The Family Of The Reluctant Bride
Seminggu
kemudian Revel dan Ina menandatangani pre-nup mereka. Dalam pre-nup
tersebut,
mereka menyetujui beberapa hal, sperti:
1.
Mereka harus MENIKAH DALAM WAKTU 3BULAN dan harus tetap menikah hingga
setahun
dari tanggal perjanjian ditandatangani.
2.
Harus TINGGAL SATU ATAP SELAMA MENIKAH, dan karena apartemen Ina jelas2 lebih
kecil
daripada rumah Revel, Ina harus mengalah dan pindah ke rumah Revel.
3.
Mereka setuju PISAH KAMAR TIDUR.
4.
TIDAK TERLIBAT AKTIVITAS SEKSUAL dgn satu sama lain atau orang lain.
5.
(Stelah debat panjang lebar dgn Revel yg tdk mengerti knapa Ina masih mau
bekerja
pada
tempat yg jelas2 tdk menghargainya, dan Ina yg bingung knapa Revel peduli dgn
kesejahteraannya,
akhirnya...) REVEL. SETUJU MENCARI KANTOR AKUNTAN PUBLIK
LAIN
STELAH MEREKA MENIKAH (karena Ina tetap menolak berhenti kerja dari firm Pak
Sutomo).
6.
Selama menikah, Revel harus MEMENUHI SEMUA PERMINTAAN FINANSIAL yg diajukan
Ina
tanpa ada bantahan darinya.
7.
Mereka setuju TIDAK MEMBEBERKAN RAHASA INI kepada siapapun (termasuk kepada
keluarga
Ina), pun stelah masa perjanjian ini berakhir.
8. Ina
setuju menjalankan tugasnya sebagai istri di muka umum dgm MENDAMPINGI
REVEL
pada beberapa acara publik yg harus dia hadiri. Dan Revel setuju menjadi suami
yg baik
dan mendampingi Ina pada acara keluarga.
9.
MENJALANI KEHIDUPAN YG TERPISAH DI LUAR PERJANJIAN INI. Masing2 tdk boleh
mengatur
kehidupan yg lainnya di luar dari yg sudah disetujui.
10.
Sebagai kompromi, daripada Revel membayar Ina stiap bulan atas jasanya, REVEL
AKAN
MENTRASFER
500JUTA KE ACCOUNT BANK INA pada akhir perjanjian mereka klo Ina
masih
tetap berstatus sebagai istri Revel hingga saat itu.
Hanya
segelintir orang yg tahu tentang penandatanganan perjanjian ini, mereka adalah
Revel
dan Ina sendiri, pak Danung, ibu Davina, Jo (sebagai saksi dari pihak Revel),
Tita
(dari
pihak Ina), pak Siahaan (sebagai pengacara dari pihak Revel) dan Meinita ( dari
pihak
Ina).
Pertama
kali Tita, teman baiknya sewaktu kuliah di Amerika, menerima telpon dari Ina
yg
memintanya untuk datang ke apartemennya karena ada urusan yg sangat penting
untuk
dibahas beberapa hari yg lalu, Tita khawatir bahwa dia akan menerima berita yg
sangat
parah sehingga wajahnya pucat ketika sampai di apartemen teman baiknya itu.
"Lo
sakit kanker, ya?" Teriak Tita begitu Ina membuka pintu.
Ina
hanya bisa menatap temannya sambil bengong. "Hah?"
Tita
langsung memasuki apartemen tanpa permisi lagi. "Apa yg dokter bilang? Lo
harus
pergi
ke kak Mabel dan minta second opinion, lo pasti bisa sembuh. Kankernya belum
parah,
kan? Sudah stadium brapa?"
Ina
menutup pintu dan menatap Tita sambil mencoba menahan senyumnya. "Gue
nggak
sakit kanker, Ta," ucapnya.
"Hah?!
Betulan? Jangan main2 lo. Gue udah nyetir ngebut kesini, hampir saja kena
tilang
polisi, belum lagi..."
"Gue
mau lo jadi saksi tanda tangan pre-nup gue dgn Revel," potong Ina.
Tita
menatap Ina dgn bingung selama beberapa detik sbelum berkata, " Pre-nup?
Sperti
pre-nuptial
agreement gitu?"
