The Much Needed Distance
Revel
merayakan ultahnya beberapa hari sbelum turnya dimulai, dgn begitu acara ultah
itu
digabungkan
dgn acara syukuran turnya. Ina sempat bertanya padanya apa yg dia inginkan
untuh
hadiah ultahnya, yg dijawab dgn tatapan sensual dari Revel. Ina tdk perlu jadi
Sookie
Stackhouse
untuk tahu apa yg diinginkannya, sesuatu yg dia tdk bisa berikan, setidaknya
tdk
sekarang,
atau bahkan mungkin selamanya. Kontrak mereka akan berakhir 6bulan lagi, dan
2bulan
diantaranya Revel tdk akan ada di Jakarta dan Ina yakin bahwa selama 2bulan
mereka
terpisah, Revel akan bisa mendapatkan pandangan baru tentang hubungan mereka.
Lain
dgn pernikahan mereka, acara ultah ini dirayakan secara kecil2an. Hanya sekitar
50orang
yg diundang ke acara tersebut. Om Danung dan Revel memotong tumpeng
bersama2,
kemudian Revel diminta memotong kue ultahnya untuk dihidangkan sebagai
makanan
penutup. Senyum simpul muncul pada sudut bibir Ina ketika melihat Revel
menyempatkan
diri mengobrol dgn setiap tamu yg datang pada pesta ultahnya. Ina
mendengar
suara tawa Revel yg sepertinya baru mendengar suatu lelucon dari salah satu
OB yg
bekerja untuk MRAM. God, dia betul2 suka melihat wajah Revel klo sedang
tertawa.
Sudut
matanya akan berkerut dan matanya akan hilang sama sekali. Ina slalu menggoda
Revel
dgn mengatakan bahwa dia tdk akan tahu klo orang sudah ngumpet klo dia sedang
tertawa,
saking kecilnya matanya.
Yes,
definitely, aku harus menjaga jarak dgn Revel untuk mencegah hal2 yg tdk
diinginkan,
pikir
Ina ketika menyadari bahwa dia sudah tertangkap basah oleh Revel ketika sedang
memandanginya
dgn tatapan yg Ina yakin terlihat siap menelannya bulat2.
***
Revel dan
timnya berangkat ke Medan hari Kamis pagi dan Ina tdk ikut mengantar. Malam
sebelumnya
Revel mengetuk pintu kamarnya dan Ina mempersilahkannya masuk. Revel
memilih
duduk di kursi sofa dan Ina diatas tempat tidur.
“Saya
akan pergi selama sebulan lebih, tp kmu slalu bisa menghubungi saya melalui HP.
Will
u be
okay while I’m gone?”
Ina
tersenyum dan membalas, “I’ll be fine.”
“Klo
kmu perlu apa2 minta saja sama mbok Nami, Sita, atau bahkan mama saya.”
“Rev,
I’ll be fine.”
Revel
mengangguk mendengar nada peringatan Ina. Dia kemudian berdiri dan Ina
mengiringinya
menuju pintu.
“While
I’m gone, bisa tolong kmu betul2 pikirkan permintaan saya? Maybe, kmu bisa
kasih
saya
jawabannya waktu saya kembali dari tur?” tanya revel dgn penuh harap.
“We’ll
se. Mungkin perasaan kmu terhadap saya akan berubah selama kmu tur ini dan
siapa
tahu
ternyata stelah kmu kembali dari tur, kmu sudah tdk menginginkan hal yg sama.”
“Not
bloody likely. Klo saya sudah mengambil keputusan biasanya saya tdk akan
merubahnya.”
“You
might.”
“No, I
won’t,” jawab Revel tegas seraya meninggalkan kamar Ina.
