Tuesday, September 1, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 20










"Serena." dengan lembut Vanessa menggoyangkan pundak Serena yang tertidur pulas. Sementara Rafi mengikuti di belakangnya.

Dengan sedikit lemah Serena membuka mata dan agak waspada melihat wajah dokter Vanessa yang pucat pasi, dengan segera dia duduk, gerakan tiba-tiba itu langsung membuat kepalanya pening, tapi Serena menahannya sambil mengernyit,

"Ada apa dokter? Rafi kenapa?"

"Aku baik-baik saja di sini." gumam Rafi dalam senyum.



Serena menatap Rafi dengan lega, tapi lalu menatap dokter Vanessa yang begitu pucat pasi,

"Serena, aku.... Ah aku bingung bagaimana mengatakannya, tapi aku harus segera pergi, ini darurat... Tapi aku bertanya-tanya mungkin kau mau ikut.."

"Ada apa dokter?", Serena mulai tegang ketika dokter Vanessa tidak juga mengatakan maksudnya.

"Damian, barusan kecelakaan di jalan tol, dia sudah dibawa ke rumah sakit, tapi kami belum  tahu kondisinya, Freddy  juga sedang dalam  perjalanan  menuju kesana."

"Apa?" warna pucat mulai menjalar ke wajah Serena, lalu segera digantikan dengan kepanikan luar biasa, "Ya Tuhan, aku ikut ke rumah sakit, dokter!!"

Rafi mengamati kepanikan Serena dari kejauhan, tapi dia hanya diam dan menatap. Serena tampak pucat pasi dan ketakutan luar biasa. Kenapa sampai begitu? Seolah-olah kondisi Damian benar-benar membuatnya cemas. Padahal Damian kan hanya atasannya di perusahaan? Atau..... Jangan-jangan lebih dari atasan ? Pikiran buruk itu menyeruak dalam benak Rafi, dan dia cepat-cepat menyingkirkannya.  Tapi  ketika  dia  melihat  betapa  Serena  mulai  gemetaran karena cemas dan panik ketika bersiap-siap berangkat, mau tak mau pikiran buruk itu memenuhi benaknya, ada hubungan istimewa apa antara Damian dengan Serena?

Perjalanan ke rumah sakit berlangsung begitu menyiksa bagi Serena, dia terus menerus berdoa, seakan semua trauma masa lalu menghantamnya lagi keras- keras. Ini hampir sama dengan kecelakaan yang membunuh kedua orangtuanya dan  melukai  Rafi  dulu.  Dan  Serena  tidak  akan  kuat  menanggungnya  kalau sampai terjadi apa-apa kepada Damian. Ya Tuhan!! Jangan sampai terjadi apa- apa pada Damian, dia belum sempat mengatakan... Dia belum sempat mengatakan dengan jelas, bahwa dia... Bahwa dia mencintai Damian.

Serena  berlari  di  depan  menuju ruangan  gawat darurat  sementara Vanessa mendorong kursi roda Rafi di belakangnya.

Dia melangkah memasuki ruang perawatan itu dan langsung bertatapan dengan
Damian.

Lelaki itu duduk di meja perawatan, telanjang dada, kepalanya terluka dan sudah di tutup perban, dokter sedang membalut luka di pundak dan lengannya. Banyak darah,  tapi sudah dibersihkan.  Selebihnya,  Damian tidak apa-apa. Lelaki itu


masih hidup, masih untuh, dan ketika Damian memalingkan kepalanya lalu menatap Serena dengan mata birunya yang menyala-nyala.

Serena pingsan.

***

Damian berteriak memanggil Serena, begitu juga dengan Vanessa dan Rafi yang ada di belakang Serena. Tapi Serena pingsan mendadak dan jatuh ke lantai.

Dengan  kasar Damian menyingkirkan tangan dokter  yang sedang membalut lukanya dan melompat turun, setengah berlari menghampiri Serena, perawat datang menghampiri, tapi Damian menyingkirkannya,

"Biar aku saja." gumamnya serak, mengeryit sedikit ketika mengangkat Serena menyakiti luka di lengan dan bahunya, tapi dia tidak peduli, dipeluknya Serena dengan posesif dan dibaringkannya ke meja perawatan,

"Tuan, saya belum menyelesaikan membalut lukanya." gumam dokter di ruang gawat darurat itu sedikit jengkel,

"Nanti saja." Damian bergumam tajam dengan arogansi yang sudah seperti pembawaan alaminya sehingga membuat dokter itu terdiam, mengangkat bahunya lalu pergi.