Ina
mengannguk. "Dan Revel yg lo maksdu itu Revel Darby?"
Sekali
lagi Ina mengangguk dan Tita hanya bisa melongo beberapa saat. Ina lalu
menuntun
Tita ke sofa dan menceritakan tentang penawaran Revel, knapa Revel
memilih
dirinya, knapa dia bahkan mempertimbangkan penawaran ini dgn serius,
tentang
perasaannya terhadap keluarganya yg tdk pernah menghormati keputusannya,
dan
keinginan untuk menunjukkan bahwa dia bisa mengambil keputusan sendiri. Tita
awalnya
kelihatan terkejut karena Ina tdk pernah bercerita kepadanya tentang Revel
sbelum
ini, tp dia hanya mendengarkan dgn seksama tanpa interupsi.
"So
here we are," Ina mengakhiri ceritanya. "Gimana, Ta?"
Tita
terdiam selama beberapa saat. "Menurut gue ini rencana gila, In,"
ucapnya sambil
menatap
ina sedalam2nya, mencoba mengerti situasinya.
Ina
mengembuskan napas putus asa. Dia tdk tahu siapa lagi yg bisa dia mintakan
tolong
klo
Tita menolak menjadi saksi. Saksi perjanjian ini tdk boleh memiliki hubungan
darah
dgnnya,
dan Ina tdk mengenal banyak orang yg bisa dia percaya penuh.
"Kapan
kita harus tanda tangan?" Tanya Tita.
"Secepatnya,"
balas Ina.
Tita
masih kelihatan ragu beberapa menit, keningnya berkerut dan mulutnya tertutup
rapat,
tetapi kemudian satu per satu otot2 pada wajahnya berkurang ketegangannya
dan Ina
tahu bahwa Tita mengerti. "Oke. Gue bantu lo. Sudah waktunya keluarga lo
berhenti
mengatur hidup lo," ucap Tita pasti.
Ina
langsung loncat memeluk temannya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
"Oke,
oke, stop dulu. Gue mau tanya sesuatu ke elo." Tita mencoba melepaskan
diri dari
bear
hug yg diberikan oleh Ina padanya.
Ina
langsung melepaskannya dan duduk kembali di sofa.
"Apa
lo yakin dgn keputusan lo ini? Lo tahu kan reputasi Revel itu sperti apa?"
"Bukannya
lo suka sama revel?" Balas Ina dgn nada sedikit meledek mengingat bahwa
Tita
slalu memuji bakat musik Revel.
"Gue
suka sama dia sebagai musisi, bukan sebagai calon suami lo."
"Why?"
"Revel
itu.. an overrated spoiled man-boy yg ngerasa bahwa dia punya hak untuk
memperlakukan
perempuan like shit." Ina sudah siap membela revel, tp kemudian
stelah
di pikir2 lagi kata2 Tita itu mengena sekali. Akhirnya Ina hanya diam saja dan
Tita
melanjutkan,
"Gue cuma nggak mau lo sakit hati nantinya gara2 Revel hanya karena lo
mau
nunjukkin ke keluarga bahwa lo bisa ngambil keputusan sendiri."
"Gue
nggak akan membiarkan Revel menyakiti gue. I promise," ucap Ina cepat.
"Are
u sure about this?" Tanya Tita masih ragu.
"I'm
sure."
Tita
sekali lagi terdiam selama beberapa menit, sbelum akhirnya berkata dgn nada
pasrah,
"Oke."
Dan
seminggu stelah pre-nup ditandatangani, ina membawa revel menemui keluarganya.
Ina
melirik cincin pertunangan dari Revel, yg dihiasi berlian 4karat berwarna pink,
yg
sekarang
melingkari jari manis tangan kirinya. Ina menarik napas dalam2 dan
mengembuskannya
perlahan-lahan. Hari ini dia akan menghadapi "Judgment Day" dgn
membawa
Revel menghadiri acara ultah papanya yg ke-75 Sabtu siang ini. Hari ini dia
akan
menunjukkan
kepada keluarganya bahwa dia tdk akan lagi tunduk dgn segala peraturan dan
perintah
mereka. Dia akan menikahi Revel, tdk peduli bahwa keluarganya akan setuju atau
tdk.
