagu tema
pernikahan
mereka. Pada dasarnya, selama seminggu ini, Ina sudah melihat Revel hanya
sebagai
seorang laki2 biasa yg bisa membuatnya tertawa daripada Revel, artis solo laki2
paling
ngetop di Indonesia. Tapi malam ini, Ina sadar kembali akan status Revel di
hadapan
publik
dan dia merasa sedikit mual.
Mereka
sedang dalam perjalanan untuk menghadiri acara penggalangan dana yg bertujuan
memberikan
fasilitas yg lebih baik pada sekolah2 yg berada di daerah terpencil di seluruh
Indonesia.
Ina melirik Revel yg mengenakan jas warna hitam dgn dasi kupu2. Revel kelihatan
cukup
nyaman mengenakan pakaian resmi itu, sedangkan Ina merasa ingin menarik bagian
atas
tube dress berwarna ungu tua yg dikenakannya agar tdk merosot ke bawah. Ina
merasa
risi
dgn pakaian yg menempel pada tubuhnya itu. Dia tahu bahwa di dunia nyata, orang
tdk
bisa
mengubah dirinya hanya dgn pakaian, tetapi ini dunia entertainment, pakaian yg
mereka
kenakan, make-up, gaya rambut, perhiasan, mobil, bahkan laki2 yg menggandeng
tangan
mereka mendefinisikan status sosial mereka. I can't do this. I can't, I CAN'T,
teriak Ina
dalam
hati. Ina membayangkan wajah kolega2nya, Marko, dan pak Sutomo di kantor besok
pagi
ketika melihat wajahnya di tabloid dan acara gosip TV, dan isi perutnya
langsung salto
beberapa
kali. Apa mereka akan percaya pada sandiwara ini? Mereka semua tahu bahwa dia
adalah
orang yg paling beretika yg pernah mereka temui, dia tdk akan pernah tertangkap
basah
memacari kliennya.
Dan apa
yg akan dilakukan orangtuanya klo saja mereka tahu akan kebohongan ini? Mereka
akan
menguncinya di dalam ruang bawah tanah dan tdk memperbolehkannya keluar lagi
sehingga
berkesempatan mengambil keputusan yg akan menghancurkan hidupnya. Revel
sebaiknya
mencari tunangan yg lain saja karena dia tdk bisa melakukan ini. Sebelum dia
kehilangan
keberaniannya, Ina langsung berteriak kepada sopir Revel, "Pak, bisa stop
mobilnya
di pinggir, saya mau turun."
Revel
yg duduk di sebelah kanan terlihat kaget dan langsung meraih lengan kanan Ina.
Tangan
kiri Ina sudah menggenggam gagang pintu, siap menariknya begitu mobil itu
berhenti.
"In, knapa?"
"Rev,
saya nggak bisa," ucap Ina cepat sambil menunduk, menolak menatap Revel.
Klo saja
dadanya
tdk terasa sperti akan meledak, Ina mungkin akan menghargai betapa lapangnya
lantai
mobil itu.
"Nggak
bisa apa? Ke acara ini? Kmu sakit?" Revel terdengar khawatir.
Ina
mengangguk. Dan Revel langsung meminta sopirnya agar menepi yg dibalas dgn,
"Wah,
ini
mobilnya nggak bisa gerak, mas Revel, jalanan macet."
Ina
memegangi dadanya untuk mengontrol napasnya. Kalung yg dikenakannya sperti
mencekiknya
dan dia berusaha melepaskannya dari lehernya.
"Get
this off me. Please get this off," teriak Ina mulai panik ketika dia tdk
bisa menemukan
kait
kalung tersebut.
Revel
berhasil melepaskan kalung itu dgn cekatan dan mengantonginya, tetapi Ina
spertinya
tdk
sadar akan hal itu karena dia masih berteriak panik, "Tolong lepasin. Saya
nggak bisa
napas."