"Sayang," Damian menepuk pipi Serena, tapi perempuan itu begitu pucat pasi, dengan panik, Damian menoleh ke arah Vanessa di pintu, mengabaikan Rafi, "Dia tidak apa-apa?"

Vanessa mendorong Rafi mendekat, lalu menyentuh Serena,

"Dia demam Damian, dia sedang sakit ketika memaksa mengikuti aku kesini, terus  tepuk  pipinya  pelan-pelan  dan  sadarkan  dia,  sepertinya  dia  shock," Vanessa menatap Damian tajam, "dan kau..kau tidak pernah kecelakaan selama hidupmu, apa yang kau lakukan di jalan tol tadi sehingga berakhir di rumah sakit ini?? Apakah kau mabuk??"

Damian mengeryit,

"Aku tidak mabuk, aku hanya terlalu buru-buru ingin cepat sampai jadi kurang hati-hati." saat itulah Serena bergerak membuka mata, "ah, sayang..sayang, kau baik-baik saja?”


Serena mengerjap-ngerjapkan matanya, begitu mendapati wajah Damian ada di dekatnya, airmata mengalir di pipinya, tangannya bergetar ketika terangkat dan menyentuh wajah Damian, meyakinkan dirinya bahwa betul-betul Damian yang ada di depannya,

Dengan lembut Damian meraih tangan Serena dan mengecupnya, “Aku ada di sini, aku baik-baik saja.gumamnya setengah berbisik.
Serena membiarkan tangannya dalam genggaman Damian, merasakan kulit Damian yang panas, mensyukuri bahwa lelaki itu masih hidup. Tadi rasanya seperti mau mati saja ketika mengetahui bahwa Damian kecelakaan, pikiran- pikiran buruk melandanya, membuatnya ingin menangis dan berteriak, membuatnya hampir menyalahkan Tuhan. Karena dia sudah memutuskan akan menerima tidak bisa bersama-sama dengan Damian lagi asalkan lelaki itu tetap hidup, asalkan lelaki itu masih ada, hidup dan bernafas di dunia ini, biarpun Serena tidak bisa melihatnya lagi. Pikiran bahwa Damian bisa saja meninggal dan tidak ada di dunia ini hampir membuatnya ingin menyusul saja. Karena itulah tadi ketika melihat Damian masih hidup meskipun terluka membuatnya lega luar biasa sehingga pingsan. Serena merasakan dadanya sesak ketika menyadari, bahwa cinta barunya, cintanya yang tidak diduga, cinta yang bertumbuh tanpa disadari karena kebersamaan mereka yang tidak direncanakan itu ternyata sudah mencapai tingkat intensitas yang sangat besar.

“Jangan pernah ulangi lagi, suara Serena bergetar ketika mencoba berbicara serius kepada Damian, “Jangan pernah ulangi lagi melakukan seperti ini kepadaku.
Damian meraih kedua tangan Serena dan mengecup jemarinya dengan lembut, “aku berjanji, jawabnya penuh perasaan, “Sekarang tidurlah sayang, aku ada di
sini.

Dengan lembut Damian mengusap dahi Serena yang panas, membuat pikiran Serena melayang, dia merasa lelah sekali, tubuhnya, jiwanya dan raganya. Tubuhnya  sakit  dan  lunglai  sedang  jiwanya  kelelahan  menahan  perasaan. Usapan tangan Damian di dahinya membuatnya dipenuhi kelegaan luar biasa, membuatnya dipenuhi rasa damai tidak terkira sehingga Serena akhirnya terlelap lagi.

Kemari, lukamu harus dibalut. Vanessa mencoba menarik perhatian Damian, lelaki itu menatap Serena dengan serius, memastikan bahwa Serena sudah tidur, lalu menurut menggerakkan tubuhnya agar Vanessa lebih mudah membalut luka di pundak dan lengannya.



Saat itulah Damian menyadari kehadiran Rafi, yang hanya diam saja menatap semua kejadian itu tanpa berkata-kata. Mata Damian berkilat-kilat,

“Aku mencintainya. gumamnya terus terang, membuat Vanessa tersedak dan saat itulah dia juga baru menyadari kehadiran Rafi.

