The Long Awaited Wedding
Selama
beberapa minggu stelah malam acara amal itu, Revel mencoba sebisa mungkin
menghindari
Ina. Mereka memang masih muncul di beberapa acara publik lainnya stelah itu,
tapi
Revel berusaha membawa Ina ke tengah keramaian agar dia tdk harus sendirian
dengannya.
Dan kko ada situasi dimana mereka hanya berdua saja, dia mencoba menjaga
percakapan
mereka agar tetap profesional. Dia toh tdk perlu tahu brand kopi kesukaannya,
warna
favoritnya, ritual apa yg dia biasa lakukan sebelum tidur, kapan pertama kali
dia
dicium
oleh laki2, dan yg jelas dia tdk perlu tahu apakah Ina lebih suka menggosok
gigi
sbelum
mandi atau sesudah mandi. Tapi semakin dia menghabiskan waktu dgn Ina, smakin
banyak
pertanyaan bersifat pribadi yg dia ingin tanyakan padanya, dan itu membuatnya
freak-out.
Selama
ini orang slalu menyangka bahwa dia phobia dgn komitmen, oleh sebab itu dia
masih
juga belum menikah, tp sbetulnya apa yg dia takutkan bagi dirinya adalah
kehilangan
kontrol.
Itu sebabnya dia tdk pernah mau memacari wanita yg sukses dan mandiri sperti
Ina,
karena
meskipun dia menyukai tipe wanita sperti ini, tetapi dia tdk bisa membiarkan
dirinya
mencintai
mereka. Kebanyakan wanita sperti ini sudah terlalu terbiasa hidup sendiri yg
penuh
dgn rutinitas dan kontrol, sehingga mereka mengalami masalah dalam mencari
pasangan
yg ideal karena mereka menolak mengompromi diri mereka untuk seorang laki2
yg
akhirnya hanya akan mengontrol diri mereka. Dan inilah karakteristik yg dia
hormati dari
seorang
wanita, seseorang yg tdk malu2 mengeluarkan pendapat atau argumentasi klo dia
melihat
sesuatu yg tdk pada tempatnya. Tapi melihat hubungan papa dan mamanya, Revel
tahu
bahwa wanita jenis Ina akan membuatnya kehilangan kontrol akan kehidupannya
sbelum
akhirnya meninggalkannya patah hati dan kecewa, seperti mama mengecewakan
papa.
Dia tdk
pernah ada masalah menghindari berhadapan dgn wanita tipe Ina, karena slalu
mempunyai
pilihan untuk memutuskan hubungan itu sbelum menjadi terlalu serius. Tapi
dgn
Ina, dia stuck. Mereka akan segera menikah, yg brarti bahwa mereka akan tinggal
sama2,
dimana dia akan bertemu dengannya stiap hari. Bayangan bahwa dia tdk bisa lagi
menghindari
Ina stelah mereka menikah membuatnya panas dingin.
***
Bulan
Juni pun tiba dan pernikahan paling menggemparkan Indonesia sepanjang tahun
akan
dilaksanakan.
75% wanita di Indonesia siap untuk membunuh Ina semenjak pertunangan
mereka
diumumkan pada bulan April, tp jumlah itu sekarang sudah naik menjadi 90%.
Seumur
hidup Ina tdk pernah merasakan permusuhan blak2an dari orang2 yg bahkan tdk dia
kenal.
Komentar yg dilemparkan oleh masyarakat tentangnya kebanyakan terdengar sinis
dan tdk
bersahabat. Meskipun begitu, Ina tdk menyalahkan para pemberi komentar, karena
dari
pandangan mereka, dia adalah wanita yg sudah merebut Revel dari mereka. Ina
slalu
mengingatkan
dirinya bahwa klo saja dia sudah pacaran dgn Revel lebih lama, maka
masyarakat
mungkin tdk akan terlalu terkejut dan bisa menerimanya dgn tangan terbuka, tp
dia
tahu bahwa itu tdk benar. Mereka tetap akan membencinya, tdk peduli apa yg dia
lakukan.
