The Thoughtful Gift
Untuk
dua jam berikutnya ina, Marko, Revel, pak Danung, dan pak Siahaan sibuk
membahas mengenai
keadaan keuangan Revel. Ina mendapati bahwa Revel ternyata orangnya superboros.
Video shoot merangkap liburan ke Inggris, Amerika, dan Australia; bolak balikterbang
ke Singapore dan Hongkong untuk sound mixing; atau membooking cottage untuk beberapa
malam di resort paling mahal di Bali atau Lembang klo dia lg bosan dgn suasana Jakarta.
Blm lagi daftar belanjaannya yg bervariasi dr Metro dan Sogo hingga Gucci dan Ferragamo.
Entah apa yg dia beli beberapa bulan yg lalu di Marc Jacobs sampai mencapai 40juta
dlm satu tagihan. Kemudian ada maintenance untuk tiga mobilnya yg semuanya buatan
Eropa.
Tapi,
smua pengeluaran ini spertinya tdk memengaruhi flow uang Revel sama sekali.
Harus diakui
Ina bahwa untuk seseorang berumur 32tahun, keadaan keuangan Revel jauh di atas rata2.
Mungkin itu disebabkan oleh hasil penjualan dua albumnya yg masih laris
meskipun album
pertamanya keluar hampir sepuluh tahun yg lalu dan yg kedua lima tahun yg lalu.
Album
ketiganya sudah dijadwalkan untuk keluar akhir tahun depan dan Ina yakin bahwa
itu pun
akan meledak juga sperti dua album sebelumnya. Hal ini menghasilkan pemasukan
yg stabil
untuk Revel. Selain itu, pemasukan Revel bkn hanya dr penjualan album, tp juga
dr konser,
endorsement deal dr beberapa produk g sudah diwakilkan oleh Revel, juga bunga investasi
dr bisnis non-entertainment yg cukup sukses.
Satu
hal yg membuatnya agak terkejut adalah bahwa tiga tahun yg lalu Revel dgn dua
orang partnernya
(yaitu, Ibarhim Sumantri atau lbh dikenal sebagai Baim S., seorang penyanyi dan pengarang
lagu yg cukup top di tahun '80-an yg memiliki 40persen saham perusahaan, dan seseorang
bernama Davina Paramitha Darby, yg memiliki 30persen) mendirikan sebuah perusahaan
rekaman yg kemudian merangkap sebagai perusahaan manajemen artis.
Smenjak
tiga tahun yg lalu pula manajemen Revel berada di bawah naungan bendera
perusahaan
ini.
"Maaf,
pak Siahaan, siapakah Davina Paramitha Darby?" Tanya Marko, membuat Ina
ingin
menciumnya
karena menanyakan pertanyaan yg sudah melayang2 di dlm pikirannya.
"Itu
mama saya," jwb Revel enteng.
Ina
ingat wajah wanita stengah baya dgn sasakan tinggi dan wajah ambisius yg cukup
sering
terpampang
di TV karena sering kelihatan mendampingi Revel. Kemudian... mamanya
Revel?
Itu brarti bahwa pada dasarnya mayoritas saham perusahaan ini dimiliki oleh
Revel.
Itu
semua menjelaskan knapa kantor perusahaan itu beralamatkan di rumah Revel
semenjak
didirikan
tiga tahun yg lalu. Termasuk semua orang yg slalu mengatakan "kantornya
Revel",
karena
perusahaan ini pada dasarnya memang milik Revel.
Pada
akhir pertemuan, Ina lebih memahami tugasnya yg bkn hanya akan meng-handle
Revel
sebagai
klien perseorangan, tetapi juga keuangan Megix records & Artist Management,
perusahaannya
ini. Stelah berjanji untuk melakukan observasi pada hari Senin, Ina dan
Marko
pun berpamitan karena jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Untung saja dia
sudah
minta kak Kania, untuk mengambil kue ulang tahun Gaby, karena sperti dugaannya,
dia
akan terlambat datang ke acara ultah keponakannya itu.