Kamis
malam ketika Ina pulang dari kantor dan tdk menemukan Revel menunggunya sperti
biasanya,
dia merasa sedikit kesepian. Dia merindukan Revel. Suara tawanya,
kehangatannya,
leluconnya, wajahnya.. Ina merindukan kehadirannya. Dia tdk menyangka
bahwa
dia akan merasa sperti ini, dan perasaan itu betul2 mengejutkannya. Dengan
perginya
Revel, Ina mendapatkan ritual baru, yaitu menunggu telpon dari Revel. Setiap
kali
Revel
akan naik pentas, dia slalu menelepon Ina terlebih dahulu. Mereka akan
mengobrol
selama
5menit dan Ina akan mengatakan bahwa konsernya akan sukses. Revel juga akan
meneleponnya
lagi stelah selesai konser untuk mengatakan bahwa semuanya berjalan
lancar.
Ina memasukkan jadwal tur Revel ke dalam Blackberry-nya agar dia slalu tahu
dimana
Revel, bukan karena dia posesif terhadap Revel tp karena inilah satu2nya cara
agar
bisa
merasa dekat dgn Revel selama dia pergi.
Stelah
berita heboh tentang video Luna dan bayinya di Youtube pada bulan Juli, sekali
lagi
Luna
menghilang dari peredaran. Ian memperkirakan bahwa luna mungkin sedang mencoba
membesarkan
bayinya di Jerman. Sebagai warga negara Jerman dia tentunya memiliki hak
untuk
tinggal di negara itu tanpa batasan waktu. Ina bertanya2 apakah Dhani akan maju
ke
publik
dan mengakui bayi Luna sebagai miliknya. Kini image Revel sudah betul2 berubah
di
mata
masyarakat. Mereka kini kembali memuji Revel, mulai dari penjualan single-nya
yg
lebih
dari sukses, sehingga kehidupan rumah tangganya dgn Ina adem ayem. Dan Revel
juga
sudah
membuang kebiasaan buruknya untuk berkonfrontasi dgn wartawan, sehingga media
betul2
tdk memiliki dasar melakukan bad publicity.
***
Ketika
bulan Oktober tiba, Ina sudah tdk tahan lagi tinggal di rumah Revel tanpa ada
Revel di
dalamnya.
Setiap sudut rumah itu mengingatkan Ina akan Revel. Kursi di meja makan
tempat
dia biasa duduk, kolam renang tempat dia biasa berenang, studio tempatnya
bekerja,
berbotol2 Evian di dalam lemari es, bahkan ketiga mobilnya yg diparkir di garasi.
Para
pembantu mulai menyadari bahwa dia kini tidur di kamar Revel karena mereka
menemukan
seprai tempat tidur itu kusut setiap pagi dan tempat tidur Ina masih tetap
rapi.
Beberapa
kali Ina mempertimbangkan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya dan
mengunjungi
Revel, yg pada saat itu sudah berada di Kalimantan, tp dia tdk mau
mengganggu
konsentrasi Revel ketika dia sedang bekerja. Lagi pula dia tdk tahu apakah
Revel
akan senang melihatnya muncul dgn tiba2 tanpa sepengetahuannya, toh Revel tdk
pernah
mengundangnya untuk turut serta dalam turnya.
Seminggu
kemudian Ina memutuskan pindah ke rumah ibu Davina untuk sementara waktu
sampai
Revel kembali dari turnya. Dia memilih rumah mama Revel karena apartemennya
masih
disewakan, dan karena orangtuanya, kak Mabel, dan kak Kania akan curiga klo dia
menginap
di rumah mereka. Ina hanay memberitahu mbok Nami tentang keberadaannya
klo2
ada emergency. Dia juga memintanya untuk tdk memberitahu Revel tentang
kepindahan
sementaranya, karena klo Revel bertanya2 tentang alasannya, maka Ina harus
menjelaskan,
dan itu adalah hal terakhir yg ingin dilakukannya saat ini. Meskkipun ibu
Davina
awalnya menolak perpindahan ini tetapi atas ancaman Ina bahwa dia akan pindah
ke
hotel
klo tdk diperbolehkan tinggal di situ, ibu Davina menyerah. Entah gosip apa yg
akan
tersebar
klo menantunya ditemukan menginap di hotel selama Revel pergi tur.