"Ina,
kalungnya sudah dilepas." Revel merasakan kepanikan yg menyelimuti Ina
tanpa
menyentuh
bagian tubuh Ina sama sekali, Revel berkata, "In, tenang, In. Oke, napas
pelan2.
Bilang
ke saya ada masalah apa?"
Revel
tdk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, dia hanya mendengar erangan Ina.
Ina
bahkan
tdk mendengar pertanyaan itu, dia sudah tenggelam dgn kegalauan hatinya
sendiri.
Bagaimana
mungkin dia setuju melakukan ini? Di dalam kegelapan mobil, Revel tdk bisa
melihat
bahwa seluruh tubuh Ina sudah gemetaran, tapi dia menyentuhnya untuk
menenangkannya.
"Ina,
kmu knapa gemetaran kayak begini?" ucapnya dan tanpa ragu2, dia langsung
mengangkat
tubuh Ina yg kecil ke dalam pelukannya dan duduk di tempat yg tadi diduduki
Ina.
Dia
membiarkan kedua kaki Ina menggantung di sbelah kanan. Pertama2 tubuh Ina masih
gemetaran
dan tegang, tp lama-kelamaan napasnya kembali teratur di dalam pelukannya.
Wajah
Ina terlihat pucat di balik make-up tipis yg dikenakannya. Ada titik2 keringat
pada
keningnya.
Hilang sudah wanita penuh percaa diri g dia temui stengah jam sebelumnya, yg
tinggal
adalah wanita g ketakutan. Dalam hati Revel menyumpah. Dia sudah terlalu sibuk
dgn
rencana memperbaiki image-nya, sehingga tdk mempertimbangkan perasaan Ina yg
mungkin
belum siap untuk berhadapan dgn publik.
Sambil
mencoba untuk menavigasi lalu lintas yg padat, Nata, sopir Revel, memerhatikan
kejadian
yg sedang berlangsung dari kaca tengah mobil. Nata adalah salah satu pegawai
lama
mama Revel yg sudah mengenal Revel semenjak dia masih SD. Nata sebetulnya
adalah
sopir
pribadi ibu Davina, tetapi karena malam ini Revel memerlukan sopir, maka dia
menawarkan
diri untuk membantu. Nata bersyukur bahwa Revel akhirnya menemukan
seorang
wanita muda dari kalangan nonselebriti yg kelihatan baik dan tahu sopan santun
untuk
dipacarinya. Mbak Ina sama sekali tdk menyadari dampak yg dimilikinya terhadap
Revel
yg pada dasarnya sudah bersusah payah untuk tdk melongo ketika melihatnya malam
ini.
Nata tdk pernah melihat Revel tdk bisa berkata2 dihadapan wanita sebelumnya,
sehingga
reaksi Revel membuatnya terkekeh dan harus terdiam ketika menerima pelototan
dari
Revel.
Di
dalam pelukan Revel, Ina merasa terlindungi, dan dgn itu akhirnya dia bisa
mengontrol
reaksi
tubuhnya. Lambat laun mualnya mulai hilang dan pikirannya tenang kembali. Ina
menarik
napas dan bisa mencium aroma cologne Revel yg sangat maskulin. Percampuran
aroma
itu dan usapan tangan Revel yg naik turun pada punggungnya, menenangkan. Dan
tanpa
dia sadari, kelopak matanya sudah tertutup dgn sendirinya. Ina merasakan
kehangatan
sekilas pada keningnya, sperti kecupan yg biasa diberikan mama padanya
sewaktu
dia masih kecil klo dia sedang sakit. Merasa nyaman dgn dgn posisinya, Ina
mendesah
panjang.
"Mas,
apa masih mau pergi, apa mau pulang saja?" Tanya Nata.
Tanpa
Ina sadari pak Nata sudah berhasil menepikan mobil dan kendaraan itu kini dalam
posisi
diam meskipun mesin masih dihidupkan.
"Pulang
saja, pak. Antar mbak Ina dulu balik ke apartemennya," jawab Revel tegas.