Berita
tentang pernikahan mereka sudah tersebar dimana2 smenjak mereka
mengumumkannya
April lalu. Terkadang berita itu penuh dgn fakta, contohnya informasi
tentang
nama kedua mempelai dan lokasi pernikahan mereka, tetapi banyak juga berita yg
mengada2,
sperti ketika satu tabloid melaporkan bahwa ada konfrontasi antara Luna dan
Inara
karena memperebutkan Revel, sesuatu g jelas2 tdk pernah terjadi karena Luna
bahkan
tdk ada
di Jakarta sepanjang bulan menjelang pernikahan. Awalnya Ina merasa agak
sedikit
terganggu
dgn semua berita tdk benar ini, tetapi Revel mengajarkannya satu trik yg ampuh,
yaitu
tdk menghiraukan semua berita yg tdk benar itu.
Dari
semua orang yg mendengar berita pertunangan mereka, yg paling shock tentulah
orang2
kantor Ina. Terutama Marko yg awalnya merasa sangat tersinggung karena Ina tdk
pernah
menceritakan apa2 tentang Revel padanya. Karena tdk bisa menceritakan apa yg
sbenarnya
terjadi, Ina harus mengarang cerita bahwa pak Danung-lah yg memintanya
menyimpan
rahasia ini sampai Revel siap untuk mengumumkannya kepada publik. Ina
bersyukur
bahwa Marko kelihatan bisa menerima penjelasan itu. Dalam hati Ina meminta
maaf
kepada pak Danung karena sudah menyalahgunakan namanya. Marko tdk
menyinggung2
soal Luna dan bayinya. Memang Eli dan Sandra tdk bisa menahan diri untuk
berceloteh
ke semua orang yg mau mendengarnya begitu tahu Revel bukan ayah bayi Luna.
Untung
saja Ina berhasil mengontrol keadaan sbelum mereka mengatakan bahwa Dhani-lah
ayah
bayinya Luna. Ina bersyukur bahwa semua staf di kantornya diwajibkan
menandatangani
surat perjanjian non-disclosure ketika mereka dipekerjakan, yg
menyatakan
bahwa mereka tdk boleh membeberkan informasi apapun tentang klien2
mereka
kepada publik, karena klo tdk, Ina yakin bahwa perusahaan mereka pasti akan
sering
kena tuntut.
Tentu
saja semua koleganya ingin tahu bagaimana hubungannya dgn Revel akan berdampak
kepada
status Revel sebagai klien. Ina berpikir bahwa pak Sutomo akan memecatnya
karena
sudah
melanggar etika bisnis, tp ternyata ketika Ina sampai di kantor hari Senin
pagi, beliau
hanya
memeluk Ina dgn hangat dan mengucapkan selamat padanya. Ketika Ina berusaha
minta
maaf padanya dgn mengatakan bahwa Revel kemungkinan besar harus mencari
kantor
akuntan publik lain stelah mereka menikah, pak Sutomo hanya berkata,
"Klien slalu
datang
dan pergi, tp kmu, nah, kmu nggak ada gantiny." Selain itu beliau bahkan
memperbolehkan
Ina membantu transisi Revel, ibu Davinan dan MRAM ke perusahaan
akuntan
publik lain bulan depan. Untuk pertama kalinya stelah beberapa tahun belakangan
ini,
Ina merasa dihargai oleh bosnya.
***
Acara
ijab dijalankan cukup private dgn hanya dihadiri oleh keluarga. Selama ijab Ina
tdk
bisa
menatap Revel sama sekali. Dia takut klo dia melakukannya maka semua orang akan
bisa
melihat kebohongan dari semua ini. Ijab berlalu dan akhirnya Ina bisa
beristirahat
sbentar
sbelum resepsi pernikahannya yg akan dilangsukan pukul 7malam. Dia menatap
pantulan
wajahnya pada cermin di salah satu kamar tidur di rumah Revel yg sudah disulap
menjadi
kamar pengantin. Kamar itu terletak di ujung koridor panjang, persis 180derajat
dari
kamar tidur Revel. Ketika ibu Davina memperlihatkan kamar ini padanya, Ina
langsung
jatuh
cinta pada suasananya. Susunan kamar itu sama persis dgn kamar Revel, tetapi
kamar
ini
kelihatan lebih hangat dgn nuansa putih dan biru muda. Pada satu dinding Ina
melihat
sejejeran
foto hitam putih di dalam bingkai warna hitam yg tertata dgn rapi. Ina baru
menyadari
beberapa menit kemudian bahwa anak laki2 yg ada pada stiap foto adalah Revel.
