The Not At All Romantic Proposal
Revel
tahu bahwa Ina tdk akan setuju begitu saja pada lamarannya ini, oleh karena itu
dia
sudah
mempersiapkan berbagai macam senjata untuk menyakinkannya.
"Saya
tahu klo ini kedengaran agak gila, tp coba kmu dengar saya dulu." Revel
melangkah
mendekati
Ina yg mencoba mundur dan lututnya menabrak kursi yg ada di belakang,
membuatnya
jatuh terduduk.
Melihat
reaksi Ina, Revel menghentikan langkahnya. Dia tahu bahwa Ina tdk akan langsung
mengatakan
"Iya" atas lamarannya, tetapi dia tdk menyangka bahwa Ina akan
kelihatan
takut
akan lamarannya. Entah kenapa, tetapi hal ini agak2 menyakiti egonya. Selama
beberapa
detik dia mencoba menenangkan diri dan stelah yakin bahwa dia bisa mengontrol
rasa
jengkel yg mulai terasa pada hatinya, Revel kemudian menatap Ina.
"Kmu
nggak harus nikah sama saya betulan, ini cuma pura2 saja," ucapnya mencoba
terdengar
meyakinkan.
Ina
menatap wajah Revel yg sedang mencoba meyakinkannya. "Hah?" Adalah
satu2nya kata
yg
keluar dari mulutnya. Otaknya betul2 tdk bisa memproses ini semua. Semakin
Revel
mencoba
menjelaskan, semakin bingung dia dibuatnya.
"Cuma
untuk meredakan gosip saya dgn Luna. Paling lama setahun, sampai single saya
launch
dan tur 18kota saya selesai," lanjut Revel.
Ina
hanya bisa menatapnya dgn mata terbelalak. Ini bukansaja kedengaran agak gila,
sperti
yg
Revel katakan, tetapi ini memang ide gila.
"I
know that this is a lot ask, but I'm desperate. You're ny last resort."
Spertinya Revel tdk
lagi
memedulikan reaksi Ina sbelumnya karena kini dia sedang melangkah mendekatinya.
Ina
masih terdiam seribu bahasa. Ini adalah lamaran paling aneh yg pernah dia
dengar. Dia
bukanlah
orang yg romantis, dia tdk mengharapkan laki2 yg melamarnya menerbangkannya
ke
Paris dgn jet pribadi pada Hari Valentine, kemudian dibawah Menara Eiffel dan
taburan
bintang
berlutut di hadapannya sambil mempersembahkan sebuah cincin berlian empat
karat.
Tidak, Ina bukanlah tipe wanita sperti itu, tetapi dia tetap seorang wanita, yg
mengharapkan
setidak2nya laki2 yg melamarnya akan mengatakan bahwa dia
mencintainya.
Itu sebabnya dia ingin menikah dengannya, bukan karena dia terdesak dan
tdk ada
pilihan lain.
Ina
menelan ludah sbelum bertanya,"knapa saya?"
"Karena
kmu aman buat saa, jawab Revel yg kini sedang menarik sebuah kursi dan
mendudukkan
dirinya di hadapan Ina.
"Aman?"
Tanya Ina bingung.
"Kmu
bukan seorang selebriti, kmu pintar, punya pekerjaan yg bagus, dan bukan dari
dunia
entertainment,
jadi wartawan nggak akan bisa mencecar kmu. Kmu juga kelihatannya
perempuan
baik2. Yg nggak suka buat onar. Kmu masih single dan nggak punya pacar, jadi
nggak
ada orang yg akan keberatan dgn usul saya. Kmu plain meskipun klo dikasih
make-up
mungkin
wajah kmu bisa kelihatan lebih menarik. Dan thanks for today, wartawan sudah
lihat
kmu masuk ke rumah saya, jadi mereka nggak akan curiga dgn berita pernikahan
kita.
Mama
saya juga pikir klo kmu adalah kandidat yg tepat untuk mempertahankan image
saya
sebagai
orang yg bisa dipercaya masyarakat."
Hah?!
Ternyata ibu Davina sama gilanya dgn anaknya, atau bahkan lebih gila lagi.
