Damian memeluk tubuh
Serena yang lunglai dan
terlelap, tubuhnya rileks setelah
percintaan mereka. Tapi otaknya berpikir keras.
Dia sengaja membuat Serena mabuk malam ini, agar Serena tidak waspada, agar Serena tidak menyadari, tidak menyadari apa yang sudah dia rencanakan
jauh sebelumnya.
Dia tidak memakai pelindung saat mereka bercinta tadi. Dia berusaha membuat
Serena hamil.
Damian memejamkan mata
dan
mengernyit ketika sengatan rasa bersalah menyerbunya.
Dia telah memanipulasi ketulusan perasaan Serena dengan menjebaknya. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah berusaha melupakan Serena. Tuhan tahu dia berusaha sangat keras, apa saja agar Serena bahagia bersama
Rafinya yang sudah dipilihnya. Dia bahkan mengajukan diri untuk perjalanan
bisnis ke luar negeri agar bisa
melupakan Serena. Tapi perempuan itu
membayanginya, membuatnya
gelisah dan tidak bisa berkonsentrasi. Damian merasa dirinya nyaris gila ketika memutuskan akan
pulang dan memutuskan
untuk memiliki Serena dengan cara apapun. Jika Serena tidak mau memilihnya,
maka
Damian akan memaksa Serena memilihnya!
Dengan lembut Damian mengecup dahi Serena
yang berbaring di lengannya.
Sebelah tangannya
meraba perut Serena yang telanjang di
balik selimut dan
mengelusnya.
Anakku mungkin sudah bertumbuh di
sini, pikirnya posesif.
Rasa memiliki dengan intensitas luar biasa muncul tiba-tiba dalam hatinya ketika menyadari bahwa
anaknya mungkin sudah mulai bertumbuh dan terbentuk
di dalam rahim Serena.
Dengan lembut diusapnya
perut Serena, Damian
tidak bisa menahan
diri, pelan- pelan diletakkannya kepala Serena di bantal, lalu dia bergerak turun dan
mengecup perut Serena,
"Kau harus tumbuh di sana," bisiknya penuh tekad, "Kau harus tumbuh sehat dan kuat di sana,
agar ayahmu bisa memiliki ibumu", Damian berbicara sambil
mengecup perut Serena.
Kemungkinan bayi itu terbentuk dari percintaan mereka adalah 80%, Damian sudah mempelajarinya dari semua
referensi yang bisa ia dapat, ia mengetahui
bahwa dari rata-rata
umur mereka berdua kemungkinan Serena hamil malam ini
sangat
besar, dan diam-diam dia sudah mencocokkan dengan siklus Serena, dia
tahu perempuan itu sedang
dalam masa suburnya.
Ciuman-ciuman lembut
di perutnya
itu membuat
Serena
terbangun, dia
membuka mata dan menatap Damian,
"Damian?" Serena bertanya-tanya kenapa Damian mengecup perutnya.
Damian tersenyum, senyum yang sedikit kejam menurut
Serena, tapi usapan
tangan lelaki itu yang
dilakukan sambil lalu di sepanjang
kulitnya yang telanjang, terasa begitu lembut sekaligus menggoda,
"Aku bergairah lagi." gumam Damian Serak, lalu bergerak naik dan mengecup
bibir Serena penuh gairah.
Damian berbeda dengan tadi,
pikir Serena,
kali ini sedikit lebih kasar, tidak
menahan diri dan sangat posesif. Ciumannya begitu bergairah, melumat bibir Serena kuat-kuat, lidahnya menjelajahi
mulut Serena dengan panas, tangannya
mengusap tubuh Serena penuh gairah,
"Kau milikku Serena." gumam Damian
parau
sebelum bercinta lagi dengan
Serena.
***
Serena terbangun dalam pelukan Damian.
Matahari fajar sedikit menembus tirai
putih jendela hotel itu, masih gelap dan dingin. Dengan nyaman
Serena makin bergelung dalam pelukan lelaki itu. Dan secara otomatis Damian mengetatkan
pelukannya,
melingkarkan lengannya erat-erat di tubuh Serena.