Ina
baru saja bisa mulai menikmati proses Detox Revelnya stelah beberapa hari
berada di
rumah
ibu mertuanya, ketika telpon rumah berbunyi pada Sabtu siang. Ibu Davina
terdengar
cukup
tenang ketika menjawabnya, tp stiap detiknya nadanya semakin terburu2 dan Ina
menangkap
nama Revel disebut2. Kemudian telpon itu ditutup dan Ina mendengar langkah
ibu
Davina mendekat. “Kmu sebaiknya menyiapkan penjelasan kmu karena Revel sedang
dalam
perjalanan kesini,” ucapnya.
“Lho,
kok dia ada di Jakarta? Dia seharusnya konser di Gorontalo besok. Apa ada
masalah?”
balas
Ina sambil meloncat berdiri dari kursi taman yg didudukinya.
“Tentu
saja ada masalah. Dia pulang ke rumahnya untuk ketemu dgn istrinya yg ternyata
sudah
minggat ke rumah mamanya. Dia mungkin menyangka kmu sedang ngambek.”
Ina
memerhatikan wajah ibu Davina dan membutuhkan beberapa detik untuk mengenali
ekspresi
itu. Ibu Davina kelihatan takut. Ina tdk percaya ini. Ibu paling menyeramkan yg
dia
pernah
temui sepanjang hidupnya, pada detik ini, takut pada anaknya. Setelah rasa
terkesimanya
luntur, Ina sadar bahwa... Oh, my God.. Revel akan datang dan ini adalah
pertama
kalinya mereka akan bertemu muka setelah 5minggu dan dia kelihatan berantakan
dgn
pakaian rumahnya. Tanpa permisi lagi Ina langsung ngacir ke lantai atas untuk
mencuci
muka,mengganti
pakaiannya dgn celana capri dari bahan khakis dan kaus putih. Dia
kemudian
menyisiri rambutnya hingga rapi. Dia sedang mempertimbangkan apakah dia mau
mengoleskan
lipgloss pada bibirnya ketika mendengar suara mobil. Ina mengintip dari
jendela
kamarnya yg terletak dilantai atas dan melihat Revel turun dari Range
Rover-nya.
Dari
langkahnya Ina tahu bahwa mood-nya tdk baik.
Ina
langsung ngacir ke pintu untuk menyambutnya. Dia tdk peduli seberapa marah
Revel
padanya,
yg penting dia sudah kembali, dan dgn begitu Ina bisa melepas rindunya dgn
memeluknya
seerat2nya selama 5menit penuh. Dia baru saja mau menuruni tangga ketika
dia
melihat Revel yg dgn langkahnya yg besar2 sedang menaiki anak tangga tiga
sekaligus.
Ketika
Revel menyadari bahwa Ina ada dihadapannya, langkahnya tersandung, tp kemudian
dia
menghampiri Ina dgn cepat, dan Ina terpaku pada tempatnya, menunggu hingga
Revel
mencapainya.
“Hei,
Rev,” ucap Ina sambil tersenyum ragu.
Kemudian
semuanya berlangsung dgn cepat sehingga Ina tdk bisa berpikir lagi, dia hanya
bisa
melakukannya. Revel mendorongnya ke dinding dan tanpa menunggu reaksi dari Ina,
langsung
menciumnya habis2an. Ciumannya terasa rough dan demanding sehingga Ina
kalang
kabut mengikutinya. Revel kemudian menarik tubuh Ina kedalam pelukannya dgn
tangan
kanannya seakan2 Ina adalah boneka, sedangkan tangan kirinya memegang
belakang
kepala Ina, membantalinya agar tdk membentur dinding sementara dia melakukan
serangannya.
Ina tdk protes sama sekali karena dia dapat merasakan apa yg dirasakan Revel
saat
itu. Mereka sama2 meluapkan kerinduan mereka akan satu sama lain dgn satu2nya
cara yg
mereka tahu. Kata2, pelukan, dan ciuman di pipi tdk akan cukup.
Revel
mengangkat bibirnya dari bibir Ina dan berkata, “I miss you,” diantara napasnya
yg
memburu.
Ina tdk
bisa melihat wajah Revel yg kini sedang menciumi pelipis dan keningnya
berkali2. “I
miss
you too,” balas Ina sambil tersenyum.