"Yang
jelas kmu bukan tipe saya, jadi nggak akan ada kemungkinan saya jatuh cinta
beneran
sama
kmu. Itu sebabnya kmu aman buat saya," Revel mengakhiri argumentasinya.
Revel
merasa sperti laki2 paling tdk punya perasaan stelah mengatakan hal ini.
Perempuan
mana yg
mau menikahi seorang laki2 yg sudah menghinanya blak2an sperti ini? Belum lagi
karena
itu tdk spenuhnya benar. Ina memang plain, tetapi Revel sudah tdk bisa
menafikan
lagi
bahwa dia tertarik dgn Ina. Ada sesuatu dari diri wanita ini yg membuatnya
pensaran.
Jarang
sekali ada wanita yg bisa membuatnya bertanya2 tentang apa yg akan dilakukannya
slanjutnya.
Kebanyakan wanita menyangka bahwa mereka misterius, tp Revel bisa melihat
diri
mereka sbenarnya hanya dalam hitungan detik, tp Ina.... dia membuat Revel ingin
mengenalnya
lebih jauh. Intinya, dia mengatakn apa yg baru dia katakan karena melihat
bahwa
Ina kelihatan semakin takut akan lamrannya dan dia sudah kehabisan cara untuk
meyakinkannya.
Ina tdk
tahu apakah dia harus lebih tersinggung karena Revel berasumsi bahwa dia tdk
punya
pacar atau bahwa dia plain dan bukan tipenya? Akhirnya Ina memutuskan untuk
berlaku
dewasa dan menyatakan fakta yg lebih penting daripada apa yg sudah dikatakan
Revel.
"Kmu
sadar kan klo saya ini akuntan kmu dan saya bisa kehilangan pekerjaan saya klo
saya
menerima
lamaran kmu?"
"Yep,
saya sudah mempertimbangkan itu semua," jawab Revel. Dalam hati Revel
tertawa
ketika
mendengar balasan dari Ina. Perempuan satu ini memang tdk bisa ditebak.
"Jadi
kmu nggak peduli saya jadi jobless klo saya terima lamaran kamu?"
Memang
dalam dunia konsultasi tdk ada peraturan tertulis yg menyatakan bahwa seorang
konsultan
tdk bisa menikahi kliennya, tetapi hampir semua konsultan di seluruh dunia
memegang
kode etik ini, termasuk Ina. Lumrahnya, seorang auditor tdk seharusnya bekerja
di firm
yg mewakilkan suami/istrinya, supaya objektivitas dalam menjalankan tugas
sebagai
konsultan
tetap terjaga.
"I
hate to lose you as a consultant, karena kmu kerjanya memang bagus, tp saya
lebih
terdesak
untuk cari istri."
Ina
terdiam, mencoba mencerna kata2 Revel. Diamnya Ina disalahartikan sebagai
persetujuan
oleh Revel.
"Jadi
kmu setuju dgn lamaran saya, kan?"
"Saya
tdk menyetujui apa pun juga sbelum kmu menjawab pertanyaan saya. "Ina
menyandarkan
punggungnya pada sandaran kursi, menyilang kakinya, dan melipat kedua
tangannya
di depan dada. Kini Ina sudah tdk bingung lagi, dia sadar betul akan apa yg
diminta
Revel darinya dan dia sama sekali tdk terhibur dgn lelucon ini.
Revel
mengernyitkan dahinya. "Look, saya mengerti klo kmu upset dgn proposal
saya ini..."
"Upset?
Saya nggak upset," potong Ina dgn nada tersinggung. Memangnya Revel pikir
dia
siapa?
Apa dia pikir karena dia adalah laki2 paling seksi se-Indonesia maka dia berhak
mengatakan
semua hal yg dia baru katakan padanya tanpa membuatnya tersinggung? Tentu
saja
Ina tersinggung.
Revel
sedang berusaha menahan senyum melihat reaksi Ina. Untuk pertama kalinya dia
bisa
melihat
Ina kehilangan sopan santunnya. Wajah dan lehernya memerah karena marah dan
Revel
tahu bahwa pasti ada yg salah dgn dirinya karena yg dia ingin lakukan pada saat
itu
adalah
mencium gadis itu, semua bagian tubuhnya yg kini berwarna merah.
