“Cinta terpendam adalah cinta yang paling
sulit dipadamkan”
2
“Kau sedang apa?” Davin
tiba-tiba saja muncul di dapur dan mendapati Keyna sedang memanaskan sesuatu
dan mengaduk-ngaduknya di panci, lelaki itu tampak tertarik dan melangkah
memasuki dapur, mendekat ke arah kompor, kemudian mengernyit, “Apa itu?”
Keyna menoleh dan menatap Davin
dengan malu, dia tidak menyangka akan dipergoki Davin di dapur selarut ini.
“Ini biji vanilla yang direbus bersama susu putih
cair.” “Untuk minuman?”
“Ya.” Keyna mengalihkan
pandangan ke panci, airnya belum mendidih tetapi sudah tampak makin menghangat,
Keyna harus mengaduknya karena kalau sampai airnya mendidih dan tidak diaduk
busanya akan naik dan tumpah dari panci, “Aku biasa meminumnya kalau sedang
tidak bisa tidur.”
“Kau
bisa meminta pelayan membuatkannya untukmu.”
“Tidak.” Keyna bergumam, “Ini
sudah jam sebelas malam, mereka semua sudah beristirahat, aku tidak mau
merepotkan.”
“Keyna.” suara Davin berubah
tajam, khas dikeluarkannya ketika dia merasa jengkel kepada Keyna, “Para
pelayan di mansion ini dibayar untuk melayani majikannya. Dan kau adalah
anggota keluarga ini, salah satu majikan mereka.”
“Ya… Aku tahu… Hanya saja aku
tidak ingin mengganggu orang-orang yang sudah beristirahat malam.”
Davin menggeleng-gelengkan
kepalanya atas sikap keras kepala Keyna. Dia melangkah, duduk di kursi kayu di
depan meja kayu besar yang ada di dapur itu. Susu itu sudah mengeluarkan aroma
harum yang khas, aroma wangi vanilla dan gurihnya susu menguar, memenuhi
ruangan.
Kenapa Davin tidak pergi saja
dan membiarkan Keyna memasak susu vanilla hangatnya dengan tenang? Keyna
membatin dalam hati. Tetapi kemudian menghela napas dan menjawab.
“Kadang-kadang aku memang susah
tidur, terjadi begitu saja. Tidak bisa dijelaskan kenapa.”
“Hmmm.” Davin menaruh tanganya
di meja, “Karena banyak masalah di kampus?”
“Kenapa kau bilang begitu?”
Susu di panci sudah mendidih dan Keyna mematikan kompor. Ketika akan menuang ke
mug, dia menyadari bahwa isinya cukup banyak. “Mau?” tanyanya menawarkan ke
Davin.
“Mau. Kebetulan aku juga sedang
susah tidur.” lelaki itu menjawab sambil tersenyum. Senyum tulus yang sangat jarang
muncul di wajahnya yang angkuh itu. “Karena aku mendengar selain si Sefrina
itu, tidak ada yang mau berteman denganmu.”
“Itu tidak masalah, aku kuliah
bukan untuk berteman, tetapi menyelesaikan pendidikanku sehingga aku bisa
segera mencari pekerjaan.” Keyna menuang susu vanilla itu ke dua mug, menyaring
isinya supaya biji vanilla tidak ikut masuk ke dalam mug. Satu untuknya dan
satu untuk Davin. Dia lalu meletakkan mug itu di depan Davin. Lelaki itu
langsung meraihnya dan menghirup aromanya, belum bisa mencicipinya karena masih
panas sekali.
“Duduklah.” Davin menatap Keyna
tak terbantahkan, meskipun sebenarnya Keyna sangat ingin kembali ke kamarnya
sendirian, dia akhirnya duduk di kursi kayu itu, di depan Davin.
“Dari kata-katamu, sepertinya
kau ingin segera mencari pekerjaan.”
“Ya. Supaya
aku bisa hidup mandiri dan tidak merepotkan
Nyonya Jonathan lagi.” Keyna tersenyum tipis,
“Aku tahu kalau mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan Nyonya Jonathan
kepadaku tidak mungkin, tetapi setidaknya aku ingin membalas budi, dengan
uangku sendiri.”