Kata2
Ina membuat Revel berhenti menciumnya dan menatap wajahnya. Wajah Revel
kelihatan
terkejut dan tdk percaya. “You do?” tanyanya.
Ina
mengangguk memberikannya kepastian dan spertinya itu saja konfirmasi yg dia
perlukan
sebelum
menciumi Ina lagi, tp kini ciumannya lebih lembut dan tdk terlalu terburu2. Dan
itu
justru
membuat Ina meleleh. Dia melingkarkan kedua tangannya pada leher Revel dan
menikmati
apa yg diberikan Revel padanya. Ina baru ingat keberadaan mereka ketika dia
mendengar
suara seseorang berdeham beberapa kali. Buru2 dia menarik kedua lengannya
dari
leher Revel, tp Revel terlihat tdk peduli karena dia masih menciumi Ina sperti
besok
akan
kiamat. Dia baru berhenti stelah mendengar suara mamanya.
“Revelino
Darby! Mama tdk membesarkan kmu untuk berkelakuan sperti kaum barbar. Kmu
sebaiknya
bawa istri kmu ke tempat yg lebih private klo kmu memang ingin melakukan
apapun
itu yg kmu sudah rencanakan waktu masuk ke rumah ini tanpa permisi.”
Dgn
sangat tdk rela, Revel melepaskan Ina yg mencoba manarik napas ke dalam
paru2nya.
Puas
melihat mata Ina yg masih sedikit tdk fokus stelah ciyumannya, Revel kemudian
memutar
tubuhnya menghadap mamanya. “Hei, mam,” ucapnya santai.
Ibu
Davina mengangkat alisnya sbelum berjalan menuruni tangga sambil geleng2 kepala
dan
menghilang
dari pandangan mereka.
“Rev..,”
ucap Ina memulai penjelasannya.
“Kmu
bisa jelaskan knapa kmu minggat sementara saya menanggalkan setiap helai
pakaian
yg
menempel pada tubuh kmu. Dimana kamar tidur kmu?”
Revel
sudah menarik Ina melangkah ke lantai atas. “Wait.. wait.. Rev, apa kmu sudah
gila?
Ini
rumah mama kmu.” Ina mencoba menyadarkan Revel yg spertinya sudah melewati
batas
kesabarannya.
“So?”
“Ini
nggak sopan,” desis Ina.
Ina
terkejut ketika sekali lagi Revel mendorongnya ke dinding. “Jadi kmu nggak
keberatan
tidur
dgn saya sekarang, kmu hanya keberatan dgn lokasinya?”
Ina
hanya bisa menatap Revel selama beberapa detik mencoba mencerna kata2 itu,
sementara
dia mengontrol keinginannya untuk menarik Revel ke dalam kamar tidurnya dan
memintanya
melakukan apa saja yg mau dia lakukan padanya, tp kemudian dia berhasil
mengatasi
kebingungannya dan menganguk. Revel melepaskannya.
“Oke,
saya akan bawa kmu pulang ke rumah kita, tp kmu harus janji sama saya bahwa kmu
tdk akan
berubah pikiran selama perjalanan kesana,” ucapnya.
“Janji,”
jawab Ina.
***
Meskipun
Ina berjanji bahwa dia tdk akan mengubah pikirannya, tp Revel tdk mau
mengambil
resiko. Oleh sebab itu dia membawa mobilnya sudah sperti orang gila dan
melanggar
hampir stiap peraturan lalu lintas. Dia bersyukur bahwa tdk ada polisi sama
sekali.
Dia mengetukkan jari2nya pada setir menunggu hingga pintu gerbang terbuka
sebelum
tancap gas dan berhenti di depan rumah dgn ban berdencit diatas batu kerikil.
Dia
tdk
memedulikan tatapan bingung mbok Nami dan menggeret Ina bersamanya menuju
lantai
atas.
“Kamar
kmu apa kamar saya?” tanya Revel.
“Errr..<”
ucap Ina ragu.
“Kamar
saya. Ada alasannya knapa saya membeli tempat tidur ukuran King,” potong Revel.
“Rev,
soal kamar kmu..”
