Tuesday, September 1, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 18









Damian memeluk tubuh Serena yang lunglai dan terlelap, tubuhnya rileks setelah percintaan mereka. Tapi otaknya berpikir keras.

Dia sengaja membuat Serena mabuk malam ini, agar Serena tidak waspada, agar Serena tidak menyadari, tidak menyadari apa yang sudah dia rencanakan jauh sebelumnya.

Dia tidak memakai pelindung saat mereka bercinta tadi. Dia berusaha membuat
Serena hamil.



Damian memejamkan mata dan mengernyit ketika sengatan rasa bersalah menyerbunya. Dia telah memanipulasi ketulusan perasaan Serena dengan menjebaknya. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah berusaha melupakan Serena. Tuhan tahu dia berusaha sangat keras, apa saja agar Serena bahagia bersama Rafinya yang sudah dipilihnya. Dia bahkan mengajukan diri untuk perjalanan bisnis ke luar negeri agar bisa melupakan Serena. Tapi perempuan itu membayanginya, membuatnya gelisah dan tidak bisa berkonsentrasi. Damian merasa dirinya nyaris gila ketika memutuskan akan pulang dan memutuskan untuk memiliki Serena dengan cara apapun. Jika Serena tidak mau memilihnya, maka Damian akan memaksa Serena memilihnya!

Dengan lembut Damian mengecup dahi Serena yang berbaring di lengannya. Sebelah tangannya meraba perut Serena yang telanjang di balik selimut dan mengelusnya.

Anakku mungkin sudah bertumbuh di sini, pikirnya posesif. Rasa memiliki dengan intensitas luar biasa muncul tiba-tiba dalam hatinya ketika menyadari bahwa anaknya mungkin sudah mulai bertumbuh dan terbentuk di dalam rahim Serena. Dengan lembut diusapnya perut Serena, Damian tidak bisa menahan diri, pelan- pelan diletakkannya kepala Serena di bantal, lalu dia bergerak turun dan mengecup perut Serena,

"Kau harus tumbuh di sana," bisiknya penuh tekad, "Kau harus tumbuh sehat dan kuat di sana, agar ayahmu bisa memiliki ibumu", Damian berbicara sambil mengecup perut Serena.

Kemungkinan bayi itu terbentuk dari percintaan mereka adalah 80%, Damian sudah mempelajarinya dari semua referensi yang bisa ia dapat, ia mengetahui bahwa  dari rata-rata umur mereka berdua kemungkinan Serena hamil malam ini sangat besar, dan diam-diam dia sudah mencocokkan dengan siklus Serena, dia tahu perempuan itu sedang dalam masa suburnya.

Ciuman-ciuman  lembut  di  perutnya  itu  membuat  Serena  terbangun,  dia membuka mata dan menatap Damian,

"Damian?" Serena bertanya-tanya kenapa Damian mengecup perutnya.

Damian tersenyum, senyum yang sedikit kejam menurut Serena, tapi usapan tangan lelaki itu yang dilakukan sambil lalu di sepanjang kulitnya yang telanjang, terasa begitu lembut sekaligus menggoda,

"Aku bergairah lagi." gumam Damian Serak, lalu bergerak naik dan mengecup bibir Serena penuh gairah.



Damian berbeda dengan tadi, pikir Serena, kali ini sedikit lebih kasar, tidak menahan diri dan sangat posesif. Ciumannya begitu bergairah, melumat bibir Serena kuat-kuat, lidahnya menjelajahi mulut Serena dengan panas, tangannya mengusap tubuh Serena penuh gairah,

"Kau  milikku  Serena."  gumam  Damian  parau  sebelum  bercinta  lagi  dengan
Serena.

***

Serena terbangun dalam pelukan Damian. Matahari fajar sedikit menembus tirai putih jendela hotel itu, masih gelap dan dingin. Dengan nyaman Serena makin bergelung dalam pelukan lelaki itu. Dan secara otomatis Damian mengetatkan pelukannya, melingkarkan lengannya erat-erat di tubuh Serena.