“Tetapi kau bagian dari
keluarga ini, menurutku.” Davin menatap Keyna dan bertanya-tanya, apakah Keyna
tidak tahu
bahwa ayah Keyna-lah yang menyelamatkan Davin di
waktu kecil? Mengorbankan tangannya, mengorbankan keahliannya, dan mengorbankan
masa depannya? Kalau memang benar Keyna tidak tahu, bagaimana kalau Keyna tahu
nantinya? Akankah dia membenci Davin? Karena kalau Robert, ayah Keyna itu tidak
menyelamatkan Davin, dia mungkin akan menjadi pemain biola yang sangat tersohor
dan Keyna pasti hidup layak, tidak seperti yang dialaminya. “Lagipula
sepertinya mama tidak mengharapkan pengembalian darimu, dia cukup puas kalau
kau mencapai nilai tertinggi, seperti biasanya.”
Keyna tertawa pelan. “Ya. Aku
akan berusaha untuk poin nilai tertinggi itu.” Keyna mengamati Davin. Lelaki
ini sungguh tampan, sekaligus terasa jauh, tak tersentuh, Keyna bahkan
kadangkala merasa begitu canggung kepada lelaki itu, meskipun mereka tinggal
serumah dan Davin melaksanakan janjinya untuk tidak mengganggu Keyna.
Ngomong-ngomong… Apa yang
membuat Davin berubah pikiran secepat itu? Dari membencinya lalu berubah
menerima kehadirannya di rumah ini? Bahkan lelaki itu sendiri yang
menjemputnya. Apakah penyebabnya hanya karena penyesalan? Keyna sudah lama
bertanya-tanya, tetapi tentu saja dia tidak berani menanyakannya langsung
kepada Davin. Mereka duduk berhadap -hadapan dalam keheningan, di ruang dapur
yang temaram itu. Keyna meniup susunya dan menikmati aroma vanilla segar yang
menyeruak, membuatnya santai.
“Ayahku dulu sering
membuatkanku minuman ini di malam hari sepulang kerja. Aku akan meminumnya
kemudian tertidur nyenyak dengan santai.” Keyna menyesap minumannya dan
tersenyum kepada Davin. Lelaki itu entah kenapa membalas senyumannya, lalu ikut
meniup minuman di mugnya untuk kemudian mencicipinya.
“Enak.” suara Davin berubah
serak, “Aku rasa aku akan tidur nyenyak juga malam ini.”
Tiba-tiba Keyna teringat
sesuatu, dia berbalik dan membuka laci atas dapur dan menemukan biskuit yang
dicarinya, oreo dengan gula vanila yang melapisinya. Sementara itu Davin
menatapnya dengan bingung sekaligus tertarik.
“Kau sedang
apa?”
Mata Davin menatapnya ngeri,
“Apa? Nanti akan jadi bubur biskuit kental yang menjijikkan.” gumamnya,
mengamankan susu hangatnya seolah takut Keyna juga akan menuang oreo itu ke
minumannya.
Keyna melirik Davin dengan
tatapan mencela, “Biskuit ini tidak akan hancur menjadi bubur, dia akan menjadi
remahan keras yang memberikan cita rasa khas. Kau belum mencobanya, ini enak.
Aku selalu minum oreo milkshake setiap pagi di cafe langgananku.”
“Di mana?” Davin langsung
bertanya dan tertarik. Dia tidak pernah tahu bagaimana kegiatan Keyna
sehari-hari, yang dia tahu Keyna selalu berangkat kuliah lalu pulang ke
mansion, informasi ini membuatnya ingin tahu.
“Di Garden Cafe, sebuah cafe
dengan nuansa hijau dan taman dengan dinding-dinding kaca yang indah.” mata
Keyna berbinar, “Dan oreo milkshake yang paling enak di dunia.”