Toh dia adalah wanita dewasa yg mampu mengambil keputusannya sendiri.
"Kmu
siap?" Tanya Ina dgn agak gugup kepada Revel yg sedang mencoba memarkir
paralel
mobilnya
diantara dua Kijang.
"Iya,
saya siap," jawab Revel pendek.
Ina
melihat jejeran mobil yg diparkir di depan rumah orang tuanya. Dua sisi jalan
sudah
penuh
dgn mobil parkir. Acara ulang tahun ini memang tdk besar, hanya untuk keluarga,
kerabat
dekat, dan teman2 orangtuanya saja. Tetapi seharusnya dia sudah tahu bahwa papa
dan
mama memiliki banyak teman.
"Pokoknya
kita cuma perlu ada disini selama 1jam saja. Stelah mengumumkan pertunangan
kita,
kita bisa pulang." Ina mencoba tdk terdengar panik dan gagal sepenuhnya.
"Oke,"
balas Revel pendek.
"Keluarga
saya besar dan berisik, jd kmu jgn jauh2 dari saya karena saya nggak bisa
nolong
kmu klo
kmu sampai dikeroyok sama mereka."
"Knapa
mereka akan mengeroyok saya?"
"Karena
ini adalah kali pertama saya bawa laki2 untuk ketemu mereka stelah 2tahun dan
karena
kmu adalah Revelino Darby."
Ketika
Revel mematikan mesin mobil, Ina segera membuka pintu stelah meraih kado yg
Revel...
(koreksi) dia dan Revel beli untuk papa.
"Saya
yakin banyak dari mereka kemungkinan nggak ngenalin saya," ucap Revel cuek
ketika
dia
sudah berdiri di samping Ina, menunggu hingga jalanan agak sedikit lengang dari
mobil
yg
berlalu-lalang.
"Bercanda
kmu," balas Ina.
Revel
hanya mengangkat bahunya dan tdk membalas kata2 Ina. Ketika tdk ada lagi mobil
yg
melintas,
tanpa disangka2, Revel langsung meraih kado yg digenggam oleh Ina dan
menggandengnya
memasuki rumah orangtuanya.
Revel
tdk tahu apa yg akan dia hadapi ketika mereka memasuki rumah orangtua Ina. Dia
berpikir
akan mendengar suara anak2 kecil berteriak2 dan percakapan banyak orang pada
saat g
bersamaan. Tetapi ketika mereka melangkah ke dalam ruangan yg kelihatan sperti
ruang
tamu berukuran superbesar, beberapa mata langsung mengarah kepada mereka dan
perlahan2
percakapan mereda, hingga sunyi senyap. Di dalam genggamannya, Ina meremas
tangannya
dan ketika Revel melirik, dia melihat bahwa Ina kelihatan sedikit panik.
Seberapapun
Revel tdk menyukai mamanya, dia tdk pernah kelihatan sperti seseorang yg
siap
disembelih ketika akan bertemu dgn keluarganya. Apa yg telah dilakukan oleh
keluarga
Ina
padanya sehingga membuatnya sebegini tdk nyaman dgn dirinya sendiri? Dan tiba2
Revel
merasa bahwa dia harus berusaha sebisa mungkin melindungi Ina, apa pun yg
terjadi.
"Daripada
kita berdiri disini sperti tamu nggak diundang, gimana klo kmu ngenalin saya ke
orangtua
kmu," bisik Revel.
Kemudian
dia mendengar suara berat menyebut nama Ina dan perhatian semua orang
beralih
kepada seorang laki2 dgn rambut yg sudah putih semua berjalan ke arah mereka
dgn
bantuan
sebuah tongkat.
"Papa,"
ucap Ina dan labgsung bergegas menuju orang tua itu.
Tanpa
ragu2 Revel langsung mengikutinya.
"Selamat
ulang tahun, Pap." Ina memeluk dan mencium pipi papanya sbelum kemudian
memperkenalkan
Revel.
"Pap,
ini Revel... pacarku." Suara Ina terdengae sperti tikus terjepit ketika
mengatakannya.
Revel
mendengar beberapa orang menarik napas terkejut ketika mendengar pernyataan
ini,
dan
memecahkan keheningan dgn mulai berbicara pada saat yg bersamaan. Diantara
keramaian,Revel
menyadari bahwa papanya Ina sedang menatapnya, tetapi beliau tdk
berkata
apa2.
"Selamat
ulang tahun, Oom." Revel menyodorkan tangannya dgn pasti kepada papanya
Ina
yg
menyalaminya dgn agak ragu. Kemudian, "Ini kado dari kami berdua. Ina
bilang oom
fansnya
Presiden John F. Kennedy. Ini biografinya," lanjutnya sambil
mempersembahkan
kado
itu.
Calon
bapak mertuanya ini langsung mengistirahatkan tongkat yg di genggamannya pada
pahanya
dan meraih kado itu. "Saya memang fans beratnya Kennedy," ucapnya dgn
suara g
terdengar
serak sperti seseorang yg terlalu banyak merokok. Kemudian beliau meraih
kacamata
baca dari saku kemejanya. Setelah memasang kacamata, beliau menarik pita
merah
yg mengikat buku hard cover itu dan membuka2 halamannya yg penuh dgn foto2
Presiden
Kennedy.
Revel
mengalihkan perhatianna kepada Ina yg sedang tersenyum padanya dan Revel
menyalahkan
hal ini kepada refleks, dia langsung menarik Ina dalam pelukannya.
"Terima
kasih, ya." Kata2 papa Ina menarik perhatian Revel dari wajah Ina.
"Ina,
kmu kenalin pacar kmu ini ke mama, dia ada di halaman belakang," ucapnya
sbelum
kemudian
perlahan2 berjalan menuju sekumpulan orang tua yg kemungkinan besar adalah
teman2nya.
Mereka
baru saja akan beranjak mencari mam Ina ketika orang yg dicari muncul dgn
langkah
yg
sedikit tergesa2, rupanya seseorang telah memberitahunya tentang kedatangan
Revel.
"Eeeehhhh...
ada tamu selebriti rupanya," ucapnya dgn keras sambil berjalan menuju
Revel.
Telingan
Revel mungkin salah, tp dia bersumpah bahwa dia mendengar Ina menggeram,
"Oh,
dear God, kill me now."
****
Mereka
memang berencana hanya akan berada di acara ini selama 1jam saja, tetapi
ternyata
1jam berlanjut ke 2jam, kemudian 3jam, dan tanpa disadari Revel dan Ina, tamu2
sudah
mulai berpamitan dan jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Selama 1jam pertama
Revel
dibawa keliling ole Ina untuk diperkenalkan kepada anggota keluarganya. Tentu
saja
Ina
mulai dgn mengenalkannya kepada keluarga dekatnya. Kemudian Revel dikenalkan
kepada
bukde, pakde, om , tante, dan sepupu2 Ina sbelum dia bisa ingat nama mereka,
dia
sudah
digeret oleh Gaby, keponakan Ina yg ternyata fans beratnya, yg dgn bangganya
memperkenalkannya
kepada sepupu2nya.
Pada
akhir jam pertama revel bisa menyimpulkan bahwa Ina tdk mengada-ada ketika
berkata
bahwa keluarganya besar dan berisik. Mama Ina adalah nomor dua dari tujuh
bersaudara.
Ditambah dgn anak2 mereka yg merupakan para sepupu Ina dan anak2 dari
para
sepupu ini, rumah itu sudah sperti Woostock ramainya. Bagi seseorang yg
merupakan
anak
tunggal dan kedua orang tuanya yg berasal dr dua kaka-beradik saja, jumlah
anggota
keluarga
Ina membuat Revel agak2 terkesima.
Jam
kedua dilalui Revel untuk melayani mereka yg ingin minta tanda tangan, foto
bareng,
bahkan
mencium dan memeluknya, tp kebanyakan dari mereka hanya menatapnya ingin
tahu
dari kejauhan. Belum ada yg mengeroyoknya, tp itu mungkin karena Ina sudah
membisikkan
ultimatum kepada keluarganya agar tdk melakukannya. Semakin lama dia
dikelilingi
oleh keluarga besar yg menerimanya dgn tangan terbuka ini, semakin dia lupa
bahwa
kehadirannya disini adalah hanya pura2 saja.
No comments:
Post a Comment