"No,"
ucap Ina lemah sambil menggeleng.
"In,
wajah kmu pucat dan kmu bilang kmu sakit, kita lebih baik pulang saja."
"Nggak,
saya sudah baikan," kali ini suara Ina terdengar lebih jelas. Dia berusaha
turun dari
pangkuan
Revel. "Saya sudah janji untuk menemani kmu ke acara ini, saya harus menepati
janji
saya," bantahnya.
"Kmu
nggak usah..."
"Kmu
sudah menepati janji kmu. Sekarang giliran saya," potong Ina.
Revel
mengerutkan keningnya ragu. Ina yakin bahwa dia sedang memperhitungkan
konsekuensi
yg mereka akan hadapi klo misalnya dia memutuskan untuk menunda
perkenalan
Ina kepada publik, dan Ina mencoba membantunya membuat keputusan.
"Just
give me a minute untuk menenangkan diri," pinta Ina dan mulai mengambil
napas
dalam2
dan mengeluarkannya perlahan2. Keheningan menyelimuti interior mobil selama
beberapa
menit. Revel dan pak Nata dgn sabar menunggu hingga Ina bisa lebih tenang.
Revel
menyodorkan saputangannya dan menunjuk kening Ina, tp Ina menggeleng dan
mengambil
selembar tisu dari dalam clutch-nya.
"Saya
nggak mau ngotorin saputangan kmu dgn make-up saya, but thank you," jelas
Ina
ketika
melihat kebingungan pada wajah Revel. Perlahan2 dia menyentuhkan tisu itu ke
keningnya,
berhati2 agar tdk merusak make-up-nya.
Revel
memerhatikan bahasa tubuh Ina yg lambat laun mulai lebih rileks. Kerutan pada
keningnya
sudah hilang dan dia tahu detik dimana Ina siap sbelum dia berkata, "Kmu
mau
kalung
kmu?" Ia mengeluarkan kalung itu dari kantongnya.
Ina
menyentuh dadanya, seakan2 baru sadar bahwa dia tdk lagi mengenakan kalungnya.
Dia
baru
akan meraih kalung itu ketika Revel sudah memegang dua ujung kalunh itu dan
tanpa
berkata2
menyuruh Ina menunduk agar dia bisa mengalungkannya pada lehernya.
Revel
menahan napas selama melakukan ini, karena dia tahu bahwa klo dia menghirup
udara,
dia akan mencium aroma stroberi, dan itulah hal terakhir yg dia perlukan malam
ini.
Sebelumnya,
ketika Ina sedang duduk diatas pangkuannya, dia berusaha sebisa mungkin
mengontrol
reaksi tubuhnya. Dia berharap bahwa Ina tdk merasakan detak jantungnya yg
smakin
cepat stiap detiknya, terutama ketika Ina menoleh dan menguburkan wajah pada
lehernya.
Dia hampir saja berkelakuan sperti pasukan Troya ketika menyerang Sparta, yaitu
mengambil
apa saja yg dia mau dgn paksa, tanpa memedulikan perasaan orang2 g diserang.
Untunf
saja Revel mengangkat kepalanya dan tatapannya bertemu dgn tatapan pak Nata di
kaca
tengah. Tatapan pak Nata mengingatkannya untuk menjaga sopan santunnya sebagai
laki2.
Akhirnya dia harus puas dgn hanya mencium kening Ina.
Setelah
berhasil memesang kait kalung itu Revel buru2 menjauhkan kepalanya dari Ina dan
membiarkan
Ina melakukan beberapa perubahan pada letak kalung itu.
Dengan
satu embusan napas, Ina berkata, "Oke, saya siap."
Dan
mobil itu pun bergerak lagi menuju destinasinya.