Serena memejamkan matanya, menenggelamkan wajahnya di dada telanjang Damian, menghirup aroma Damian kuat-kuat dan menyimpannya rapat-rapat dalam memorinya. Tiba-tiba air mata merembes dari sela bulu matanya, dan Serena menahannya agar tidak menjadi isakan.

Kenapa? Kenapa Tuhan membuatnya jatuh cinta lebih  dulu kepada  Damian sebelum kemudian mengabulkan doanya agar Rafi terbangun dari komanya? Apa rencana Tuhan di balik semua peristiwa ini? Kenapa di saat Rafi benar-benar sudah bangun, hatinya sudah jatuh dimiliki oleh Damian?

Serena   mengigit   bibirnya   agar   tangisnya   tidak   semakin   keras   dan membangunkan Damian, dia tidak boleh menangis. Ini semua sudah menjadi keputusannya. Dia sudah memiliki Rafi. Rafi yang mencintai dan dicintai olehnya sejak awal. Rafi yang sebatang kara dan tidak akan punya siapa-siapa kalau Serena tidak ada di sampingnya. Rafi lebih membutuhkan Serena dibandingkan Damian. Tanpa Serena, Rafi akan rapuh, sedangkan tanpa Serena, Damian akan tetap kuat. Damian bisa mencari Serena-Serena yang lain dengan segala kelebihannya, sedangkan Rafi hanya memiliki Serena.

Dia sudah memutuskan dalam hatinya, tapi kenapa hatinya tetap terasa begitu sakit?   Rasanya   seperti   disayat-sayat   ketika   memikirkan   Damian,   ketika ingatannya melayang pada setiap kebersamaan mereka. Kenapa rasanya masih terasa begitu sakit?

Dan malam ini Serena memutuskan bertindak egois. Hanya malam ini ya Tuhan, ampuni aku, desah Serena dalam hati. Dia tahu semua ini akan terjadi. Dia tahu jika dia datang menemui Damian pada akhirnya mereka akan berakhir di ranjang dan bercinta. Serena tahu itu semua akan terjadi, tapi dia tetap mengambil


konsekuensi itu, dia butuh merasakan pelukan Damian untuk terakhir kalinya, dan kemudian meyakinkan dirinya bahwa ini adalah perpisahannya dengan Damian.

Pelukan Damian tiba-tiba mengencang dan lelaki itu dengan masih malas- malasan mengecup dahi Serena,

"Dingin?" tanyanya Serak.

Serena mendongakkan wajah dan mendapati mata biru itu menatapnya. Lalu tersenyum lembut, dan menggeleng.

Damian meraih dagu Serena dan mengecupnya dengan kecupan singkat, "Aku menyakitimu tidak semalam?"
Sekali lagi Serena menggeleng dan menenggelamkan wajahnya ke dada Damian, menahan air mata. Ini adalah saat berharganya. Berada dalam pelukan erat Damian, merasakan kelembutan dan kemesraannya. Dia akan menyimpan kenangan ini dihatinya, biar di saat-saat dia merasa pedih dan merindukan Damian, dia tinggal menarik keluar kenangan tentang pagi ini, dan hatinya bisa terasa hangat.

Seperti inilah dia akan mengenang Damian nanti, lembut, penuh cinta dan memeluknya erat-erat.

Seolah mengerti pikiran Serena yang berkecamuk, Damian tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya memeluk Serena erat-erat dan mengusap punggungnya dengan lembut, mereka larut dalam keheningan dan usapan Damian membuat Serena setengah tertidur,

"Aku harap kau tidak menyesali malam tadi." bisik Damian lembut, menggugah
Serena dari kondisi setengah tidurnya.

Serena mendongakkan kepalanya lagi dan menatap Damian lembut,

"Kau tahu aku tidak menyesal." tangannya dengan hati-hati mengusap wajah Damian, takut akan reaksi Damian karena dia tidak pernah melakukannya sebelumnya.  Tapi  Damian  langsung  memejamkan  mata,  menikmati  setiap usapan Serena dengan penuh perasaan.

Merasa mendapatkan izin,  dengan lembut Serena menggerakkan tangannya, meraba wajah Damian. Mulai dari dahinya, lalu ke alisnya yang tebal, ke mata yang  terpejam  itu,  ke bulu  mata tebal  yang  hampir  menyentuh  pipi  ketika


Damian terpejam, ke hidungnya, ke tulang pipinya yang tinggi, ke rahangnya yang mulai ditumbuhi bakal janggut, hingga ke bibirnya yang tipis tapi penuh, bibir yang tak terhitung lagi sudah mengecupnya berapa kali.

"Serena..." Damian mendesah, mengernyitkan keningnya merasakan usapan lembut Serena di wajahnya, tangannya lalu menahan jemari Serena di bibirnya dan mengecupnya, mata birunya membuka dan menatap Serena bagai api biru yang menyala,

"Apapun yang akan terjadi nanti, aku akan membuat kau mensyukuri malam ini." gumam Damian misterius.

Serena mengernyitkan kening mendengar kata-kata Damian yang penuh arti. Apa maksud Damian?

Tapi sebelum Serena bisa berpikir lebih lanjut, Damian sudah meggulingkan tubuh Serena dan menindihnya. Bercinta lagi dengannya.

***

Serena membuka pintu apartemen dengan berhati-hati dan menemukan dokter Vanessa sedang duduk di ruang tamu sedang menyesap kopi dan menonton televisi.

Dokter Vanessa tersenyum penuh pengertian ketika menatap Serena. Saat itu jam 8 pagi, Serena sengaja meminta Damian memulangkannya pagi-pagi sehingga Rafi belum bangun. Semalampun ia berangkat setelah yakin Rafi sudah tertidur pulas.

"Rafi belum bangun." jawab dokter Vanessa tenang, menjawab pertanyaan di mata Serena.

Serena menarik napas lega,

"Dokter menginap di sini?" tanyanya pelan. Vanessa mengangguk,
"Suster Ana memintaku menemani untuk berjaga-jaga, dan aku tidak keberatan, toh aku tidak ada acara apa-apa," Vanessa tersenyum lembut kepada Serena, "kuharap semalam menyelesaikan segalanya."

Pipi Serena memerah mendengar ucapan Dokter Vanessa yang penuh arti itu,


"Dia agak marah tadi pagi saat saya buru-buru pulang demi Rafi", bisik Serena pelan.

Vanessa terkekeh sambil meletakkan cangkir kopinya,

"Dia memang begitu, tak usah pedulikan, aku yakin sebenarnya dia bahagia kau telah memberinya kesempatan," suara dokter Vanessa berubah serius, "Dan setelah semalampun kau tetap pada keputusanmu Serena?"

Serena tercenung mendengar pertanyaan itu, sejenak ragu, tapi lalu menganggukkan kepalanya mantap,

"Saya harus terus bersama Rafi, dia membutuhkan saya." jawabnya lembut.

"Kau selalu memikirkan orang lain, bagaimana dengan dirimu sendiri?" tanya dokter Vanessa tiba-tiba.

Dengan masih tersenyum Serena menjawab,
"Saya tidak apa-apa dokter, saya merasa bahagia karena semua orang bahagia." Semua orang bahagia selain kau dan Damian. Pikir Vanessa miris ketika Serena
berpamitan ke kamar untuk berganti pakaian. Vanessa tahu kalau Serena sama tersiksanya dengan Damian. Dan dia ingin berteriak marah kepada Serena, memarahi ketidakegoisan perempuan itu, sekaligus bertanya sampai kapan Serena mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan orang lain? Untuk kebahagiaan orang lain? Vanessa merasakan dorongan kuat untuk memaksa Serena berbuat egois, mementingkan kepentingannya sendiri, berusaha meraih kebahagiaannya sendiri. Tapi dia tahu Serena, dengan kebaikan hatinya yang luar biasa itu tidak akan mau melakukannya.