Davin terkekeh, “Sepertinya aku
harus mencobanya kapan-kapan.” lelaki itu lalu melirik ragu ke arah Keyna yang
sekarang memecah oreo itu menjadi serpihan-serpihan dan menaburkannya ke dalam
gelas susunya. Setelah semua oreo hancur dan tertuang di dalam gelas susunya,
Keyna mengambil sendok dan mengaduknya sehingga titik-titik gelap muncul dari
susu yang semula putih itu, menimbulkan warna keabuan.
“Kau benar-benar akan
meminumnya?” Davin menatap Keyna dengan pandangan tak percaya.
Keyna tertawa, lalu meneguk
susu oreo itu dengan nikmatnya, kemudian menatap Davin mengejek, “Ini adalah
minuman yang sangat lezat.”
“Benarkah?” tanpa diduga, Davin
mengambil gelas itu dari tangan Keyna dan meneguknya. Sementara itu Keyna
tertegun dengan perbuatan Davin. Lelaki itu meneguk dari gelas yang sama
dengannya, sebuah bentuk keintiman yang tidak disangkanya.
Keyna masih tertegun ketika
Davin meletakkan gelas di itu di depannya, tersenyum misterius.
“Kau
benar, ternyata enak.”
Tapi ada bekas bibir Davin di sana. Apakah dia
boleh meminum dari gelas itu? Kalau-kalau nanti mereka minum di tepi gelas yang
sama… Bukankah sama saja mereka sudah berciuman secara tidak langsung?
Pipi Keyna memerah dengan
pikiran itu, membuatnya salah tingkah. Sementara Davin tampaknya tidak peduli,
dia menatap Keyna dan mengerutkan keningnya.
“Kenapa
diam? Ada apa?”
Keyna langsung menggelengkan
kepalanya, dan meraih gelas susu itu dalam genggamannya, “Eh tidak ada
apa-apa.”
Davin mengedipkan sebelah
matanya, “Kapan-kapan ajak aku ke Garden Cafe itu, aku ingin tahu seperti apa
minuman paling lezat di dunia menurut versimu.” gumamnya menggoda, lalu berdiri
dan melangkah pergi meninggalkan Keyna di dapur.
♠♠♠
Davin memarkir mobilnya di
pelataran kampus. Kedatangannya di kampus Keyna ternyata memang mencolok.
Beberapa orang tampak berkerumun dan mulai menatapnya dengan tertarik. Beberapa
perempuan tampak tak malu-malu melemparkan tatapan mata memuja. Davin sudah
terbiasa menerima tatapan semacam itu, dari tatapan kagum, tatapan iri, tatapan
memuja dan banyak lain jenisnya. Dia sudah belajar untuk tidak mempedulikannya.
Dengan tenang dia melangkah melalui pintu kaca besar di gedung kampus itu dan
melangkah menuju hall depannya. Kedatangannya rupanya sudah menyebar dengan
cepat, karena salah satu petinggi kampus tampak turun dari tangga dan
menyambutnya. Pengaruh mama Devin memang besar di kampus ini. Karena mama Devin
adalah pemilik kampus swasta paling megah di kota ini. Meskipun itu tak
menghentikan mereka membenci anak angkat mama. Batin Davin, mencibir dalam
hati.
“Tuan Davin, kenapa anda tidak
mengabarkan kedatangan anda sebelumnya?” petinggi kampus itu menyambutnya dan
menyalaminya.
Davin menyambut uluran tangan
itu dan tersenyum, “Saya bukan dalam kunjungan resmi menemani mama saya.
“Adik anda?” petinggi kampus
itu mengerutkan keningnya, “Maksud anda, Keyna?”
“Yah. Siapa lagi.” Davin
melirik beberapa orang yang tampak begitu tertarik, menguping percakapannya
dengan sang petinggi kampus ini. “Terima kasih atas sambutan anda, sekarang
saya akan mencari adik saya dulu.”
“Eh… Apakah anda ingin duduk
dan masuk di ruang tamu atas dulu, tuan Davin?”
“Tidak. Mungkin lain kali.”