Serena memejamkan matanya, menenggelamkan wajahnya di dada telanjang Damian, menghirup aroma
Damian kuat-kuat
dan menyimpannya
rapat-rapat dalam memorinya. Tiba-tiba air mata merembes
dari sela bulu matanya, dan
Serena menahannya agar
tidak menjadi isakan.
Kenapa? Kenapa Tuhan
membuatnya jatuh
cinta lebih dulu kepada Damian
sebelum kemudian mengabulkan
doanya agar Rafi terbangun dari komanya? Apa
rencana Tuhan di balik semua peristiwa ini? Kenapa di saat
Rafi benar-benar sudah bangun,
hatinya sudah jatuh dimiliki oleh Damian?
Serena mengigit bibirnya agar tangisnya
tidak semakin
keras dan
membangunkan
Damian, dia tidak boleh menangis. Ini semua sudah menjadi keputusannya. Dia sudah memiliki Rafi. Rafi yang
mencintai dan dicintai olehnya
sejak awal. Rafi yang sebatang kara dan tidak akan punya siapa-siapa kalau Serena tidak ada di
sampingnya. Rafi lebih membutuhkan
Serena dibandingkan
Damian. Tanpa Serena, Rafi akan rapuh, sedangkan tanpa Serena, Damian akan
tetap kuat. Damian bisa
mencari Serena-Serena yang lain dengan segala kelebihannya,
sedangkan Rafi hanya memiliki Serena.
Dia sudah memutuskan
dalam hatinya, tapi kenapa
hatinya tetap terasa begitu sakit?
Rasanya seperti disayat-sayat ketika memikirkan
Damian, ketika
ingatannya melayang pada setiap kebersamaan mereka. Kenapa rasanya
masih terasa begitu sakit?
Dan malam ini Serena memutuskan
bertindak egois. Hanya malam ini ya Tuhan, ampuni aku, desah
Serena dalam hati. Dia tahu
semua
ini
akan terjadi. Dia tahu
jika dia datang menemui Damian pada akhirnya mereka akan
berakhir di ranjang dan bercinta.
Serena tahu itu semua akan terjadi, tapi dia tetap
mengambil
konsekuensi itu, dia butuh merasakan pelukan Damian untuk terakhir kalinya,
dan
kemudian meyakinkan dirinya bahwa ini
adalah perpisahannya dengan Damian.
Pelukan Damian
tiba-tiba mengencang dan
lelaki itu
dengan
masih
malas- malasan mengecup dahi
Serena,
"Dingin?" tanyanya
Serak.
Serena mendongakkan wajah dan mendapati
mata
biru itu menatapnya. Lalu tersenyum lembut, dan menggeleng.
Damian meraih dagu Serena dan mengecupnya dengan kecupan singkat, "Aku menyakitimu tidak semalam?"
Sekali lagi Serena
menggeleng dan menenggelamkan wajahnya ke dada Damian, menahan
air
mata. Ini adalah saat berharganya. Berada
dalam pelukan erat
Damian, merasakan kelembutan dan kemesraannya.
Dia
akan menyimpan kenangan
ini
dihatinya, biar di saat-saat
dia
merasa pedih dan
merindukan Damian, dia tinggal menarik keluar kenangan tentang pagi ini, dan hatinya
bisa
terasa hangat.
Seperti inilah dia akan mengenang Damian nanti, lembut, penuh
cinta dan memeluknya
erat-erat.
Seolah mengerti pikiran Serena yang berkecamuk, Damian tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya
memeluk Serena erat-erat dan mengusap punggungnya
dengan
lembut, mereka larut dalam keheningan dan
usapan Damian
membuat Serena setengah tertidur,
"Aku harap kau tidak menyesali malam tadi."
bisik Damian lembut, menggugah
Serena dari kondisi setengah tidurnya.
Serena mendongakkan kepalanya
lagi dan menatap Damian lembut,
"Kau tahu aku
tidak menyesal." tangannya dengan hati-hati mengusap wajah Damian, takut akan reaksi Damian karena dia tidak pernah melakukannya
sebelumnya.
Tapi Damian langsung memejamkan mata, menikmati
setiap
usapan Serena dengan penuh perasaan.