Ina
melihat wajah Revel yg spertinya sedang menertawakannya, dan dia menahan diri
agar
tdk
menggerutu.
"Saya
bisa mencari kantor konsultan lain klo kmu memang bersikeras tetap bekerja
stelah
menikah
dgn saya, meskipun saya nggak lihat alasan yg tepat knapa kmu mau melakukan
ini.
Saya
sudah rencana membayar kmu stiap bulan selama kmu menikah dgn saya. Selain itu,
saya
akan memberi kamu apa saja yg kmu minta," jelas Revel.
"Okay,
let me get this straight. Kmu akan membayar saya karena menikah dgn kmu?"
Ucap
Ina
perlahan-lahan.
"Plus
apa saja yg kmu mau. You just name it and it's your," jelas Revel.
"Well,
that sounds like prostituting to me," balas Ina.
"No,
no, no.. Ini sama sekali bukan pelacuran. Kmu nggak perlu have sex dgn saya
sama
sekali
untuk semua keuntungan yg kmu akan dapat dari hubungan kmu dgn saya."
"Apa
kita akan tidur satu kamar?" Tanya Ina.
"Nggak
satu kamar, tp kita harus tinggal satu atap."
"Yang
brarti di rumah kmu ini?"
"Iya,
itu akan lebih gampang buat saya."
"Waktu
kmu merencanakan ini semua, apa kmu bahkan pertimbangkan bahwa saya suka
dgn
pekerjaan saya yg sekarang?"
"Oh,
come on, gimana bisa kmu menyukai pekerjaan yg maksa kmu kerja pada akhir
minggu,
yg
membuat kmu terlambat ke acara ultah keponakan kmu, dan yg bikin kmu jadi masih
single
sampai sekarang?"
Revel
meraih tangan Ina sbelum dia bisa bereaksi dan menggenggamnya erat. Dan dgn
tatapan
dalam yg bahkan bisa mencairkan gunung es di Kutub Utara dia berkata,
"Look, klo
kmu
bisa bantu saya untuk yg satu ini, saya akan utang budi sama kmu seumur hidup
saya.
So
please, tolong saya."
Sesebal2nya
Ina pada cowok ini, dia tdk bisa mengabaikan tatapan penuh keputusasaannya
itu.
"Kmu
yakin nggak ada orang lain yg bisa kmu nikahi? Gimana dgn teman2 selebriti kmu?
Pasti
banyak dari mereka yg mau nikah kontrak sama kmu." Ina masih berusaha
mencari
solusi
lain untuk menyelesaikan dilema yg dihadapi Revel ini agar tdk melibatkan
dirinya.
"Saya
nggak mau nikah sama orang dari dunia entertainment, nanti akan mengundang
lebih
banyak
gosip. Lagi pula, urusan perceraiannya bisa messy nantinya."
"Gimana
dgn teman2 nonselebriti kmu?"
"Nggak
ada yg masih mau bicara dgn saya. Saya sudah membuat banyak perempuan pissedoff."
"Knapa
mesti nikah, knapa nggak dating saja?"
"Klo
cuma dating, bakalan kelihatan bohongnya. Tp klo nikah kan ada suratnya dan
pestanya
yg akan
diliput sama media, jd keliatan lebih meyakinkan buat masyarakat. Mereka perlu
percaya
klo saya ini laki2 baik2 dan dgn saya menikahi kmu, itu semua bisa tercapai. I
mean,
klo
saya memang seburuk sperti yg sudah digambarkan media, wanita baik2 sperti kmu
nggak
mungkin akan mau menikahi saya, kan?"
Sejenak
Ina mempertimbangkan jawaban revel ini. "Klo saya bantu kmu soal ini, apa
untungnya
buat saya?"
"Sperti
yg sudah saya bilang, kmu akan dapat uang dari saa dan..."
"Kmu
nggak bisa beli saya dgn uang kmu," potong Ina garang. Ina menarik
tangannya dr
genggaman
revel dan kembali pada posisi sbelumnya dgn melipat kedua tangannya di depan
dada.