Davin menganggukkan kepalanya dan melangkah meninggalkan petinggi kampus itu.
Dia menelusuri koridor demi koridor berlantai marmer itu dengan tenang. Seluruh
bagian dari kampus ini sudah sangat dihafalnya, karena dulu dia juga bersekolah
di sini sebelum melanjutkan magisternya di England. Dia melangkah menuju kelas
Keyna, seharusnya, kalau Keyna belum pulang, dia ada di sana. Davin rupanya
tidak salah. Dia menemukan Keyna sedang duduk di salah satu sudut kelas,
sendirian dan membaca buku yang tampaknya sangat menarik baginya karena dia
seperti larut di dalamnya, tak peduli dengan dunia luar. Rupanya perkuliahan
sudah selesai dan sekarang para mahasiswa sedang berdiskusi santai sebelum
pulang. Davin melangkah mendekat dan begitu orang-orang menyadari dia datang,
suasana langsung berubah. Semua menatap ke arahnya, tetapi Davin tidak peduli.
“Keyna.”
panggilnya lembut.
Keyna yang sedang menunduk
mengangkat kepalanya, menatap ke arah Davin, lalu matanya membelalak, kaget.
“Kenapa kau di sini?” suaranya setengah berbisik, setengah tercekik.
“Menjemputmu.
Aku kebetulan lewat.”
Keyna menoleh ke arah
sekeliling. Davin benar-benar membuktikan kata-katanya. Dengan kedatangannya ke
sini, terang-terangan menjemput Keyna, dia benar-benar ingin menunjukkan bahwa
Keyna adalah bagian dari keluarga Jonathan yang harus dihormati, Davin
terang-terangan menunjukkan bahwa Keyna harus diperlakukan sama seperti
ketika mereka semua menghormati keluarga
Jonathan. Semua orang memandang ke arah mereka. Dan ketika Keyna menatap
orang-orang itu, semuanya mengalihkan pandangan. Tidak berani balas menatap.
Well, ternyata kehadiran Davin cukup mengintimidasi di sini. “Aku tidak perlu
kau melakukan ini semua.” Keyna berbisik lirih, yang hanya bisa didengar oleh
Davin saja.
Hal itu membuat Davin terkekeh,
“Aku cuma datang menjemputmu Keyna, jangan berpikiran terlalu rumit. Ayo kemasi
barang-barangmu, ikut aku.”
Ketika itulah Keyna menatap
kedatangan Sefrina dari pintu kelas. Tadi Sefrina bilang mau ke kamar kecil,
dia mengajak Keyna untuk mampir ke toko roti di dekat kampus sebelum pulang dan
Keyna sudah bilang iya. Jadi dia tidak mungkin mengikuti Davin pulang begitu
saja,
“Sefrina.” Keyna memanggil
Sefrina yang tampak ragu melangkah ketika menyadari sosok Davin yang berdiri
menghadap Keyna, membelakangi Sefrina.
Davin yang menyadari nama
Sefrina disebut langsung menoleh, penuh ingin tahu. Kata mamanya, Sefrina
adalah mantan tunangannya. Dan sejauh yang diketahui Davin, kedatangan Sefrina
kemari, meninggalkan London, kota yang bisa dikatakan merupakan tempat dia
menghabiskan sebagian besar hidupnya masih misterius. Belum lagi alasannya
mendekati Keyna yang masih dipertanyakan. Yang berdiri di depan Davin adalah
seorang perempuan yang cantik. Dengan tubuh mungil yang tampak rapuh dan rambut
panjang menjuntai. Sefrina tampak seperti peri yang sangat cantik. Aku mungkin
harus memprotes mama karena membatalkan pertunangan itu, Davin bergumam dalam
hati, tetapi kemudian menatap Keyna dan senyumnya semakin dalam, tetapi
bagaimanapun juga Keyna terasa lebih menarik, entah kenapa. Mungkin karena
mereka berasal dari latar belakang berbeda, sehingga Davin merasa akan terus
menemukan hal-hal baru jika bersama Keyna. Davin lalu mengalihkan pandangannya
kembali kepada Sefrina.
