The Half Naked Man
Tepat
pukul dua siang Ina sudah tiba di kantor Revel yg terletak di kawasan Menteng,
ditemani
oleh Marko yg bersedia membantu Ina untuk menangani account penyanyi itu. Ina
agak2
bengong jg waktu smp disana, karena bangunan itu kelihatan lebih sperti rumah
supermewah
empat lantai yg serba putih, daripada kantor. Satpam di depan pintu gerbang
mempersilahkan
mobil Ina masuk ke halaman depan dan memintana untuk parkir di satu
tempat
yg memang sudah disediakan.
Ina dan
Marko melangkah mendekati pintu utama dan siap untuk mengangkat door knocker
ketika
tiba2 pintu sudah terbuka dan pak Danung menyambut mereka dgn hangat.
"Ibu
Inara.... susah cari alamatnya?" Tanya pak Danung sambil menyalami Ina,
lalu
mengulurkan
tangannya untuk menyalami Marko.
"Nggak
koq," balas Ina sbelum kemudian memperkenalkan Marko.
Ina
kemudian melangkah masuk ke dlm rumah itu dan langsung disambut oleh
hiruk-pikuk
orang2
yg sedang bekerja. Sekurang2nya tiga orang sedang sibuk di depan komputer dan
dua
orang sedang menjawab telepon. Ternyata bkn dia saja yg harus bekerja pada hari
Sabtu.
Meurut observasinya, pada dasarnya ruangan itu hampir tdk ada sekatsama sekali
dan
dikelilingi oleh kaca, sehingga tdk membutuhkan lampu klo siang hari,
membuatnya
terlihat
sangat alami dan fresh. Semua orang bekerja di atas meja dr kaca dgn bentuk
ergonomis,
yg dilengkapi dgn flat panel Apple.
Kemudian
Ina melihat Jo alias Johan Brawijaya, penabuh drum band Revel, yg kelihatan
super
cuek dgn celana kargo dan kaos putih. Johan memang terkenal dgn julukan
"drummer
paling
ganteng di Indonesia" karena tampangnya memang "bening" bgt. Jo
sedang duduk di
sofa
merah yg supertrendi sambil mendiktekan suatu surat dgn suaranya yg berat pada
seorang
wanita yg sibuk mengetik di laptop. Jo dgn rambut gimbal dan gaya punk-nya
memang
kelihatan sgt berbeda dgn Revel yg serba rapi, tp kemudian Ina ingat Revel dulu
juga
gayanya sperti Jo dan dia mengerti knapa mereka bs cocok.
"Jo,
kenalin ini Ibu Inara dan Marko, mereka akuntan barunya Revel," ucap pak
Danung
sambil
melangkah mendekati Jo.
Ina
bertanya2 knapa juga sih pak Danung tetap memanggilnya dgn "ibu"
sedangkan Marko g
jelas2
lbh tua darinya bs dipanggil namanya saja.
"Johan,"
ucap Jo dgn ramah dan penuh senyum sambil menyodorkan tangan kanannya.
Ternyata
selain ganteng, Jo juga ramah sekali.
"Revel
mana, Jo?" tanya pak Danung.
"Di
atas. Kalian mau ketemu Revel?" Tanya Jo pada Ina dan Marko yg mengangguk
atas
pertanyaan
ini.
"Yuk,
saya antar ke atas," ajaknya.
"Ke
atas?" Tanya Ina smakin bingung.
"Iya,
mau ktemu Revel, kan?" Sambil terus berjalan ke arah tangga disamping
pintu masuk.
Ina
melirik kepada pak Danung untuk mendapatkan izin darinya, tp beliau sedang
sibuk dgn
salah
satu stafnya. Marko hanya mengangkat alis kanannya dan mengikuti Jo. Ina pun
tdk
punya
pilihan selain melakukan hal yg sama.
Ketika
tiba di lantai dua, Ina langsung berhadapan dgn suatu area terbuka yg ternyata
adalah
area kolam renang berukuran stengah olympic. Dia masih sibuk mencoba untuk tdk
melongo
karena kagum dgn arsitektur rumah ini, ketika dia mendengar Jo menggumam,
"kemana
lg nih anak, perasaan tadi disini."
