Tuesday, September 1, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 17









Sejak saat itu Damian seolah-olah menghilang dari kehidupan Serena, Serena merenung  dalam  mobil  rumah  sakit  yang  membawa  mereka  pulang  ke apartemen.

Hari ini Rafi sudah boleh pulang dari rumah sakit, bersama Vanessa dan suster Ana mereka pulang ke apartemen. Suster Ana memutuskan untuk tinggal sementara membantu Serena,  dan Vanessa sudah berjanji  akan berkunjung setiap hari untuk mengecek kondisi rafi dan melakukan terapi rutin.

Kata  Dokter  Vanessa,  Damian  memutuskan  mengambil  tugas  perjalanan  ke eropa dan mungkin akan kembali dalam waktu yang lama.

Dada Serena terasa nyeri, ketika sekali lagi mengakui kenyataan itu kepada dirinya sendiri, Oh ya, dia merindukan Damian, sangat merindukannya. Ternyata cinta memang bisa tumbuh tanpa direncanakan. Serena mencintai Damian. Dia tidak tahu kapan perasaan ini bertumbuh. Dia hanya tahu dia mencintai Damian, itu saja.

“Aku tidak menyangka bosmu yang kelihatannya sombong itu bisa begitu baik, meminjamkan apartemennya”, Rafi memecah keheningan, menatap Serena dengan  sedikit  menyelidik,  dia  bertanya-tanya  karena  akhir-akhir  ini  Serena begitu murung,

“Aku yang  membujuknya”,  Vanessa  yang  duduk  di  kursi  depan  cepat-cepat menjawab, tahu bahwa Serena pasti kebingungan dengan pertanyaan Rafi itu, “Damian adalah sahabat suamiku, aku bilang merawatmu penting bagiku, karena kamu adalah salah seorang yang selamat dari kecelakaan yang menewaskan suamiku. Jadi Damian mau meminjamkan apartemen itu, toh apartemen itu tidak terpakai.

Diam-diam Serena dan suster Ana menarik napas lega mendengar kelihaian dokter Vanessa menjawab.

Mereka sampai di apartemen, dan Serena mendorong kursi roda Rafi memasuki ruangan itu.

Begitu  mereka masuk tanpa sadar Serena mengernyit,  semua kenangan itu seolah  menghantamnya.  Di  sini,  di  apartemen  ini  dia  menghabiskan  waktu berdua dengan Damian, makan malam bersama, bercakap-cakap bersama….



“Apartemen yang sangat bagus, kita beruntung Serena, bos mu sangat baik.Rafi mendongakkan kepalanya ke belakang menatap Serena sambil tersenyum,

Mau tak mau Serena memaksakan senyuman di bibirnya. Kuatkah ia berada di sini?  Apalagi  di  kamar itu...  Serena  melirik  kamarnya,  tempat  Damian  juga menghabiskan sebagian besar waktunya di sana. Tidak! dia tidak mau masuk lagi ke kamar itu!

Dengan cepat dan efisien mereka menyiapkan segalanya sehingga Rafi selesai di terapi dan beristirahat di kamarnya. Suster Ana menjaganya sebentar, lalu berpamitan untuk kembali ke rumah sakit, berjanji akan pulang dan menginap di sini nanti malam.

Setelah memastikan Rafi tertidur pulas, Vanessa menyeduh teh dan mengajak
Serena duduk di ruang depan.

Dia sudah kembali dari eropa. Vanessa membuka percakapan, menatap Serena dari atas cangkir kopi yang diteguknya.

Seketika itu juga hati Serena melonjak, tahu siapa yang di isyaratkan sebagai
‘dia’ itu.

“Apakah dia baik-baik saja?” Tanya Serena pelan.

