Sunday, September 6, 2015

Miss Pesimis - AliaZalea - Epilog

EPILOG
AKU tidak tahu beskap bisa kelihatan sebegini seksinya. Tapi aku seharusnya tidak
kaget karena pada dasarnya segala sesuatu yang dikenakan Ervin selalu bisa
membuatnya kelihatan seksi. Bulan ini adalah bulan Juli tanggal empat, dua bulan
setelah tanggal ulang tahunku. Ervin baru saja kembali dari Cincinnati sekitar tiga
minggu yang lalu. Dia terpaksa harus tinggal sedikit lebih lama di sana karena
ketinggalan training sewaktu dia pulang ke Jakarta. Rencana pernikahanku diatur
oleh Kirana, Mbak Tita, dan Sarah, atas biaya dariku dan Ervin. Dan sesuai dengan
keinginanku dan Ervin, pernikahan itu hanya mengundang keluarga dan teman
dekat. Tentunya ketiga sobatku, Ina, dan Baron dan Olivia turut hadir.
Ketiga sobatku sempat bingung sewaktu aku memberi mereka undangan
pernikahanku. Mereka bahkan semakin tidak bisa berkata-kata ketika melihat
keadaanku yang sedang hamil besar. Mereka sempat mengamuk, tapi karena tidak
bisa menganiaya orang hamil, mereka terpaksa menunda rencana penganiayaan
hingga bayiku lahir. Kehamilanku yang sudah menginjak bulan ketujuh mulai
tampak dengan jelas. Kebanyakan para tetua di keluargaku, juga para tetua di
keluarga Ervin, meminta agar acara pernikahannya ditunda hingga bayinya lahir,
jadi perutku tidak terlihat buncit di foto perkawinan. Tapi Ervin menolak ide itu,
karena menurutnya aku terlihat semakin seksi selama hamil dan dia tidak peduli
apa kata orang.
Pat dan beberapa orang kantor turut diundang ke pernikahan kami. Pat yang
mendengar kalau aku hamil pada akhir April lalu justru gembira mendengarnya.
Dia hanya sedikit kecewa karena aku baru memberitahunya. Good Life akhirnya
setuju untuk mengalihkan pekerjaanku sebagai Human Resources Manager ke Sony
selama cuti hamil. Untungnya Good Life tidak mempermasalahkan hubunganku
dengan Ervin.
Hubungan Baron dan aku dan Ervin berangsur membaik setelah pernikahanku.
Baron sempat kaget waktu tahu soal itu, tapi dia tidak berkata apa-apa lagi. Olivia
juga sudah hamil.
Untuk urusan rumah, setelah berdiskusi cuku ppanjang denganku, Ervin
akhirnya memperbolehkanku untuk membeli semua peralatan rumah tangga untuk
rumah itu dengan uangku, asalkan aku membiarkannya membeli rumah itu sebagai
hadiah perkawinan untukku. Sedikit demi sedikit rumah kami mulai terlihat lebih
nyaman dan penuh kehangatan atas sentuhan-sentuhan kami berdua yang ternyata
memiliki selera yang cukup sama. Kami hanya berbeda pendapat untuk urusan
warna cat kamar Scarlett. Ervin maunya dicat warna pink, karena menurutnya
kamar perempuan harus terlihat girly. Aku yang tahu Scarlett akan mengira kami
gila saat dia menginjak masa SMA dan teman-temannya melihat warna kamarnya,
akhirnya bersikeras dengan warna mint green, warna yang natural dan uniseks. Saat
itu juga kami setuju bahwa Scarlett akan dinamakan Scarlett Hazel Daniswara.
Scarlett lahir dengan sempurna di bulan Oktober, sangat berdekatan dengan
ulang tahun Ervin. Seumur hidupku, aku tidak pernah merasa sebegini happy-nya.
Kini, beberapa bulan setelah kelahiran Scarlett, kupandangi laki-laki yang aku
cintai dan yang mencintaiku, yang sedang menggendong seseorang yang kucintai
lebih daripada rasa cintaku pada dunia ini, sambil membuat tampang-tampang
aneh. Rupanya inilah imbalan yang dapat kuberikan kepada diriku sendiri kalau
saja aku berani untuk membuka hati. Andai saja aku sudah melakukannya dari
dulu-dulu, mungkin aku tidak akan menyiksa diriku selama bertahun-tahun dengan
mencintai orang yang salah. Mmmhhh... tapi mungkin itulah yang dimaksud
dengan berakit-rakit ke hulu berenang-renang kemudian.
Hari ini adalah hari Minggu jam setengah tujuh pagi. Aku dan Ervin
memutuskan untuk membawa Scarlett jalan-jalan keliling kompleks perumahan
kami. Dengan jam kerjanya yang enam puluh jam seminggu aku bingung
bagaimana dia masih bisa menyempatkan diri untuk menghabiskan waktunya
dengan Scarlett. Aku tersenyum pada diriku sendiri.

Yes, life’s good, ucapku dalam hati sambil mencoba menyamai langkah Ervin.__


No comments:

Post a Comment