The Ice Bucket
“Hah?”
ucap Ina, dan Revel semakin jengkel ketika melihatIna kelihatan bingung dgn
kata2nya.
“Kmu ngomong apa sih?” tanya Ina.
“Tentang
ciuman kita tadi malamlah,” bentak Revel.
“Ooohhh...”
Suatu pemahaman muncul pada wajah Ina.
“Apa
lagi coba yg sedang kita bicarakan sekarang?” tanya Revel jengkel.
“Saya
sebetulnyan sedang membicarakan tentang komentar saya mengenai mama kmu.”
Revel
hanya bisa megap2 mendengar balasan Ina. Dia seharusnya tahu bahwa Ina bukanlah
sperti
wanita lainnya. Dia adalah wanita dewasa yg tdk akan membuang waktunya
memikirkan
tentang sebuah ciuman. Revel tahu bahwa dibandingkan dgn kebanyakan laki2
sebayanya,
dia adalah seseorang yg slalu bisa berpikiran dewasa, tp disebelah Ina, dia
merasa
sperti anak remaja yg masih hijau.
“Apa
kmu mau membahas tentang ciuman kita tadi malam?”
Suara
Ina terdengar datar dan santai ketika mengatakan ini, membuat Revel kembali
jengkel,
tp kemudian dia melihat pergerakan otot pada leher Ina dan dia tahu bahwa Ina
tdk
sesantai
yg dia perlihatkan. Bagus! Dengan begitu dia tdk merasa bodoh karena sudah
mengulang
memori itu berkali2 dalam kepalanya selama 24jam ini.
“Do you
want to talk abuit it?” tanya Revel dgn nada lebih tenang.
“No,
not really, tp spertinya lebih baik kita bicarakan soal itu karena klo nggak
itu mungkin
akan
menimbulkan masalah di kemudian hari.” Ina kelihatan ragu sesaat, tp kemudian
dia
berkata,
“Saya akan menghargai klo kedepannya kmu nggak nyium saya lagi.”
Revel
yg merasa tersinggung dgn komentar ini langsung berkata, “ Tapi kmu nyium saya
balik.
Kmu bahkan narik kepala saya intuk nyium kmu lagi stelah berhenti.”
Ina
meringis sbelum berkata, “ Iya, I know, dan saya minta maaf soal itu. Saya
sedikit kurang
waras
tadi malam.” Ina mengangkat sendoknya kembali dari atas piring dan melanjutkan
makan
malamnya.
“Ouch,
kayaknya saya perlu band-aid deh,” ucap Revel.
“Band-aid
untuk apa?” tanya Ina.
“Untuk
ego saya, Ina.”
“Oh, my
God. I’m sorry. Bu-bukan maksud saya menyinggung perasaan kmu. You’re a great
kisser.
A-awesome... even.” Ina terbata-bata mencoba menyelamatkan keadaan.
“Ina...
relaks. Saya bukan laki2 yg gampang tersinggung. Sebagai laki2, saya cukup kebal
dgn
segala
hal remeh yg menyangkut perasaan.”
Ina
bahkan tdk mengedipkan matanya ketika mendengar komentar ini. Dia hanya menatap
Revel
dgn serius dan berkata, “Saya Cuma nggak mau kejadian inimembuat saya segan
sama
kmu,
atau sebaliknya. Hubungan kita adalah sebuah perjanjian bisnis dan saya mau
memastikan
bahwa kita bisa tetap profesional terhadap satu sama lain.”
Ina
sudah tdk pernah menyinggung status hubungan mereka yg sebenarnya smenjak dia
membuat
Ina berjanji untuk tdk menyinggung2 soal itu lagi. Jadi knapa dia
menyinggungnya
sekarang?
Oke, klo Ina memang mau play dirty, dia akan play dirty.
“Oke,
klo gitu kita lupakan saja bahwa itu pernah terjadi. Mulai sekarang kita akan
menjaga
hubungan
kita agar tdk melewati batas yg seharusnya,” tandas Revel
“Oke,
setuju,” balas Ina datar.
Dan
Revel harus menahan diri agar tdk meminta Ina untuk menarik kembali
persetujuannya.