“Jangan
khawatir, kmu adalah perempuan pertama yg tidur diatas tempat tidur itu. Saya
tdk
pernah
membawa perempuan pulang ke rumah untuk seks.”
Ina
hanya menganga mendengar pernyataan ini. Kenyataan bahwa Revel akan lebih
berpengalaman
daripada dirinya membuatnya ragu. Sbelum Ina bisa mengemukakan apa yg
dipikirkannya,
Revel sudah mendorongnya masuk ke dalam kamar tidurnya, menutup pintu
dan
menguncinya sbelum menghadapnya.
Revel
mengambil 2langkah lebar menujunya dan Ina mundur.
“Rev,
tunggu sebentar. Ada sesuatu yg saya perlu bicarakan dgn kmu.”
“Saya
tdk peduli alasannya, tp saya sudah maafin keminggatan kmu.” Revel tdk
memdulikan
bahasa
tubuh Ina yg mencoba menjauhinya. Dia meraih lengan Ina bagian atas dan
mendorongnya
ke arah tempat tidur.
Ina
jatuh terduduk diatas tempat tidur sambil berteriak, “Wait.. wait..”
Revel
yg sedang dalam proses menanggalkan sabuknya stengah melemparkan kausnya ke
lantai,
berhenti dan menatapnya. “Sumpah Ina, klo kmu menolak saya sekarang, saya cekik
kmu.”
Mau tdk
mau Ina terkikik. “No, no, no.. saya nggak menolak kmu. Pada detik ini saya
rasa
saya
nggak akan sanggup menolak kmu.”
Revel
menghembuskan napasnya dan melanjutkan proses penanggalan pakaiannya. Stelah
dia tdk
mengenakan sehelai pakaianpun, dia menatap Ina yg masih berpakaian lengkap dan
sedang
menarik tatapannya dari ujung kaki hingga ujung rambutnya sbelum tersenyum
simpul.
“Kmu
knapa ngelihatin saya kayak gitu? Kayak kmu nggak pernah ngeliat laki2
telanjang saja
sebelumnya,”
komentar Revel sambil berjalan kearah tempat tidur.
Ina
menarik tubuhnya ketengah tempat tidur, menjauhi Revel. “Kmu yg pertama buat
saya,”
ucap
Ina.
Kata2
itu menghentikan Revel yg sedang naik keatas tempat tidur.
“Itu yg
sudah saya coba katakan dari tadi, tp aksi striptease kmu mengalihkan perhatian
saya.”
Revel
terdiam, dari wajahnya Ina bisa membaca bahwa dia masih ingin melanjutkan
rencananya,
tp dia kelihatan ragu dan sedikit khawatir. Pada detik itu In atahu bahwa dia
tdk
perlu
khawatir akan perlakuan Revel padanya. Dia tahu bahwa Revel tdk akan bisa
menyakitinya
dlm situasi apapun juga. Ina bangkit dan mendekatinya.
Ina
menyentuh pipi Revel dan berkata, “Rev, I’ll be fine. Saya tahu kmu akan
menjaga saya
selama
saya melalui proses ini. I trust you.”
“Ina,
dalam situasi saya yg sekarang, saya nggak yakin saya bisa gentle dgn kmu. Saya
bisa
secara
nggak sengaja menyakiti kmu.” Revel terdengar putus asa.
Ina
meletakkan kedua tangannya pada wajah Revel dan berkata, “I trust you,” dgn
penuh
keyakinan.
Ina
emncium sudut bibir Revel untuk meyakinkannya. Awalnya Revel masih ragu, tp Ina
tahu
bahwa
dia sudah menang ketika Revel mulai menciumnya balik sementara kedua tangannya
mulai
menanggalkan pakaian yg dikenakan Ina. Dan selama 2jam ke depan Ina dapat
merasakan
apa artinya dipuja oleh laki2.
***
“Are
you okay?” tanya Revel stelah dia puas mengeksplorasi tubuh Ina dan membuatnya
berteriak
berkali2.
“I’m
okay.” Suara Ina terdengar sedikit teredam karena kepalanya beristirahat pada
dada
Revel.