Sbelum
pergi Ina memutuskan pergi ke WC dulu. Tanpa di sangka2 Revel bersedia
mengantarnya
meskipun dia bersikeras bahwa dia bisa menemukan lokasinya sendiri. Dia
berjalan
menuju WC pertama yg dia lihat, tetapi Revel menarik lengannya dan
menggiringnya
ke lantai atas.
"WC
yg itu out of service, jd kmu pakai yg di lantai atas saja," ucap Revel
singkat.
Kini
Ina sudah lebih terbiasa mendengar Revel menggunakan kata "kamu" dan
"saya" klo
sedang
berbicara dengannya, karena selama dua jam belakangan ini begitulah cara mereka
berbicara
dgn satu sama lain. Ina mengangguk dan mengikuti Revel yg sudah melepaskan
lengannya.
Revel
sedang memikirkan suatu cara untuk berbicara dgn Ina sendiri stelah meeting
selesai
untuk
memberikan kartu ultah untuk keponakannya, tp dia tdk tahu bagaimana caranya
tanpa
kelihatan janggal di hadapan orang lain. Ketika dia mendengar kata2 Ina yg
minta izin
untuk
pergi ke WC, dia langsung mengambil kesempatan ini tanpa berpikir lagi.
"Pesta
ultah keponakan kmu mulai jambrapa?" Tanya Revel membuka pembicaraan.
Dari
ekspresinya, Revel membaca bahwa Ina tdk menyangka bahwa dia msh ingat tentang
itu.
Ina terdiam beberapa saat sbelum menjawab, "jam enam."
Revel
melirik jam tangan yg melingkari pergelangan tangan kirinya. "Sekarang
sudah jam
lima
lewat. Kmu bakalan terlambat," ucapnya.
Ina
hanya mengangguk pasrah.
"Kamu
hrs ngambil kue dulu lagi?"
"Kuenya
udh diambil sama kakak saya," jwb Ina.
"Oh....
well, that's good."
Sekali
lagi Ina mengangguk menanggapi komentar Revel. Selama beberapa detik mereka
tidak
berbicara, hanya ada suara sepatu hak Ina yg menaiki tangga. Klik... klik....
klik....
Sandal
Revel tdk mengeluarkan suara sama sekali.
"Siapa
nama keponakan kmu?" Pertanyaan yg agak tiba2 ini membuat Ina sdikit
terkejut.
"Errrr.....
Gaby," jawabnya
Revel
mengangguk, dan Ina pun ikut mengangguk. Tidak lama kemudian mereka sudah tiba
di
depan kolam renang dan Revel menunjuk kepada salah satu pintu. Ina bergegas
memasuki
pintu itu. Ketika Ina menghilang dr pandangan, Revel langsung berlari menuju
kamar
tidurnya di lantai paling atas untuk mengambil kartu ultah yg dia sudah
siapkan.
Dengan
terburu2 dia menuliskan ucapan selamat pada kartu ultah itu. Sepulangnya dr
bertemu
Ina kemarin, Revel meminta asistennya untuk membeli kartu ultah ini. Dia
berharap
Ina dan Gaby akan bs menghargainya.
Ina
kelihatan terkejut ketika melihat Revel menunggunya di luar WC sepuluh menit
kemudian,
tp perlahan2 dia berjalan kearahnya. Dari kejauhan Revel memperhatikan Ina dr
ujung
rambut hingga ujung kaki. Meskipun wanita ini berukuran kecil, tetapi tubuhnya
tetap
menunjukkan
kewanitaannya. Pinggangnya ramping dan pinggulnya melebar. Dan entah apa
dia
sadar akan hal itu, tetapi blus sutra warna hijau yg dikenakannya membuatnya
kelihatan
fresh
dan menarik. But damn, this women needs to learn how to put on some make-up,
kulitnya
yg terlalu putih membuatnya terlihat sperti vampire.
Ina
hanya mengangguk ketika berdiri dihadapan Revel, kemudian mereka berjalan
bersisian
lagi,
mengelilingi kolam renang untuk menuju tangga.
Dengan
suara pelan Revel berkata, "Ini untuk Gaby," sambil menyodorkan sebuah
amplop
berwarna
ungu dgn ukuran 11x16 cm.