Rafi hanya terdiam, menatap Serena yang tertidur pulas dengan sedih, “Aku tahu. gumamnya pelan.
Damian mengangkat dagunya, mengernyit ketika perban itu membebat kencang lukanya,

Dan dia juga mencintaiku, tetapi dia memilihmu. sambungnya getir. Rafi menghela nafas,
“Itupun aku juga tahu.

“Sudah selesai. Vanessa menyela cepat, lalu menepuk pundak Damian, “Berbaringlah dulu di ranjang sebelah”, Vanessa mengedikkan bahu ke ranjang di  sebelah  ranjang  yang  dipakai  Serena  yang  masih  kosong.  Kau  harus berbaring, kepalamu terbentur dan jika kau tidak segera berbaring kau akan mengalami vertigo. sambungnya tegas ketika melihat Damian akan membantah.

Semula Damian akan membantah, dia ingin melanjutkan pembicaraan dengan Rafi, menjelaskan semuanya. Tetapi Vanessa benar, rasa pusing mulai menyerangnya, pusing dan nyeri di bahu dan kepalanya. Obat penghilang rasa sakit yang disuntikkan dokter jaga tadipun mulai bereaksi, membuatnya merasa lemas  dan  lunglai.  Akhirnya  Damian  mengangkat  bahu  dan  melangkah  ke ranjang kosong itu.

Kita belum selesai bicara. gumamnya pada Rafi, mulai menguap.

“Nanti saja. sela Vanessa mengernyit, lalu meraih kursi roda Rafi dan mendorongnya keluar, “Ayo Rafi, kita harus membiarkan mereka beristirahat.bisiknya lembut dan mendorong mereka keluar dari ruangan perawatan itu.

Vanessa mendorong Rafi sampai di ruang tunggu yang tenang dan sepi, lalu duduk di sofa di sebelah Rafi. Suasana hening, dan Rafi hanya termenung tidak berkata-kata sampai lama. Vanessa menunggu, menunggu sepatah pertanyaan dari Rafi sebelum menjelaskan semuanya, dan akhirnya pertanyaan itu datang setelah menunggu sekian lama,



“Apa yang terjadi di sini?”, gumam Rafi serak, dia tetap bertanya meskipun kebenaran itu sudah menyeruak dalam kesadarannya, membuat dadanya sesak.

Vanessa menghela napas mendengarnya, “Ceritanya panjang...
“Aku punya banyak waktu”, sela Rafi tak sabar, “Jelaskan semuanya”

“Serena tidak pernah bermaksud mengkhianatimu kau tahu, gumam Vanessa sedih, Dia selalu berusaha setia kepadamu.

Kau bicara begitu padahal jelas-jelas di depan mataku tadi dia jatuh cinta setengah mati kepada lelaki lain?” gumamnya getir.

Kau tahu, Serena putus asa ketika dia akhirnya berhubungan dengan Damian... biaya operasimu... operasi ginjalmu dokter mengultimatum kau harus segera dioperasi ginjal untuk menyelamatkan nyawamu sangat mahal, hampir mencapai  tiga ratus juta, sementara seluruh harta Serena sudah habis, dia menanggung hutang yang sangat besar di perusahaan... jadi... jadi Serena memutuskan menjual keperawanan dan tubuhnya kepada Damian.

“Oh Tuhan!”

Wajah Rafi pucat pasi, keringat dingin mengalir di tubuhnya. Jadi semua ini bermula dari dirinya? Semua kegilaan tak diduga ini bermula dari keinginan Serena menyelamatkan nyawanya? Menjual keperawanannya!! Oh Tuhan, Rafi tidak pernah peduli apakah Serena masih suci atau tidak, baginya Serenanya adalah Serena yang sama. Tapi... Mengetahui bahwa Serena melakukan itu demi dirinya benar-benar menghancurkan hatinya. Mengetahui bahwa pada akhirnya Serena menyerahkan hati pada lelaki lain yang disebabkan oleh dirinya sangat menyakiti perasaannya.

Dan Damian, atasan Serena itu pasti laki-laki brengsek karena mau mengambil manfaat dari gadis lemah yang sedang kesulitan. desis Rafi marah.

Vanessa menggeleng,

“Tidak  seperti  itu  Rafi,  Damian  sangat  kaya,  dia  bisa  mendapatkan  gadis manapun yang dia mau, Tapi sudah sejak lama dia menginginkan Serena, menurutku sebenarnya sudah sejak lama Damian mencintai Serena tetapi dia tidak menyadarinya, karena itu mungkin Damian menganggap satu-satunya cara untuk memiliki Serena adalah menerima tawarannya.



Rafi mengernyit mendengar penjelasan Vanessa, hatinya sakit menyadari bahwa sekarang dia menjadi penghalang antara dua orang yang saling mencintai.

Kenapa Serena tidak membiarkan aku mati saja?” rintihnya dalam geraman penuh kesakitan, Mungkin lebih baik aku dibiarkan mati saja sehingga aku tidak menghalangi kebahagiannya...

Vanessa menyentuh pundak Rafi lembut,

“Jangan   pernah   punya   pemikiran   seperti   itu,   selanya   tegas,   “Serena mencintaimu sepenuh hati, dia berjuang mati-matian demi kehidupanmu, jangan pernah menghancurkan hatinya dengan kata-kata seperti itu.

Dia sudah tidak mencintaiku lagi, dia hanya kasihan padaku, tatapan lelaki itu, tatapan Damian kepadaku ketika mengatakan bahwa Serena lebih memilihku dibanding dirinya tadi begitu penuh penghinaan dan kemarahan, seolah lebih baik aku tahu diri dan menyingkir saja.

Damian memang seperti itu, dia marah karena Serena memilih untuk bersamamu. Tapi Damian mencintai Serena, karena itu dia menghormati keputusan Serena.

Lelaki itu, apakah benar dia mencintai Serena? dia terlalu berkuasa, terlalu mendominasi, terlalu arogan… aku takut dia hanya ingin menunjukkan kekuasaannya, hanya ingin memuaskan arogansinya untuk memiliki Serena...

Vanessa menggeleng,

Damian yang dulu memang seperti itu, tapi ketika bersama Serena, gadis itu dengan  segala  kepolosan  dan  kebaikan  hatinya  telah  merubahnya.  Damian benar-benar mencintai Serena, aku mengenal Damian sejak dulu kau tahu, dan dia tidak pernah seperti itu sebelumnya, begitu mencintai seorang perempuan, begitu tergila gila hingga hampir dikatakan bisa gila karenanya.

Rafi menghela nafas panjang,

Kalau begitu, kau ingin aku yang melepaskan Serena?” Vanessa mengangkat bahunya pedih,
Keputusan ada di tanganmu... Serena sendiri tidak akan pernah meninggalkanmu, dia terlalu setia dan menyayangimu untuk meninggalkanmu.


Dia rela mengorbankan perasaannya demi kamu. Jadi, kalau kau tidak melepaskannya, dia juga tidak akan pernah mengkhianatimu demi Damian.

Rafi memegang pangkal hidungnya, mengernyit seolah kesakitan, “Aku sangat mencintai Serena. gumamnya perih.
Air mata Vanessa mulai menetes melihat kepedihan Rafi, pelan dia berjongkok di depan Rafi dan memeluk lelaki itu. Rafi tidak menolak, dia juga tidak menahan air matanya menetes. Kepedihan itu begitu dalam, kepedihan untuk merelakan diri melepaskan sesuatu yang paling berharga di tangannya, agar sesuatu paling berharga itu bisa menemukan kebahagiaannya.

“Aku tahu dan aku bisa mengerti kesedihanmu, kau tak perlu melepaskan Serena kalau kau tak bisa. bisik Vanessa lembut, mengusap kepala Rafi di bahunya, membiarkan lelaki itu terisak dengan kepedihannya.

Lama Rafi menumpahkan perasaannya, dengan isakan tertahan dan keheningan yang dalam, lalu dia mundur, melepaskan diri dari pelukan Vanessa, duduk tegak dengan tekad kuat di matanya.

“Aku tidak mungkin membiarkan Serena menderita dengan bertahan bersamaku, tidak setelah aku melihat betapa dalamnya perasaan Serena kepada Damian tadi, tapi sebelumnya aku ingin berbicara dengan Damian.

***




Serena masih tertidur di ruang perawatan. Vanessa menungguinya. Sementara Damian yang baru terbangun, dua jam setelah kecelakaan itu berjalan pelan, menuju ruang tunggu, dia sudah mencuci muka dan agak segar, tapi mau tak mau nyeri di kepala dan bahunya membuatnya mengernyit ketika berjalan.

Rafi sedang duduk membelakanginya di kursi roda. Menatap ke luar, ke arah jendela lebar yang ada di ruang duduk itu, hujan sedang turun deras di luar membuat suasana ruangan itu begitu suram.

Bagaimana keadaan Serena?” Tanya Rafi, menyadari kehadiran Damian tetapi tidak menoleh untuk menatapnya.

Baik, Vanessa sudah mengatur perawatan dan obatnya, sekarang dia masih tertidur. Damian berdiri, bersandar di tembok dekat Rafi, ikut menatap hujan


yang mengalir deras di luar yang gelap, hanya menyisakan tetes air yang berkilauan terkena cahaya lampu.

Kau pasti tahu kenapa aku ingin berbicara denganmu.

Damian mengangguk meski tahu Rafi tidak menoleh untuk melihatnya.

Hening sejenak, terasa begitu lama sampai kemudian terdengar Rafi menghela nafas panjang.

“Apakah kau mencintainya?” tanyanya pelan. “Sangat. jawab Damian cepat, tulus.
Rafi memejamkan mata ketika rasa perih menyengat di dadanya mendengar ketulusan Damian kepada Serena. Mengetahui bahwa ada lelaki lain yang mencintai Serena dengan intensitas begitu besar kepada Serena ternyata menyakitinya, membuatnya terasa terpuruk dan di kalahkan. Tapi Rafi menguatkan hatinya, semua demi Serena, demi kebahagiaan Serenanya.

“Apakah kau akan membahagiakannya?”

Kebahagiaannya akan menjadi tujuan hidupku. gumam Damian jujur, dia lalu menoleh menatap Rafi yang sedang menatapnya, dua laki-laki yang mencintai satu wanita saling bertatapan.

Maafkan  aku... Damian  mengehela  nafas,  “aku  tidak  pernah  bermaksud mencuri Serena darimu, aku tidak mengetahui keberadaanmu sampai saat terakhir, kau tahu.

Rafi mengernyit mendengar informasi yang baru didapatnya itu, Vanessa belum menceritakan semua ini padanya, mungkin Vanessa ingin Rafi mendengar sendiri dari mulut Damian.

“Serena tidak menceritakan alasan kenapa dia menjual diri padamu?”

“Tidak,  mungkin  semua akan berbeda  jika dia  menceritakan  semuanya dari awal," gumam Damian penuh penyesalan, “aku memang jahat dan selalu mengambil  apa  yang  kuinginkan  tanpa  tanggung-tanggung,  tapi  aku  tidak pernah mengambil keuntungan dari penderitaan seseorang. Saat itu dia datang padaku, menjual dirinya padaku...kau tahu apa yang kupikirkan waktu itu?” Damian menatap Rafi dengan sedih, “Kupikir dia pelacur penggemar barang- barang mahal yang putus asa membutuhkan uang untuk memenuhi hasratnya akan kemewahan.



“Serena tidak seperti itu. geram Rafi marah.

“Ya,  dia  tidak  seperti  itu, Damian  setuju,  “Tapi  waktu  itu  apa  yang  bisa dipikirkan lelaki seperti aku? lelaki dengan kekayaan yang selalu mendapatkan wanita karena uang? aku memang salah waktu itu, aku menginginkan Serena dan aku punya uang yang diinginkannya, jadi kuterima tawarannya.

“Tapi pada akhirnya kau tetap jatuh cinta padanya meskipun kau menganggap dia pelacur murahan.Rafi merenung.

Sekali lagi Damian menganggukkan kepalanya.

“Ya, aku jatuh cinta kepadanya, bahkan aku mulai tidak peduli kalau ternyata memang hanya menginginkan  uangku,  aku berpikir,  tidak apa-apa,  toh aku punya uang banyak, tidak apa-apa selama dia ada di sisiku. Damian menghela nafas panjang.

Kenyataan tentang keberadaanmu pada akhirnya menghantamku... Bahwa dia melakukan semua ini demi cintanya kepadamu.

Rafi memejamkan matanya.

Dia sudah tidak mencintaiku lagi, dia hanya kasihan dan merasa bertanggung jawab.