Matahari
sudah akan terbenam, tp mereka menolak meninggalkan kamar itu. Dia
seharusnya
tahu bahwa dibawah sikap seriusnya Ina menyimpan energi yg bahkan bisa
menghidupkan
kota Jakarta selama sebulan. Revel tdk menyesali keputusannya untuk
bersabar
hingga Ina betul2 siap, karena Ina memang worth the wait. Ina sangat responsif
dibawah
sentuhannya dan dia tdk malu2 memberitahu Revel apa yg diinginkannya. Dia tdk
tahu
apakah Ina merasakannya, tp Revel merasakan pergerakan kosmik, seakan2 bumi,
bulan,
bintang, dan matahari, bergerak pada saat yg bersamaan, mendukung kebersamaan
mereka.
Ini bukan hanya seks biasa. Ini seks yg melibatkan hati dan perasaan dan ini
adalah
seks
terbaik yg pernah dia alami sepanjang hidupnya. Gosh... he can’t wait to do it
again.
Untuk
pertama kalinya dalam hidupnya, dia betul2 kehilangan kontrol dan bukannya
takut,
yg dia
rasakan adalah kebebasan. Ina dgn tubuh mungilnya dan otaknya yg brilian telah
membebaskannya
dari segala beban yg telah memberatkan hatinya.
Selama
sebulan lebih tur ke kota2 dimana dia tdk mengenal siapa2 selain kru turnya,
Revel
banyak
menghabiskan waktunya di dalam kamar hotel, sendirian. Kesendirianya itu
membantunya
berpikir tentang hubungannya dgn mamanya dan dgn Ina. Dia kini menyadari
bahwa
Ina benar, bahwa dia memang harus memaafkan mamanya agar bisa melanjutkan
hidupnya.
Selama ini dia memang sudah mencoba memperbaiki hubungan itu, tetapi dia
belum
betul2 siap berbicara dgn mama dan menyelesaikan masalah mereka. Stelah
mengambil
keputusan untuk betul2 berbicara dgn mamanya sekembalinya ke Jakarta,
pikirannya
kemudian beralih kepada Ina.
Dia
mulai merasa bahwa ada sesuatu yg salah dgn dirinya 2hari stelah turnya
dimulai.
Awalnya
dia menyalahkannya pada kenyataan bahwa dia harus membiasakan diri dgn
kehidupan
tur lagi, tp dia tahu bahwa itu bukan sebabnya ketika dia mulai mencari2 alasan
hanya
untuk menelpon Ina di luar jadwal yg sudah ditetapkan. Dia hanya mau mendengar
suaranya
yg slalu ceria stiap kali menerima telponnya. Revel menolak mengakui bahwa dia
memerlukan
Ina untuk mengisi hari2nya dan karena dia tdk tahu bagaimana
mengungkapkan
perasaannya, akhirnya dia jadi moody. Om Danung yg sudah tdk tahan
melihat
tingkah laku Revel yg mulai menurunkan semangat timnya, memerintahkan Revel
agar
pulang ke Jakarta.
Dia yg
sudah membayangkan wajah Ina ketika melihatnya muncul tiba2, hanya
mendapatkan
mbok Nami yg mengatakan bahwa Ina tinggal dgn mamanya semenjak
seminggu
belakangan ini. Dan itu membuatnya marah besar. Segala macam skenario
bermunculan
dikepalanya. Dia berusaha mengingat2 apakah dia sudah menyinggung hati
Ina
sehingga dia pergi meninggalkannya, tp stelah beberapa menit dia tdk bisa
menemukan
alasan
knapa Ina berlaku sperti itu, Revel merasa ingin mencekiknya. Tp ketika dia
melihat
Ina,
semua kemarahannya sirna, yg tersisa hanya keinginan untuk menyatukan partikel2
atom yg
tersisa yg ada pada dirinya dgn Ina.
Pergerakan
pada tubuh Ina membangunkannya dari lamunan. “Sori ya,” ucap Revel.
“Untuk
apa?” tanya Ina.
“Saya
takut sudah menyakiti kmu,” jelas Revel.
Revel
mendengar Ina terkikik dan dia menopang tubuhnya dgn sikunyadan menatap Ina.
