The Decision
Dengan
sesopan mungkin agar tdk membuat Luna histeris dan menangis sperti ketika dia
pertama
kali datang menemuinya, Revel berkata, "Luna, saya sarankan kmu bicara dgn
Dhani
tentang keadaan Raf, supaya dia bisa bantu kmu. Dhani itu bapaknya Raf, klo dia
tahu
Raf
sakit, dia pasti akan bantu. Saya nggak akan bisa slalu available untuk
kmu."
Luna yg
berusaha menghindar ketika tahu alasan knapa Revel mendatangi rumahnya, tetapi
tdk
berhasil, berkata dgn nada yg terdengar sedikit panik, "Hah? Kmu nih
ngomong apa sih?
Aku
nggak ngerti. Kmu tahu kan klo Rafael memerlukan kmu, klo aku perlu kmu."
"Dokter
Koay kan sudah bilang klo Ref akan baik2 saja, bahwa kmu cuma harus lebih
menjaga
dia supaya dia nggak jatuh sakit."
"Tapi,
Rev.." Luna berusaha membantah.
"Luna..
saya sudah janji membantu kmu semampu saya, dan saya sudah mencapai tahap
kemampuan
saya. Tdk ada lagi yg bisa saya lakukan untuk kmu," ucap Revel setenang
mungkin.
"Kmu
nggak bisa ninggalin aku begini, Rev," teriak Luna. Dari tatapan matanya
Revel tahu
bahwa
Luna akan mulai histeris lagi.
Revel
menggenggam bahu Luna dan mengguncangkannya. "Lun, tenang, Lun. Kmu nggak
sendirian.
Kmu ada mama kmu dan Dhani, yg juga bisa membantu kmu klo saja kmu minta
baik2
dari mereka."
"Tapi
aku perlu kmu Rev. Please, jgn tinggalin aku sendirian."
"Luna...
kmu tahu kan klo sayaini care sama kmu? Tp saya sudah menikah, dan saya cinta
istri
saya." Luna kelihatan sedikit terkejut ketika mendengar kata2 Revel.
Jangankan Luna,
Revel
sendiri juga terkejut ketika mendengar kata2 itu keluar dari mulutnya. Tp dia
sudah
tdk
bisa membohongi dirinya lagi. Dia memang mencintai Ina. Entah knapa dia baru
menyadarinya
sekarang, tp dia tdk akan rela melepaskan ide ini sekarang atau sampai
kapanpun.
Melihat
wajah Luna yg masih kelihatan tdk percaya. Revel menambahkan, "Hubungan
saya
dgn
istri saya jd terganggu karena hubungan saya dgn kmu. Dan thanks karena foto yg
sudah
tersebar
melalui tabloid, dia pasti menyangka bahwa saya selingkuh dgn kmu. Dia mungkin
berencena
meninggalkan saya, as we speak. Saya nggak akan bisa memaafkan diri saya
sendiri
klo itu sampai terjadi."
"Gimana
bisa kmu lebih memilih dia daripada aku? Dia nggak ada apa2nya klo dibandingkan
denganku,"
teriak Luna frustasi.
Diluar
sangkaan Luna, Revel malah tertawa terbahak2 mendengar komentar ini. Revel tdk
tahu
knapa dia justru tertawa mendengar Luna menghina satu2nya wanita yg pernah
dicintainya,
daripada memaki2nya. Mungkin karena rasa kangennya kepada Ina, wajahnya,
senyumnya,
suaranya, leluconnya, bibirnya dan tubuhnya yg hangat. Kombinasi dari semua
ini
slalu membuatnya merasa sperti laki2 paling beruntung di seluruh dunia karena
bisa
memilikinya.
Dan dia hanya memerlukan waktu satu detik untuk mengambil keputusan
terbesar
yg pernah dia buat sepanjang hidupnya.
Dengan
nada sepelan mungkin, tetapi penuh dgn ancaman, dia berkata, "Luna, Luna..
kmu
nggak
akan pernah ngerti saya. Tp Ina mengerti saya. Seluruh Indonesia mungkin mencintai
kmu, tp
saya yakin bahwa pendapat mereka akan berubah klo mereka tahu betapa egoisnya
kmu
ini. Selama berbulan2, saya sudah dimaki2 oleh media dan masyarakat karena
kesalahan
yg kmu buat. Saya tdk akan meminta kmu supaya minta maaf kepada saya karena
kmu
sudah selingkuh dgn Dhani sewaktu kita masih pacaran, tp saya minta satu hal
kepada
kmu.