Dia tetap mencintaimu, Damian tersenyum sayang ketika membayangkan Serena, “hatinya selalu dipenuhi cinta tanpa pandang bulu, mungkin karena itulah dia berhasil menyentuh hatiku yang gelap.
Rafi menganggukkan kepala, ikut tersenyum ketika membayangkan Serena. “Yah... Meskipun begitu, hatinya sudah kau miliki, Rafi menghela nafas, “Aku
akan melepaskan Serena.

Kau pikir dia akan mau?” sela Damian sedih, Dia sudah memutuskan akan menjagamu, dia tidak akan mau.

Dia pasti mau, aku sendiri yang akan berbicara padanya, aku tidak perlu dijaga, terapi ini berhasil dan Vanessa meyakinkan kalau aku rutin melakukannya, dalam waktu empat bulan aku sudah akan bisa berjalan dengan normal. Aku masih bisa melanjutkan karirku sebagai pengacara setelahnya, mungkin butuh waktu lama dan aku harus belajar lagi, tapi kurasa aku bisa melangkah dengan kekuatanku sendiri.



Damian menganggukkan kepalanya, yakin kalau Rafi pasti mampu melakukan apa yang dikatakannya.

Maafkan aku. gumamnya tulus.

Kenapa?”, Rafi mengernyit menatap Damian ingin tahu. “Karena sudah mengalihkan hati Serena darimu.
Rafi tersenyum, kali ini senyum yang benar-benar tulus,

“Seharusnya aku berterimakasih kepadamu, kau menjaganya selama aku tidak bisa ada untuk menjaganya.

Damian terdiam, Rafi juga terdiam lama. Lalu Damian mengaku,
Kau   mungkin   ingin   memukulku,   bahkan   membunuhku   setelah   aku mengatakannya padamu...

“tentang apa?” mau tak mau Rafi merasakan ingin tahu ketika mendengar nada misterius di suara Damian.

Sesaat Damian tampak kesulitan berbicara,

“Aku... aku punya rencana jahat untuk merebut Serena darimu, aku pikir kalau
Serena tidak mau memilihku, aku akan memaksanya memilihku.” “Rencana jahat apa?” sela Rafi, langsung waspada.
Damian tertawa getir,

Bukan... rencana ini tidak menyakiti siapapun... kau tahu... Aku ingin sengaja membuat Serena hamil... agar mau tak mau dia menjadi milikku.

Sejenak   Rafi   terdiam,   pengakuan   Damian   ini   mau   tak   mau   menyulut kemarahannya. Menyadari bahwa Damian memanipulasi kepolosan Serenanya.

Dasar Brengsek.geram Rafi pelan. Damian menganggukkan kepalanya.


“Ya memang, aku brengsek. aku putus asa, setengah gila untuk memiliki Serena, aku minta maaf.

Menurutmu apakah rencana jahatmu itu sudah berhasil?” Tanya Rafi kemudian, tiba-tiba menghubungkannya dengan kondisi sakit Serena.

Damian mengangguk, menahan perasaannya untuk menjaga perasaan Rafi, tapi mau tak mau Rafi melihat sorot bahagia yang menyala-nyala di mata Damian. Tiba-tiba dia merasa tenang, lelaki  ini sungguh mencintai  Serena, putusnya dalam hati, mungkin lebih dalam dari cintanya sendiri kepada Serena...

Vanessa tadi sore menghubungiku, memberitahu kondisi Serena, dan entah kenapa aku tahu. Aku tahu bahkan sebelum mereka melakukan test, aku tahu begitu saja.
Dan karena itu kau kecelakaan, kau dalam perjalanan menemui Serena?” Damian tersenyum, tidak  berkata-kata, tapi matanya menjelaskan semuanya. “Lelaki bodoh. gumam Rafi getir. Dan Damian tertawa mendengarnya. “Memang, gumamnya dalam tawa, lalu mengulurkan tangannya kepada Rafi,
“Terimakasih atas kebaikan hatimu.

Rafi menyambut jabatannya dengan hangat.

“Aku melakukannya demi Serena, bukan demi kamu, jadi ingat saja, kapanpun kau  berani-beraninya  membuat  Serena  tidak  bahagia,  kau  akan  mendapati dirimu berhadapan denganku.

Damian tersenyum mempererat jabatan tangannya,

“Aku berjanji kau tidak akan pernah berhadapan denganku.







No comments:

Post a Comment