"Ini
kamar main Revel waktu dia masih kecil. Dia bisa main disini sampai ber jam2.
Entah
main
dgn mobil2an, perang2an, masak2an..." Ibu Davina tdk menyelesaikan
kalimatnya,
hilang
dalam memorinya sendiri.
"Revel
suka main masak2an?" tanya Ina, mencoba tdk tertawa terbahak2.
"Oh
ya. Dia minta papanya ngebeliin dia Easy Bake Oven waktu dia umur 10tahun dan
slama
sebulan
dia nggak berhenti bikin chocolate chip cookies sampai akhirnya semua orang di
rumah
ini nggak pernah mau lihat kue itu lagi." Ibu Davina tertawa terkekeh2
ketika
menceritakan
tentang keantikan anaknya, tp kemudian wajahnya menjadi sendu ketika
melanjutkan
kisahnya.
"Revel
itu anaknya pendiam dan suka menyendiri. Dia nggak punya banyak teman karena
saya
terlalu strick dgn dia soal urusan pergaulan. Waktu saya dan papanya cerai, dia
smakin
menarik
diri dari dunia luar. Saya tahu perceraian itu betul2 memengaruhi dia yg memang
lebih dekat
sama papanya, tp harus tinggal dgn saya. Di mata Revel, papanya adalah..
Superman...
yg bisa melakukan apa saja. Tapi saya... dia nggak pernah suka sama saya. Dia
hormat
dgn saya karena saya ibunya, tp dia nggak pernah betul2 sayang sama saya. Nggak
sperti
dia menyayangi papanya."
Ibu
Davina terus membelakangi Ina selama mengatakan ini semua. Dia memilih
memandang
ke luar
jendela, bukan karena dia ingin berlaku tdk sopan terhadap Ina, tetapi karena
dia tdk
mau Ina
melihat betapa susah baginya membagi cerita ini dgn orang lain. Meskipun
begitu,
Ina
bisa membaca perasaan ibu Davina hanya dgn memerhatikan perubahan postur
tubuhnya
yg smakin membungkuk, seakan2 dia sedang mengangkat beban berat. Klo saja
ibu
Davina adalah wanita tipe yg bisa dipeluk, Ina mungkin sudah melakukannya, tp
dia tahu
bahwa
calon ibu mertuanya ini hanya menginginkan seseorang untuk mendengar curahan
hatinya,
itu saja. Dan Ina mencoba sebisa mungkin menjadi pendengar yg baik.
"Hubungan
saya dgn Revel sedikit membaik sewaktu dia pulang dari Amerika. Dia belajar
menoleransi
saya, tp kemudian papanya sakit sbelum meninggal setahun kemudian. Revel
nggak
pernah maafin saya yg nggak mau rujuk sama papanya, bahkan waktu beliau sakit.
Saya
jauh lebih muda waktu itu, jd ego saya masih selangit. Setelah bertahun2 cerai,
saya
masih
dendam dgn mantan suami yg sudah menceraikan saya. Dan dgn begitu, saya sudah
menghancurkan
hati Revel."
Ibu
Davina memutar tubuhnya dan perlahan2 berjalan kearah Ina yg berdiri di tengah
ruangan.
Beliau berhenti sekitar stengah meter di depan Ina dan berkata, " Saya
percaya
sama
kmu. Saya percaya kmu bisa jagain Revel. So, please tr to keep half of his
heart intact,
because
I've broken the other half a long time ago." Ina belum sempat berkata apa2
ketika
ibu
Davina sudah menghilang dari kamar itu.
***
Ina
mengembuskan napasnya mengingat percakapan itu. How did I get into this mess in
the
first
place? pikirnya. Setahun yg lalu dia adalah seorang wanita sukses yg memiliki
rencana
hidup,
tp kemudian dia bertemu dgn Revel dan smenjak itu hidupnya jd jungkir-balik.
Ina
mengalihkan
perhatiannya pada jarinya yg kini dilingkari oleh cincin emas polos dan hatinya
terasa
berat. Stelah percakapan dgn ibu Davina, dia kini memandang Revel dgn kacamata
baru.