Selesaikan masalah kmu dgn Dhani. Saya kasih kmu waktu 48jam untuk membersihkan
nama
saya dari tuduhan bahwa Raf adalah anak saa, klo pada saat itu kmu masih belum
melakukannya,
saya akan menggelar konferensipers dan mengatakan yg sebenarnya."
Mendengar
kata2 Revel wajah Luna langsung memucat. Revel menyangka bahwa Luna akan
jatuh
pingsan sbentar lagi, tp ternyata wajahnya memucat karena dia sangat marah
sampai
terbata2
ketika mengucapkan makiannya. "Da-dasar laki2 ku-kurang ajar. Saya
seharusnya
tdk
kaget melihat perlakuan kmu kepada saya, semua orang sudah mengingatkan saya
tentang
kmu. Kmu tdk pernah menghargai saya selama kita pacaran dan kmu tdk
menghargai
saya sekarang. Kmu memang ada isu dgn wanita, Rev. Istri kmu pasti wanita
kurang
waras karena mau menikahi laki2 sperti kmu."
Wajah
Revel tdk memberikan reaksi apa2 mendengar penghinaan ini, tetapi kata2nya yg
tajam
langsung membuat Luna terdiam. "Sekali lagi saya mendengar kmu menjelek2an
istri
saya,
saya akan menuntut kmu atas dasar merusak nama baik. Ingat Luna.. 48jam, tick
tock..
tick
tock." Kemudian Revel keluar dari rumah Luna secepat mungkin sbelum
perempuan itu
mulai
melayangkan lampu meja kearahnya.
***
Ina
terbangun dgn jantung yg berdebar2 dan dia membutuhkan beberapa menit untuk
menyadari
keberadaannya. Sinar matahari berwarna jingga yg masuk dari jendela
memberitahukannya
bahwa hari sudah cukup sore dan dia harus pulang. Pakaian kerja yg
masih
menempel pada tubuhnya kini sudah kusut dan ketika dia melirik bantal yg tadi
ditidurinya
masih agak basah karena air mata, dia kembali sadar knapa dia berada disini.
REVEL.
Nama yg tadinya tdk berarti apa2, kemudian terlalu berarti baginya. Dia
seharusnya
memercayai
kata2 Tita ketika dia mengatakan bahwa Revel akan menyakitinya. Ina tdk
percaya
bahwa dirinya sudah begitu angkuh, begitu confident akan kemampuannya untuk
menghandle
Revel, karena jelas2 sekarang dia tdk mampu melakukannya. Ina menguburkan
wajahnya
ke dalam kedua tangannya. Revel sudah tdk jujur padanya. Mungkin dia bahkan
tdk
pernah berkata jujur sepanjang mereka menikah, tetapi Ina segera membuang
pikiran
kotor
itu jauh2. Dia slalu percaya pada kata2 Revel, karena dia bukan tipe laki2 tdk
jujur, but
then
again.. seberapa tahunyakah dia tentang laki2 yg dinikahinya ini?
Perlahan2
Ina menapakkan kakinya di lantai marmer yg dingin dan memaksa dirinya
berjalan
menuju kamar mandi. Cermin diatas wastafel menunjukkan seorang wanita yg
kelihatan
lelah dan putus asa. Ina mulai menanggalkan pakaiannya dan masuk kedalam
shower.
Dia perlu berpikir dan kamar mandi adalah satu2nya tempat dimana dia bisa
melakukannya
tanpa ada gangguan dari orang lain.
Ina
sudah menaruh kepercayaan, hati dan masa depannya kepada laki2 yg tdk akan
mampu
memberikan
hal yg sama padanya karena lain dgn dirinya yg sudah jatuh cinta dgn Revel,
Revel
tdk pernah jatuh cinta pada dirinya. Ina mencoba mengingat2 apakah Revel pernah
mengucapkan
kata "I love you" padanya, dan sadar bahwa Revel tdk pernah
mengucapkannya
sekalipun. Selama ini dia sudah salah menginterpretasikan segala
tindakannya
yg sbetulnya hanya kepedulian sebagai cinta? Apakah Revel hanya melihatnya
sebagai
aset yg harus dijaganya dgn baik karena dgn begitu dia bisa menyelamatkan
kariernya?
Dan sekarang, karena kedua hal tersebut sudah tercapai, Revel sudah tdk
membutuhkannya
lagi.
Perlahan2
segala sesuatunya mulai terlihat dgn lebih jelas. Ina sadar bahwa selama
beberapa
bulan belakangan ini dia sudah diperlakukan sperti seorang idiot. Bahkan ada
kemungkinan
bahwa om Danung, Jo, Sita, dan ibu Davina tahu akan rencana Revel, dan itu
membuatnya
merasa dikhianati oleh orang2 yg dia pikir adalah teman. Mereka semua pasti
puas
tertawa terpingkal2 mengetahui bahwa wanita sepintar dirinya bisa diperdaa oleh
mereka
dgn begitu mudahnya. Dan itu adalah hal paling menyakitkan yg pernah dirasakan
olehnya.
Ina mematikan shower, meraih handuk, dan melangkah keluar kamar mandi.
Ketukan
pada pintu kamar menghentikan gerakan jari2nya g sedang menyisiri rambutnya yg
masih
stengah basah.
"Hei,
kmu udh bangun. How are you feeling?" ucap Tita sambil melongokkan
kepalanya.
"Better,"
jawab Ina dan mencoba tersenyum.
"Good."
Tita melangkah masuk sambil mengangguk2an kepalanya, tdk pasti apa yg harus dia
katakan
selanjutnya. Kemudian, "Apa gue perlu telpon keluarga lo?"
Ina
menggeleng. Dia perlu menyelesaikan masalah ini sendiri, tanpa ada gangguan
dari
siapapun
juga, terutama keluarganya. Masalah yg dihadapinya sekarang adalah antara
dirinya
dan Revel, dan satu2nya orang yg bisa menjawab semua pertanyaan yg sudah
berputar2
di kepalanya adalah Revel.
"Bisa
tolong antar gue pulang?"
"Pulang?"
tanya Tita terkejut. "Kemana?"
"Ke
rumah," balas Ina yg berjalan menuju pakaian kerjanya yg dia telantarkan
diatas tempat
tidur
dan mulai mengenakannya kembali.
"Maksud
lo rumah Revel?" tanya Tita, tdk percaa dgn kata2 itu. Ina mengangguk.
"Do
you think that's a good idea?"
"Gue
perlu bicara dgn dia. Gue perlu menyelesaikan masalah ini yg gue yakin pasti
cuma
salah
paham aja."
"Bagaimana
mungkin seorang suami selingkuh karena salah paham?"
Ina
mengembuskan napas dgn keras. "Itulah masalahnya. Gue perlu tanya ke Revel
apa dia
sedang
selingkuh dgn Luna."
"In,
mana ada laki2 yg akan mengaku klo mereka sedang selingkuh?itu sebabnya knapa
jenis
hubungan
sperti itu disebut sebagai selingkuh, karena si istri nggak pernah tahu."
"Apa
lo akan antar gue pulang atau gue perlu panggil taksi?"
tegas
Ina.
"In..."
"Please
Ta. I need to do this, okay," pinta Ina sambil menatap Tita dgn tatapan
memohon.
Ina
tahu bahwa Tita sama sekali tdk puas dgn keputusannya, tp dia akhirnya mengalah
dan
berkata,
" Tadi Revel telpon. I think he's on his way. He can take you home."
"Revel
is coming?" tanya Ina terkejut. Dia tdk menyangka bahwa Revel akan datang
mencarinya
stelah dia pada dasarnya menghindarina selama beberapa hari ini.
"Dia
telpon beberapa kali ke HP lo, tp gue nggak angkat. Terus dia telpon
kesini.." Tiba2 Tita
berhenti
berkata2 dan berjalan dgn cepat menuju jendela yg menghadap ke halaman depan.
Kemudian
berteriak, "Gila, he's really here."
Ina pun
mengikuti Tita menuju jendela. Dia melihat Revel melompat turun dari Range
Rovernya
dan berjalan cepat menuju rumah. Tdk lama kemudian dia mendengar bel rumah
berbunyi.
***
Revel
merasa super nervous dalam perjalanan menuju rumah Tita, tp itu tdk ada
bandingannya
dgn ketika dia membunyikan bel rumah itu dan dgn harap2 cemas, menunggu
hingga
pintu itu dibuka. Dia sudah bertekad untuk memaksa masuk klo Tita tdk
memperbolehkannya
bertemu dgn Ina. Dan dia baru saja akan menekan bel itu sekali lagi
ketika
pintu rumah terbuka dan Ina berdiri dihadapannya. Revel langsung tdk bisa
bernapas.
Ina
memang mengenakan pakaian kerjanya, tp lain dari biasanya, pakaian kerja itu
kelihatan
kusut,
sperti dia mengenakannya untuk tidur. Mata Ina kelihatan sedikit merah sperti
habis
menangis
dan Revel ingin bertanya knapa rambutnya basah. Namun lebih dari itu semua, yg
dia
inginkan adalah menarik Ina kepelukannya dan mengucapkan permohonan maaf
berkali2
sampai Ina memaafkannya, tp dia takut Ina akan menamparnya klo dia melakukan
itu.
Sesuatu yg patut diterimanya stelah apa yg dia lakukan kepada Ina.
Dan
ketika otaknya bisa memerintahkannya untuk menarik oksigen, satu2nya kata yg
keluar
dari
mulutnya adalah, "Hei," dan Revel ingin menabrakkan kepalanya ke
dinding.
"I
want to go home," ucap Ina dan berjalan melewati Revel menuju mobil.
Awalnya
Revel hanya bisa menatap punggung Ina dgn bingung, tp kemudian dia sadar dan
segera
mengikuti Ina. Ketika dia melirik ke belakang, dia melihat Tita sedang berdiri
diambang
pintu sambil bersedekap. Dia spertinya sedang berusaha membolongi kepala
Revel
dgn tatapannya. Reilley yg berdiri dibelakang istrinya hanya bisa memberikan
tatapan
kasihan
pada Revel.
***
Revel
tahu bahwa Ina sedang jengkel padanya dan dia tdk tahu cara terbaik untuk
menenangkan
Ina. Selama ini dia tdk pernah peduli klo seorang wanita jengkel padanya, tp
dgn
Ina, semuanya lain. Dia menyisirkan jari2nya pada rambutnya sbelum berkata,
"Bisa kita
bicara?
Saya harus menjelaskan semuanya ke kmu."
Ina
menoleh, tp tdk berkata2, dia hanya mengangguk kaku. Revel merasa bersyukur
ketika
Ina
mengangguk dan memulai penjelasannya.
"Saya
minta maaf karena kmu harus melihat foto saya dgn Luna di tabloid. Saya
menemani
Luna
untuk ketemu dokter anak hari itu. Anaknya lahir dgn kondisi kurang sehat, dan
Dhani
menolak
bertanggung jawab. Luna nggak punya siapa2 yg bisa dimintain tolong, jd dia
datang
ke saya dan saa nggak bisa nolak. Saya tahu bahwa saya seharusnya bilang ke kmu
tentang
semua ini sbelumna, tp saya pikir saya bisa menyelesaikan masalah ini tanpa
harus
melibatkan
kmu."
Ina
hanya berdiam diri mendengar penjelasannya, membuat Revel khawatir. Dia lebih
suka
Ina
memaki2nya, bukannya mendiamkannya sperti ini. Dan Revel baru saja akan
mengatakan
sesuatu ketika kata2 Ina memotongnya.
"Apa
kmu masih punya feeling untuk Luna? Karena klo kmu merasa sperti itu, saya rasa
hubungan
kita sebaiknya disudahi saja. Saya nggak pernah harus bersaing dgn wanita lain
untuk
seorang laki2, dan saya nggak akan melakukan itu sekarang. Klo kmu mau Luna,
saya
nggak
akan jadi penghalang. Saya bisa keluar dari rumah kmu dalam 24jam dan kmu akan
bebas
melakukan apa saja yg kmu mau."
Mendengar
perkataan Ina ini, Revel langsung panik. "No, no, no no... Please don't do
that.
Saya
sudah nggak punya feeling apa2 untuk Luna. Nggak ada sama sekali."