“Hai,
aku sering mendengar namamu dari Keyna.” Davin bersikap ramah, seolah-olah tak
tahu kalau Sefrina adalah mantan tunangannya.
Sefrina mengamati wajah Davin
lama, sebelum kemudian tersadar dan menjabat uluran tangan Davin, “Aku
Sefrina.”
“Terima kasih sudah mau
berteman akrab dengan adikku. Keadaan sulit baginya di sini, dan aku senang dia
bisa menemukan teman yang bisa mendukungnya.”
Sefrina tertawa, “Aku cuma
mengikuti kata hatiku, dan tidak peduli dengan pemikiran dangkal orang-orang.
Keyna sungguh teman yang baik.”
Keyna yang masih duduk di kursi
kelasnya mengamati kedua orang di depannya itu. Mereka tampak sangat cocok
ketika berhadap-hadapan seperti itu. Tampan dan cantik, dan berkelas, dan sudah
pasti sama-sama dari keluarga kaya. Kalau mereka berpasangan pasti akan menjadi
pasangan yang membuat iri orang-orang yang memandangnya saking cocoknya.
“Keyna.
Ayo kita pulang.”
“Eh…” Keyna tersadar dari
lamunannya. “Tapi aku sudah berjanji kepada Sefrina untuk menemani ke toko
roti…”
“Lain kali saja Keyna, kasihan
Davin sudah susah-susah menjemputmu kemari.” Sefrina tersenyum manis, “Lagipula
kita kan bertemu lagi besok, kita bisa kesana sepulang kuliah besok.”
“Oh. Oke. Maafkan aku Sefrina.”
Keyna beranjak dari duduknya dan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. “Aku
tidak sabar menanti besok.” Dia membiarkan Davin dengan gentle meraih tasnya
dan membawakan tasnya.
“Aku juga tidak sabar.” Sefrina
melambai, masih dalam senyum manisnya.
Keyna lalu melangkah mengikuti
Davin. Meninggalkan Sefrina yang berdiri diam, mengamati mereka berdua sampai
menghilang.
♠♠♠
Malam itu hujan turun dengan
lebatnya. Tak terkira, diiringi suara angin dan hujan. Sementara Keyna
berbaring diranjangnya gemetaran. Mencoba menutupi seluruh tubuhnya
dari ujung kaki sampai dengan kepala dengan
selimut. Tetapi setiap suara guntur menggelegar dia terlonjak kaget lalu
meringis ketakutan. Tidak ada yang tahu selain ayahnya. Tetapi Keyna memang
takut dengan guntur. Dulu sewaktu kecil kalau mendengar suara guntur, Keyna
akan menangis meraung-raung. Dan ayahnya akan memasukkannya ke dalam selimut
bersamanya. Ketika Keyna beranjak dewasa pun sama saja, dia akan mengetuk pintu
kamar ayahnya dan minta izin untuk bersembunyi di balik selimutnya sampai badai
guntur di luar reda. Ayahnya adalah satu-satunya tempat Keyna bergantung.
Guntur berbunyi lagi, kali ini demikian kerasnya sampai membuat kaca-kaca dan
kusen jendela bergetar menimbulkan bunyi yang tak kalah kerasnya. Keyna
berusaha menahan ketakutannya, sambil menyusut air matanya. Ayah… Ayahnya. Di
saat seperti ini dia merasa amat sangat merindukan ayahnya, dan berharap
ayahnya masih hidup.
Tiba-tiba lampu mati, gelap gulita.
Cahaya yang masuk hanyalah kilatan-kilatan guntur yang menembus kegelapan,
menimbulkan bayangan bayangan menakutkan yang kemudian menghitam secepat kilat.
Keyna makin gemetar, makin takut. Astaga. Kapan siksaan ini akan berakhir?