Jo
berjalan menyusuri sisi kolam renang itu untuk menuju ke tangga kayu lebar yg
menuju
ke
lantai tiga. Sebisa mungkin Ina mencoba untuk mengikuti langkah Jo yg lebar2
itu.
"Kita
ke kamarnya saja," ucap Jo lagi. Dan tanpa menunggu jawaban, dia langsung
menaiki
dua
anak tangga sekaligus.
"Kamar?"
Tanya Ina semakin bingung.
Jo
memandanginya heran sambil terus menaiki tangga. "Lho, memangnya ibu ina
nggak
tahu
ini rumahnya Revel?" Tanyanya.
"Panggil
saya Ina saja, nggak usah pakai 'Bu'. Saya blm terlalu tua," ucap Ina dan
Jo
mengangguk
sambil tersenyum. "Ini rumahnya Revel?" Lanjut Ina, kali ini dgn nada
agak
ragu.
"Iya,
ini kantor manajemen, plus studio rekaman, plus tempat tinggal Revel,"
jawab Jo.
Setibanya
di lantai atas, Jo langsung melangkah ke kanan dan membuka pintu kayu besar
tanpa
mengetuk terlebih dahulu. Ina menarik napas dalam2 ketika memasuki ruangan itu
karena
dia tdk pernah melihat kamar tidur senyaman ini. Lantai tg tertutupi oleh kayu
berwarna
gelap dan tempat tidur yg terbuat dr kayu antik dgn headboard bernuansa sama.
Ina
melihat beberapa kerajinan tangan dr bambu yg dia yakin pasti berasal dr daerah
Dayak.
Ruangan
itu terlihat sangat terang, tp tdk ada satu lampu pun yg menyala. Semua
penerangan
datangnya dr sinar matahari yg masuk dr satu sisi ruangan g terbuat dr kaca dr
lantai
hingga atap. Dia merasa sperti berada di kamar hotel sebuah resor kelas atas
bukannya
di sebuah rumah pribadi. Dia tersadar kembali ke realita ketika mendengar Jo
berteriak.
"Revvvvvv.....
ada yg nyari nih."
Oh, my
God! Aku berada di dlm kamar tidur Revel, teriak Ina dlm hati.
"Siapa?
Luna?" Jwb satu suara dr arah kanan kamar itu. Ina mengenali suara serak2
basah
itu
dimana pun juga. Suara revel.
"Bukan,"
balas Jo, kemudian melompat ke atas temapat tidur dan telentang sambil
mengembuskan
napas panjang. Kemudian, seakan2 baru ingat bahwa ada Ina dan Marko, Jo
mendudukkan
dirinya dan memberikan tanda kepada mereka untuk masuk dan menutup
pintu.
"Jadi
siapa dong?" Terdengar Revel bertanya lagi.
Ina
melangkah masuk dgn ragu, dan Marko menutup pintu di belakangnya. Hanya ada
satu
alternatif
untuk duduk di ruangan itu dan msh terlihat profesional, yaitu di sofa panjang
yg
terletak
di sbelah kanan. Ina mendudukkan dirinya pada sofa tersebut.
"Lo
keluar sini, jd bs lihat sendiri," balas Jo yg kemudian sibuk dgn remote control
TV dan
mengganti2
channel.
Tdk
lama kemudian Ina mendengar suara pintu geser dibuka dan keluarlah Revel dgn
hanya
mengenakan
sehelai handuk yg mengelilingi bagian bawah tubuhnya dr pinggang hingga
lutut.
Sehelai lg dgn ukuran lbh kecil tergantung pada lehernya. Dia membelakangi Ina
dan
sebuah
tato sepasang sayap burung dgn ukuran yg cukup besar sehingga terlihat sperti
sayap
malaikat, terentang pada tulang bahunya. Ina bukanlah tipe wanita yg suka tato
karena
menurutnya tato hanya akan merusak kulit yg sudah diciptakan sempurna
sebagaimana
adanya oleh Tuhan, tp dia hrs merevisi pendapatnyaini stelah melihat tato di
tubuh
Revel. Untuk pertama kali dlm hidupnya dia langsung merasa gerah hanya melihat
punggung
seorang laki2. Revel sibuk mengeringkan rambutnya dgn handuk yg tadi
tergantung
di lehernya dan tdk memperhatikan sekitarnya.
"Jo....