Merasa mendapatkan izin, dengan lembut Serena menggerakkan
tangannya, meraba wajah Damian.
Mulai dari dahinya,
lalu ke alisnya yang tebal, ke mata
yang terpejam
itu,
ke bulu mata tebal
yang
hampir menyentuh
pipi ketika
Damian terpejam, ke
hidungnya, ke tulang pipinya yang
tinggi, ke
rahangnya yang mulai ditumbuhi bakal janggut, hingga ke bibirnya yang tipis tapi penuh,
bibir yang
tak terhitung lagi sudah mengecupnya berapa kali.
"Serena..." Damian
mendesah, mengernyitkan keningnya
merasakan usapan
lembut Serena di wajahnya,
tangannya lalu menahan jemari Serena di bibirnya dan mengecupnya, mata birunya membuka
dan
menatap Serena bagai api biru yang menyala,
"Apapun yang akan
terjadi nanti, aku akan membuat kau mensyukuri malam ini."
gumam Damian misterius.
Serena mengernyitkan kening mendengar kata-kata Damian yang penuh arti.
Apa
maksud Damian?
Tapi sebelum Serena bisa berpikir lebih lanjut,
Damian sudah meggulingkan
tubuh Serena dan menindihnya. Bercinta lagi dengannya.
***
Serena membuka pintu apartemen dengan berhati-hati dan menemukan dokter
Vanessa sedang duduk di
ruang tamu sedang menyesap kopi dan menonton televisi.
Dokter Vanessa tersenyum penuh pengertian ketika menatap Serena. Saat itu jam
8 pagi, Serena sengaja meminta Damian memulangkannya pagi-pagi
sehingga Rafi belum bangun. Semalampun ia berangkat setelah yakin Rafi
sudah
tertidur pulas.
"Rafi belum bangun." jawab
dokter Vanessa
tenang, menjawab pertanyaan di
mata
Serena.
Serena menarik napas lega,
"Dokter menginap
di sini?"
tanyanya pelan. Vanessa mengangguk,
"Suster Ana
memintaku menemani untuk berjaga-jaga, dan aku tidak keberatan,
toh aku tidak ada acara apa-apa," Vanessa tersenyum lembut kepada Serena, "kuharap semalam
menyelesaikan segalanya."
Pipi Serena memerah mendengar ucapan Dokter Vanessa yang
penuh arti itu,
"Dia agak marah tadi pagi saat saya buru-buru pulang
demi
Rafi", bisik Serena
pelan.
Vanessa terkekeh sambil
meletakkan cangkir kopinya,
"Dia memang
begitu, tak usah pedulikan, aku yakin sebenarnya dia bahagia kau telah memberinya kesempatan," suara dokter
Vanessa berubah serius,
"Dan setelah semalampun kau tetap
pada keputusanmu Serena?"
Serena tercenung
mendengar pertanyaan
itu, sejenak ragu, tapi lalu menganggukkan kepalanya mantap,
"Saya harus terus bersama Rafi, dia membutuhkan
saya." jawabnya lembut.
"Kau selalu memikirkan orang lain, bagaimana dengan dirimu sendiri?" tanya dokter Vanessa tiba-tiba.
Dengan masih tersenyum Serena menjawab,
"Saya tidak apa-apa dokter, saya merasa bahagia karena semua orang bahagia."
Semua orang bahagia selain kau dan Damian. Pikir Vanessa miris ketika Serena
berpamitan ke kamar untuk berganti pakaian. Vanessa tahu kalau Serena sama tersiksanya dengan Damian. Dan dia ingin berteriak marah kepada Serena, memarahi ketidakegoisan perempuan itu,
sekaligus bertanya sampai kapan Serena mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan orang lain? Untuk kebahagiaan orang lain? Vanessa merasakan dorongan kuat untuk memaksa Serena berbuat egois, mementingkan kepentingannya sendiri, berusaha meraih
kebahagiaannya sendiri. Tapi dia tahu Serena, dengan kebaikan hatinya yang luar
biasa itu tidak akan mau melakukannya.
Dan tiba-tiba Vanessa teringat pertemuannya
dengan Damian ketika lelaki itu
baru pulang dari
eropa beberapa hari lalu, mata Damian saat itu tampak penuh tekad, setengah gila dan menyala-nyala,
"Kalau dia tidak bisa memilihku,
maka
aku akan memaksanya memilihku."
Wajah Vanessa memucat mendengar
nada final dalam ucapan Damian waktu itu,
"Astaga Damian, kau tidak sedang berencana melakukan tindakan kasar dan
pemaksaan untuk memiliki Serena kan?" berbagai
pikiran
buruk melintas di
pikirannya, seperti kemungkinan
Damian menculik Serena dan membawanya
pergi, atau kemungkinan Damian akan menyingkirkan Rafi dengan cara kasar. Itu
semua bisa dilakukan Damian dengan kekejaman dan kekuasaannya.
Dan
Vanessa takut Damian kehilangan akal sehatnya
dan
memutuskan melakukan salah satu dari
hal yang ditakutinya itu.
Damian menarik napas
panjang,
"Aku akan membuatnya
hamil anakku." gumamnya setelah jeda yang cukup
lama.
Vanessa menganga mendengarnya,
"Apa?"
Vanessa sudah mendengar cukup
jelas tadi, tapi dia
sama
sekali tidak yakin dengan apa yang didengar telinganya, dia butuh mendengar lagi.
"Aku akan membuatnya
mengandung anakku." gumam Damian penuh tekad. "Kau sudah gila ya Damian??" suara Vanessa meninggi menyadari keseriusan
dalam suara Damian,
Tapi Damian sama
sekali tidak terpengaruh dengan nada marah dan
ketidak setujuan Vanessan dia tetap
tenang dan berpikir,
"Jika Serena mengandung anakku, mengingat sifatnya, dia tidak akan mungkin
mengugurkannya. Itu berarti dia akan mengakui hubungan kami kepada Rafi,
dan aku akan menggunakan
segala cara - dengan menggunakan anak
itu sebagai alasan -
agar aku bisa mengklaim Serena."
"Kau gila!" seru Vanessa tidak
setuju,
"apa kau tidak
pernah
memikirkan
perasaan Rafi?? Hatinya akan hancur, dan Serena juga akan menderita jika dia sadar dia telah menyakiti
hati Rafi."
"Kau pikir mereka
saja yang menderita hah??"
sela Damian
keras, membuat
Vanessa tertegun, "aku juga
menderita! Aku
tidak bisa makan, aku tidak bisa tidur! Aku
menjalani detik demi detik, menit
demi menit
penuh penyiksaan!! Aku sama saja sudah mati
akhir-akhir ini! Aku juga menderita, menyadari bahwa aku
bisa
memiliki
Serena
tetapi tidak bisa berbuat
apa-apa untuk
membuat
perempuan itu memilihku!!
Sebelum kepulanganku aku
sudah bertekad akan
melakukan ini! Tidak ada yang bisa mengahalangiku!!
"Damian,"
Vanessa melembut,
mencoba meredakan
emosi Damian,
"aku
mengerti perasaanmu, tapi bagaimana kalau
nanti Rafi ternyata
menerima
kondisi Serena apa adanya dan kemudian Serena memutuskan
membesarkan anak itu bersama Rafi?"
"Kalau itu terjadi aku akan menggunakan
cara kekerasan," jawab Damian dingin,
"aku akan memberikan ultimatum, Serena memilihku, atau aku
akan merenggut anak itu darinya, kalau perlu aku akan menempuh jalur hukum."
"Kejam sekali."
Vanessa bergumam spontan. Damian mengangguk tidak membantah,
"Ya memang kejam sekali." jawabnya
menyetujui, tanpa penyesalan dan tampak penuh tekad menjalankan
rencananya.
Dan sekarang Vanessa duduk di
ruang makan, mencoba menarik kenangannya
kembali. Dengan pelan disesapnya kopinya lagi,
Semoga Tuhan
melindungi Serena
kalau Damian benar-benar membuatnya hamil malam kemarin. Semoga
Tuhan mengampuninya
karena dengan kesadaran penuh dia sudah mendukung rencana Damian.
***
A Romantic Story About Serena - Chapter 19
No comments:
Post a Comment