Melihat
Ina masih kelihatan ragu, Revel mencoba mengontrol kepanikannya dan berkata
dgn
nada lebih tenang, "Nggak ada wanita lain yg pernah terlintas di dalam
pikiran saya
smenjak
kita menikah. Soal Luna, saya hanya mencoba membantu seorang teman yg sedang
menghadapi
masalah. Itu saja. Saya sudah minta Luna untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri
mulai sekarang, dan saya sudah kasih ultimatum ke dia untuk membersihkan nama
saya
dalam waktu 48jam, klo tdk saya akan menggelar konferensi pers dan membersihkan
nama
saya, tdk peduli bahwa itu akan menghancurkan namanya dan Dhani."
"Klo
kmu memang hanya mau membantu Luna, knapa kmu harus melakukan ini dgn
sembunyi2,
knapa nggak terus terang dgn saya?" tanya Ina dgn suara pelan.
Revel
mengembuskan napas sbelum menjawab, "It's complicated."
Revel
tdk tahu knapa dia mengatakan itu, tetapi dia pikir itulah kata2 yg lebih
pantas untuk
diucapkan
daripada, "Karena saya mencintai kmu... stengah mati dan klo kmu tahu apa
yg
sedang
saya lakukan, kmu pasti akan mengamuk. Kmu akan meminta saya untuk tdk
membantu
Luna, dan saya akan membantah permintaan kmu karena saya merasa bersalah
klo tdk
membantunya. Kmu akan merasa tersinggung karena saya lebih mengutamakan
mantan
pacar daripada kmu, dan kmu kemungkinan akan meninggalkan saya. Dan saya
nggak
tahu apa yg akan saya lakukan klo itu sampai terjadi." Ina belum siap
mendengar ini
semua
sekarang, terutama kata cinta darinya. Dia akan menunggu untuk mengucapkan
kata2
itu hingga Ina bisa mengambil keputusan apakah dia akan memaafkan dirinya atau
tdk
stelah
mendengar penjelasannya. Dia tdk mau memaksa Ina untuk memaafkan tindakannya
yg
sudah jelas2 menyakitkan hatinya sekarang hanya karena dia mengucapkan kata
cinta
padanya.
Ina tdk
memberikan reaksi apa2 atas kata2nya, dan stelah 10menit Ina masih berdiam
diri,
Revel
berkata, "Can you say something?"
"Apa
anak Luna akan baik2 saja?" tanya Ina.
"Dia
masih perlu check-up stiap 6bulan sekali, dan kesehatannya harus sering
dimonitor, tp
dia
akan baik2 saja."
"Good."
Revel
mengangguk. Kemudian Ina berdiam diri lagi, dan Revel mengucapkan kata2 yg dia
tdk
pernah
ucapkan sbelumnya kepada wanita manapun juga. "Ina, saya minta maaf untuk
semuanya."
Revel melihat Ina mengangguk dan mereka duduk dalam dia selama 1jam
kedepan.
Revel mencoba memanuver mobilnya di dalam kepadatan kota Jakarta pada rush
hour.
Ina memilih menumpukan perhatiannya pada jendela mobil, sehingga Revel tdk bisa
melihat
ekspresi wajahnya ketika seorang pedagang koran yg memegang tabloid dgn
fotonya
dan Luna pada cover melewati mobil mereka. Tp Revel tahu bahwa Ina tdk suka
melihat
foto itu karena dia segera mengalihkan perhatiannya dari jendela dan menatap
lurus
ke depan. Ekspresi pada wajah Ina membuat Revel merasa bersalah, kesal, dan
kecewa
pada
dirinya karena sudah menaruh ekspresi itu pada wajah Ina.
"Tangan
kmu knapa?" tanya Ina tiba2.
"Hah?"
tanya Revel balik.
Ina
mengulang pertanyaannya sambil menunjuk kepada buku jari tangan kanan Revel
masih
kelihatan
merah dan sedikit bengkak, hasil adu jotosnya dgn Dhani.
"Oh..,"
Revel ragu sejenak dan berkata, "it's.. nothing." Sekarang bukanlah
saatnya untuk
membuat
dirinya kelihatan sperti pahlawan hanya karena dia mau Ina menilainya dgn lebih
positif.
Ina tdk mengatakan apa2 lagi hingga mereka sampai di rumah.
Celebrity Wedding - Part 25
No comments:
Post a Comment