Revel
meminta pak Nata untuk ngedrop mereka di lobi, bukannya di pintu belakang, hari
ini
dia
memerlukan sorotan media untuk menyukseskan rencananya. Dengan anggukan dari
Ina,
Revel membuka pintu mobil dan turun. Kerlipan blitz kamera dan teriakan
wartawan yg
menanyakan
berbagai macam pertanyaan langsung menyerangnya, tp Revel tdk menyadari
ini
semua karena ketika dia mengulurkan tangannya untuk membantu Ina turun dari
mobil,
dia tdk
melihat Ina. Yg dia lihat adalah orang lain yg mengenakan gaun potongan tube
panjang
berwarna ungu, gaun yg dikenakan Ina. Dia kini mengerti knapa ungu sperti ini
sering
disebut sebagai royal purple, karena Ina kelihatan sperti seorang ratu, yg
menjadikan
Revel
sebagai rajanya dan dia merasa bangga bisa memegang posisi itu.
Ketika
Ina turun dari mobil, dia mengulurkan tangan kirinya dan secara otomatis
memamerkan
cincin berlian yg melingkari jari manisnya. Sesuatu yg Revel yakin dilakukan
oleh
Ina dgn sengaja agar orang bisa melihat betapa besarnya berlian itu. Dengan
begitu
perhatian
wartawan terpaku sekejab kepada tangan Ina. Stelah wartawan puas memotret
cincin
itu, perhatian mereka beralih kepada Ina yg kini sudah berdiri tegak di samping
Revel.
Tangan
kanannya di dalam genggaman tangan Revel. Kalung emas yg panjangnya mencapai
belahan
dada mengundang perhatian orang kepada kulit bahu dan dadanya g putih bersih
dan
halus. Senyum yg terukir pada wajah Ina kelihatan ramah, tetapi tdk mengundang
pikiran
yg tdk2. Senyuman seorang profesional. Dia bahkan tdk kelihatan terkejut dgn
semua
perhatian g sekarang tertuju padanya, seakan2 dia sudah sering menghadiri acara
sperti
ini.
Revel
dan Ina saling tatap selama beberapa detik, kemudian Ina tersenyum dan Revel
bisa
mendengar
apa yg ada di pikiran Ina, "Here we go". Revel membalas senyum itu
dan
mengangguk.
Kemudian dgn sangat berat hati dia mengalihkan perhatiannya dari wajah Ina
kepada
para wartawan yg sedang mencoba menarik perhatiannya.
"Apa
kabar, mas Revel? Sudah lama nggak kelihatan," ucap salah satu wartawan
tabloid
membuka
arus pertanyaan.
"Memang
lagi lebih sering di studio untuk rekaman. Klo nggak penting sekali saya nggak
akan
keluar," jawab Revel ramah.
"Tapi
malam ini sempat keluar, ya?" ledek wartawan lain.
"Iya
dong, kan untuk amal," balas Revel serius, membuat wartawan yg tadinya
meledeknya
kelihatan
malu.
"Kita
dikenalin dong sama temannya mas Revel," sambung seorang wartawan
perempuan
yg
Revel tahu bekerja pada sebuah acara gosip.
"Ini
Inara," jawab Revel tenang.
Beberapa
wartawan masih melemparkan beberapa pertanyaan lagi, yg dijawab oleh Revel
dgn
sabar dan penuh humor. Ina mendapati bahwa semakin lama Revel berdiri dan
menjawab
pertanyaan mereka, semakin terkesima wajah para wartawan. Spertinya kejadian
ini
adalah sesuatu yg langka bagi mereka. Mereka bahkan tdk menghiraukan tamu2
penting
lainnya,
sperti walikota DKI Jakarta, seorang jutawan yg baru saja meninggalkan istrinya
dan
mengawini
seorang penyanyi, seorang bintang sinetron yg menjadi istri kedua seorang
politikus
dan kini sedang hamil, beberapa artis yg mengenali Revel karena Ina melihat
mereka
melambaikan tangan padanya dan menatap Ina dgn tatapan ingin tahu, dan banyak
orang
penting lainnya, yg datang stelah mereka.
Akhirnya
para wartawan sudah bosan berbasa-basi dan mengajukan pertanyaan yg sudah
ada di
pikiran semua orang.
"Mas
Revel, mbak Inara pacar barunya mas, ya?"
Tubuh
Ina menegang, menunggu jawaban Revel. Dia harus siap dgn apapun yg dilakukan
atau
dikatakan oleh wartawan stelah pengumuman ini.
"Bukan,
Inara bukan pacar saya," jawab Revel.
Sperti
paduan suara, Ina mendengar kata, " Ooohhh..." dan dia harus menahan
diri agar tdk
cekikikan.
Revel memang suka ngisengin wartawan.
"Inara
adalah tunangan saya," sambung Revel dgn suara datar yg disambut dgn
kesunyian
dan
tatapan tdk percaya dari para wartawan.
Kemudian
ketika semua orang menyadari apa yg baru dikatakan Revel, mereka
melemparkan
pertanyaan bertubi2.
"Sudah
brapa lama pacaran?"
"Knapa
Inara nggak pernah kelihatan sebelumnya?"
"Kapan
tunangannya?"
"Siapakah
Inara?"
"Ketemu
dimana?"
"Apakah
Inara wanita yg sering digosipkan sebagai 'pacar' Revel akhir2 ini?"
Setelah
beberapa menit, Ina mulai merasa perti sedang melalui sesi tanya jawab yg dia
lalui
sebulan
yg lalu dgn keluarganya. Dia sedang memerhatikan wajah para wartawan yg kini
kelihatan
dapat dipertukarkan satu sama lain, ketika dia mendengar seseorang bertanya,
"
Apa
sudah ada rencana menikah?"
Ina
agak terkejut ketika menyadari bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya, bukan
kepada
Revel.
Para wartawan yg melihat interaksi ini langsung terdiam dan menunggu jawaban
Ina.
Dia ragu
sesaat, tp ketika Revel mengeratkan genggemannya, dia berkata, " Klo tdk
ada
halangan,
kami berencana menikah bulan Juni tahun ini."
Begitu
Ina menyelesaikan kalimatnya Revel langsung menggeretnya masuk ke dalam
gedung,
meninggalkan ledakan pertanyaan lain dari kumpulan wartawan. Banyak dari
mereka
yg tahu bahwa adalah percuma meneriakkan pertanyaan mereka lagi, karenanya
mereka
langsung sibuk dgn HP, menelpon produser mereka atau mengirimkan SMS kepada
editor
mereka.
***
Ina
mendesah panjang ketika dia duduk kembali di dalam mobil Revel 3jam kemudian.
Stelah
apa yg dia baru lalui, interior mobil yg terbuat dari kulit berwarna abu2 itu
memberikan
ketenangan yg dia butuhkan. Dia slalu tahu bahwa Revel banyak fansnya, tapi
dia tdk
menyangka bahwa fans Revel termasuk istri walikota Jakarta dan stengah dari
tamu
yg
datang ke acara amal malam ini. Entah bagaimana mereka bisa tahu bahwa dia
adalah
tunangan
Revel secepat itu, karena mereka baru saja meninggalkan para wartawan dan
memasuki
ballroom ketika orang mulai menyalami mereka dan mengatakan,
"Congratulation".
Mereka semua mau mengenal wanita g berhasil menggeret Revel ke
pelaminan.
Ina kewalahan mencoba menjawab pertanyaan mereka yg datang bertubi2.
"You
okay?" Ina mendengar suara Revel.
"Yeah,
cuma sedikit capek," balas Ina sambil menolehkan kepalanya, menatap wajah
Revel.
Dia
sudah melepaskan dasi kupu2nya. "Kmu gimana bisa melakukan ini stiap hari
sih?"
tanyanya.
Ina
betul2 tdk tahu bagaimana Revel bisa melakukannya. Semua kamera yg slalu
tertuju
padanya,
memerhatikan semua gerak geriknya? Ina tdk akan pernah merasa comfortable
dgn
kehidupan sperti itu, salah2 dia bisa jadi paranoid untuk keluar rumah. Takut
bahwa
orang
akan mengambil fotonya ketika dia sedang membuang sampah sembarangan atau
lebih
parah lagi, mencium ketiaknya untuk memastikan bahwa deodorannya masih wangi.
"Well,
saya nggak harus melakukan ini stiap hari untungnya," balas Revel sambil
tersenyum.
Melihat
wajah Ina yg jelas2 tdk yakin dgn omongannya, Revel menambahkan, "Saya
sudah
bekerja
di dunia entertainment selama lebih dari 10tahun, jd saya sudah terbiasa. Kmu
nanti
juga
terbiasa."
Ina
yakin bahwa dia tdk akan mengatakan apa2 kepada Revel. Dia kini betul2
menghormati
para
artis yg slalu bisa keliatan bersahabat dan penuh senyum klo ditemui oleh
media,
karena
ternyata pekerjaan itu tdk mudah. Wajahnya sekarang sudah kram karena harus
memasang
senyuman yg terasa sangat tdk natural sepanjang malam.
"You
were great tonight," puji Revel.
Ina
melirik kepada Revel dan berkata ragu, "You think so?"
Revel
mengangguk pasti. "Makasih ya sudah nemenin saya malam ini."
"Oh,
no problem. Sori ya klo saya freak-out sbelumnya. Won't happen again. I'm
promise."
Revel
mengangguk. "What was that all about anyway?" tanyanya.
"Awalnya
cuma khawatir tentang acara ini, tp kemudian saya mikirin hal2 lain juga dan
akhirnya
jd panik."
"Hal-hal
lain sperti apa yg bikin kmu panik?" Revel memundurkan letak kursinya dan
menarik
sebuah lever untuk menaikkan foot rest. Dia meletakkan kedua tangannya pada
arm
rest sbelum kemudian memutar bagian atas tubuhnya dan menatap Ina.
Ina
terkejut oleh perubahab bentuk kursi berkata, "Wow," dgn kagum.
Revel
menatap Ina dgn bingung, dan semakin bingung ketika dia melihat Ina sedang
meraba2
seluruh bagian kursi yg di dudukinya. "Kmu ngapain?" tanyanya.
"Saya
mau buat kursi saya jadi kayak kmu. Gimana caranya ya?"
"Ada
semacam lever di sbelah kanan kmu yg bisa kmu tarik. Ketemu?"
Revel
melihat wajah Ina yg sedang berkonsentrasi mencari lever itu. "Ah,
ketemu."
Dab
satu detik kemudian di depan matanya, Revel melihat Ina melakukan hal yg sama
yg
baru
saja dia lakukan pada kursinya sambil memapakan wajah penuh ketakjuban.
"This is
like
the most comfortable car seat I have ever say on," ucapnya stelah beberapa
menit
menaikkan
dan menurunkan foot rest.
Mendengar
komentar ini Revel tertawa. Ina keliatan sperti anak kecil yg baru saja
diberikan
mainan
baru. Wajahnya yg biasanya serius kini penuh senyum takjub, dan meskipun dia
tdk
bisa
melihatnya, tp dia tahu bahwa mata Ina pasti sedang berbinar2. Kebanyakan
wanita
slalu
mencoba agar keliatan sophisticated sehingga mereka jarang mau menunjukkan
kekaguman
mereka akan sesuatu, tp Ina, dia tdk malu memperlihatkan ketidaktahuannya.
Tidak
ada kepura2an dalam proses membuat laki2 sperti Revel kagum padanya.
"Siapapun
yg menciptakan mobil ini adalah seorang jenius," kata Ina sambil nyengir.
Revel
mendengus ketika mendengar komentar ini, mencoba menahan tawa. Tak lama
kemudian
mereka sudah sampai di lobi gedung apartemen Ina. Merelakan Ina keluar dari
mobilnya
adalah hal tersulit yg pernah dilakukan Revel seumur hidupnya.
No comments:
Post a Comment