Dan apa yg dia lihat membuatnya ingin menjadi temannya, menjadi seorang
pendengar
klo dia perlu curhat, memberikan pelukan klo dia sedang sedih, dan menepuk
punggungnya
klo dia memerlukan dukungan. Ina sudah mencoba beberapa kali untuk betul2
memahami
laki2 ini dan terkadang dia sukses menembus baju baja yg dikenakannya, tp
stiap
kali Ina pikir bahwa dia sudah membuat suatu kemajuan, tiba2 Revel akan menarik
diri
dan
meninggalkan Ina kebingungan dgn reaksina. Dia sedang merenungi ini ketika
terdengar
ketukan
halus pada pintu kamar.
"Come
on in," teriak Ina.
Pintu
terbuka dan Revel melongokkan kepalanya. "Hei, saya cuma mau cek bahwa kmu
baik2
saja," ucapnya.
Ina
memutar tubuhnya menghadap pintu sambil tersenyum ketika menyadari apa yg
sedang
dilakukan
Revel, dia mencoba memastikan bahwa Ina tdk kabur sbelum resepsi. "I'm
fine,"
balas
Ina.
Kemudian
diluar sangkaan Ina, Revel melangkah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu
di
belakangnya. Hal ini membuat Ina terkejut karena selama berminggu2 Revel
spertinya
mencoba
menghindarinya sperti dia adalah seorang pesakit kusta. Revel sudah melepaskan
jas dan
dasi yg dia kenakan beberapa jam yg lalu saat ijab, kini dia hanya mengenakan
celana
hitam dan kemeja putih, yg 3kancing paling atas sudah ditanggalkan dan lengan
kemeja
yg dilipat hingga ke siku.
"Kamar
ini kelihatan lain," ucapnya sambil memerhatikan sekelilingnya.
"Mama
kmu yg dekorasi .. dgn sedikit input dari saya," jawab Ina sambil ikut
menatap
sekeliling
kamarnya.
"Apa
input dari kmu?"
"Saya
minta supaya foto2 kmu nggak diturunkan." Ina menunjuk dinding tempat
foto2 itu
berada.
Revel
berjalan menuju dinding itu dan selama beberapa menit dia terdiam, memerhatikan
foto2
itu satu per satu. Perlahan2 Ina berjalan mendekati Revel.
"Ini
foto kmu waktu umur brapa sih?" tanya Ina sambil menunjuk kepada sebuah
foto yg
memperlihatkan
Revel sedang duduk diatas sepeda roda empat. Ina melihat reaksi tubuh
Revel
yg jd sedikit kaku ketika mendengar suaranya. Khawatir bahwa dia sudah berdiri
terlalu
dekat, Ina mengambil dua langkah menjauhinya.
"Mmmhhh..
itu wakti saya umur 5tahun. Papa baru beliin saya sepeda pertama saya.
Selama
berbulan2 saya nggak mau lepas dari sepeda itu."
Ina
mengangguk. "Klo yg ini?" Ina menunjuk kepada satu foto lagi dimana
Revel sedang
nyengir
sambil menunjuk kepada gigi ompongnya.
"Hehehe..
itu waktu saya baru kehilangan gigi saya karena jatuh dari sepeda itu. Bukannya
nangis,
saya malah bangga dgn keompongan saya." Revel tertawa terkekeh2 dan suara
tawanya
menjangkiti Ina.
"Gosh,
saya ternyata gendut bgt ya waktu kecil," ucap Revel.
Ina
tertawa ketika mendengar komentar ini. "Tapi kmu jd malah lucu karena
gendut," balas
Ina yg
mendapat tatapan aneh dari Revel.
"Saya
serius. Menurut saya anak kecil itu biasanya memang lebih lucu klo gendut.
Soalnya
kita
bisa ngelitikin perutnya yg buncit," sambung Ina.
"Apa
kmu memiliki pendapat yg sama tentang orang dewasa?"
"Errr,
probably not." Dan mereka sama2 tertawa.
"Ini
papa kmu ya?" tanya Ina sambil menunjuk kepada sebuah foto Revel yg sudah
lebih
besar
daripada di foto yg lain. Dia mengenakan seragam kiper pemain sepak bola dan
sedang
berdiri memegang sebuah bola. Seorang laki2 yg mirip sekali dgn Revel, cuma
mungkin
lebih tua daripada Revel sekarang, berdiri disampingnya sambil mengistirahatkan
salah
satu lengannya pada bahu Revel. Mereka berdua tersenyum lebar.