Ina
menghentikan langkahnya dan menatap amplop itu. Beberapa detik kemudian ketika
dia
msh
juga menatap amplop itu tanpa reaksi, Revel menambahkan, "Ini kartu
selamat ulang
tahun
dr saya."
Ina msh
tdk bisa berkata2, tp dia mengambil kartu itu dr genggaman tangan Revel.
"Saya
nggak
tahu mesti ngasih kado apa. Mudah2an ini cukup," lanjut Revel.
Cover
kartu ini terlihat simple dan hanya dihiasi oleh dua kata "HAPPY
BIRTHDAY"
"Boleh
saya baca?" Tanya Ina.
Dengan
anggukan dr Revel, perlahan2 dia pun membuka amplop itu dan mengeluarkan
kartu
di dalamnya. Dekorasi kartu berwarna putih kebiru2an itu simple saja, hanya ada
kue
ultah
raksasa bertuliskan "Happy 18th Birthday" dan pita berwarna-warni
bertaburan
mengelilingi
kue itu. Dia tersenyum lalu membuka kartu itu dan tulisan tangan yg cukup rapi
menyambutnya.
"
Dear Gaby,
Hope u
have a great 18th birthday. Jangan salahin tante kmu karena telat datang. Itu
garagara
saya.
Revelino
Darby"
Di atas
namanya Revel membubuhkan tanda tangannya. Ina bs membayangkan reaksi Gaby
begitu
dia melihat kado ini. Sebagai salah satu fans berat Revel, Gaby slalu berkata
bahwa
dia
berharap bs bertemu revel suatu hari agar bs minta tanda tangannya. Dan
sekarang
impiannya
sudah tercapai. Ina sbetulnya berencana untuk memberitahu Gaby tentang klien
barunya
ini, mungkin minggu depan stelah semua hingar bingar pesta ultahnya selesai, tp
kini
spertinya dia tdk lagi bs menyembunyikan berita ini.
"Thank
you," ucapnya sambil mengembalikan kartu itu ke dalam amplopnya dan
memasukkannya
ke dalam tas. Dia masih tdk percaya bahwa Revel tlah berbuat ini untuk
Gaby.
"Saya
nggak yakin sama ejaan nama keponakan kmu. Ejaan saya benar nggak?" Revel
terdengar
sedikit khawatir.
"Oh.....
bener kok," jawab Ina.
Revel menatapnya
selama beberapa detik sbelum kemudian mengangguk. Mereka lalu
berjalan
menuruni tangga. Ina menemukan pak Danung dan Marko sedang menunggu
mereka
di dekat tangga. Tanpa disangka-sangka, pak danung dan Revel mengantarnya dan
Marko
sampai ke mobil. Marko sedang memandangi Ina dgn tatapan ingin tahi, tp Ina tdk
menghiraukannya
dan berjalan menuju sisi pengemudi.
"Well,
that went well," ucap Marko ketika mereka sudah berada cukup jauh dr rumah
Revel.
"Yes,"
balas Ina. "Lo mau gue drop dimana?"
Seperti
tdk mendengarnya Marko melanjutkan, "He is sooooooooo sexy....."
"Marko,
he's officially our client now," ucap Ina mencoba terdengar tegas tp
gagal.
"So?"
Tantang Marko.
"So
klo lo mau keep dia sebagai klien, mulai sekarang elo nggak boleh nelanjangi
dia pakai
mata
lo."
Marko
kelihatan bersalah untuk beberapa detik, tp kemudian dia berkata, " Jangan
bilang ke
gue lo
nggak suka sama dia."
"Gue
bukannya nggak suka, tp gue hormat sama dia karena dia adalah klien kita,"
tandas
Ina,
sengaja menyalahartikan kata2 Marko.
"Girl,
I wasn't born yesterday, I know that you know that that's not what I
meant," balas
Marko
dgn aksen koboinya.
"Gue
nggak ada rasa apa2 terhadap dia slain semua yg berhubungan dgn bisnis,
titik,"
sangkal
Ina cepat sehingga membuat kebohongannya terlihat sangat nyata.