Vanessa tersenyum miring mendengar kelembutan dalam suara Serena,

Kau itu baik hati ya, sudah menerima arogansinya yang tidak tanggung- tanggung, tetapi masih saja mencemaskannya,dengan pelan Vanessa meletakkan cangkirnya, “Yah, dia baik-baik saja, sedikit kurus, terlalu memaksakan diri dan jadi pemarah seperti beruang terluka, tak ada yang berani menyinggungnya dan mendekatinya dalam radius 100 meter kalau dia sedang mengeluarkan  aura  pemarahnya,  bahkan  direktur  keuangan  memilih berhubungan dengannya via telepon, Vanessa terkekeh. Lalu wajahnya berubah serius melihat kesedihan Serena, “Yah.... dengan melupakan fakta kalau akhir- akhir ini dia lebih seperti mayat hidup daripada manusia, sepertinya dia baik-baik saja.

Serena memalingkan wajahnya dengan pedih,

Dia  menderita  Serena... desah  Vanessa  kemudian,  “Aku  tidak  pernah melihatnya seperti ini sebelumnya.


“Sudah... Serena tidak tahan lagi mendengarnya, penderitaan Damian serasa mengiris-iris hatinya, “Sudah aku tidak mau mendengar lagi.

Vanessa menarik napas,

“Tapi tadi dia memintaku menyampaikan pesan kepadamu.

Kata-kata Vanessa yang menggantung membuat Serena menoleh, tertarik, “Pesan?”
Vanessa menggangguk,

“Ya, sebuah pesan... malam ini jam delapan, ditunggu di restourannya, lalu
Vanessa menyebutkan nama sebuah hotel,

Dan Serena mengernyit, hotel tempat pertama kali dia bersama Damian.

***

Serena merasa tidak nyaman, pakaiannya terlalu biasa-biasa saja untuk ukuran hotel yang mewah ini. Dia berdiri dengan kikuk di lobby, tak tahu harus berbuat apa.

Entah dorongan apa yang membuatnya datang menemui Damian malam ini. Dia tahu dia nekat, seperti memancing iblis untuk membakarnya. Tapi dia tidak bisa menahan diri. Dia ingin bertemu Damian, walaupun mungkin ini untuk terakhir kalinya.

Bisa dibantu nona?” Lelaki petugas hotel itu datang menghampiri, sepertinya melihat kebingungan Serena,

Eh saya...saya Serena...saya sudah ditunggu...

“Nona  Serena,  petugas  itu  berubah  sopan  dan  membungkukkan  tubuh, “silahkan, anda sudah ditunggu, mari saya antar.

Dengan  ragu  Serena  melangkah  mengikuti  petugas  hotel  itu,  memasuki restaurant yang tertata dengan mewah dan elegan.

Dan disanalah Damian, duduk dengan pakaian resminya, mata Damian sudah melihatnya ketika dia memasuki ruangan. Dan tidak lepas memandanginya dengan tajam setelahnya.


Ketika Serena mendekat, Damian berdiri dengan sopan lalu duduk lagi setelah
Serena duduk,

Hening sejenak, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. “Terimakasih sudah datang.gumam Damian lembut,
Serena   mengangguk,  matanya  berkaca-kaca  melihat  kelembutan   tatapan
Damian.

Mungkin ini untuk terakhir kalinya, mungkin setelah ini aku tidak akan datang lagi. gumam Serena pelan.

Damian menggangguk,

“Setelah ini aku tidak akan pernah memintamu datang lagi.

Hening lagi. Sampai pelayan membawakan makanan pembuka, mereka makan malam dalam diam.

Sampai kemudian Damian menuangkan anggur ke gelas Serena, Serena mengernyit,
“Aku tidak pernah minum alkohol.

Damian tersenyum menggoda, senyum pertamanya malam itu,

“Tenang saja, aku akan menjagamu. Kemungkinan terburuknya mungkin kau diperkosa saat mabuk.

Pipi Serena langsung merona dan Damian terkekeh.

Anggur itu mencairkan segalanya, suasana menjadi hangat, dan percakapan mereka mengalir lancar, Damian menceritakan tentang perjalanannya ke Eropa dan Serena mendengarkannya dengan penuh minat.

Sampai kemudian, Damian menggenggam tangan Serena lalu mengecupnya, “Aku ingin memelukmu.
Hanya satu kalimat, tapi Serena mengerti. Dia menganggukkan kepalanya. Entah kenapa dia menyetujuinya. Mungkin karena anggur itu sudah mempengaruhi pikiran normalnya. Yang pasti Serena juga ingin merasakan pelukan Damian.