Perempuan
satu ini memang betul2 tahu cara menginjak2 egonya. Dia sedang menunjukkan
sisi
sensitifnya dgn mengatakan konsekuensi tindakan mereka dan Ina malah
menertawakannya.
“Ada yg lucu?” tanyanya.
“Kmu,”
balas Ina dan menggulingkan tubuhnya ke atas kasur sambil tertawa terbahak2.
“Apa
sih yg lucu?”
“Kmu,”
jawab Ina diantara tawanya.
“Well,
excuse me klo saya mencoba menjadi laki2 yg sensitif.”
Ina
terdiam dan menatap Revel, tp kemudian dia meledak tertawa lagi. Merasa tersinggung
Revel
bergerak meninggalkan tempat tidur, tp Ina menariknya.
“Kmu
marah ya?”
“Nggak,”
ucap Revel yg bersusah payah mencoba menyembunyikan nada ngambeknya.
Ina
tersenyum. “makasih ya atas perhatiannya,” ucap Ina dan mengecup kening Revel
yg
langsung
salting.
Untuk
menyembunyikan wajahnya yg sudah memerah sperti tomat, Revel perlahan2
memandangi
sekelilingnya dan menyadari bahwa ada sesuatu yg beda dgn kamar itu. Dia
baru
sadar bahwa TV plasmanya hilang, selain itu desain kamar juga sedikit berbeda.
Sofanya
hilang dan digantikan dgn sofa yg tadinya berada di kamar tidur Ina. Perlahan2
Revel
turun dari tempat tidur dan tanpa mempedulikan kebugilannya, dia berjalan dan
menyalakan
lampu kamar.
“In,
kita lagi berada di dalam kamar tidur saya kan?”
Ina mengangguk.
“Memangnya knapa?”
“TV dan
sofa saya hilang, dan... tunggu sbentar.. itu seprai saya, ya?” ucap Revel
sambil
menunjuk
tempat tidurnya.
“TV kmu
saya pindahkan ke kamar tamu karena saya nggak bisa tidur klo ada TV didepan
saya.
Sofa kmu saya tukar dgn sofa saya karena sofa saya lebih nyaman untuk baca
buku.
Dan ini
adalah seprai kmu, karena baunya sperti kmu.”
“Wait a
second.. have you sleeping in my room?”
“Yes,
selama beberapa minggu sbelum akhirnya saya memutuskan untuk pindah ke rumah
mama
kmu.”
Revel
memandangi Ina dgn tatapa serius tapi tentu saja Ina tdk bisa menganggapnya
serius
ketika
dia berdiri naked dihadapannya, bertolak pinggang sekalipun. Revel berjalan
menuju
laci,
mengambil underware baru dan mengenakannya. Ina muncul dihadapannya, sudah
mengenakan
celana dalam dan kaus, tanpa bra.
“Saya
Cuma lagi kangen sama kmu waktu itu, dan satu2nya tempat yg bisa membuat saya
merasa
dekat dgn kmu adalah kamar tidur kmu, tp ternyata tidur di kamar ini malah
justru
membuat
saya semakin kangen sama kmu, itu sebabnya saya meginap di rumah mama kmu.
Saya
minta maaf klo saya sudah memasuki teritori kmu tanpa izin. Saya akan
kembalikan
barang2
kmu..”
Revel
mendiamkan Ina dgn ciumannya, stelah dia bisa meyakinkan Ina bahwa dia tdk
marah,
dia
mengangkat kepalanya, “Saya mau kmu tidur disini stiap malam dgn saya. Saya mau
berbagi
segalanya dgn kmu.”
“Really?”
tanya Ina ragu.
“Most
definitely,” balas Revel, mencium ujung hidung Ina.
Ina
terkikik dan menbiarkan Revel menciumi wajahnya. “Kosongkan jadwal kmu untuk
bulan
November,”
pinta Revel.
“Why?”
“Karena
Nyonya Darby.. suamimu akan membawa kmu pergi honeymoon.”
Ina
mengerutkan keningnya. “Yea.. klo kmu nggak keberatan saya lebih suka dipanggil
Ina.
Nyonya
Darby terdengar sperti mama kmu.”