Revel
menghembuskan napasnya putus asa. "Saya sebetulnya mau bilang... sbelum
kmu
memotong
saya, bahwa you'll have me as your husband."
Tunggu
sebentar, apa dia baru saja mengatakan apa yg dia baru katakan? This arrogant
son
of a
bitch dan ina menarik napas panjang sbelum dia memulai omelannya.
"Saya
ini akuntan dgn sertifikasi taraf internasional, lulusan Amerika dari
universitas
berkaliber
tinggi dgn suma cum laude, saya adalah junior partner termuda di perusahaan
akuntan
publik ternama di Jakarta, dan gaji saya mencapai delapan digit stiap bulannya.
Dan
meskipun
bukan material Miss Universe, tp saya cukup menarik. Intinya, saya bisa
mendapatkan
laki2 mana saja untuk jadi suami saya, apa yg membuat kmu berpikir bahwa
saya
mau kmu sebagai suami kmu?"
Ina
melihat Revel akan memotong, tp dia lanjut dgn omelannya. "Kmu memang
artis yg
cukup
digemari sama kaum wanita apalagi mereka yg masih di bawah umur," Ina
sengaja
menghina
Revel dan melihatnya meringis ketika mendengar ini, tp dia tdk peduli.
"Tapi
saya, sebagai wanita dewasa, nggak pernah tertarik dgn laki2 yg saya akin
bahkan
nggak
bisa membedakan antara debit dan kredit. Belum lagi dgn reputasi kelakuan kasar
kmu
terhadap wartawan, salah2 kmu ternyata suka memukul wanita juga. Intinya, jadi
laki2
jangan
kege-eran dan mikir klo dia adalah anugerah terindah yg pernah terlahir di bumi
ini,
dan
bahwa semua wanita mau kmu. Karena saya nggak tertarik sama sekali sama
kmu."
Ina
akhirnya kehabisan argumentasi dan dia berhenti menarik napas. Selama beberapa
menit
revel hanya menatapnya dgn mulut ternganga, matanya yg hitam itu menyiratkan
keterkejutan
dan sesuatu yg terlihat sperti... rasa hormat? Nggak mungkin. Bagaimana laki2
ini
bisa hormat kepadanya stelah dia pada dasarnya sudah menginjak2 egonya.
Revel
sbetulnya ingin tertawa terbahak2 karena Ina meragukan emampuan otaknya. Dia
memang
kuliah jurusan musik, tp sesuatu yg kebanyakan orang tdk tahu adalah bahwa dia
lulus
dgn 2ijazah, yaitu music composition dgn IPK 3.4 dan Finance dgn IPK 3.8.
Advisor-nya
di
Carnegie Melon sempat geleng2 kepala kepala ketika mendengar petisinya untuk
mengambil
dua jurusan yg tdk ada sangkut pautnya satu sama lain, tetapi beliau akhirnya
setuju
dan membiarkan Revel melakukannya. Intinya, Revel tahu persis bedanya antara
debit
dan kredit dan segala hal lainnya yg berhubungan dgn manajemen keuangan.
"Oke,
saya terima argumentasi kmu, saya cuma mau membetulkan satu hal saja. Saya
yakinkan
ke kmu bahwa segala tindakan kasar saya hanya tertuju kepada orang yg kurang
ajar
terhadap saya dan orang2 terdekat saya. Saya tdk akan pernah memukul wanita
betapapun
menyebalkannya mereka."
Ina
tahu bahwa Revel mengatakan yg sebenernya. Dia tdk kelihatan sperti tipe laki2
yg akan
menyakiti
seseorang yg jelas2 lebih lemah daripada dirinya.
"Apakah
anak yg dikandung Luna itu anak kmu?" Tanya Ina untuk memastikan apa yg
dia
dengar
beberapa jam yg lalu.
Ada
senyum simpul pada sudut bibir Revel sbelum dia berkata, "Bukan. itu bukan
anak saya.
Itu
anaknya Dhani, vokalis band The Rocket. Saya bukan tipe laki2 yg akan
menelantarkan
anak
sendiri. Klo anaknya Luna adalah anak saya, saya sudah pasti menikahi Luna dr
kemarin2.