Mereka
kemudian memfokuskan perhatian mereka pada makan malam masing2. Hanya
dentingan
metal mengenai porselen mengisi ruang makan. Ina mencoba menahan dirinya
agar
menepati janji yg dia ucapkan sebelumnya untuk menjaga hubungan mereka
seprofesional
mungkin, tp dia tdk bisa. Dia merasa sperti ada duri ikan yg tersangkut pada
sela2
giginya. Tdk berbahaya, tp sedikit menyebalkan karena membuatnya tdk nyaman.
“Rev,
apa mama kmu sudah dengar lagu yg kmu nyanyiin untuk saya tadi malam?” tanya
Ina
sbelum
dia kehilangan keberaniannya.
“Belum.
Mama saya nggak terlalu ngefans dgn musik saya. Dia menghargainya sebagai suatu
pekerjaan
yg bisa menghasilkan uang untuk saya, nggak lebih dari itu. Saya yakin bahkan
mama
nggak tahu judul lagu2 hits saya.”
Ina
mencoba taktik lain. “Apa kmu pernah membicarakan kepada mama kmu tentang
perasaan
kmu terhadapnya? Kalian nggak bisa menghindari topik ini selamanya, kalian
perlu
membicarakannya.
Mungkin kmu akan merasa lebih... tenang stelah melakukan itu.”
Revel
menatap Ina, dan sekilas Ina melihat secercah harapan pada mata itu, tp
kemudian
keraguan
mengambil alih sbelum akhirnya berubah menjadi tatapan dingin dan tertutup. “I
don’t
know what you’re talking about,” ucap Revel.
“Saya
membicarakan tentang hubungan kmu dgn mama kmu, Rev. Kalian ada hubungan
darah,
tp dari cara kmu memperlakukan mama kmu nggak ada bedanya dari cara kmu
memperlakukan
rekan bisnis. Profesional dan dingin. Nggak ada kehangatan yg seharusnya
ada
diantara seorang anak dgn ibunya.”
Ina
merasa bahwa dia bisa menembus bentang pertahanan Revel ketika Revel tdk
mengatakan
apa2 dan Ina buru2 menambahkan, “Saya tahu klo kmu sakit hati dgn
perlakuan
mama terhadap papa stelah mereka bercerai dan juga terhadap kmu selama ini,
dan kmu
memang punya hak untuk marah dan kecewaterhadapnya. Tapi kejadian itu sudah
lama
sekali, Rev, sampai kapan kmu akan menghukum mamamu?”
Revel
terdiam , ada kerutan pada keningnya, seakan-akan dia sedang memikirkan sesuatu
yg
sangat
rumit. “Darimana kmu tau tentang semua ini?” tanyanya stelah beberapa menit.
“Dari
mama kmu.”
Revel
kelihatan terkejut dgn berita ini. Ina berharap bahwa dia sedang
mempertimbangkan
kata2nya.
Piring di hadapannya sudah bersih dari makanan dan dia kelihatan tdk berniat
mengisinya
kembali. Perlahan-lahan Ina bisa merasakan Revel menjauhinya, dia berusaha
melindungi
dirinya dari rasasakit hati yg akan datang menyerangnya klo dia membiarkan
dirinya
terbuka dan lemah. Oh, Ina tdk bisa hanya duduk diam melihat ini. Pada detik
selanjutnya
dia sudah memeluk Revel. Ina berdiri dibelakang kursi yg diduduki Revel, dan
kedua
lengannya melingkari leher cowok itu. Sandaran kursi makan cukup rendah
sehingga
kepala
Revel bisa beristirahat pada perut Ina. Awalnya tubuh Revel kaku di bawah
pelukannya,
mungkinkarena kaget atau mungkin juga karena tdk terbiasa dipeluk oleh
seseorang,
tp lama-kelamaan dia bisa relaks. Ina bersyukur bahwa Revel tdk berontak ketika
dia
melakukan ini.
Mereka
terdiam dalam posisi itu mungkin selama 5menit, Ina tdk berani berkata2 karena
takut
akan mengganggu jalan pikiran Revel. Apapun itu yg sedang dipikirkan olehnya.