Marko
terdiam selama beberapa saat sbelum berkata, " Yakin?"
"Seratus
persen," balas Ina.
Marko
kemudian berdiam diri lg selama beberapa detik, memuaskan diri memandangi
wajah
Ina, sperti sedang mencoba membaca ekspresi wajah itu. Di luar kontrol Ina,
wajahnya
mulai memerah. Satu-satunya penyelamat baginya adalah sinar matahari yg
sudah
siap terbenam, sehingga membuat wajah merahnya kelihatan normal karena terkena
sinar
matahari sore.
Marko
mendengus. "Well, I think he likes you," ucapnya.
"Who?"
Tanya Ina sambil mencoba untuk mengingat apakah dia harus belok kanan atau
kiri.
"Revel-lah,
pakai nanya lagi," balas Marko gemas.
Mendengar
itu Ina langsung menoleh ke Marko. "Of course he likes me. Gue ini akuntan
yg
kompeten."
Marko
menggeram. "Maksud gue dia suka sama elo sebagai seorang wanita."
"Sure
he does karena menurut gue dia suka sama elo," potong Marko.
"Dia
nggak suka sama gue."
"Suka."
"Nggak."
"Dude,
what are we, five years old?" Desis Ina akhirna mengakhiri argumentasi
itu.
"Of
course not," balas Marko dgn nada tersinggung.
Ina
pikir Marko akan berhenti di situ saja, tp kemudian dia menambahkan, "We
are four,"
sbelum
kemudian tertawa terbahak-bahak dgn leluconnya sendiri. Ina mengeluarkan suara
antara
geraman kesal dan dengusan menahan tawa. Akhirnya Ina bs menahan tawanya dan
menatap
Marko tajam.
"Girl,
dia specifically minta elo. Bukan gue atau Hanafi, tp elo," ucap Marko
mencoba untuk
membela
diri.
"Karena
rekomendasi dr pak Bob yg smakin mendukung argumentasi gue bahwa dia suka
gue
karena gue adalah akuntan yg kompeten," jelas Ina mencoba untuk membuat
Marko
mengerti
duduk situasinya. "Dan lo tahu sendiri klo pak Bob yg minta ditransfer ke
account
holder
lain karena dia nggak suka cara kerja Hanafi," lanjutnya.
"Yep.
Soalnya Hanafi is a cold son of a bitch." Ina mencoba untuk menahan
tawanya ketika
mendengar
Marko karena itulah kata2 yg diucapkan oleh pak Bob sebagai alasannya untuk
memecat
Hanafi. Dan Ina tdk bs menafikannya karena sejujurnya Hanafi adalah orang
paling
kaku yg
pernah Ina kenal.
"Tapi
knapa dia nggak milih gue? Padahal pak Bob suka sama gue. Semua orang suka gue.
I"m
the Gay Marko," lanjut Marko, dan Ina langsung tertawa terbahak-bahak
mendengar
kata2
itu karena sebetulnya nama panggilan itu dulu berbunyi "I'm the Great
Marko" karena
Marko
bs meyakinkan siapa saja untuk jd kliennya, tp kemudian suatu hari salah satu
kliennya,
seorang aktris senior yg menghabiskan waktunya keluar-masuk klinik kecantikan
untuk
membotox wajahnya, berkata pada pak Sutomo bahwa salah satu alasan knapa dia
menyukai
Marko adalah karena Marko itu gay, yg dlm bahasa Inggris slain brarti dia
homoseksual,
juga berarti ceria. Dan semenjak itu semua orang memanggil Marko sebagai
The Gay
Marko. Sampai saat ini, mereka tdk pernah tahu gay yg manakah yg dimaksud oleh
klien
Marko itu.
"Yeah,
lo definitely jauh lebih mendingan daripada Hanafi," ucap Ina sambil
tertawa.
Mereka
masih berdebat panjang lebar dlm perjalananmenuju Slipi dimana Ina menurunkan
Marko
di rumahnya sbelum menuju ke pesta ultah Gaby di Karawaci.
Celebrity Wedding - Bab 3
No comments:
Post a Comment