Revel
tertawa terbahak2. Kemudian, “I can’t believe I’m saying this, tp kmu
mengingatkan
saya
padanya.”
Oke,
that just sound wrong. “Errr.. Rev, klo ini cara kmu untuk menggida saya supaya
mau
tidur
dgn kmu lagi, saya usulkan kmu ganti taktik,” balas Ina.
Revel
tertawa lagi. Dia mengangkat tangannya, menyentuh wajah Ina yg sedikit
kemerahan
karena
kesan beard burn darinya. Dia tdk akan pernah bisa berhenti menyentuhnya. “Kmu
pernah
tanya saya apakah kmu tipe perempuan yg saya suka.”
“Ya...”
“Saya
slalu suka wanita yg mandiri, percaya diri, dan tahu apa yg dia mau. Kmu
memiliki
semua
karakteristik itu. Mama saya juga. Selama ini saya slalu menghindari wanita
jenis kmu
karena
saya melihat apa yg sudah mama lakukan kepada papa. Mama sudah mematahkan
hati
papa, bahkan tanpa mengedipkan matanya. Waktu papa meninggal, saya berjanji
bahwa
saya tdk akan berakhir sepertinya.”
Wajah
Ina kelihatan serius mendengarnya menumpahkan seluruh isi hatinya. Revel tdk
pernah
mengungkapkan hal ini kepada siapa2, bahkan tdk kepada mamanya.
“Saya
berusaha menjaga jarak dgn kmu. Saya bilang kepada diri saya bahwa kmu nggak
baik
untuk
saya, bahwa kmu akan melakukan hal yg sama kepada saya, sperti yg mama sudah
lakukan
kepada papa. Saya nggak bisa ambil resiko.”
Ina
menolehkan kepalanya dan mencium telapak tangan Revel yg membelai pipinya.
Meskipun
gerakan itu simple dan Revel yakin bahwa Ina melakukannya karena reflek, tp dia
bisa
merasakan bulu tengkuknya berdiri. Pada detik itu dia menyadari bahwa dia sudah
jatuh
cinta pada Ina. Dia tdk tahu kapan perasaan ini bermula, mungkin smenjak dia
melihatnya
dgn blus hijaunya, atau mungkin ketika Ina membalas ciumannya didalam
studio.
Namun dia tdk peduli lagi, yg dia tahu adalah bahwa saat ini, detik ini, dia
mencintai
Ina dan
bahwa dia tak akan bisa berhenti mencintainya sampai kapanpun.
“Saya
nggak tahu apa kmu nantinya akan merasa bosan pada saya, menginjak2 ego saya,
dan
meninggalkan saya klo saya sudah tdk menghasilkan uang lagi, tp sejak saat
ini.. saya
nggak
peduli. Sekarang saya mengerti knapa papa tetap mencintai mama, tdk peduli apa
yg
sudah
mama lakukan padanya. Untuk bisa hidup dgn wanita yg kita inginkan, walaupun
hanya
sbentar saja, akan lebih baik daripada menghabiskan kehidupan kita dgn wanita
yg
tdk
berarti apa2 bagi kita.”
Ketika
Revel selesai dgn deklarasi cintanya, atau setidak2nya sedekat2nya dia mampu
mengucapkannya
tanpa betul2 mengucapkan kata “I love you”, mata Ina sudah berkaca2.
“Woman,
you better not be crying now,” ucap Revel dan Ina tersedak diantara tawa dan
tangisannya.
Sbelum Revel sadar apa yg sedang terjadi Ina sudah memeluknya dgn erat,
seakan2
dia tdk akan melepaskannya hingga sepuluh tahun lagi.
“I love
you,” bisik Ina.
Selama
beberapa detik Revel tdk bisa bernapas, apalagi berkata2. Ada banyak wanita yg
mengatakan
“I love you” padanya sepanjang 33tahun hidupnya, tp tdk satu pun dari mereka
yg bisa
membuatnya merasa sebahagia ini karena mendengar 3kata itu.
“Me
too, babe. Me too.” Balas Revel
Celebrity Wedding - Part 22
No comments:
Post a Comment