"Iya,"
jawab Revel dan Ina bersyukur bahwa dia mau membicarakan tentang papanya.
Selama
hampir setahun dia mengenalnya, Revel tdk pernah menyinggung papanya sama
sekali.
"Itu
waktu saya SMP kelas tiga, papa datang untuk nonton pertandingan sepak bola
saya."
"Oh,
saya nggak tahu klo kmu atlet sekolah. Apa tim kmu menang hari itu?"
Revel
tertawa mendengar komentar ini dan Ina menatapnya dgn bingung. "Biar saya
kasih
tau kmu
hasil permainan itu. Kami kalah 5-1 dari mereka."
"Hah?!
Koq bisa?" Bahkan Ina yg bukan fans sepak bola tahu bahwa ini skor
kekalahan yg
sangat
parah.
"Papa
dan mama saya baru bilang klo mereka akan bercerai sekitar seminggu sbelum saya
bertanding.
Alhasil saya nggak bisa konsentrasi waktu latihan, apalagi pertandingan."
Kali
ini Ina tdk bisa menahan diri lagi dan dia langsung memeluk Revel, tdk peduli
bahwa
pria
itu tdk memeluknya balik. Revel adalah suaminya dan kesedihan yg Revel rasakan
juga
dapat
dia rasakan. Stelah beberapa menit Ina melepaskannya dan menatapnya.
"Why
did you do that?" tanya Revel. Mendengar nadanya, Ina menyangka bahwa dia
sudah
marah,
tp ketika Ina menatap matanya, dia melihat bahwa Revel hanya terkejut.
"I
don't know, I just thought you might need a hug," balas Ina kemudian
menunggu ketika
Revel
akan meledak dan mengatakan bahwa dia bukanlah seorang laki2 cengeng, tp
ledakan
itu tdk
pernah datang.
Revel
menatap Ina, wanita yang hari ini resmi menjadi istrinya dgn sedikit terkesima.
Bagaimana
Ina slalu melakukan ini dia tdk tahu, tp stiap kali dia dekat dengannya, dia
bisa
membuatnya
menurunkan perisainya dan sbelum dia sadar apa yg sedang terjadi, dia sudah
membeberkan
sesuatu yg tdk pernah dia ceritakan pada orang lain. Knapa Revel melakukan
ini
kepada dirinya sendiri, memasuki kamar Ina padahal dia tahu bahwa Ina sendirian
di
kamar
ini, dia tdk tahu. Menyadari bahwa dia sudah melakukan kesalahan dgn memasuki
kamar
Ina, dia mencoba melarikan diri secepat mungkin. Tapi usahanya gagal karena
pada
detik
itu terdengar suara ketukan pada pintu kamar dan sbelum Revel bisa bergerak,
pintu
itu
sudah terbuka dan kak Kania melongokkan kepalanya. Dia kelihatan terkejut
melihat
Revel
berada di dalam kamar itu bersama adiknya.
"Eh,
kakak nggak tahu klo kmu ada disini," ucapnya pada Revel, kemudian,
"tp baguslah,
kakak
perlu bicara dgn kalian berdua. Ini penting," ucapnya dan memasuki kamar
tanpa
permisi
lagi.
Revel
da Ina langsung menatap satu sama lain dgn sedikit bingung dan curiga, tp
kemudian
Revel
mengirimkan telepati melalui tatapannya yg mengatakan, "Apa kira2 yg kakak
kmu
mau
omongin?"
Ina
membalas dgn telepati juga yg berkata, "I have no idea."
Kania
memerhatikan interaksi pengantin baru yg ada dihadapannya ini dan dia tahu
bahwa
mereka
sedang berkomunikasi satu sama lain tanpa mengeluarkan suara, sesuatu yg
biasanya
hanya bisa dilakukan oleh 2orang yg sudah mengenal satu sama lain selama
bertahun2.
Oleh sebab itu dia cukup terkejut ketika melihat ini pada Revel dan Ina.
Spertinya
dia sudah salah perhitungan tentang dalamnya chemistry yg mereka miliki.