Sayangnya tdk semua laki2 memiliki pendapat yg sama."
Dan
sekali lagi Ina harus percaya akan kata2 Revel karena dia betul2 terlihat tulus
ketika
mengatakannya.
"Boleh
saya tanya satu hal ke kmu?" Tanya Revel stelah beberapa lama.
Melihat
Ina mengangguk, Revel melanjutkan, "Apa kmu berniat menikah?"
"Of
course."
"Kapan
trakhir kali kmu punya pacar?"
"Apa
hubungannya sejarah dating saya dgn ini semua?"
"Jawab
saja pertanyaan saya."
"Saya
putus dgn pacar saya hampir 2tahun yg lalu."
"Knapa
kmu putus dgn pacar kmu?"
"Keluarga
saya nggak setuju."
"Knapa
mereka nggak setuju?"
"Mereka
bilang dia..." Ina berhenti ketika menyadari bahwa dia hampir saja
menceritakan
sejarah
hidupnya kepada orang asing.
"You
know what, this is none of your business," ucap Ina dan berdiri. Revel
menarik
pergelangan
tangannya dan memaksanya kembali duduk.
"Tell
me," ucap Revel pendek sambil melepaskan tangan Ina.
Ina
menggeleng. "Kmu lebih baik cek apa pizzanya sudah sampai." Ina
mencoba mengganti
topik
pembicaraan.
"Dia
gay, ya?" Tekan Revel.
"Ganang
bukan gay," balas ina mencoba membela mantan pacarnya yg dianggap kurang
"laki-laki"
oleh Mana, entah apa maksudnya.
"Pengangguran?"
"Nggaklah."
"But
ugly?"
"Nggak!
Oke?! Ganang, sperti juga pacar2 saya sebelumnya, nggak gay, dia nggak
pengangguran,
dia sama sekali nggak jelek. Masalahnya adalah pada keluarga saya. Menurut
mama,
saya bisa dapat laki2 yg lebih baik," teriak Ina akhirnya.
Dengan
berteriak sperti ini Ina menyadari betapa frustasinya dia pada keluarganya,
terutama
mamanya yg slalu mencoba mangatur hidupnya. Dari dulu, sampai sekarang,
mama
slalu mencoba mengatur semuanya, mulai dari ekstrakurikuler hingga jurusan yg
harus
dia ambil, dari universitas yg harus dia pilih, hingga perusahaan tempatnya
bekerja,
dan
sterusnya. Ina tdk akan membiarkan satu orang lagi mengatur hidupnya.
"This
conversation is over," ucap Ina sbelum berdiri dgn cepat dan bergegas
menuju pintu.
Revel
mencoba meraih tangannya, tp kali ini Ina lebih cepat. Sbelum Revel bisa
bereaksi Ina
sudah
mencapai pintu. Ketika dia memutar gagang pintu revel berkata,
"Definisikan laki2 yg
lebih
baik." Kata2 itu membuat Ina tertegun.
"It's
a simple question, Ina" Ina terpekik ketika mendengar kata2 itu tepat di
belakang
telinga
kanannya.
Dia
bisa merasakan suhu tubuh Revel yg kini berada sangat dekat dgn punggungnya.
Oh!
Bisa
nggak sih laki2 satu ini meninggalkannya sendiri? Ina menarik gagang pintu,
mencoba
keluar,
tp Revel mendorong pintu itu hingga terbanting tertutup sbelum menyandarkan
telapak
tangannya tepat di sbelah wajah Ina. Tingkah laku Revel yg sengaja mencoba
mengintimidasinya
dgn ukuran tubuhnya membuat Ina melangkah mundur dan
punggungnya
bertabrakan dgn dada Revel. Dalam proses memutar tubuhnya,
keseimbangannya
goyah. Revel mencoba menjaga keseimbangan Ina dgn memeluk
pinggangnya
dan menyandarkan punggung Ina lebih rapat pada dadanya, dan pikiran Ina
langsung
blank. Ina hanya bisa merasakan detak jantungnya sendiri yg melonjak2 tdk
keruan.