Jo.... lo kayak anak SD deh main tebak2an," ucap Revel sbelum membalikkan
tubuhnya.
Ruangan
menjadi hening. Hanya suara pembaca berita di TV yg terdengar samar2. Ina hrs
menelan
ludahketika melihat perut penyanyi itu yg meskipun tdk six-packs tp cukup rata
dan
bahu serta dadanya g cukup berotot. Positif. Ini adalah laki2 paling seksi satu
Indonesia.
Nggak
paling ganteng, atau cute, tp SEKSI.
"Ngapain
kmu disini?" Teriak revel cukup keras. Klo saja dia bkn seorang wanita
dewasa, Ina
pasti
sudah loncat dt tempat duduknya. Tp sebagai wanita dewasa dia hanya pelan2
berdiri
dr
kursinya.
"I
was invited," jawabnya menyatakan fakta dgn suara sedatar mungkin,
meskipun dlm hati
jantungnya
sudah berdebar2.
"
Ke kamar tidur saya?" Dan meskipun Ina tahu bahwa pertanyaan ini sifatnya
hanya retorik,
tp dia
tetap mengangguk.
Jelas2
dia harusnya menolak waktu diundang masuk ke kamar ini. Ini kamar tidur Revel,
ruangan
yg sanat pribadi baginya.
"Sama
siapa?" Suara revel membuatnya kembali fokus pada keadaan sekarang.
"Gue
yg ajak mereka masuk, kan mereka mau ketemu elo," jwb Jo santai.
"Mereka?"
Revel baru sadar bahwa ada Marko yg berdiri disbelah Ina.
"Kami
tunggu di luar," ucap Ina. Lalu melangkah keluar dr ruangan itu tanpa
menunggu
jawaban.
Marko agak ragu, tp kemudian mengikutinya.
Revel
menatap dua orang itu keluar dr kamarnya sbelum mengalihkan perhatiannya pada
Jo
yg
sedang nyengir.
"Lo
ngelakuin ini karena sengaja mau ngisengin gue, ya?" Omel Revel.
"Yep!"
Balas Jo cuek. "Nggak ada korban lain hari ini," lanjutnya.
'Ngisengin
guenya nggak bs nunggu smp gue pakai baju, apa?" Revel berjalan menuju
lemari
pakaiannya.
"Mana
gue tahu klo lo bakalan nggak pakai baju?"
"Jo,
gue lg ada di kamar tidur gue. Apa yg lo pikir orang kerjakan klo di kamar
tidur mereka?"
Revel
mencoba memutuskan kaus mana yg akan dia kenakan hari ini.
Jo
terdian sejenak, membuat Revel menoleh untuk mengetahui apa yg sedang
dikerjakannya.
Sambil menghitung dgn jari2nya Jo berkata, "Tidur, nonton TV, makan,
kerja,
olahraga,
baca buku, ngelamun, ML if they get lucky.... apa lg ya...."
"Mandi
dan pakai baju," potong Revel.
"Salah
dong. Mana ada orang mandi di kamar tidur, yg ada juga mereka mandi di kamar
mandi.
Klo soal pakai baju, orang biasanya ngebawa baju mereka masuk ke kamar mandi,
jd
begitu
keluar sudah pakai pakaian."
Revel
kelihatan siap membunuh Jo dgn tatapannya. "Fine," geram Revel.
"Tapi tolongin gue
deh,
kapan2 jgn ngebawa orang tdk dikenal masuk ke kamar tidur gue lagi, oke?"
Revel
kembali
membelakangi Jo.
"Siapa
bilang mereka orang nggak dikenal? Lo sudah kenalInara, dia kan akuntan
lo."
Otot
tubuh Revel jd sedikit kaku ketika mendengar Jo menyebut nama Inara seakan2
mereka
adalah tmn baik. Dia saja blm menyebut nama itu. Untuk mengontrol kejengkelan
yg
mulai terasa, Revel menarik sehelai kaus putih polos dr laci dan buru2
mengenakannya.
Kemudian
dia menarik sehelai celana jins dr dlm lemari. Karena tdk berencana untuk
keluar
rumah,
Revel memutuskan untuk mengenakan kacamata minusnya daripada lensa kontak,
lalu
dia melangkah keluar dr kamarnya.
No comments:
Post a Comment