Dan tiba-tiba Vanessa teringat pertemuannya dengan Damian ketika lelaki itu baru pulang dari eropa beberapa hari lalu, mata Damian saat itu tampak penuh tekad, setengah gila dan menyala-nyala,

"Kalau dia tidak bisa memilihku, maka aku akan memaksanya memilihku."
Wajah Vanessa memucat mendengar nada final dalam ucapan Damian waktu itu, "Astaga Damian, kau tidak sedang berencana melakukan tindakan kasar dan
pemaksaan untuk memiliki  Serena  kan?"  berbagai  pikiran  buruk  melintas  di pikirannya, seperti kemungkinan Damian menculik Serena dan membawanya pergi, atau kemungkinan Damian akan menyingkirkan Rafi dengan cara kasar. Itu semua bisa dilakukan Damian dengan kekejaman dan kekuasaannya. Dan


Vanessa takut Damian kehilangan akal sehatnya dan memutuskan melakukan salah satu dari hal yang ditakutinya itu.

Damian menarik napas panjang,

"Aku akan membuatnya hamil anakku." gumamnya setelah jeda yang cukup lama.

Vanessa menganga mendengarnya,

"Apa?" Vanessa sudah mendengar cukup jelas tadi, tapi dia sama sekali tidak yakin dengan apa yang didengar telinganya, dia butuh mendengar lagi.
"Aku akan membuatnya mengandung anakku." gumam Damian penuh tekad. "Kau sudah gila ya Damian??" suara Vanessa meninggi menyadari keseriusan
dalam suara Damian,

Tapi Damian sama sekali tidak terpengaruh dengan nada marah dan ketidak setujuan Vanessan dia tetap tenang dan berpikir,

"Jika Serena mengandung anakku, mengingat sifatnya, dia tidak akan mungkin mengugurkannya. Itu berarti dia akan mengakui hubungan kami kepada Rafi, dan  aku  akan  menggunakan  segala  cara  -  dengan  menggunakan  anak  itu sebagai alasan - agar aku bisa mengklaim Serena."

"Kau  gila!"  seru  Vanessa  tidak  setuju,  "apa  kau  tidak  pernah  memikirkan perasaan Rafi?? Hatinya akan hancur, dan Serena juga akan menderita jika dia sadar dia telah menyakiti hati Rafi."

"Kau pikir mereka saja yang menderita hah??" sela Damian keras, membuat Vanessa tertegun, "aku juga menderita! Aku tidak bisa makan, aku tidak bisa tidur! Aku menjalani detik demi detik, menit demi menit penuh penyiksaan!! Aku sama saja sudah mati akhir-akhir ini! Aku juga menderita, menyadari bahwa aku bisa  memiliki  Serena  tetapi  tidak  bisa  berbuat  apa-apa  untuk  membuat perempuan itu memilihku!! Sebelum kepulanganku aku sudah bertekad akan melakukan ini! Tidak ada yang bisa mengahalangiku!!

"Damian,"  Vanessa  melembut,  mencoba  meredakan  emosi  Damian,  "aku mengerti  perasaanmu,  tapi  bagaimana  kalau  nanti  Rafi  ternyata  menerima kondisi Serena apa adanya dan kemudian Serena memutuskan membesarkan anak itu bersama Rafi?"


"Kalau itu terjadi aku akan menggunakan cara kekerasan," jawab Damian dingin, "aku akan memberikan ultimatum, Serena memilihku, atau aku akan merenggut anak itu darinya, kalau perlu aku akan menempuh jalur hukum."

"Kejam sekali." Vanessa bergumam spontan. Damian mengangguk tidak membantah,
"Ya memang kejam sekali." jawabnya menyetujui, tanpa penyesalan dan tampak penuh tekad menjalankan rencananya.

Dan sekarang Vanessa duduk di ruang makan, mencoba menarik kenangannya kembali. Dengan pelan disesapnya kopinya lagi,

Semoga Tuhan melindungi Serena kalau Damian benar-benar membuatnya hamil malam  kemarin.  Semoga  Tuhan  mengampuninya  karena  dengan  kesadaran penuh dia sudah mendukung rencana Damian.

***


 A Romantic Story About Serena - Chapter 19

No comments:

Post a Comment