Kapan hujan guntur itu akan berhenti? Keyna begitu takut, ketakutan yang tidak
mampu dijelaskannya ketika mendengar suara guntur. Ketakutan yang
menggelayutinya, entah kenapa, dan entah karena apa. Lalu pintu kamarnya
terbuka. “Keyna, kau tidak apa-apa? Lampu mati sebentar sepertinya ada pohon
tumbang menimpa kabel listrik di luar. Tetapi sedang diperbaiki…” Itu suara
Davin. Dan kemudian, tanpa mempedulikan rasionalitasnya, meskipun nanti kalau
dia sudah tidak ketakutan Keyna pasti akan merasa malu, dia melompat dengan histeris
dari ranjang, melemparkan selimutnya dan setengah berlari, lalu menubruk Davin
dengan kerasnya, hingga tubuh lelaki itu sempat mundur sedikit, lalu memeluknya
erat-erat. Pada saat yang sama guntur menggelegar lagi dengan kerasnya, dan
seluruh tubuh Keyna mulai bergetar.
“Keyna?” Davin tidak menolak
pelukan Keyna. Dia balas memeluk perempuan kecil itu, berusaha menenangkan tubuh
kecil yang gemetaran tenggelam di pelukannya. Ketika petir menggelegar lagi dan
Keyna berjingkat kaget lalu makin erat memeluknya, Davin tahu, Keyna takut pada
suara petir. “Sttt…”
dia berbisik lirih, berusaha
menenangkan Keyna. Perempuan ini memeluknya begitu erat sampai membuatnya susah
bernafas, dan Keyna pasti melakukannya tanpa sadar. Davin tersenyum, kalau
Keyna sadar, dia pasti tidak akan mau memeluknya seperti ini. Tiba-tiba Davin
teringat, lalu tersenyum penuh syukur, untunglah hujan deras waktu itu, ketika
dia menemukan Keyna setelah terusir dari mansion, hujan deras waktu itu tidak
dihiasi oleh petir yang menggelegar seperti ini. Kalau tidak mungkin Keyna
sudah melemparkan dirinya ke pelukan siapapun yang dia temukan, Davin tersenyum
kecut. “Sttttt… Tenanglah sayang, jangan takut. Ada aku di sini. Lampu akan
menyala sebentar lagi. Ayo akan kutemani kau sampai tertidur.”
Seluruh tubuh Keyna bergetar
ketika Davin mengangkatnya seolah dia sangat ringan, lalu meletakkannya di
ranjang, Davin duduk di tepi ranjang dan menyelimuti Keyna.
“Tidurlah, aku akan ada di sini menemanimu.”
Keyna mengangguk, dan
memejamkan matanya. Petir menyambar-nyambar di luar dan suara guntur
menggelegar, tetapi kehadiran Davin rupanya membuat Keyna lebih tenang.
Perempuan itu masih mencengkeram jemari Davin seolah takut di tinggalkan. Dan
kemudian lampu menyala kembali, memenuhi kamar dengan nuansa kuning lampu tidur
yang temaram. Hujan mulai reda pada akhirnya, lama kemudian, meskipun aliran
airnya masih tercurah ke bumi.
Keyna tampaknya sudah di ambang
tidurnya, dia menatap Davin dengan mata setengah terpejam dan tersenyum.
“Terima kasih, Davin.” gumamnya pelan sebelum larut di dalam tidurnya. Davin
hanya menatap Keyna yang sudah terlelap itu. Dia lalu hendak melangkah berdiri,
tapi tangan mungil Keyna ternyata masih menggenggam tangannya begitu erat.
Lelaki itu lalu duduk lagi dan termenung di atas ranjang, kembali menatap wajah
Keyna dalam-dalam
SWEET ENEMY - SANTHY AGATHA - BAB 3
Karna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
ReplyDeleteBonus Deposit Member Baru 100.000
Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis
ERTIGA POKER
ERTIGA
POKER ONLINE INDONESIA
POKER ONLINE TERPERCAYA
BANDAR POKER
BANDAR POKER ONLINE
BANDAR POKER TERBESAR
SITUS POKER ONLINE
POKER ONLINE
ceritahiburandewasa
MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT