Sunday, September 6, 2015

Celebrity Wedding - Bab 2

The Half Naked Man

Tepat pukul dua siang Ina sudah tiba di kantor Revel yg terletak di kawasan Menteng,
ditemani oleh Marko yg bersedia membantu Ina untuk menangani account penyanyi itu. Ina
agak2 bengong jg waktu smp disana, karena bangunan itu kelihatan lebih sperti rumah
supermewah empat lantai yg serba putih, daripada kantor. Satpam di depan pintu gerbang
mempersilahkan mobil Ina masuk ke halaman depan dan memintana untuk parkir di satu
tempat yg memang sudah disediakan.
Ina dan Marko melangkah mendekati pintu utama dan siap untuk mengangkat door knocker
ketika tiba2 pintu sudah terbuka dan pak Danung menyambut mereka dgn hangat.
"Ibu Inara.... susah cari alamatnya?" Tanya pak Danung sambil menyalami Ina, lalu
mengulurkan tangannya untuk menyalami Marko.
"Nggak koq," balas Ina sbelum kemudian memperkenalkan Marko.
Ina kemudian melangkah masuk ke dlm rumah itu dan langsung disambut oleh hiruk-pikuk
orang2 yg sedang bekerja. Sekurang2nya tiga orang sedang sibuk di depan komputer dan
dua orang sedang menjawab telepon. Ternyata bkn dia saja yg harus bekerja pada hari
Sabtu. Meurut observasinya, pada dasarnya ruangan itu hampir tdk ada sekatsama sekali
dan dikelilingi oleh kaca, sehingga tdk membutuhkan lampu klo siang hari, membuatnya
terlihat sangat alami dan fresh. Semua orang bekerja di atas meja dr kaca dgn bentuk
ergonomis, yg dilengkapi dgn flat panel Apple.
Kemudian Ina melihat Jo alias Johan Brawijaya, penabuh drum band Revel, yg kelihatan
super cuek dgn celana kargo dan kaos putih. Johan memang terkenal dgn julukan "drummer
paling ganteng di Indonesia" karena tampangnya memang "bening" bgt. Jo sedang duduk di
sofa merah yg supertrendi sambil mendiktekan suatu surat dgn suaranya yg berat pada
seorang wanita yg sibuk mengetik di laptop. Jo dgn rambut gimbal dan gaya punk-nya
memang kelihatan sgt berbeda dgn Revel yg serba rapi, tp kemudian Ina ingat Revel dulu
juga gayanya sperti Jo dan dia mengerti knapa mereka bs cocok.
"Jo, kenalin ini Ibu Inara dan Marko, mereka akuntan barunya Revel," ucap pak Danung
sambil melangkah mendekati Jo.
Ina bertanya2 knapa juga sih pak Danung tetap memanggilnya dgn "ibu" sedangkan Marko g
jelas2 lbh tua darinya bs dipanggil namanya saja.
"Johan," ucap Jo dgn ramah dan penuh senyum sambil menyodorkan tangan kanannya.
Ternyata selain ganteng, Jo juga ramah sekali.
"Revel mana, Jo?" tanya pak Danung.
"Di atas. Kalian mau ketemu Revel?" Tanya Jo pada Ina dan Marko yg mengangguk atas
pertanyaan ini.
"Yuk, saya antar ke atas," ajaknya.
"Ke atas?" Tanya Ina smakin bingung.
"Iya, mau ktemu Revel, kan?" Sambil terus berjalan ke arah tangga disamping pintu masuk.
Ina melirik kepada pak Danung untuk mendapatkan izin darinya, tp beliau sedang sibuk dgn
salah satu stafnya. Marko hanya mengangkat alis kanannya dan mengikuti Jo. Ina pun tdk
punya pilihan selain melakukan hal yg sama.
Ketika tiba di lantai dua, Ina langsung berhadapan dgn suatu area terbuka yg ternyata
adalah area kolam renang berukuran stengah olympic. Dia masih sibuk mencoba untuk tdk
melongo karena kagum dgn arsitektur rumah ini, ketika dia mendengar Jo menggumam,
"kemana lg nih anak, perasaan tadi disini."
Jo berjalan menyusuri sisi kolam renang itu untuk menuju ke tangga kayu lebar yg menuju
ke lantai tiga. Sebisa mungkin Ina mencoba untuk mengikuti langkah Jo yg lebar2 itu.
"Kita ke kamarnya saja," ucap Jo lagi. Dan tanpa menunggu jawaban, dia langsung menaiki
dua anak tangga sekaligus.
"Kamar?" Tanya Ina semakin bingung.
Jo memandanginya heran sambil terus menaiki tangga. "Lho, memangnya ibu ina nggak
tahu ini rumahnya Revel?" Tanyanya.
"Panggil saya Ina saja, nggak usah pakai 'Bu'. Saya blm terlalu tua," ucap Ina dan Jo
mengangguk sambil tersenyum. "Ini rumahnya Revel?" Lanjut Ina, kali ini dgn nada agak
ragu.
"Iya, ini kantor manajemen, plus studio rekaman, plus tempat tinggal Revel," jawab Jo.
Setibanya di lantai atas, Jo langsung melangkah ke kanan dan membuka pintu kayu besar
tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ina menarik napas dalam2 ketika memasuki ruangan itu
karena dia tdk pernah melihat kamar tidur senyaman ini. Lantai tg tertutupi oleh kayu
berwarna gelap dan tempat tidur yg terbuat dr kayu antik dgn headboard bernuansa sama.
Ina melihat beberapa kerajinan tangan dr bambu yg dia yakin pasti berasal dr daerah Dayak.
Ruangan itu terlihat sangat terang, tp tdk ada satu lampu pun yg menyala. Semua
penerangan datangnya dr sinar matahari yg masuk dr satu sisi ruangan g terbuat dr kaca dr
lantai hingga atap. Dia merasa sperti berada di kamar hotel sebuah resor kelas atas
bukannya di sebuah rumah pribadi. Dia tersadar kembali ke realita ketika mendengar Jo
berteriak.
"Revvvvvv..... ada yg nyari nih."
Oh, my God! Aku berada di dlm kamar tidur Revel, teriak Ina dlm hati.
"Siapa? Luna?" Jwb satu suara dr arah kanan kamar itu. Ina mengenali suara serak2 basah
itu dimana pun juga. Suara revel.
"Bukan," balas Jo, kemudian melompat ke atas temapat tidur dan telentang sambil
mengembuskan napas panjang. Kemudian, seakan2 baru ingat bahwa ada Ina dan Marko, Jo
mendudukkan dirinya dan memberikan tanda kepada mereka untuk masuk dan menutup
pintu.
"Jadi siapa dong?" Terdengar Revel bertanya lagi.
Ina melangkah masuk dgn ragu, dan Marko menutup pintu di belakangnya. Hanya ada satu
alternatif untuk duduk di ruangan itu dan msh terlihat profesional, yaitu di sofa panjang yg
terletak di sbelah kanan. Ina mendudukkan dirinya pada sofa tersebut.
"Lo keluar sini, jd bs lihat sendiri," balas Jo yg kemudian sibuk dgn remote control TV dan
mengganti2 channel.
Tdk lama kemudian Ina mendengar suara pintu geser dibuka dan keluarlah Revel dgn hanya
mengenakan sehelai handuk yg mengelilingi bagian bawah tubuhnya dr pinggang hingga
lutut. Sehelai lg dgn ukuran lbh kecil tergantung pada lehernya. Dia membelakangi Ina dan
sebuah tato sepasang sayap burung dgn ukuran yg cukup besar sehingga terlihat sperti
sayap malaikat, terentang pada tulang bahunya. Ina bukanlah tipe wanita yg suka tato
karena menurutnya tato hanya akan merusak kulit yg sudah diciptakan sempurna
sebagaimana adanya oleh Tuhan, tp dia hrs merevisi pendapatnyaini stelah melihat tato di
tubuh Revel. Untuk pertama kali dlm hidupnya dia langsung merasa gerah hanya melihat
punggung seorang laki2. Revel sibuk mengeringkan rambutnya dgn handuk yg tadi
tergantung di lehernya dan tdk memperhatikan sekitarnya.
"Jo.... Jo.... lo kayak anak SD deh main tebak2an," ucap Revel sbelum membalikkan
tubuhnya.
Ruangan menjadi hening. Hanya suara pembaca berita di TV yg terdengar samar2. Ina hrs
menelan ludahketika melihat perut penyanyi itu yg meskipun tdk six-packs tp cukup rata
dan bahu serta dadanya g cukup berotot. Positif. Ini adalah laki2 paling seksi satu Indonesia.
Nggak paling ganteng, atau cute, tp SEKSI.
"Ngapain kmu disini?" Teriak revel cukup keras. Klo saja dia bkn seorang wanita dewasa, Ina
pasti sudah loncat dt tempat duduknya. Tp sebagai wanita dewasa dia hanya pelan2 berdiri
dr kursinya.
"I was invited," jawabnya menyatakan fakta dgn suara sedatar mungkin, meskipun dlm hati
jantungnya sudah berdebar2.
" Ke kamar tidur saya?" Dan meskipun Ina tahu bahwa pertanyaan ini sifatnya hanya retorik,
tp dia tetap mengangguk.
Jelas2 dia harusnya menolak waktu diundang masuk ke kamar ini. Ini kamar tidur Revel,
ruangan yg sanat pribadi baginya.
"Sama siapa?" Suara revel membuatnya kembali fokus pada keadaan sekarang.
"Gue yg ajak mereka masuk, kan mereka mau ketemu elo," jwb Jo santai.
"Mereka?" Revel baru sadar bahwa ada Marko yg berdiri disbelah Ina.
"Kami tunggu di luar," ucap Ina. Lalu melangkah keluar dr ruangan itu tanpa menunggu
jawaban. Marko agak ragu, tp kemudian mengikutinya.
Revel menatap dua orang itu keluar dr kamarnya sbelum mengalihkan perhatiannya pada Jo
yg sedang nyengir.
"Lo ngelakuin ini karena sengaja mau ngisengin gue, ya?" Omel Revel.
"Yep!" Balas Jo cuek. "Nggak ada korban lain hari ini," lanjutnya.
'Ngisengin guenya nggak bs nunggu smp gue pakai baju, apa?" Revel berjalan menuju lemari
pakaiannya.
"Mana gue tahu klo lo bakalan nggak pakai baju?"
"Jo, gue lg ada di kamar tidur gue. Apa yg lo pikir orang kerjakan klo di kamar tidur mereka?"
Revel mencoba memutuskan kaus mana yg akan dia kenakan hari ini.
Jo terdian sejenak, membuat Revel menoleh untuk mengetahui apa yg sedang
dikerjakannya. Sambil menghitung dgn jari2nya Jo berkata, "Tidur, nonton TV, makan, kerja,
olahraga, baca buku, ngelamun, ML if they get lucky.... apa lg ya...."
"Mandi dan pakai baju," potong Revel.
"Salah dong. Mana ada orang mandi di kamar tidur, yg ada juga mereka mandi di kamar
mandi. Klo soal pakai baju, orang biasanya ngebawa baju mereka masuk ke kamar mandi, jd
begitu keluar sudah pakai pakaian."
Revel kelihatan siap membunuh Jo dgn tatapannya. "Fine," geram Revel. "Tapi tolongin gue
deh, kapan2 jgn ngebawa orang tdk dikenal masuk ke kamar tidur gue lagi, oke?" Revel
kembali membelakangi Jo.
"Siapa bilang mereka orang nggak dikenal? Lo sudah kenalInara, dia kan akuntan lo."
Otot tubuh Revel jd sedikit kaku ketika mendengar Jo menyebut nama Inara seakan2
mereka adalah tmn baik. Dia saja blm menyebut nama itu. Untuk mengontrol kejengkelan
yg mulai terasa, Revel menarik sehelai kaus putih polos dr laci dan buru2 mengenakannya.
Kemudian dia menarik sehelai celana jins dr dlm lemari. Karena tdk berencana untuk keluar
rumah, Revel memutuskan untuk mengenakan kacamata minusnya daripada lensa kontak,

lalu dia melangkah keluar dr kamarnya.


No comments:

Post a Comment