Ina
mencoba
memikirkan hal2 yg biasa dia lakukan untuk menenangkan Zara dan Ezra klo
mereka
sedang menangis, dan dia mulai membelai rambut Revel. Sperti semalam ketika dia
menyentuh
rambut Revel dgn telapak tangannya,rambut itu terasa agak sedikit kasar di
bawah
belaiannya, layaknya rambut laki2 pada umumnya. Ina melihat Revel menutup
matanya,
dan menyandarkan kepalanya pada posisiyg lebih nyaman pada perut Ina sebelum
mengembuskan
napasnya dgn damai. Ternyata apa yg bisa menenangkan anak kecil juga
bekerja
untuk laki2 dewasa. Ina tersenyum karena setidak2nya dia bisa melakukan ini
bagi
Revel.
Ina
sperti seorang hiprokit karena beberapa menit yg lalu dia baru mengatakan
kepada
Revel
bahwa mereka harus menghindari mencium satu sama lain agar tetap bisa
bertingkah
laku
profesional dan sekarang lihatlah apa yg sedang dia lakukan pada Revel. Revel
memerlukannya,
itu sebabnya aku melakukan ini, ucap Ina dalam hati, mencoba mencari
alasan.
Dia berniat menarik tangannya dari kepala Revel, tp yg dia lakukan justru
mendekatkan
bibirnya pada kepala Revel dan mencium ubun2nya. Lain dgn aroma bayi yg
biasa
dia cium klo mencium Zara dan Ezra, dia mencium aroma mint yg segar.
“Kmu
pakai sampo apa?” tanya Ina.
Revel
terdiam sejenak dan mengangkat kepalanya dari perut Ina sbelum menjawab, “Salah
satu
produk yg dikirim sama Body Shop sebagai kado pernikahan kita. Knapa?”
Ina
memarahi dirinya sendiri yg merasakan kupu2 beterbangan di dalam perutnya
ketika
mendengar
Revel mengatakan kata2 “pernikahan kita”, tetapi dia tdk bisa menghentikan
dirinya
dari tersenyum. “Wangi,” ucap Ina akhirnya.
Revel
mendengus sperti ingin tertawa. “Glad you like it,” ucapnya sambil mendongak
dan
kembali
mengistirahatkan kepalanya pada perut Ina. Dia menggenggam lengan Ina yg masih
melingkari
lehernya.
“Rev.”
“Ehm?”
suara Revel terdengar sedikit mengantuk.
“Apa kmu
sedang mempertimbangkan apa yg saya katakan tentang mama kmu tadi?”
Awalnya
Revel tdk memberikan reaksi apa2, tp kemudian dia menggerakkan tubuhny,
meminta
dilepaskan dari pelukan, dan meskipun tdk rela, Ina melepaskannya. Revel
kemudian
bangun dari kursi makannya dan Ina harus mengambil langkah mundur agar dia
bisa
melakukan itu. Tanpa disangka-sangka Revel kemudian memutar tubuhnya dan
menggenggam
kepala Ina diantara kedua telapak tangannya, memaksa Ina untuk betul2
mendongak
hingga lehernya sakit untuk membuat kontak mata dengannya.
“Klo
kmu memang mau menjaga hubungan kita agar tetap profesional, jangan pernah
mencampuri
urasan saya dgn mama saya lagi. Topik itu off-limits,” ucapnya pelan, tp di
bawahnya
Ina bisa mendeteksi ultimatumnya.
Mau tdk
mau Ina mengangguk karena dia yakin bahwa Revel tdk akan melepaskan
kepalanya
sampai dia melafazkan persetujuannya. Puas dgn reaksi Ina, Revel kemudian
mencium
keningnya dan pergi meninggalkan ruang makan.
Setelah
sebulan menika dgn Revel dn tinggal bersamanya, Ina menyadari bahwa mereka
hidup
dgn kebiasaan yg sangat berbeda. Pada hari kerja, Ina biasanya keluar rumah
pada
jam
enam pagi, dan pada saat itulah biasanya Revel baru tidur stelah terjaga
semalaman di
dalam
studionya. Ketika Ina balik dari kantor pukul delapan malam, dia dan Revel akan
menghabiskan
waktu 2jam untuk makan malam bersama dan ngobol atau nonton TV
sama2,
kemudian Ina akan masuk ke kamarnya dn tdk akan bertemu dgn suaminya lagi
hingga
jadwal makan malam keesokan harinya. Pada ujung minggu, kebiasaan mereka agak
sedikit
berbeda karena Revel sering tdk ada di rumah. Dia harus menghadiri berbagai
macam
acara publik dan melakukan sedikit publik relation alias PR untuk singlenya yg
akan
launch
tdk lama lagi. Kadang kala Ina akan ikut serta klo Revel meminta kehadirannya,
tp
biasanya
dia lebih memilih tinggal di rumah. Ina tdk keberatan klo fans menyerbu Revel
dimanapun
dia berada karena itu memang sebagian dari kehidupan seorang penyanyi
sekaliber
Revel, tapi dia tdk tahan dgn teriakan mereka yg terkadang menyakitkan gendang
telinganya.