Dengan lembut Damian menghela Serena, melangkah ke lantai atas,

Ketika Damian membuka pintu kamar, Serena menatap Damian bingung, dan
Damian tertawa menyadari kebingungan Serena,

“Yah... kamar yang sama... Kuakui... aku memang agak sedikit sentimental,Damian mengangkat bahu, pipinya sedikit merona, “Kupikir... tempat saat pertama akan cocok untuk menjadi tempat saat terakhir kita.

Serena tersenyum lembut, dan membiarkan Damian membimbingnya memasuki kamar,

Mereka berdiri dengan canggung, sampai Damian mengeluarkan sebuah kotak dari sakunya,

“Aku membawa cincin keluargaku, cincin yang diberikan turun-temurun untuk pengantin perempuan, dengan tenang dia membuka kotak itu dan menunjukkan cincin dengan berlian biru yang mungil dan cantik, Aku ingin memberikannya kepadamu.

“Tidak!!” Serena langsung berseru keras, menolak, “Jangan Damian, itu... itu cincin yang sangat penting, itu untuk pengantin wanitamu!”

Bagiku, kaulah pengantin wanitaku, Damian menarik tangan Serena, memaksa memasangkan cincin itu ketangannya, lalu menggenggamnya erat-erat ketika Serena berusaha melepaskan cincin itu, Aku ingin kau memilikinya.

Damian... Serena merintih penuh penderitaan, penuh air mata, Dan Damian mengusap air matanya lembut, mengecup air matanya lembut,

“Serena, bisiknya seolah kesakitan, lalu mencium bibirnya dengan lembut dan penuh perasaan, “Astaga... Serena.... Serena... Betapa aku merindukanmu...

Ciumannya semakin dalam, semakin bergairah, semakin penuh kerinduan, tak tertahankan....

***

Damian melepaskan ciumannya dan menatap Serena lembut,

"Kau mabuk ya?" senyumnya. Merasa senang karena Serena membalas ciumannya dengan sama bergairahnya.


Serena hanya merangkulkan tangannya erat-erat di leher Damian, merasakan benaknya melayang-layang. Sepertinya dia memang mabuk, karena sekarang dia merasa bebas dan begitu nyaman bersama Damian.

Damian terkekeh geli,

"Aku  senang  kalau  kau  mabuk,  kau  begitu  penurut  dan  tidak  takut-takut," dengan lembut Damian mengecup telinga Serena, mencumbunya dengan penuh kelembutan, "biarkan aku mencintaimu malam ini Serena...."

Dengan lembut Damian menghela Serena ke atas tempat tidur dan mengecupi wajahnya penuh perasaan, "selama ini kita berhubungan seks...tapi malam ini aku berjanji, kita akan.... bercinta."

Damian menggerakkan tangannya menurunkan gaun Serena dan mulai mengecupi pundaknya, tersenyum senang ketika mendengar desahan Serena,

"Hmm, kau senang sayang? Kau menyukainya ya?" dengan penuh perasaan di kecupinya semua permukaan kulit Serena.

Serena merasa dirinya melayang-layang, pengaruh alkohol, ditambah kemesraan Damian yang luar biasa membuatnya merasa di awang-awang, dibukanya matanya, dan samar-samar dilihatnya Damian mengecupi jemarinya, ketika Damian menatapnya, mata laki-laki itu tampak berkilauan,

Posisi mereka begitu intim, telanjang bersama dengan tubuh menyatu. Damian mendesakkan dirinya lebih rapat, menikmati tubuh perempuannya yang melingkupinya. Dadanya serasa membuncah oleh perasaan hangat, ketika mata mereka bersatu dalam pesan yang tersirat,

"Aku mencintaimu." bisik Damian lembut. Dan Serenapun melayang, terbawa oleh cinta Damian.

****





A Romantic Story About Serena - Chapter 18

No comments:

Post a Comment