Akhirnya
bukannya langsung mengemukakan apa yg dia ingin katakan, Kania mondar mandir
beberapa
kali di depan Ina dan Revel yg kini duduk di sofa di kaki tempat tidur, tanpa
mengeluarkan
suara. Ina hanya menatapnya bingungu dan menunggu. Ketika 5menit
kemudian
kakaknya masih belum juga menyatakan tujuannya Ina menegurnya.
"Kak,
tadi kakak bilang ada yg penting yg perlu dibicarakan?"
Kania
berhenti mondar mandir dan menatap Ina dgn ragu sbelum akhirnya berkata,
"You
know I
love you, right?"
"I
know," jawab Ina sedikit bingung.
"Dan
kmu tahu kan klo kmu slalu bisa datang ke kakak kapan saja klo kmu ada
masalah?"
"Iyaaaa..."
balas Ina yg kini mulai curiga dgn tujuan kedatangan kakaknya.
"Karena
apapun juga yg kmu kerjakan, bahkan klo itu melanggar hukum, kakak akan tetap
mendukung
kmu."
"Okay,
thanks... I guess.."
"So,
apa ada sesuatu yg kmu mau share sama kakak?" Ketika mengatakan ini Kania
menatap
Revel
yg mendelik ketika sadar bahwa kakak iparnya sedang menatapnya penuh curiga.
"Sesuatu
sperti apa?" tanya Ina, mencoba menyelamatkan Revel dgn memasang wajah
tidak
bersalah,
padahal dalam hati dia sudah mulai waswas bahwa kak Kania tahu sesuatu
tentang
status pernikahannya dgn Revel.
Kania
menatap adiknya tdk percaya karena untuk pertama kalinya dia mendapatinya
sedang
berbohong
dan Ina tdk pernah berbohong. "Gimana klo kita mulai dgn kmu baru ketemu
Revel
pertama bulan Agustus, mulai pacaran bulan Februari, tahu2 bulan Maret kmu
ngenalin
dia ke keluarga kmu sebagai tunangan kmu, laki2 yg selama ini disebut sebagai
the
most
eligible bachelor di seluruh Indonesia karena nggak pernah menunjukkan
keinginan
untuk
menikah, yg 3bulan sbelumnya masih pacaran sama perempuan lain, dan yg sebulan
sbelumnya
terkena gosip yg nyaris menghancurkan kariernya." Kania menunjuk kepada
Revel
ketika mengatakan ini. Kemudian dia mengalihkan perhatiannya kepada Ina dan
berkata,
" Dan kmu bukan tipe orang yg bersedia menikah dan hidup selama2nya dgn
laki2
yg kmu
baru pacari selama sebulan."
Kania
berhenti sejenak untuk membaca ekspresi Ina dan Revel, ketika dia melihat bahwa
dua2nya
masih menunjukkan wajah tdk bersalah, dia menambahkan, "Apa kalian akan
membuat
kakak menyebutkan satu per satu hal yg membuat pernikahan kalian ini
aneh?"
Kania
mendengus ketika Ina dan Revel masih tdk mau mengaku. "Fine, spertinya
kakak
sudah
buang waktu berbicara dgn kalian berdua," ucapnya kesal dan berjalan
menuju pintu.
Tapi
ketika tinggal satu langkah lagi, dia memutar tubuhnya dan berkata,
"Revel, kakak
cuma
mau kmu tahu apa yg kmu sudah katakan sehingga Ina melakukan apa yg dia sedang
lakukan
sekarang, tp kakak cuma mau kmu tahu bahwa Ina datang dari keluarga besar yg
mencintainya,
dan kami tdk akan segan2 untuk membuat kmu sengsara klo kmu menyakiti
Ina.
Paham?!"
Ina
sudah siap protes ketika dia mendengar Revel berkata, " Paham, kak. Saya
sudah janji
untuk
menjaga Ina, dan saya akan tepati janji saya."
Kak
Kania menatap Revel dari ujung hidupnya dan Ina mengangguk, tanda bahwa dia
menerima
janji Revel sbelum keluar kamar, meninggalkan Ina yg mencoba meminta maaf kepada
Revel atas tingkah laku kakaknya.
Celebrity Wedding - Bab 14
No comments:
Post a Comment