Belum lagi karena dia harus menerima tatapan tdk suka dan terkadang makian
dari
para fans yg sangat fanatik dan protective terhadap Revel.
Kllo
Ina tdk ikut keluar dengannya, Revel akan meluangkan waktu untuk makan suang
bersama
dgn Ina sebelum berangkat untuk menghadiri acara malamnya. Ina mulai
menghargai
ritual makan bersama mereka ini karena dgn begitu mereka bisa membicarakan
apa
saja yg terjadi pada ahri itu, dgn begitu masing2 bisa tahu apa yg dilakukan
oleh yg lain.
Melalui
percakapan harian ini, perlahan2 Ina mulai mengenal Revel sebenarnya. Ina
mendorong
Revel untuk membicarakan tentang pekerjaannya, dan sebaliknya Revel akan
melakukan
hal yg sama terhadapnya. Stelah segala sesuatu tentang pekerjaan sudah habis
dibedah,
mereka melanjutkan dgn membicarakan tentang hal2 lainnya sperti hobi, makanan
kesukaan,
hingga tempat berlibur favorit mereka. Ina kini tahu bahwa tempat berlibur
favorit
Revel adalah Inggris karena dia terobsesi dgn sejarah negara tersebut, penyanyi
yg
paling
dihormatinya adalah Bono dari U2, meskipun makanan favoritnya adalah udang
tetapi
dia alergi terhadap makanan laut itu, jadi dia harus minum obat anti alergi
sebelummemakannya,
dan bahwa dia tdk pernah nonton satu pun film Harry Potter
ataupun
membaca bukunya.
Ina
berusaha menghormati permintaan Revel untuk tdk pernah lagi menyinggung tentang
hubungannya
dgn mamanya, yg dia perhatikan tdk berubah semenjak percakapan mereka.
Meskipun
dia merasa kecewa karena Revel tdk mendengar nasihatnya, tetapi dia tahu
bahwa
setidak-tidaknya dia sudah mengemukakan pendapatnya tentang permasalahan itu,
dan
sekarang keputusan ada di tangan Revel.
***
Ina
sedang meeting ketika berita itu keluar sehingga dia tdk melihatnya langsung,
tp dia
mendapatkan
inti dari berita itu dari Marko. Luna sudah melahirkan bayi laki2 di sebuah
rumah
sakit di Hamburg semalam. Kata2 pertama yg keluar dari mulut Ina dalah, “Oh,
that’s
good.”
Tapi stelah dia punya waktu untuk berpikir, pertanyaan demi pertanyaan mulai
bermunculan.
“Klo
Luna baru ngelahirin tadi malam di Hamburg, gimana media bisa suadah tahu sih
tentang
ini?”
“Luna
nge-upload video itu ke Youtube,” jelas marko.
“WHATTT?!
Teriak Ina. Marko juga ikut berteriak tp dengan alasan yg lain sama sekali dgn
Ina.
“I know
right? Siapa yg sangka klo Luna tahu cara pakai internet,” teriak Marko.
“Marko,
gue serius nih.”
“Gue
juga serus, In. Lo tahu kan betapa bloonnya tuh anak. Cantik sih cantik, Cuma
ampun
deh.
Gue yakin bukan Luna yg nge-upload video itu. Mungkin papanya, soalnya ada
laki2
bule
tua lagi dadah2 di dalam video itu...”
“Marko
fokus,” geram Ina.
“Oh
iya, sori. Anyway, lo harus siap2 karena gue yakin media bakal nyerang suami lo
lagi
like..
right now.” Marko melirik jam tangannya ketiak mengatakan ini, seakan2 dia
sedang
menghitung
berapa lama waktu sudah berlalu smenjak berita itu keluar.
Ina
tahu bahwa Luna akan melahirkan cepat atau lambat dan klo itu terjadi maka
sorotan
media
dan masyarakat akan kembali pada Revel. Mereka sudah cukup tenang selama
beberapa
bulan ini karena Luna menghilang sperti ditelan bumi smenjak bulan April,
tpsekarang
dia kembali dan membawa tornado bersamanya. Ian buru2 meraih HP-nya dan
menghubungi
Revel, tetapi kemudian dia ragu. Selama mereka mulai sama2, Revel tdk
pernah
sekalipun menyebut2 nama Luna dihadapannya. Ina bertanya2 apakah Revel masih
menyimpan
rasa sayang atau cinta terhadap Luna dan dengan begitu masih merasa kecewa
dgn
perselingkuhannya? Ina merasa sedikit menyesal karena tdk pernah menanyakan hal
ini,
karena sekarang dia tdk tahu apa yg dia harus lakukan.
Andaikan
ada setangkai mawar yg dia bisa tarik kelopaknya satu per satu untuk
membantunya
membuat keputusan. Telepon.. nggak.. telepon.. nggak.. telepon.. Tiba-tiba
HP yg
ada di dalam genggamannya berbunyi. Dengan satu lirikan pada Caller ID HP dia
tahu
bahwa
Revel-lah si penelepon itu,.
“Rev,”
ucap Ina menjawab panggilan itu.
“Kmu
nih kemana aja sih, saya sudah telepon berkali2 tp nggak diangkat?”
Ina
betul2 tdk menghargai nada yg digunakan Revel terhadapnya sama sekali, terutama
ketika
dia tdk tahu bahw aRevel sudah berusaha menghubunginya seharian. “Saya meeting
seharian,
ini baru keluar,” balas Ina menjaga intonasi suaranya agar tdk terdengar
jengkel.
Marko
masih ada di dalam ruangan bersamanya jadi dia harus berhati-hati akan apa yg
dia
ucapkan.
“Kmu
sudah lihat berita tentang Luna?” tanya Revel.
“Belum,
tp Marko kasih tahu saya,” jawab Ina.
Marko
yg sadar bahwa Ina perlu berbicara secara pribadi dgn Revel, melambaikan
tangannya
dan keluar dari ruangan sambil menutup pintu di belakangnya. Ina
menghembuskan
napas lega.
“Oke,
klo gitu kmu sudah tahu keadaannya,” ucap Revel.
Ina tdk
perlu jadi mama Loren untuk tahu apa yg dimaksud Revel. “Apa ini akan
memengaruhi
acara launching single kmu Sabtu ini?” tanya Ina hati-hati.
“Om
Danung berpikir begitu, maka dari itu kita harus ekstra siap klo diserbu
wartawan dgn
pertanyaan
yg menyangkut Luna.”
“Oke,”
ucap Ina.
“Apa
kmu bisa pulang tepat waktu mlam ini?” tanya Revel.
Sejenak
Ina merasa sedikit bersalah karena selama 3hari belakangan ini dia slalu pulang
malam,
dan dengan begitu menyebabkan Revel harus menunggunya untuk makan malam
bersama.
Ketika pertama kali Ina pulang terlambat tanpa memberitahu Revel, dia
menemukan
laki2 itu membuka pintu untuknya dgn wajah yg tdk kalah gelapnya dengan
badai
Katrina. Tapi wajah itu masih tdk sebeapa parahnya dibandingkan ketika Ina
mengusulkan
bahwa Revel makan malam duluan klo dia harus pulang terlambat. Usul itu
diterima
dgn tatapan yg biasanya diberikan oleh seekor macan sebelum dia memangsa
mangsanya.
Smenjak itu Ina slalu memastikan bahwa dia sudah ada di rumah sbelum jam
delapan
atau menelepon atau SMS Revel klo dia akan pulang terlambat.
“Iya,
saya akan sudah sampai di rumah sbelum jam delapan,” ucap Ina akhirnya. Dia
masih
merasa
agak risi untuk menyebut rumah Revel sebagai rumahnya.
“Oke.
Masih ada beberapa hal yg harus saya urus di Planet Hollywood supaya semuanya
siap
untuk launching party, tp saya pasti juga sudah pulang sbelum jam delapan. Kita
bisa
bicara
sambil makan malam.”
No comments:
Post a Comment