"Apa
kmu akan menjawab pertanyaan saya?" Bisikan Revel mengaktifkan otak Ina
kembali.
Spertinya
Revel memang berniat memaksanya untuk menyetujui rencananya, dan dia ingat
akan
rasa jengkelnya. Ina memutar tubuhnya menatap Revel. Entah apa yg Revel lihat
pada
tatapan
mata itu, tetapi dia langsung melepaskan pinggang Ina.
"Yg
kayak kmu. Saya nggak tahu knapa, tp mama saya cinta mati sama kmu. Bahkan dgn
reputasi
kmu yg semakin menurun sekarang, dia tetap ngebelain kmu," ucap Ina.
"Dia bilang
kmu
punya potensi untuk jadi suami ya baik," tambahnya.
Oke,itu
semua tdk benar, dia bahkan tdk pernah membahas tentang Revel dgn mamanya, tp
toh
Revel tdk tahu tentang itu. Ina menunggu detik dimana Revel akan lari
tungganglanggang
dgn
jawaban itu. Tdk ada laki2, yg jelas2 takut stengah mati dgn komitmen, klo
dilihat
dari jumlah wanita yg gigit jari karena gagal menjadi Mrs. Revelino Darrby, mau
menikahi
perempuan dgn mama yg mengharapkan hal yg paling ditakutinya itu. Dan
spertinya
rencana itu berhasil karena untuk beberapa detik Revel hanya bisa menatapnya
sperti
dia alien, sbelum kemudian mengambil beberapa langkah mundur dgn sedikit
sempoyongan.
Hah! Biar dia tahu rasa, ucap Ina dalam hati dgn penuh kemenangan.
Tapi
rasa kemenangan itu langsung punah ketika revel mulai mengatur ekspresi
wajahnya
dan
sambil tersenyum simpul dia berkata, "All the more season bagi kmu untuk
menikah
dgn
saya. Mama kmu jelas2 sudah setuju dgn saya."
WHATTTTTTTTTT?!
Laki-laki gila.
"Tapi...
Tapi..." Ina mencoba mencari alasan untuk menolak Revel tp tdk satu ide
pun
muncul.
Ina sadar bahwa dia baru saja menggali kuburnya sendiri. SHIIITTTT!
"Apa
kmu mau keluarga kmu terus mengatur hidup kmu?"
"Ya
nggaklah, tapi.."
"Saya
jd curiga, jangan2 alasan knapa kmu masih single sampai sekarang adalah karena
ada
yg
salah dgn kmu."
Whait a
second, apa laki2 kurang waras ini sedang menghinanya? Ina tdk pernah
membiarkan
siapapun menghinanya, dan jelas2 dia tdk akan membiarkan seorang selebriti
yg sok
populer, arrogant as hell, dan tdk tahu sopan santun ini melakukannya. Tapi...
Bagaimana
klo pernikahan ini ternyata adalah solusi yg dia sudah tunggu2 selama ini agar
bisa
menunjukkan kepada keluarganya bahwa dia tdk memerlukan keluarganya untuk
mengambil
keputusan, bahwa dia bisa mengambil keputusan sendiri? Dan Revel memang
menggambarkan
segala sesuatunya tentang laki2 sempurna. Pekerjaan mapan,check; punya
rumah
sendiri, check; penampilan lumayan menarik, check; uang seabrek, triple check.
Yg
paling
penting adalah bahwa Revel jelas2 memiliki cukup kepercayaan diri untuk tdk
ngacir
begitu
menerima tatapan sangar dari keluarga Ina.
"Oke,"
ucap Ina akhirnya dgn penuh tantangan.
"Oke
apa?" Revel terdengar terkejut ketika menanyakan ini.
"Oke
saya akan menikahi kmu, tp kmu harus janji bahwa keluarga saya tdk akan pernah
tahu
tentang
ini. Setahu mereka kmu menikahi saya karena kmu memang sudah cinta mati dgn
saya.
Selain itu, saya juga mau pre-up. Itu syarat saya, apa kmu setuju?"
"Setuju,"
balas revel dgn pasti.
No comments:
Post a Comment